You are on page 1of 28

LATAR BELAKANG

Makanan pertama dan utama bagi bayi adalah air susu ibu (ASI). ASI

mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan dan

perkembangan bayi. ASI adalah makanan terbaik bagi bayi yang sangat sempurna,

bersih, serta mengandung zat kekebalan yang sangat dibutuhkan bayi (Prasetyono,

2009). Namun saat ini sudah jarang kita temui pemberian ASI pada balita oleh

seorang ibu. Kurangnya pemberian ASI pada balita mulai kita rasakan sedikit

demi sedikit seiring berkembangnya jaman di era globalisasi sekarang. Sebagian

ibu-ibu saat ini enggan memberikan ASI pada balitanya karena dianggap tidak

praktis dan menyita banyak waktu. Sebagian beralasan bahwa seorang wanita

karir tidak punya waktu dan harus fokus terhadap pekerjaannya. Oleh sebab itu,

mereka lebih memilih menggunakan dot bagi balita mereka.

Dot dikenal sebagai dummy, soother atau pacifier, adalah pengganti puting

susu (ibu) yang biasanya terbuat dari karet atau plastik. Penggunaan dot dianggap

bermanfaat karena akan menenangkan bayi serta memberikan rasa nyaman pada

keadaan-keadaan tertentu seperti keinginan untuk mulai tidur, rasa nyeri pada

waktu gigi tumbuh, dipisahkan dari ibunya, menurunkan frekuensi menghisap jari,

serta menurunnya kejadian SIDS (sudden infant death syndrome). Dot memang

efektif membantu orangtua dalam menenangkan bayi saat menangis. Namun hal

ini dipercaya justru menjadi faktor penghambat perkembangan bicara anak. Selain

itu membiasakan memberikan susu atau minuman lain menggunakan botol susu

pada anak kita ternyata dapat menimbulkan kerusakan pada gigi atau biasa di

sebut dengan karies.

1
Pada bayi yang tidak mendapat ASI, atau dengan kata lain bayi yang

mendapat air susu dengan menggunakan dot, bahan dot yang lebih keras dari

puting susu dan areola mammae sehingga dot ini tidak dapat dilipat oleh lidah dan

rahang bayi. Upaya bayi untuk mengatasi hal ini adalah dengan memasukkan

seluruh panjang dot ke dalam mulut agar bayi dapat menekan dot untuk

mendapatkan tetesan susu. Aktifitas seperti ini berarti memaksa mulut bayi

tertarik ke depan, sehingga menyebabkan bentuk rahang berubah menjadi lebih

maju. 2,3

Penggunaan dot yang berkepanjangan mempunyai korelasi kuat dengan

timbulnya masalah gigi, seperti karies dan maloklusi. Dari beberapa penelitian,

terbukti ada korelasi antara penggunaan dot yang berkepanjangan (2 tahun atau

lebih) dengan timbulnya karies. Keadaan ini diperberat bila penggunaan dot

dilakukan sambil tidur (night feeding). Penelitian terhadap 150 anak usia 18 – 36

bulan oleh Peressini (2003), menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang

signifikan antara kebiasaan minum dot botol sambil tidur dengan timbulnya karies

serta kerusakan gigi.

Apabila bayi hanya sesekali mengempeng dan hanya sampai bayi berumur

1 tahun, maka tidak ada masalah dengan perkembangan giginya. Tapi jika bayi

adalah pengempeng aktif dan meskipun umurnya sudah lebih dari 1 tahun ia

masih tidak bisa lepas dari dot, sebaiknya harus dilakukan usaha untuk segera

menyapih si kecil dari dotnya. Karena hal tersebut dapat membuat gigi-geliginya

tumbuh tidak sebagaimana mestinya, meskipun itu masih gigi susu, tetapi

perkembangannya akan menentukan pertumbuhan dan letak susunan gigi

2
permanen di kemudian hari. Makin lama penggunaan dot, akan makin tinggi

risiko kerusakan gigi.

3
PEMBAHASAN

A. Botol susu (Dot)

Dot, yang juga dikenal sebagai dummy, soother atau pacifier, adalah

pengganti puting susu (ibu) yang biasanya terbuat dari karet atau plastik. Non

nutritive sucking seperti halnya dot, sudah lama dikenal dalam sejarah umat

manusia, penggunaannya merupakan usaha orangtua untuk memberikan sesuatu

yang dapat menenangkan dan memberikan rasa nyaman untuk bayinya.

Penggunaannya sangat luas di seluruh dunia. (Pacifier, 2010)

Field (2003) menyebutkan bahwa, bayi-bayi prematur yang dirawat di

ruang perawatan intensif (NICU), yang juga diberikan dot, menunjukkan

perkembangan yang positif dengan kenaikan berat badan yang signifikan,

mengurangi kejadian enterokolitis nekrotikan (NEC), serta memperpendek masa

perawatan. Di sisi lain, penggunaan dot akan selalu menimbulkan perdebatan

dengan banyaknya pendapat yang berbeda, karena penggunaan dot pada bayi-bayi

akan menimbulkan implikasi yang merugikan seperti, terjadinya gangguan pola

pengisapan bayi sehingga akan terjadi penyapihan awal karena bayi menolak

untuk menghisap ASI dari puting ibu, meningkatnya risiko otitis media, infeksi

saluran cerna dan pernapasan, serta maloklusi.

Dari beberapa penelitian tentang penggunaan dot, dilaporkan bahwa 75 –

85 % anak-anak di negara-negara barat menggunakan dot (Niemela et al. 1994),

sedangkan Howard et al. (1994) melaporkan bahwa bayi-bayi di Amerika Serikat

telah diberikan dot sejak umur 6 minggu atau lebih muda. Victoria et al.

(1997) dari penelitiannya melaporkan bahwa 85 % bayi-bayi sudah mulai

4
menggunakan dot sejak umur 1 bulan. Pansy dkk. melaporkan bahwa prevalensi

penggunaan dot tinggi pada minggu ke tujuh (82%) dan bulan kelima kelahiran

(78%). Di samping itu, pengaruh umur dan kebiasaan ibu juga mempengaruhi

penggunaan dot pada bayinya. Ibu yang lebih tua lebih sering memperkenalkan

dot segera setelah melahirkan dibandingkan dari ibu-ibu muda. Sedangkan pada

usia lima bulan, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan dot baik

oleh oleh ibu-ibu muda atau yang lebih tua. Kelmanson dan North menyimpulkan

bahwa tingkat pendidikan yang rendah dan ibu merokok lebih mungkin untuk

memberikan dot kepada bayi mereka.

Penggunaan dot pada awal-awal kehidupan sering dikaitkan dengan

keinginan yang tinggi dari bayi untuk selalu menghisap sesuatu. Penggunaan dot

dianggap bermanfaat, karena :

1. Menurunkan Sindrom kematian bayi mendadak (sudden infant death

syndrome / SIDS)

SIDS adalah kematian bayi sampai umur 1 tahun, yang terjadi mendadak

dengan penyebab yang tidak diketahui, meskipun sudah dilakukan pemeriksaan

klinis dan laboratoris lengkap serta otopsi. Meskipun sebab yang pasti belum

diketahui, tetapi diduga faktor yang berperan dalam terjadinya SIDS karena belum

sempurnanya peran kontrol autonomik sistem kardiorespirasi, serta gagalnya

respon bangun pada waktu bayi tidur.

Cozzi (1979) telah meneliti hubungan antara dot dan SIDS, kemudian

Mitchell et al(1993), yang melaporkan bahwa penggunaan dot dapat menurunkan

kemungkinan terjadinya SIDS. Dari hasil meta analisis, Hauck et al. (2005)

5
menyimpulkan bahwa terdapat korelasi antara penggunaan dot dan menurunnya

risiko terjadinya SIDS. Namun belum ada kejelasan tentang mekanisme peranan

dot dalam mencegah terjadinya SIDS.

Berkaitan dengan dot, dalam rekomendasi AAP tentang SIDS yang

berkaitan dengan penggunaan dot disebutkan bahwa dot dianjurkan pada waktu

tidur, bila terlepas, tidak perlu dimasukkan lagi ke mulut bayi apabila bayi sudah

tertidur; dot tidak dianjurkan diolesi dengan pemanis; dot harus dibersihkan

sebelum maupun sesudah digunakan; untuk bayi yang menetek, tunda penggunaan

dot sampai paling tidak berumur 1 bulan .

2. Efek menenangkan

Non-nutritive sucking (NNS) / ngempeng, atau menghisap tanpa minum

(susu atau cairan lainnya), adalah mekanisme untuk menenteramkan /

menenangkan yang merupakan fenomena alami pada bayi. Penggunaan dot

sebagai NNS lebih dianjurkan daripada ibu jari, jari atau benda lain, selain mudah

disterilkan, secara umum relatif lebih mudah disapih .

Tidak seperti halnya bayi sehat, beberapa penelitian meyebutkan bahwa

NNS mempunyai peranan positif pada bayi kecil yang dirawat di NICU, selain

menenangkan dan memberikan rasa nyaman, NNS juga akan memperkuat otototot

mulut, sehingga memudahkan untuk proses pemberian minum oral setelah

sebelumnya menggunakan selang. Selain itu, terbukti bahwa penggunaan dot juga

akan memperpendek masa rawat .

Berikut gejala kerusakan gigi karena botol susu, antara lain:

1. Gigi mengalami perubahan warna

6
2. Peradangan pada gusi

3. Rasa sakit pada gigi

4. Kesulitan dalam makan dan berbicara

5. Gangguan tidur

6. Infeksi

7. Maloklusi dan karies gigi

Mekanisme bayi menetek pada dot:

 Untuk mengeluarkan ASI dari payudara, bayi harus mengkoordinasikan

gerakan lidah dan rahang dalam suatu gerakan menghisap yang unik dalam

menyusui.

 Saat bayi melekat pada payudara, bayi akan membuka mulut dengan lebar

dan menarik jaringan puting serta areola yang memang mudah ditarik

hingga jauh ke dalam mulutnya.

 Lidah bayi akan memegang jaringan payudara lalu mendorongnya ke arah

langit-langit mulut membuat semacam “dot” untuk payudara.

 Koordinasi gerakan lidah, rahang, gigi-geligi dan otot akan mengeluarkan

ASI dari payudara:

 Gusi bayi memeras sinus yang terketak di bawah areola (area hitam

disekitar puting) disaat lidah bergerak menciptakan gelombang dari depan

ke belakang memerah ASI sehingga ASI mengalir dari areola dan keluar

melalui puting ke dalam mulut.

7
 Perlekatan yang baik akan bisa mengeluarkan ASI dengan efisien dan

puting tetap sehat karena puting ibu terletak jauh di dalam mulut maka

puting tidak akan tergerus gusi sehingga puting akan bebas lecet.

Beberapa hal yang akan terjadi apabila anak menggunakan botol susu

 Jasa gravitasi bumi membuat susu mengalir begitu mudah dari botol dot ke

dalam mulut bayi sehingga bayi tidak perlu bersusah-payah menghisap

dengan benar untuk mendapatkan makanan.

 Bayi tidak perlu membuka mulutnya lebar atau memutar bibir keluar

(ndower) dengan benar untuk membentuk segel yang rapat.

 Puting dot tidak perlu mencapai bagian mulut bayi sehingga lidah tidak

perlu bersusah-payah memerah ASI.

 Bayi cukup dengan bermalas-malasan mengenyot puting karet dan

menghisap dengan bibirnya saja.

 Saat susu mengalir cepat, bayi tinggal mendorong lidahnya maju-mundur

untuk menghentikan aliran susu dari dot.

8
 Susu tetap mengalir keluar dari dot meski bayi tidak sedang menghisapnya

sehingga bayi tidak diberi kesempatan untuk beristirahat selama disusui

dengan botol.

Jika bayi menggunakan teknik menyusu dot saat dia menyusu payudara

maka lidah dan gusi bayi akan melukai puting ibu. Bayi-bayi yang mendapat dot

begitu dia lahir akan mendesakkan lidahnya ke atas saat menghisap dan

mendorong puting keluar dari mulutnya. Mereka tidak membuka mulut dengan

lebar saat melekat sehingga mereka hanya menghisap ujung puting ibu. Dengan

cara demikian bayi tidak akan mendapat banyak ASI dan puting ibu menjadi lecet.

Bayi rentan tersedak ketika menyusu di dot karena irama menghisap :

menelan : bernafas seharusnya 1 : 1 : 1. Ini tidak mungkin terjadi ketika bayi

ngedot. Botol membuat bayi tidak perlu menghisap dengan baik dan tidak perlu

bersusah-payah. Namun, dari penelitian pada bayi prematur yang diberikan botol

dot dan menyusu pada payudara, ternyata menyusu pada payudara lebih tidak

membuat bayi stres daripada menyusu pada botol. Saat menyusu payudara, nafas

dan denyut jantung bayi lebih stabil karena bayi diberi kesempatan untuk

9
beristirahat. Bayi bisa lebih mengontrol aliran susu dan mendapatkan ritme

hisapan, penelanan dan istirahat menyusu yang lebih stabil saat menyusu pada

payudara.Menyusu pada payudara lebih baik bagi bayi karena hanya

membutuhkan energi yang lebih sedikit daripada pada botol dot.

Bayi memiliki refleks rangkaian mekanisme yang akan membuatnya

otomatis menghisap saat dia menelan sesuatu. Semahal apapun, dot akan bisa

meneteskan susu hanya dengan dibalik (akibat gaya gravitasi). Saat dot

dimasukan di mulutnya, susu akan memenuhi rongga mulut lalu tertelan dan

penelanan susu ini menyebabkan dia menghisap lagi. Siklus akan terus terulang

membuat bayi tampak lahap seolah bayi tampak sangat kelaparan saat minum dari

dot. Setelah itu bayi akan mengantuk dan tertidur karena kecapekan dan terlalu

kenyang. Ibu dan lingkungan akan melihatnya sebagai tanda bahwa ASI ibu

kurang sehingga ibu akan tergoda untuk memberikan dot terus.

B. Risiko dan Dampak Buruk Penggunaan Dot antara lain:

1. Bayi rentan tersedak

Pada bayi, irama menghisap : menelan : bernafas itu 1 : 1 : 1. Ini tidak

mungkin terjadi ketika bayi ngedot. Air susu akan menetes terus sehingga

mengganggu ritme menyusu dan bernafas pada bayi sehingga bayi mudah

tersedak. Sering pula bayi dibiarkan tertidur dengan tetap mengempeng dot tanpa

ditemani oleh pengasuh.

2. Bayi rentan mengalami infeksi saluran pernafasan

10
Bayi yang menyusu di dot sering menghisap susu dengan posisi berbaring

telentang sehingga berisiko meningkatkan kejadian infeksi saluran pernafasan

akibat sensitisasi trakea akibat microaspirasi saat ngedot dan atau refluks

gastroesofagus (GER) akibat menyusu dengan posisi berbaring telentang. Risiko

semakin tinggi pada kasus bayi yang ngedot di malam hari. Pada malam hari

koordinasi sistem saraf autonom melemah sehingga rentan mikroaspirasi/tersedak

dan GER.

Efek negatifnya adalah anak rentan batuk di malam hari, otitis

media/radang telinga tengah, sinusitis, batuk kronis, bronkiolitis berulang dan

radang paru (pneumonia)

3. Berisiko merusak pertumbuhan rahang dan gigi-geligi

Penggunaan empeng dot yang keras berisiko mengganggu pertumbuhan

rahang, archus dentalis (lengkung gigi-geligi), lidah dan otot-otot wajah. Proses

menghisap pada dot akan memberikan tekanan abnormal pada pada rongga mulut

yaitu bibir, lidah, lengkung gigi dan langit-langit mulut yang akhirnya akan

mempengaruhi perkembangan otot-otot mulut, wajah, dan langit-langit mulut.

Rahang jadi lebih kecil sehingga pertumbuhan gigi bisa bertumpukan. Rahang dan

gigi juga berisiko tumbuh maju ke depan.

11
Pertumbuhan tulang dan gigi-geligi yang terganggu ini akan

mempengaruhi bentuk wajah sehingga tidak jarang anak akan menjadi tidak

percaya diri.

4. Berisiko mengganggu kemampuan menggigit

Lengkung gigi-geligi akan terpengaruh sehingga terjadi gangguan pada

“anterior open bite” dan “posterior cross-bite” yang terbentuk oleh pertemuan gigi

atas dan bawah ketika gerakan mengunyah akan terganggu.

5. Berisiko karies gigi

(mulai dari pembentukan plak gigi hingga infeksi pada gigi berlubang)

Dot selalu menetes meski bayi tidak sedang ingin menghisap. Air susu

tergenang dalam waktu lama akan mengakibatkan pertumbuhan plak serta bakteri

merugikan yang akan merusak gigi sehingga menjadi berlubang. Gigi rentan

terkena karies. Sementara itu, gigi yang berlubang rentan komplikasi infeksi dan

sakit gigi juga komplikasi lainnya yang berbahaya.

12
6. Berisiko infeksi telinga tengah

Bayi yang menyusu di dot akan mengalami gangguan pada fungsi tuba

Eustachius yang menghubungkan antara hidung-tenggorokan (nasofaring) dengan

telinga tengah akibat kondisi vacuum yang tercipta ketika bayi menyedot botol

sehingga lebih rentan mengalami infeksi telinga tengah.

Gambar. Tuba eustachius

Tekanan negatif yang dihasilkan di mulut akan dipindahkan ke tuba

Eustachius dan ke dalam telinga tengah. Akibatnya akan memicu penimbunan

cairan di rongga telinga tengah. Cairan yang terjebak dapat meningkat sehingga

menyebabkan gangguan dan infeksi telibga tengah,

7. Berisiko memerlukan tambahan susu formula

Bayi yang menyusu di dot akan lupa cara menetek yang efektif pada

payudara sehingga ASI tidak dikeluarkan secara efisien. Sisa ASI di payudara

akan mengakibatkan munculnya protein inhibitor (FIL) yang dalam waktu lama

akan mengakibatkan produksi ASI di payudara ibu menurun dan menjadi sedikit.

Bayi menjadi kurang asupan dan tumbuh lambat. Kondisi ini memaksa ibu

13
memberikan suplementasi. Suplementasi yang biasanya diberikan adalah susu

formula.

8. Berisiko obesitas

Bayi yang menetek pada payudara akan berperan aktif. Bayi menetek

ketika lapar dan berhenti menetek ketika dia sudah kenyang. Bayi terlatih untuk

mengenali kebutuhan asupan sesuai dengan energi yang dikeluarkannya.

Sedangkan bayi yang minum di botol cenderung pasif. Bayi akan menghabiskan

seluruh isi botol meskipun sudah kenyang. Bayi jadi sulit mengenali kebutuhan

asupannya. Bayi akan terbiasa mengkonsumsi asupan melebihi kebutuhannya,

9. Berisiko gangguan perkembangan wicara

Menyusu di dot akan mempengaruhi pertumbuhan orofacial yang normal.

Penggunaan empeng dot yang keras berisiko mengganggu pertumbuhan rahang,

archus dentalis (lengkung gigi-geligi), lidah dan otot-otot wajah. Proses

menghisap pada dot akan memberikan tekanan abnormal pada pada rongga mulut

yaitu bibir, lidah, lengkung gigi dan langit-langit mulut yang akhirnya akan

mempengaruhi perkembangan otot-otot mulut, wajah, dan langit-langit mulut.

Akibatnya koordinasi bibir, rongga mulut, lidah dan otot wajah berisiko menjadi

terganggu sehingga mempengaruhi perkembangan dan kemampuan bicara pada

bayi. Menyusu di dot menimbulkan risiko gangguan artikulasi bicara dan

perkembangan bahasa pada anak.

14
C. Maloklusi

Maloklusi adalah bentuk hubungan rahang atas dan bawah yang

menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk yang normal,

maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial.

Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi

beberapa faktor saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah

keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, etnik, fungsional,

patologi.

Klasifikasi maloklusi menurut Edward Angle dibagi dalam tiga kelas, yaitu:

1. Klas I angle (Netroklusi)

Pada maloklusi ini patokannya diambil dari hubungan molar pertama atas

dengan molar pertama rahang bawah. Bila molar pertama atas atau molar pertama

bawah tidak ada maka kadang-kadang dilihat dari hubungan kaninus rahang atas

dan rahang bawah.

Menurut Dewey,klas I ini dibagi menjadi 5 tipe :

a. Klas I tipe 1 : bonjol mesiobukal cusp molar pertama atas terletak pada

garis bukal molar pertama bawah dimana gigi anterior

dalam keadaan berjejal (crowding dan kaninus terletak

lebih ke labial.

15
b. Klas I tipe 2 : hubungan molar pertama atas dan bawah normal dan gigi

anterior dalam keadaan protusif.

c. Klas I tipe 3 : hubungan pertama molar pertama atas dan bawah normal

tetapi terjadi gigitan bersilang anterior.

d. Klas I tipe 4 : hubungan pertama molar atas dan bawah normal tetapi terjadi

gigitan bersilang posterior.

e. Klas I tipe 5 : hubungan molar pertama normal, kemudian pada gigi

posterior terjadi migrasi kearah mesial.

2. Klas II Angle

Sehubungan bonjol mesiobukal cusp molar pertama atas lebih anterior dari

garis bukal molar pertama bawah. Juga apabila bonjol mesial cusp molar pertama

atas bergeser sedikit ke anteriordan tidak pada garis bukal pertama atas melewati

bonjol mesiobukal molar pertama bawah.

Pada maloklusi ini hubungan kaninusnya bervariasi yaitu kaninus bisa terletak

diantara insisif lateral dan kaninus bawah.pada umumnya kelainan ini disbabkan

karena kelainan pada tulang rahang atau maloklusi tipe skeletal.

Menurut dewey, klas II Angle ini dibagi dalam dua divisi, yaitu:

a. Divisi I : hubungan antara molar pertama bawah dan molar pertama atas

disoklusi dan gigi anterior adalah protusif. Kadang-kadang

disebabkan karena kecilnya rahang bawah sehingga profil pasien

terlihat seperti paruh burung.

16
b. Divisi 2 : hubungan antara molar pertama bawah dan molar pertama atas

disoklusi dan gigi anterior seolah-olah normal tetapi terjadi deep

bite dan profil pasien seolah-olah normal.

3. Klas III Angle (mesioklusi)

Disini bonjol mesiobukal cusp molar pertama atas berada lebih ke distal

atau melewati bonjol distal molar pertama bawah, atau lebih kedistal sedikit saja

dari garis bukal molar pertama bawah. Sedangkan kedudukan kaninus biasanya

terletak diantara premolar pertama dan kedua bawah. Klas III ini disebut juga tipe

skeletal. Menurut dewey, klas III Angle ini dibagi dalam tiga tipe, yaitu:

a. Klas III tipe 1 : hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi sedang

hubungan anterior insisal dengan insisal (edge to edge).

b. Klas III tipe 2 : hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi, sedang

gigi anterior hubungannya normal.

c. Klas III tipe 3 : hubungan gigi anterior seluruhnya bersilang (cross bite)

sehingga dagu penderita menonjol kedepan.

(Hambali, 1985)

Maloklusi yang terjadi akibat penggunaan botol adalah maloklusi tipe dental.

Mekanisme Terjadinya Maloklusi Akibat Penggunaan Botol Dot

Menggunakan botol dot dalam durasi dan frekuensi berlebih berperan

besar dalam "memajukan" gigi depan anak (maloklusi). Semakin sering

menggunakan dot, maka kemungkinan protrusi akan semakin besar.

17
Menurut Dr Sarworini Bagio Budiardjo drg SpKGA, dari Departemen

Ilmu Kesehatan Gigi Anak FKG-Universitas Indonesia, karena saat mengisap

menggunakan botol dot dapat mengakibatkan, rahang atas secara refleks akan

maju ke depan. Sementara rahang bawah bergerak ke arah sebaliknya. Perubahan

posisi gigi juga besar kemungkinannya terjadi jika anak menggunakan botol dot

terlalu berlebihan.

Penggunaan botol susu

Menyusu memungkinkan rahang bayi yang masih dalam proses

perkembangan terbentuk menjadi lebih baik. Proses pembentukan ini dipengaruhi

oleh kalsium ASI yang cukup dan sesuai kebutuhan sehingga dapat langsung

dimetabolisme oleh sistem pencernaan bayi untuk pembentukan jaringan sel

tulang rahang dan tulang lainnya. Pada proses pembentukan rahang, ASI

memberikan peran khusus secara tidak langsung, yaitu pada saat aktif mengisap,

bayi telah melakukan gerakan mulut yang teratur dan berkesinambungan. Proses

ini membantu proses pemadatan sel-sel tulang rahang. Berbeda dengan bayi yang

tidak menyusu ASI atau bayi yang menyusu botol, bayi sering bersifat pasif dalam

mengisap karena bergantung pada tetesan susu botol yang dapat keluar tanpa

harus diisap. 3 Tekanan kedua payudara ketika bersentuhan dengan pipi bayi

seolah merupakan kompresor yang menekan rahang kearah dalam mulut bayi.

Berbeda pada bayi yang tidak mendapat ASI, atau dengan kata lain bayi yang

mendapat air susu dengan menggunakan dot, bahan dot yang lebih keras dari

18
puting susu dan areola mammae sehingga dot ini tidak dapat dilipat oleh lidah dan

rahang bayi. Upaya bayi untuk mengatasi hal ini adalah dengan memasukkan

seluruh panjang dot ke dalam mulut agar bayi dapat menekan dot untuk

mendapatkan tetesan susu. Aktifitas seperti ini berarti memaksa mulut bayi

tertarik ke depan, sehingga menyebabkan bentukrahang berubah menjadi lebih

maju. 3,4

Karies

Karies gigi adalah suatu penyakit dari jaringan kapur (kalsium)

gigi, ditandai dengan kerusakan jaringan gigi, yang dimulai pada permukaan

gigi dalam area predileksinya yaitu pit, fisur, kontak proksimal dan secara

progresif menyerang ke arah pulpa. Kerusakan gigi termasuk di dalamnya

dekalsifikasi dari bahan-bahan anorganik dan desintegrasi dari bahan-bahan

anorganik dari jaringan gigi. (Massler, et al. 1952)

Pada anak-anak sering sekali terjadi karies akibat penggunaan botol dot,

hal ini biasanya disebut dengan istilah karies botol. Karies botol merupakan

masalah yang sering dihadapi oleh dokter gigi, banyak ibu datang ke klinik

dengan membawa anaknya yang sudah menderita karies botol, bahkan bayi yang

masih sangat muda, ada yang melaporkan usia 16 bulan sudah terkena karies

botol. Pengetahuan yang kurang dari ibu tentang penyebab karies botol

menyebabkan keadaan ini terlambat untuk dirawat. ASI (Air Susu Ibu) atau

makanan/ minuman / susu melalui botol merupakan cara pemberian makanan

yang utama pada bayi dan anak, namun pola pemberian yang salah ternyata

menyebabkan terjadinya karies botol.

19
Karies botol atau Early childhood Caries adalah istilah untuk menjelaskan

jenis dari rampan karies pada fase gigi sulung dari balita yang tidur dengan

kebiasaan menghisap botol dan meminum susu yang mengandung pemanis

(termasuk susu). Frekuensi dari konsumsi gula yang disertai dengan aliran saliva

yang kurang di malam hari sangat berpengaruh dalam perkembangan dari rampan

karies. Gambaran klinis nya khas yaitu dengan keempat gigi sulung insisivus

maksila terkena karies.4

Karies botol merupakan masalah yang sering dihadapi oleh dokter gigi,

banyak ibu datang ke klinik dengan membawa anaknya yang sudah menderita

karies botol, bahkan bayi yang masih sangat muda, ada yang melaporkan usia 16

bulan sudah terkena karies botol. Pengetahuan yang kurang dari ibu tentang

penyebab karies botol menyebabkan keadaan ini terlambat untuk dirawat. ASI

(Air Susu Ibu) atau makanan/ minuman / susu melalui botol merupakan cara

pemberian makanan yang utama pada bayi dan anak, namun pola pemberian yang

salah ternyata menyebabkan terjadinya karies botol.3

Banyak istilah-istilah yang digunakan untuk menjelaskan keadaan karies pada

bayi dan anak yang menggunakan botol (berisi cairan karbohidrat yang dapat

difermentasi) dalam waktu lama dan sering. Istilah tersebut adalah Baby Bottle

Caries, Early Childhood Caries, Baby Bottle Tooth Decay dan Nursing Caries.3

Karies botol adalah suatu karies yang terjadi pada bayi dan anak yang masih

sangat muda ditandai dengan pola tersendiri atau khas berupa karies yang hebat

dan parah pada gigi desidui disebabkan cara pemberian makanan/susu/ASI yang

tidak tepat. Karies botol tidak tergantung pada jumlah gigi yang terlibat tetapi

20
pada usia bayi dan anak, gigi dan posisi yang terlibat. Definisi karies botol

sebenarnya adalah bentuk spesifik dari Rampan Kariespada gigi sulung. Yang

membedakannya dengan rampan karies adalah :

1. Banyaknya gigi yang terlibat

2. Lesi berkembang dengan cepat

3. Karies terjadi pada permukaan yang secara umum mempunyai resiko

4. terjadinya karies kecil seperti permukaan lingual gigi depan bawah.

5. Kunci karies botol adalah tidak terlibatnya gigi insisivus bawah. 3

D. Pola Kerusakan Gigi

Pemeriksaan klinis memperlihatkan adanya pola yang khas dan progresif.

Kerusakan gigi dimulai segera setelah gigi erupsi yaitu pada gigi rahang atas

bagian lingual. Gigi yang sering terlibat adalah gigi insisivus sentralis dan lateralis

atas, molar pertama desidui atas dan bawah. Permukaan yang terkena dimulai dari

proksimal kemudian labial (servikal) dan oklusal pada gigi molar.3

Selama menyusu, dot terletak di bagian palatal, menyebabkan palatum

tertekan, sementara itu otot oral menekan isi botol ke dalam mulut. Cairan dari

botol atau ASI tidak/ sedikit mengenai gigi depan bawah karena secara fisik gigi

bawah dilindungi oleh lidah, juga oleh ludah yang berasal dari glandula salivari.

Disamping itu gigi depan bawah juga merupakan gigi yang relatif imun terhadap

karies.3

Jika anak tertidur dot berada dalam mulut, cairan tersebut akan tergenang

pada gigi atas. Jika cairan tersebut mengandung karbohidrat yang

21
memfermentasikan asam disekeliling gigi akan terjadi proses dekalsifikasi. Aliran

saliva dan proses penelanan yang kurang selama tidur akan membahayakan gigi

karena tidak ada self cleansing.3

Pemeriksaan klinis memperlihatkan adanya pola yang khas dan progresif.

Kerusakan gigi dimulai segera setelah gigi erupsi yaitu pada gigi rahang atas

bagian lingual. Gigi yang sering terlibat adalah gigi insisivus sentralis dan

lateralis atas, molar pertama desidui atas dan bawah. Permukaan yang terkena

dimulai dari proksimal kemudian labial (servikal) dan oklusal pada gigi

molar. Selama menyusui dengan ASI atau botol, putting susu atau dot terletak

di bagian palatal, menyebabkan palatum tertekan, sementara itu otot

oral menekan isi botol ke dalam mulut. Cairan dari botol atau ASI tidak/

sedikit mengenai gigi depan bawah karena secara fisik gigi bawah dilindungi oleh

lidah, juga oleh ludah yang berasal dari glandula salivari. Disamping itu gigi

depan bawah juga merupakan gigi yang relatif imun terhadap karies.

Jika anak tertidur dengan putting susu atau dot berada dalam mulut, cairan

tersebut akan tergenang pada gigi atas. Jika cairan tersebut mengandung

karbohidrat yang memfermentasikan asam disekeliling gigi akan terjadi proses

22
dekalsifikasi. Aliran saliva dan proses penelanan yang kurang selama tidur akan

membahayakan gigi karena tidak ada self cleansing.

E. Mekanisme Terjadinya Karies Akibat Penggunaan Botol Dot

Tahap perkembangan karies atau pola kerusakan karies botol terdiri

dari beberapa tahap, meskipun pada perkembangannya kadang-kadang sulit

untuk dideteksi. Pada setiap tahap pencegahan yang dilakukan mempunyai

efek yang baik. Diagnosa awal karies botol dimulai dengan diskolorasi yang

relatif sedikit pada gigi, karies dimulai dengan demineralisasi, white spot pada

permukaan superfisialis lingual atau labiolingual dari gigi insisivus atas, kadang-

kadang dijumpai pula pada bagian proksimal, tetapi paling sering dijumpai pada

bagian serviks tempat melekatnya plak. Secara umum ada 5 tahap perkembangan

karies botol yaitu :

a. Inisial

Disebut juga tahap reversibel, karena tahap ini dapat hilang.

Ditandai dengan terlihatnya warna putih, opak pada bagian seviks dan

proksimal gigi insisivus atas akibat demineralisasi. Demineralisasi dimulai

beberapa bulan setelah gigi erupsi. Rasa sakit tidak ada.

b. Karies/kerusakan

Lesi pada gigi insisivus atas meluas ke dentin dan

menunjukkan diskolorasi. Proses ini sangat cepat, anak mulai mengeluh

23
sakit/ngilu bila minum air terutama yang dingin dan gigi yang terlibat sudah

mencapai molar satu atas.

c. Lesi yang dalam

Lesi pada gigi depan sudah meluas. Anak mulai mengeluh adanya

rasa sakit sewaktu makan terutama saat mengunyah dan juga saat menyikat

gigi. Pulpa insisivus atas sudah terlibat, rasa sakit spontan pada malam hari

dan sesudah minum panas/dingin yang berlangsung beberapa menit.

d. Tahap traumatik

Tahap ini terjadi akibat tidak dilakukan tindakan perawatan

sewaktu gejala awal terjadi. Gigi depan atas akan rusak karena karies dan

dengan tekanan yang ringan dapat terjadi fraktur, bahkan tidak jarang anak

datang dengan hanya tinggal akar gigi saja. Pada tahap ini pulpa gigi

insisivus atas sudah non vital, molar bawah sudah pada tahap kerusakan.

e. Tahap karies terhenti

Semua tahap akan terhenti bila penyebab karies gigi dihilangkan.

Akibat remineralisasi lesi akan berwarna coklat gelap.

Gambar : karies terhenti

24
F. Pencegahan dan Perawatan

Pencegahan Baby Bottle Syndrome dapat dilakukan sejak anak masih dalam

kandungan ibu dengan masukan nutrisi ibu yang baik dan setelah gigi susu

muncul pada batita dilakukan penyikatan gigi secara teratur dan tidak minum dari

botol susunya saat hendak tidur.5

a. Pemberian ASI atau makanan melalui botol dianjurkan hanya sampai

usia bayi 6 bulan.

b. Waktu memberi minuman pada bayi selalu diperhatikan dan bayi tidak

boleh dibiarkan mengisap botol/ASI sambil tiduran, apalagi sampai

tertidur.

c. Hindari pemberian gula yang berlebihan

d. Sebaiknya anak sudah mulai diperkenalkan ke dokter gigi sejak usia dini

(1 tahun) sehingga bila terlihat tanda-tanda karies botol dapat dirawat

dengan segera.

e. Perawatan harus dilakukan meskipun gigi hanya tinggal akar, karena usia

penggantian gigi masih lama. Kehilangan atau pencabutan yang dini dari

gigi susu, mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan

rahang untuk tempat gigi tetap.3

G. Penanganan Kerusakan Gigi Akibat Penggunaan Botol Dot

Mengatasi kerusakan gigi akibat minuman botol dapat dilakukan dengan tindakan

antara lain yaitu meningkatkan daya tahan gigi dengan pemberian fluor melalui

tablet hisap fluor ataupun pengolesan fluor secara teratur pada gigi anak.

25
Mengurangi jumlah mikroorganisme yang berkontak dengan gigi, dilakukan

dengan cara ‘oral profilaksis’ yaitu dengan sikat gigi di rumah secara teratur dan

dibantu menggunakan benang gigi untuk membersihkan sela-sela gigi. Kontrol

makanan dan minuman dengan mengurangi makanan/minuman yang mengandung

karbohidrat terutama di antara jam-jam makan.

Tindakan rehabilitatif yang dimaksudkan adalah mendatangi dokter gigi

untuk memperoleh perawatan, seperti penambalan, pengolesan larutan fluor,

pembuatan sarung gigi dari logam serta kontrol ke dokter gigi setelah mendapat

perawatan setiap tiga bulan.Jadi yang harus dilakukan sebagai orang tua adalah

melakukan pembersihan terhadap gigi anak begitu kelihatan gigi tumbuh pada

usia anak sekitar 6 bulan. Karena jaringan mulut masih lembut, maka

pembersihan dapat dilakukan dengan memakai kapas yang dibasahi air. Dengan

meningkatnya usia, akan bertambah pula gigi-gigi anak dan jaringan mulut makin

kuat, maka pembersihan gigi dapat dilakukan dengan sikat gigi khusus yang

dipilih sesuai untuk anak.Diusahakan agar anak pada waktu minum susu (ASI

atau susu botol) tidak dengan maksud menidurkan anak, dan apabila anak tidur

maka botol harus dilepaskan dari mulut anak. Gigi anak harus dibersihkan setelah

selesai makan atau minum susu menjelang tidur.

26
PENUTUP

Kesimpulan

1. Penggunaan botol susu pada anak dapat menimbulkan gejala kerusakan gigi

yakni, Gigi mengalami perubahan warna, terjadi peradangan pada gusi, rasa

sakit pada gigi, kesulitan dalam makan dan berbicara, gangguan tidur,

Infeksi pada mukosa, serta mengakibatkan maloklusi dan karies gigi.

2. Mekanisme terjadinya karies pada penggunaan botol susu ada 5 tahap

perkembangan yaitu inisial, karies, lesi yang dalam, tahap traumatik, tahap

karies terhenti. Sedangkan untuk mekanisme terjadinya maloklusi yaitu

majunya secara refleks rahang atas dan rahang bawah bergerak sebaliknya.

Perubahan posisi gigi juga besar kemungkinannya terjadi karena

penggunaan botol dot terlalu berlebihan.

3. Karies botol merupakan masalah yang sering dihadapi oleh dokter gigi,

banyak ibu datang ke klinik dengan membawa anaknya yang sudah

menderita karies botol, bahkan bayi yang masih sangat muda, ada yang

melaporkan usia 16 bulan sudah terkena karies botol.

4. Penanganan pada kerusakan gigi anak diantaranya yaitu pemberian fluor,

melakukan oral profilaksis, mengontrol makanan dan minuman, mendatangi

dokter

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Megananda H.P, Eliza H, Neneng N. “Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan


Keras dan Jaringan Pendukung Gigi”. Penerbit Buku Kedokteran EGC:
Jakarta 2009.
2. Iyyer bhalajhi sundaresa. Orthodontics the art and science. New Delhi : Arya
(Medi) publishing House; 2004. P. 66-79,82
3. Sulandjari heryumani. Buku Ajar ortodonsia I KGO I. Yogyakarta. 2004. P.90
4. ishara SE. Texbook of orthodontics. America : W.B Saunders company; 2001.
P. 99-103,259.
5. Ilmu Kesehatan Gigi. “Kebiasaan-kebiasaan buruk anak terhadap gigi
anak”. Available from: http://ilmukesehatangigi.com. Accessed: 2016
November 14th.
6. Heriyanto, Eddy. “Kebiasaan Buruk dan gigi berjejal”. Available from:
http://kedokterangigiuniversitashasanuddinmakassar.com. Accessed: 2016
November 14th.
7. Rahardjo, Pambudi. “Ortodonti Dasar”. Airlangga University Press: 2009.
8. Achmad muh. Harun. Buku ajar maloklusi pada anak, etiologi dan
penanganannya. Makassar; 2012 . Hal. 98-103
9. Mitchell laura. introduction to orthodontics. usa; oxford, 2013
10. McDonald, Avery, Dean. “Dentistry For The Child And Adolescent”
Eighth Edition. C.V. Mosby Company: Washington 1988.
11. Steven, MA. Clinical Section. “The AceTM Bandage approach to digit-
sucking habits”. American Academy of Pediatric Dentistry: 1999.
12. Clinical Affairs. “Policy on Oral Habits”. American Academy of Pediatric
Dentistry: 2000.
13. Rahardjo, Pambudi. “Ortodonti Dasar”. Surabaya: Airlangga University
Press: 2009. p.54-5
14. Health Information Library. “Malocclusion caused by sucking behaviors”.
Available from: http://healthinformationlibrary.com. Accessed: 2016
november 14
15. Gildasya, Eriska, Syarief. “Prevalence of oral habits in homeless children
under care of Yayasan Bahtera Bandung”. Department of Pediatric
Dentistry.
16. Banani, Inna. “Resiko Penggunaan Dot”. Available from: http://aimi-asi.org.
Accessed: 2016 november 14
17. Noname. “Thumb sucking”. Available from: http://www.medicalera.com.
Accessed: 2016 november 14
18. Clinical Affairs. “Policy on Oral Habits”. American Academy of Pediatric
Dentistry: 2000.

28

You might also like