You are on page 1of 18

I. Tujuan Pratikum.

Untuk mengetahui cara menentukan glikosida dan steroida.


II. Tinjauan Pustaka.
A. Glikosida.

Glikosida adalah senyawa yang menghasilkan satu atau lebih gula (glikon) di
antara produk hidrolisisnya dan sisanya berupa senyawa bukan gula (aglikon).
Bila gula yang terbentuk adalah glukosa maka golongan senyawa itu disebut
glukosida, sedangkan bila terbentuk gula lainnya disebut glikosida. Di alam
terdapat O-glikosida (dioscin), C-glikosida (barbaloin), N-glikosida
(adenosine), dan S-glikosida (sinigrin).

Secara kimia, senyawa ini merupakan asetal, yaitu hasil kondensasi gugus
hidroksil gula dengan gugus hidroksil dari komponen aglikon, serta gugus
hidroksil sekunder di dalam molekul gula itu sendiri juga mengalami
kondensasi membentuk cincin oksida. Secara sederhana glikosida merupakan
gula eter. Bentuk alfa dan beta mungkin saja ada, namun di alam atau di dalam
tanaman hanya bentuk beta (ß) yang ada.

Dari segi pandang biologi, glikosida berperan dalam tumbuhan terlibat dalam
fungsi pengaturan-pengaturan, perlindungan, dan kesehatan. Sedangkan untuk
manusia ada yang digunakan dalam pengobatan. Dalam segi pengobatan,
glikosida menyumbang hampir setiap kelas pengobatan, misalnya sebagai obat
jantung (kardiotonika), contohnya: glikosida digitalis, strophantus, squill,
convallaria, apocynum, dll. Sebagai obat pencahar (laxantia), misalnya
antrakinon dalam sena, aloe, kelembak, kaskara sagrada, frangula, dll. Sebagai
penyedap atau lokal iritan, misalnya alil-isotiosianat; sebagai analgesika,
misalnya gaulterin dan gondopuro menghasilkan metilsalisilat.
Klasifikasi (penggolongan) glikosida sangat sukar. Bila ditinjau dari gulanya
akan dijumpai gula yang strukturnya belum jelas. Sedangkan bila ditinjau dari
aglikonnya akan dijumpai hampir semua golongan konstituen tumbuhan,
misalnya tanin, sterol, terpenoid, antosianin, flavonoid dsb. Bila ditinjau dari
segi pengobatan akan terjadi beberapa glikosida yang diabaikan, padahal
penting dalam farmakognosi.

Dalam tumbuhan sering dijumpai gula lebih dari satu, misalnya di- dan
trisakanida. Gula yang umum adalah D-glukosa, sering dijumpai pula ramnosa.
Gula yang tidak umum misalnya digitoksosa, digitalosa, simanosa dsb.

Hampir semua glikosida dapat dihidrolisis dengan pendidihan dengan asam


mineral. Namun demikian kecepatannya berbeda-beda. Hidrolisis dalam
tumbuhan juga terjadi karena enzim yang terdapat dalam tumbuhan tersebut.
Nama enzimnya secara umum adalah beta glukosidase, sedangkan untuk
ramnosa nama enzimnya adalah ramnase. Untuk tanaman tertentu juga memiliki
enzimnya sendiri, misalnya emulsin pada biji amandel dan mirosin dalam biji
mustar hitam.

Biosintesis glikosida secara singkat dapat dirangkum dalam reaksi sebagai


berikut:

UTP + gula-1-fosfat —-(1)——-à UDP-gula + PPi

UDP-gula + —septor —-(2)–à septon – gula + UDP (glikosida)

(1) enzim uridil tranferase (2) enzim glikosil transferase

Dengan reaksi sejalan akan terbentuk di-, tri-, bahkan tetra- sakarida. Bila
bagian aglikon digunakan sebagai dasar klasifikasi maka akan didapatkan
penggolongan sebagai berikut (menurut Claus dalam Tyler et al.,1988).
1. golongan kardioaktif 7. golongan alkohol

2. golongan antrakinon 8. golongan aldehida

3. golongan saponin 9. golongan lakton

4. golongan sianopora 10. galongan fenolat

5. golongan isotiosianat 11. golongan tanin.

6. golongan flavonoid

Glikosida antrakinon

Glikosida antrakinon, golongan glikosida ini aglikonnya adalah sekerabat


dengan antrasena yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang
berseberangan (atom C9 dan C10) atau hanya C9 (antron) dan C9 ada gugus
hidroksil (antranol). Adapun strukturnya adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Struktur kimia antrakinon. Nama lain: 9,10-


antracendion, 9,10-antrakion; C14H8O2 (BM: 208,22 g/mol)

a. Sifat fisika & kimia

Senyawa antrakinon dan turunannya seringkali bewarna kuning sampai merah


sindur (oranye), larut dalam air panas atau alkohol encer. Untuk identifikasi
digunakan reaksi Borntraeger (lihat MMI).
Gambar 2. Semua antrakinon
memberikan warna reaksi yang khas dengan reaksi Borntraeger jika Amonia
ditambahkan: larutan berubah menjadi merah untuk antrakinon dan kuning
untuk antron dan diantron. Antron adalah bentuk kurang teroksigenasi dari
antrakinon, sedangkan diantron terbentuk dari 2 unit antron.

Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan


penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi
antrakinon adalah antron dan antranol, terdapat bebas di alam atau sebagai
glikosida.

Antron bewarna kuning pucat, tidak menunjukkan fluoresensi dan tidak larut
dalam alkali, sedangkan isomernya, yaitu antranol bewarna kuning kecoklatan
dan dengan alkali membentuk larutan berpendar (berfluoresensi) kuat.

Oksantron merupakan zat antara (intermediate) antara antrakinon dan antranol.


Reaksi Borntraeger modifikasi Fairbairn, yaitu dengan menambahkan hidrogen
peroksida akan menujukkan reaksi positif. Senyawa ini terdapat dalam
Frangulae cortex.

Diantron adalah senyawa dimer tunggal atau campuran dari molekul antron,
hasil oksidasi antron (misalnya larutan dalam aseton yang diaerasi dengan
udara). Diantron merupakan aglikon penting dalam Cassia, Rheum, dan
Rhamnus; dalam golongan ini misalnya senidin, aglikon senosida. Reidin A, B,
dan C yang terdapat dalam sena dan kelembak merupakan heterodiantron.
b. Efek farmakologi (bioaktivitas)

Glikosida antrakinon adalah stimulan katartika dengan meningkatkan tekanan


otot polos pada dinding usus besar, aksinya akan terasa sekitar 6 jam kemudian
atau lebih lama. Adapun mekanisme belum jelas, namun diduga antrakinon dan
antranol dan turunannya berpengaruh terhadap transpon ion dalam sel colon
dengan menghambat kanal ion Cl-.

Untuk antron dan antranol mengeluarkan kegiatan lebih drastik (itulah sebabnya
ada beberapa simplisia yang boleh digunakan setelah disimpan selama satu
tahun, untuk mengubah senyawa tersebut menjadi antrakinon), bila jumlahnya
lebih besar daripada antrakinon akan mengakibatkan mulas dan rasa tidak enak.

c. Kegunaan

Katartika / pencahar , pewarna, dan antibakteri.

B. Steroid

Steroid merupakan senyawa yang memiliki kerangka dasar triterpena asiklik.


Ciri umum steroid ialah sistem empat cincin yang tergabung. Cincin A, B dan C
beranggotakan enam atom karbon, dan cincin D beranggotakan lima. Perhatikan

Gambar 14.51 pada halaman berikut.

Gambar 14.51. Struktur Steroid dan Penomorannya


Kolestrol merupakan steroid yang terbanyak di dalam tubuh manusia.

Kolestrol memiliki struktur dasar inti steroid yang mengandung gugus metil,
gugus hidroksi yang terikat pada cincin pertama, dan rantai alkil.

Kandungan kolestrol dalam darah berkisar 200-220 mg/dL, meningkatnya kadar


kolestrol dalam darah dapat menyempitkan pembuluh darah di jantung,
sehingga terjadi gangguan jantung koroner. Pengobatan yang sering dilakukan
adalah melebarkan pembuluh darah seperti, memasang ring atau melakukan
operasi.

Kolestrol dalam tubuh dibentuk di dalam liver dari makanan. Struktur kolestrol
dapat dilihat pada Gambar 14.52.

Gambar 14.52. Struktur molekul kolestrol

Kolestrol dalam makan perlu kita waspadai mengingat tren penyakit jantung
cukup tinggi di Indonesia.

C.MINYAK ATSIRI

Minyak atsiri = minyak menguap = minyak esensial,dihasilkan dari


tumbuhan dan yang memiliki aroma yang spesifik sesuai dengan tumbuhan
penghasilnya.

Minyak atsiri mudah menguap pada suhu kamar tanpa ,mengalami


perubahan pada kamponen kimianya,mempunyai rasa getir,umumnya larut
dalam pelarut organic dan tidak larut dalam pelarut non organic.Dalam keadaan
murni tidak berwarna,mudah teroksidasi menjadi warna gelap.

Perbedaan komposisi kimia minyak atsiri disebabkan perbedaan jenis


tanaman penghasil,kondisi iklim,tanah tempat tumbuh,umur panenan,metode
ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpananya.Struktur kimia minyak atsiri
tersusun dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari
unsure C,H,O dan beberapa diantaranya mengandung unsure N dan
S.Komponen kimia minyak atsiri yang terbentuk dibagi menjadi 2 golongan
yaitu:

1. Hidrokarbon,terutama terdiri dari senyawa terpen sebagian besar dari


monoterpen (2 unit isoprene) seskuiterpen (3 unit isoprene),sedikit
diterpen (4 unit isoprene) dan sangat sedikit politerpen.

2. Hidrokarbon teroksigenasi,umunya mempunyai aroma yang lebih


wangi dibandingkan dengan golongan hodrokarbon.Kelarutan yang tinggi
dalam alcohol encer kecuali beberapa senyawa golongan aldehid,lebih
tahan dan stabil terhadap proses oksidasi dan resinifikasi di bawah
pengaruh cahaya dan udara serta pada kondisi penyimpanan yang kurang
baik.

Minyak atsiri golongan hidrokarbon dan teroksigenasi dibagi menjadi 8


golongan yaitu:

1) Persenyawaan alcohol misalnya pada coriandrum sativum


2) Persenyawaan aldehid misalnya pada cymbopogon nardus
3) Persenyawaan keton misalnya pada cinnamomum camphora
4) Persenyawaan ester misalnya pada gaultheria procumbens
5) Persenyawaan eter misalnya pada eucalyptus globulus
6) Persenyawaan oksida misalnya pada eucalyptus globulus
7) Persenyawaan fenol misalnya pada thymus vulgaris
8) Persenyawaan fenolik eter misalnya pada myristica fragrans

Ikatan karbon yang terdapat dalam molekul penyusun minyak atsiri dapat
terdiri dari ikatan jenuh dan ikatan tidak jenuh.

Persenyawaan yang mengandung ikatan tidak jenuh umumnya tersusun


dari terpen.Komponen lainya terdiri dari persenyawaan fenol,asam
organic yang terikat dalam bentuk ester misalnya lakton,kuramin dan
furan seperti kinon.Senyawa yang paling banyak sebagai penyusun
minyak atsiri Monoterpen ( 10 ),Seskuiterpen ( 15) dan fenilpropan.

Terpen merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh dan unit


terkecil yang terdapat dalam molekulnya yang disebut dengan isoprene
(C5H8).Persenwaan terpen berbau kurang wangi ,sukar larut dalam
alcohol encer,mudah rusak terutama jika kena cahaya matahari dan
oksigen udara.

Minyak yang mengandung terpen jika disimpan dalam jangka


waktu yang lama akan terbentuk sejenis dammar yang sukar larut dalam
alcohol.Sehingga fraksi terpen perlu dipisahkan untik tujuan
tertentu,misalnya untuk pembuatan parfum,sehingga didapatkan minyak
atsiri yang bebas terpen (Ketaren,1985)

D.FLAVONOID

Menurut biosintetisnya dibentuk dari unit fenil propane ( C6-C3) melalui


jalur asam sikimat dan unit C6 melalui jalur asam asetat.Flavonoida secara
umum berupa senyawa yang larut dalam air karena berupa glikosida.Flavonoida
dapat diekstraksikan dengan etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah
dikocok dengan eter minyak bumi.Flavonoida berupa senyawa fenol,karena itu
warnanya berubah bila ditambah suatu basa atau ammonia.
Flavonoida terdapat baik dalam bentuk bebas maupun terikat oleh gula
sebagai glikosida,lazimya sebagai gula pada glikosida- flavonoid adalah
ramnosa,galaktosa,gentabiosa.Pembentukan glikosida ini bisa mono,di atau tri
glikosida bentuk bebas di jumpai pada jaringan berkayu,sedangkan bentuk
glikosidanya banyak terdapat pada bagian bunga,buah dan daun.

Menurut Robinson (1995),flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan


keragaman pada rantai C yaitu:

Flavonol ( 3-Hidroksiflavon)
Flavon
Isoflavon
Flavanon
Flavanonol
Khalkon
Auron
Antosianin
Leukoantosianidin
Katekin

Keterangan Sampel.

a. Daun Bandotan.
Pemerian : Bau aromatic, khas, lama-lama agak memualkan, rasa pahit
agak kelat.
Makroskopik : helaian daun umumnya utuh, warna hijau samapi
hijau tua atau hijau kelabu, berbentuk bundar telur, panjang 3 cm – 4 cm,
lebar 1 cm – 2,5 cm, ujung daun runcing, pangkal daun tumpul, pinggir
daun beringit, tangkai daun 0,5 cm – 3cm, tulang daun pada permukaan
atas dan bawah berambut, daun muda agak berambut rapat, warna rambut
keputih-putihan, tulang daun menyirip.
Mikroskopik : pada penampang melintang melalui tulang daun
tampak epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel berbentuk segiempat,
kutikula tebal berbintik-bintik, stomata sedikit, rambut penutup terdiri
dari 2 sel sampai 5 sel.
b. Daun Ketepeng.
Pemerian : Bau Khas, Lemah, Mula-mula tidak berasa, lama-lama
agak kelat.
Makroskopik : daun majemuk. Helaian anak daun berwarna hijau
muda sampai hijau tua, bentuk jorong sampai bundar telur sungsang,
panjang 3 cm – 15 cm, lebar 2,5 cm – 9 cm, ujung daun tumpul, pangkal
daun miring, pinggir daun rata.
Mikroskopik : pada penampang melintang melalui tulang daun
tampak epidermis atas terdiri dari satu lapis sel, berpapila pendek,
dinding tipis, kutikula tebal, dan jelas berbintik, rambut penutup
berbentuk kerucut, bersel satu, dinding tebal, kutikula berbintik, panjang
rambut penutup 2m - 70m.
III. Alat dan Bahan.
 Alat.
 Beaker Gelas
 Labu Erlenmeyer.
 Tabung Reaksi.
 Gelas Ukur.
 Lumpang dan Alu.
 Cawan Penguap.
 Corong Pisah.
 Bahan.
 Daun Lidah Buaya.
 Daun Ketepeng.
 Daun Bandotan.
 Pereaksi.
 Pereaksi Molish.  NaoH 2 N.
 Asam Sulfat Pekat.  Asam Asetat Anhidrat.
 Asam Asetat.  Etanol 95%.
 FeCl3.  Pb- Asetat 0,4 M
 HCL(p).  Kloroform
 Benzen.

IV. Prosedur Kerja.


1) Penentuan Glikosida.

Sebanyak ± 2 g sampel yang telah dihaluskan, dimasukkan ke dalam labu


Erlenmeyer, masukkan batu didih dan di tambahkan 20 ml etanol 95 % dan air (
7: 3), dipanaskan dengan pendingin baik balik selama ± 10 menit, dinginkan
dan disaring, tambahkan 10 ml air dan 10 ml larutan Pb- Asetat 0,4 M, diamkan
sebantar, saring. ± 10 ml filtratnya masukkan ke dalam corong pisah, sari
dengan 10 ml campuran Kloroform dan Isopropanol ( 3: 2) sebanyak 3 kali,
kumpulkan sari tambahkan asam sulfat anhidrat, saring, dan uapkan pada suhu
50 o C. Residu dilarutkan dalam methanol dan diuji sebagai berikut:

a. Sedikit residu di dalam tabung reaksi tambahkan 2 ml air dan 5 tetes


pereaksi molish homogenkan dan tambahkan asam sulfat pekat perlahan-
lahan melalui dinding tabung, terbentuk cincin ungu.
b. Tambahkan 5 ml asam asetat dan 10 tetes asam sulfat pekat terjadi warna
biru atau hijau.
c. 200 mg sampel tambahkan 2 ml larutan FeCl3, 8 ml air dann 5 ml HCL
pekat. Tambahkan 5 ml benzene, kocok, lapisan benzen berwarna kuning
tambahkan NaOH 2N dan kocok, lapisan air akan berwarna merah,
menunjukkan adanyan glikosida antrakinon.
d. Sampel tambahkan NaOH akan terjadi warna kuning sampai coklat.

2) Penentuan Steroid.

Sebanyak 1 gram sampel yang telah dihaluskan disari dengan 20 ml eter,


hasilnya diuuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 5 asam
asetat anhidrat dan 5 tetes asam sulfat pekat ( pereaksi Liebermann-
Burchard), apabila terbentuk warna merah atau ungu yang kemudian akan
berubah menjadi warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya senyawa
steroid/triterpenoid bebas.

3) Penentuan Flavonoid

Sebanyak lebih kurang 500 mg sampel yang telah


dihaluskan,dimasukkan ke dalam labu erlemeyer ditambahkan 10 ml
methanol,direfluks selama 10 menit.Kemudian disaring selagi panas melalui
kertas saring.Setelah dingin ditambahkan 5 ml eter minyak tanah,dikocok
hati- hati,lalu didiamkan sebentar lapisan methanol diambil,lalu diuapkan
pada temperatur 400C.Sisanya dilarutkan dalam 5 ml etil asetat,dan
kemudian disaring.Filtrat digunakan untuk percobaan berikut:

I. Sebanyak 1 ml filtrate diuapkan sampai kering kemudian sisanya


dilarutkan dalam 1- 2 ml etanol 95% lalu ditambahkan 0,5 gram
serbuk seng dan 2 ml asam klorida 2 N.Teteskan 1 tetes HCL
pekat.Didiamkan selama 5 menit terbentuk warna merah intensif maka
menunjukkan adanya senyawa flavonoida.
II. Sebanyak 1 ml filtrat diuapkan sampai kering,sisanya dilarutkan
dalam 1 ml etanol 95 % kemudian ditambahkan 0,1gram serbuk
magnesium dan 10 ml asam klorida pekat.Jika terjadi warna merah
jingga sampai warna ungu menunjukkan adanya flavon ,kalkon,dan
auron
III. Sebanyak 1 ml filtrate diuapkan sampai kering,sisanya dilarutkan
dalam 1 ml etanol 95% kemudian ditambahkan sedikit serbuk asam
borat dan asam oksalat,dipanaskan diatas penangas air,campurkan
dengan eter,amati dibawah sinar uv 366 nm,berfluoresensi intensif.

4.Penentuan Gula

Sampel dihaluskan dan direbus dengan air sampai mendidih,didinginkan


dan disaring dan diuji sebagai berikut :

a. Sedikit sampel masukkan kedalam tabung reaksi,kemudian tambahkan


Fehling A dan Fehling B,dan dibasakan dengan NaOH,panaskan dan
amati apa yang terjadi
b. Sedikit sampel masukkan kedalam tabung reaksi,kemudian tambahkan
sedikit larutan Ag- ammoniakal dan NH4OH panaskan dan amati apa
yang terjadi.

5.Penentuan Minyak Atsiri

Sedikit sampel diiris iris,secara melintang,disari dengan methanol,bagi


dua sebagian ditambahkan asam borat dan asam sulfat dan sebagian lagi
ditambahkan Vanilin dan asam sulfat.
V. Hasil Percobaan.
1) Glikosida.

Sampel Tabung Pereaksi Hasil Keterangan

Daun Lidah Buaya. 1 Air + pereaksi molish + + Terbentuk cincin


asam sulfat. Ungu

2 Asam Asetat + asam + Warna Biru.


sulfat pekat.

3 Larutan FeCl3 + air + - Tidak terbentuk


HCL(p).

4 NaOH + Warna Kuning.

Daun Ketepeng. 1 Air + pereaksi molish + + Terbentuk cincin


asam sulfat. Ungu

2 Asam Asetat + asam + Warna Hijau


sulfat pekat

3 Larutan FeCl3 + air + _ Tidak terbentuk.


HCL(p).

4 NaOH + Warna Kuning.

Daun Bandotan. 1 Air + pereaksi molish + + Terbentuk cincin


asam sulfat. Ungu

2 Asam Asetat + asam + Warna Biru.


sulfat pekat

3 Larutan FeCl3 + air + _


HCL(p).

4 NaOH + Kuning
Kecoklatan

2) Steroid.

Sampel Pereaksi Hasil

Bawang putih Eter + Asam Asetat Terjadi perubahan warna


Anhidrat + Asam Sulfat merah senyawa
Steroid.

Daun Ketepeng Eter + Asam Asetat Warna hijau lunut


Anhidrat + Asam Sulfat

Daun Ketepeng Eter + Asam Asetat Warna hijau kecoklatan


Anhidrat + Asam Sulfat

3. Minyak atsiri

Sampel Hasil reaksi dengan


penambahan pereaksi

Serbuk borak +H2SO4(P) Serbuk vanili + H2SO4(P)

Danu jeruk purut Lar.Hijau Kekuningan Lar.hijau lumut

lengkuas Lar.Coklat Lar.Merah

Jahe Lar.kuning Lar.ungu

Kecomprang Lar.kuning kecoklatan Lar.merah terang


4.Gula

Sampel Hasil reaksi dengan penambahan pereaksi Fehling A


dan Fehling B lalu dipanaskan

Buah semangka Larutan Biru menjadi endapan merah bata

Buah rambutan Larutan Hijau toska menjadi endapan kuning kunyit

Daun tebu Larutan hijau kehitaman menjadi endapan coklat

Sampel Hasil reaksi dengan penambahan pereaksi Ag-


ammoniakal dan NH4OH lalu dipanaskan

Buah semangka Sulit terbentuk cincin perak

Buah rambutan Sulit terbentuk cincin perak

Daun tebu Sulit terbentuk cincin perak

sampel Hasil reaksi dengan


penambahan pereaksi

Serbuk seng dan HCL 2N Serbuk Mg dan HCL (P)

Daun jambu biji Merah terang Jingga

Lidah buaya (-) Kuning jingga


VI. Kesimpulan.
1. Skiring fitokimia terhadap golongan minyak atsiri terhadap beberapa
sampel yang dipraktikumkan minyak atsiri terbanyak didapat pada
kecomprang.
2. Skiring fitokimia terhadap golongan glikosida terhadap beberapa sampel
yang dipraktikumkan hampir semua sampel terdapat glikosida ditandai
terbentuknya cincin ungu.
3. Skiring fitokimia terhadap golongan gula terhadap beberapa sampel yang
dipraktikumkan gula terbanyak didapat pada buah rambutan
4. Skiring fitokimia terhadap golongan flavonoid dari sampel daun jambu
biji didapat senyawa flavonoida sedangkan pada sampel lidah buaya
didapat flavon ,kalkon dan auron.
5. Pada skiring fitokimia golongan steroid hanya terdapat sampel bawang
putih.

VII. Saran.
 Sebisa mungkin bahan pereaksi dibuat lebih sehingga dapat digunakan
sampai kelompok terakhir sekalipun.
 Sebaiknya praktikan teliti dalam melaksanakan praktikum agar
hasilnya terlihat jelas
VIII. Daftar Putaka.
 Anonym, 1980,Materia Medika Indonesia, jilid I, Jakarta, Binarupa
Aksara, hal 92.
 Anonim, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V-IV, Jakarta, Binarupa
Aksara, hal 55, 67, 137,
 Dalimarta.S,2003,Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jakarta: Trubus
Angriwidia anggota IKAPI,
 Harbone.J.B,1987,Methode Fitokimia:Penuntun Cara Modern
Menganalisa Tumbuhan, Terbitan Kedua, Bandung:ITB Press.

You might also like