Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
“MALARIA” Page 1
1.2 Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan malaria ?
- Bagaimana epidemiologi dari penyakit malaria ?
- Apa yang menjadi penyebab dari penyakit malaria?
- Apa tanda dan gejala dari penyakit malaria?
- Bagaimana cara mendiagnosis dari penyakit malaria?
- Bagaimana cara penularan dan patofisiologis dari malaria?
- Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit malaria?
1.3 Tujuan
“MALARIA” Page 2
BAB II
ISI
Pada negara yang beriklim dingin sudah tidak ditemukan lagi daerah
endemik malaria. Namun demikian, malaria masih merupakan persoalan
kesehatan yang besar didaerah tropis dan subtropis seperti Brasil, Asia Tenggara,
dan seluruh Sub-Sahara Afrika.
“MALARIA” Page 3
plasmodium falciparum dan p. Vivax. Angka bervalensi malaria di Provinsi Jawa
Tengah terus menurun dari tahun ke tahun, mulai dari 0,51 pada tahun 2003,
menurun menjadi 0,15 dan kekurangan lagi menjadi 0,07 pada tahun 2005.
Plasmodium malariae banya di temukan di Indonesia Timur, sedangkan
plasmodium ovale di Papua dan NTT.
“MALARIA” Page 4
Penyakit malaria dapat ditularkan dengan dua cara, yaitu cara
alamiah, contohnya melaluiu gigitan nyamuk dan non alamiah, misalnya
tranfusi darah maupun malaria dari ibu ke bayinya. Beberapa penyebab yang
mengakibatkan terjadinya infeksi Plasmodium :
4. Infeksi impor.
5. Infeksi kongenital.
“MALARIA” Page 5
matang menjadi skizon yang akan pecah dan melepaskan merozoit jaringan
merozoit akan memasuki aliran darah dan menginfeksi eritrosit untuk memulai
siklus eritrositer. Merozoit dalam eritrosit akan mengalami perubahan morfologi
yaitu : merozoit-bentuk cincin-trofozoit-merozoit,proses perubahan ini
memerlukan waktu 2-3 hari. Diantara merozoit-merozoit tersebut akan ada yang
berkembang membentuk gametosit untuk kembali memulai siklus seksual menjadi
mikro gamet (jantan). Dan makro gamet (betina). Eritrosit yang terinfeksi
biasanya pecah bermanifestasi pada gejala klinis. Jika ada nyamuk yang
menggigit manusia yang terinfeksi ini, mnaka gametosit yang ada pada darah
manusia akan terhisap oleh nyamuk dengan demikian, siklus seksual pada
nyamuk dimulai, demikian seterusnya, Penularan malaria .
“MALARIA” Page 6
2.5 Manifestasi Klinik
MANIFESTASI MALARIA
“MALARIA” Page 7
bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, diikuti dengan meningkatnya
temperatur;diikuti dengan periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, dan
panas tetap tinggi beberapa jam , diikuti dengan keadaan berkeringat; periode
berkeringat : penderita berkeringat banyak dan temperatur turun, dan penderita
merasa sehat. Trias malaria lebih sering terjadi padaa infeksi P. Vivax, pada P.
Falciparum menggigil dapat berlangsung berat ataupun tidak ada. Periode tidak
panas berlangsung 12 jam pada P. Falciparum, 36 jam pada P. Vivax dan ovale,
60 jam pada P. Malariae.
Serangan primer : yaitu keadaan dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi
serangan paroksismal yang terdiri dari dingin/menggigil, panas dan berkeringat.
Serangan paroksimal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan
parasit dan keadaan immunitas penderita.
Periode latent : yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama
terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadinya diantara dua keadaan paroksismal.
“MALARIA” Page 8
Recurrence : yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu
berakhirnya serangan primer.
Relapse atau Rechute : ialah berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang
lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi primer yaitu setelah
periode yang lama dari masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena
infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivaks
atau ovale
Inkubasi 12-17 hari, kadang-kadang lebih panjang 12-20 hari. Pada hari-
hari pertama panas ireguler, kadang-kadang remiten atau intermiten, pada saat
tersebut perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe
panas menjadi intermiten dan periodik setiap 48 jam dengan gejala klasik trias
malaria. Serangan paroksismal biasanya terjadin waktu sore hari. Kepadatan
parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari. Pada minggu kedua limpa
mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa masih membesar
dan panas masih berlangsung, pada akhir minggu kelima panas mulai turun secara
krisis. Pada malaria vivaks manifestasi klinik dapat berlangsung secara berat tapi
kurang membahayakan, limpa dapat membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran
Hacket). Malaria serebral jarang terjadi. Edema tungkai disebabkan karena
hipoalbbuminemia. Mortalitas malaria vivaks rendah tetapi morbiditas tinggi
karena seringnya terjadi relaps. Pada penderita yang semi-immune perlangsungan
malaria vivaks tidak spesifik dan ringan saja; parasitemia hanya rendah; serangan
demam hanya pendek dan penyembuhan lebih cepat. Resitensi terhadap kloroquin
pada malaria vivaks juga dilaporkan di Irian Jaya dan di daerah lainnya. Relaps
sering terjadinya karena keluarnya bentuk hipnozoit yang tertinggal di hati pada
saat status imun tubuh menurun.
“MALARIA” Page 9
hari. Manifestasi klinik seperti pada malaria vivax hanya berlangsung lebih
ringan, anemia jarang terjadi, splenomegali sering dijumpai walaupun
pembesaran ringan. Serangan paroksismal terjadi tiap 3-4 Hri, biasanya pada
waktu sore dan parasitemia sangat rendah <1%.
Merupakan bentuk yang paling ringan dari semua jenis malaria. Masa
inkubasi 11-16 hari, serangan proksismal 3-4 hari terjadi malam hari dan jarang
lebih dari 10 kali walaupun tanpa terapi. Apabila terjadi infeksi campuran dengan
plasmodium lain, maka P.ovale tidak akan tampak didalam darah tepi, tetapi
plasmodium yang lain akan ditemukan. Gejala klinis hampir sama dengan malaria
vivaks, lebih ringan, puncak panas lebih rendah dan perlangsungan lebih pendek,
dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan. Serangan menggigil jarang terjadi
dan splenomegali jarang sampai dan dapat diraba.
“MALARIA” Page 10
pelangsungan yang sangat cepat dan parasitemia yang tinggi dan menyerang
semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal yangs ering dijumpai yaitu sakit kepala,
nyei belakang/tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah, dan diare. Parasit
sulit ditemui pada penderita dengan pengobatan supresif. Panas biasanya ireguler
dan tidak periodik, sering terjadi hiperpireksia dengan temperatur di atas 40o C.
Gejala lain berupa konvulsi, pneumia aspira dan vbanyak keringat walaupun
temperatur normal. Apabila infeksi memberat nadi cepat, nausea, muntah, diare
menjadi berat dan diikuti kelainan paru (batuk). Splenomegali dijumpai lebih
sering dari hepatomegali dan nyri pada perabaan; hati membesar dapat disertai
timbulnya ikterus. Kelainan urin dapat berupa albuminuria, hialin dan kristal yang
granuler. Anemia lebih menonjol dengan leukopenia dan monositosis.
2.6 Diagnosis
1. Gejala Klinis
a. Anamnesa
Keluhan utama yang sering muncul adalah demam lebih dari 2
hari, menggigil dan berkeringat (trias malaria). Demam pada keempat
jenis malaria berbeda sesuai dengan proses skizogoninya. Demam
karena p.falciparum dapat terjadi setiap hari, pada p.vivax atau ovale
“MALARIA” Page 11
demamnya berselang 1 hari, sedangkan demam pada p.malariae
menyerang berselang 2 hari.
Sumber penyakit harus ditelusuri,apakah pernah bepergian dan
bermalam di daerah endemic malaria dalam satu bulan terakhir.
Apakah pernah tinggal didaerah endemic,apakah pernah menderita
penyakit ini sebelumnya, apakah pernah meminum obat malaria.
Kecurigaan adanya tersangka malaria berat dapat dilihat dari
adanya satu gejala atau lebih, yaitu gangguan kesadaran, kelemahan,
atau kelumpuhan otot, kejang-kejang, kekuningan pada mata atau
kulit, adanya perdarahan hidung atau gusi, muntah darah atau berak
darah. Selain itu adalah keadaan panasa yang sangat tinggi, muntah
yang terjadi terus menerus, perubahan warna air kencing menjadi
seperti the, dan volume air kencing yang berkurang sampai tidak
keluar air kencing sama sekali.
b. Pemeriksaan Fisik
Pasien mengalami demam 37.50-400 C, serta anemia yang
dibuktikan dengan konjungtiva palpebra yang pucat. Penderita sering
disertai dengan adanya pembesaran limpa (splenomegali) dan
pembesaran hati (hepatomegali). Bila terjadi serangan malaria berat,
gejala dapat disertai dengan syok yang ditandai dengan menurunnya
tekanan darah, nadi berjalan dengan ceoat dan lemah, serta frekuensi
nafas meningkat.
Pada penderita malaria berat, sering terjadi penurunan kesadaran
dehidrasi, manifestasi perdarahan, ikterik, gangguan fungsi ginjal,
pembesaran hati dan limpa, serta bisa diikuti dengan munculnya gejala
neurologis (refleks patologis dan kaku kuduk).
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah yang menurut teknis
pembuatannya dibagi menjadi preparat darah tebal dan preparat darah
“MALARIA” Page 12
tipis. Untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria dalam darah.
Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat jenis plasmodium dan
stadiumnya (p.falciparum, p.vivax, p.malariae, p.ovale, tropozoit,
skizon dan gametosit ) serta kepadatan parasitnya.
Kepadatan parasit dapat dilihat melalui dua cara yaitu semi
kuantitatif dan kuantitatif. Metode semi kuantitatif adalah menghitung
parasit dalam LPB (lapangan pandang besar) dengan rincian sebagai
berikut:
(-) : SDr negative (tidak ditemukan parasit 100 LPB)
(+) : SDr positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB)
(++) : SDr positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) : SDr positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) : SDr positif 4 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB)
Perhitungan kepadatan parasit secara kuantitatif pada SDr tebal adalah
menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Pada SDr tipis,
perhitungannya jumlah parasit per 1000 eritrosit.
b. Tes Diagnostik Cepat (RDT, rapid diagnostic test)
Seringkali pada KLB diperlukan tes yang cepat untuk dapat
menanggulangi malaria dilapangan dengan cepat. Metode ini
mendeteksi adanya antigen malaria dalam darah dengan cara
imunokromatografi. Dibandingkan uji mikroskopis, tes ini mempunyai
kelebihan yaitu hasil pengujian dengan cepat dapat diperoleh, tetapi
lemah dalam hal spesifisitas dan sensitivitasnya.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum
penderita, meliputi pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah
leukosit, eritrosit, dan trombosit. Bisa juga dilakukan pemeriksaan kimia
darah (gula darah, SGOPT, SGPT, tes fungsi ginjal), serta pemeriksaan
foto toraks, EKG, dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi
“MALARIA” Page 13
2.7 Prognosis
Mortalitas sangat jarang pada infeksi P.vivax, P. ovale, dan P. malariae.
Untuk pasien dengan infeksi P. falciparum tanpa komplikasi, mortalitas
mendekati 10-20%. Pada pasien yang bertahan pada malaria serebral, sekitar 5%
orang dewasa dan 10% anak-anak memiliki sekuele neurologis
“MALARIA” Page 14
Faktor Parasit : Faktor Penjamu (host) : Faktor social dan geografi :
- Resistensi obat - Imunitas - Akses mendapat
- Kecepatan multiplikasi - Sitokin proinflamasi pengobatan
- Cara invasi - Genetic - Faktor-faktor budaya dan
- Sitoadherens - Umur ekonomi
- Roseting - Kehamilan - Stabilitas politik
- Polimorfisme antogenik - Intensitas transmisi nyamuk
- Variasi antigenic (P1EMP1)
- Toksin malaria
Manifestasi Klinis
Gambar. Gambaran klinis ditentukan oleh faktor parasit, penjamu dan social
geografi. (Sumber : Miller LH, Baruch D I, Marsk K, Doumbo Ok. The
pathogenesis basis of malaria, Nature 2002; 415:673)
Asimptomatik Demam (spesifik) Malaria berat Kematian
Sitoadherensi. Sitoadherensi ialah pelekatan antara EP stadium matur
pada permukaan endotel vaskuler. Perlekatan terjadi dengan cara molekul
adhesive yang terletak dipermukaan knob EP melekat dengan molekul-molekul
adhesive yang terletak dipermukaan endotel vaskuler. Molekul adhesive
dipermukaan knob EP secara kolektif disebut PfEMP-1, P.falciparum erythrocyte
membrane protein-I. Molekul adhesive dipermukaan sel endotel vascular adalah
CD36, trombospondin, intercellular-adhesion molecule-I (ICAM-1) , vascular
cell adhesion molecule-1 (VCAM), endothel leucocyte adhesion molecule-I
(ELAM-1) dan glycosaminoglycan chondroitin sulfate A. PfEMP-1 merupakan
protein-protein hasil ekspresi genetic oleh sekelompok gen yang berada
dipermukaan knob. Kelompok gen ini disebut gen VAR. gen VAR mempunyai
kapasitas variasi antignik yang sangat besar.
Sekuestrasi. Sitoadheren menyebabkan EP matur tidak beredar kembali
dalam sirkulasi. Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan
mikrovaskular disebut EP matur yang mengalami sekuestrasi ini diduga
memegang peranan utama dalam patofisiologi malaria berat.
“MALARIA” Page 15
Rosseting ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih
eritrosit yang non-parasit. Plasmodium yang dapat melakukan sitoadherensi juga
yang dapat melakukan resetting. Resetting menyebabkan obstruksi aliran darah
local/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.
Sitokin. Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit, dan makrofag setelah
mendapatkan stimulasi dari maaria toksin (LPS, GPI). Sitokin ini antara lain.TNF-
α (tumor necrosis factor-alpha), Intereukin-I (IL-I), Interleukin-6 (IL-6),
Interleukin-3 (IL-3), LT (lymphotoxin) dan interferon-gamma (IFN-γ). Dari
beberapa penelitian dibuktikan bahwa penderita malaria serebral yang meninggal
atau dengan komplikasi berat seperti hipoglikemia mempunyai kadar TNF-α yang
tinggi. Demikian juga malaria tanpa komplikasi kadar INF-α, IL-1, IL-6, lebih
rendah dari malaria serebral. Walaupun demikian hasil ini tidak konsisten karena
juga dijumpai penderita malaria yang mati dengan TNF normal/rendah atau pada
malaria serebral yang hidup dengan sitokin yang tinggi. Oleh karenya diduga
adanya peran dari neurotransmitter yang lain sebagai free-radical dalam kaskade
ini seperti nitrit-oxide sebagai faktor yang penting dalam patogenesa malaria
berat.
Nitrit Oksida. Akhir-akhir ini banyak diteliti peran mediator nitrit oksid
(NO) baik dalam menumbuhkan malaria berat terutama malaria serebral, maupun
sebaliknya NO justru memberikan efek protektif karena membatasi perkembangan
parasit dan menurunkan ekspresi molekuladhesi. Diduga produksi NO local di
organ terutama otak yang berlebihan dapat mengganggu fungsi organ tersebut.
Sebaliknya pendapat lain menyatakan kadar NO yang tepat, memberikan
perlindungan terhadap malaria berat. Justru kadar NO yang rendah mungkin
menimbulkan malaria berat, ditunjukkan dari rendahnya kadar nitrat dan nitrit
total pada cairan serebrospiral. Anak-anak penderita malaria serebral di Afrika,
mempunyai kadar arginin pada pasien tersebut rendah. Masalah peran sitokin
proinflamasi dan NO pada pathogenesis malaria berat masih controversial, banyak
hipotesis yang belum dapat dibuktikan dengan jelas dan hasil berbagai penelitian
sering saling bertentangan.
“MALARIA” Page 16
PATOLOGI
Studi patologi malaria hanya dapat dilakukan pada malaria falsiparum
karena kematian biasanya disebabkan oleh P.falciparum. selain perubahan
jaringan dalam patologi malaria yang penting ialah keadaan mikro-vaskular
dimana parasit malaria berbeda. Beberapa organ yang terlibat antara lain otak,
jantung-paru, hati-limpa, ginjal, usus dan sumsum tulang. Pada otopsi dijumpi
otak yang membengkak dengan pendarahan petekie yang multiple pada jaringan
putih (white matter). Pendarahan jarang pada substansi abu-abu. Tidak dijumpai
herniasi. Hamper seluruh pembuluh kapiler dan vena penuh dengan parasit. Pada
jantung dan paru selain sekuestrasi, jantung relative normal, bila anemia tampak
puncak dan dilatasi. Pada paru dijumpai gambaran edema paru, pembentukan
membrane hialin, adanya aggregasi leukosit. Pada ginjal tampak bengkak, tubulus
mengalami iskemia, sekuestrasi pada kapiler glomerulus, proliferasi sel mesangial
dan endotel. Pada pemeriksaan imunofluorensen dijumpai deposisi
immunoglobulin pada membrane basal kapiler glomerulus. Pada saluran cerna
bagian atas dapat terjadi pendarahan karena erosi, selain sekuestrasi juga dijumpai
iskemia yang menyebabkan nyeri perut. Pada sumsum tulang dijumpai
dyserythropoises, makrofag mengandung banyak pigmen dan
erythrophagocytosis.
2.9 Komplikasi
Malaria P. falciparum berat
“MALARIA” Page 17
Malaria serebral – llihat dibawah
Anemia normokromik berat- akibat hemolisis dan supresi sumsum tulang
Gagal ginjal oligurik- akibat nekrosis tubular akut
Edema paru dan sindrom gawat napas dewasa (adult respiratory distress
syndrome, ARDS)
Hipoglikemia- hiperinsulinemia yang diinduksi oleh kuinin atau akibat
para sistemia tinggi
Keadaan syok (malaria algid)- biasanya akibat septicemia gram-negatif
konkomitan
Asidosis laktat
Perdarahan spontan, koagulopati intravascular diseminata
Hemoglobinuria (black- water fever).
Malaria serebral
“MALARIA” Page 18
2.10 Pencegahan Malaria
A. Basis Masyarakat
1. Pola perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat hrus
selalu di tingkatkan melalui penyuluhan kesehatan, pendidikan
kesehatan, diskusi kelompok maupun melalui kampanye masal
untuk mengurangi tempat sarang nyamuk (pemberantasan sarang
nyamuk, PSN). Kegiatan ini meliputi hilangkan genangan air
kotor, di antaranya dengan mengalirkan air atau menimbun atau
mengeringkan barang atau wadah yang memungkinkan sebagai
tempat air tergenang.
2. Menemukan dan mengobati penderita sedini mungkin akan sangat
membantu mencegah penularan.
3. Melakukan penyemprotan melalui kajian mendalam tentang
bionomik anopheles seperti waktu kebiasaan menggigit, jarak
terbang dan resistensi terhadap insektisida.
B. Bebasis Pribadi
1. Pencegahan gigitan nyamuk, antara lain : (1) tidak keluar rumah
antara senja dan mala hari, bila terpaksa keluar, sebaiknya
mengenakan kemeja dan celana panjang berwarna terang karena
nyamuk lebih menyukai warna gelap, (2) menggunakan repelan
yang mengandung dimetiftalat atau zat antinyamuk lainnya, (3)
membuat konstruksi rumah yang tahan nyamuk dengan memasang
kasa antinyamuk pada ventilasi pintu dan jendela, (4)
menggunakan kelambu yang mengandung insektisida (insecticide-
treated mosquito net, ITN), (5) menyemprot kamar dengan obat
nyamuk atau obat nyamuk bakar.
2. Pengobatan profilaksis bila akan memasuki daerah endemik
meliputi :
a. Pada daerah di mana plamodiumnya masih sensitif terhadap
klorokuin, diberikan klorokuin 300 mg basa atau 500 mg
klorokuin fosfat untuk orang dewasa , seminggu satu tablet,
“MALARIA” Page 19
dimulai 1 minggu sebelum masuk daerah sampai 4 minggu
sebelum meninggalkan tempat tersebut.
b. Pada daerah yang resistensi terhadap klorokuin, pasien
memerlukan pengobatan supresif, yaitu dengan meflokuin 5
mg/kgBB/minggu atau doksisiklin 500 mg/pirimetamin 25 mg
(Suldox), 3 tablet sekali minum.
3. Pencegahan dan pengobatan malaria pada wanita hamil, meliputi :
a. Klorokuin, bukan kontraindikasi.
b. Profilaksis dengan klorokuin 5 mg/kgBB/minggu dan proguanil
3 g/kgBB/hari untuk daerah yang sensitif klorokuin.
c. Meflokuin 5 mg/kgBB/minggu diberikan pada bulan keempat
kehamilan untuk daerah dimana plasmodiumnya resisten
terhadap klorokuin.
d. Prolaksis dengan doksisiklin tidak diperbolehkan.
4. Informasi tentang donor darah. Calon donor yang datang ke daerah
endemik dan berasal dari daerah nonendemik serta tidak
menunjukkan keluhan dan gejala kinis malaria, boleh
mendonorkan darahnya selama 6 bulan sejak ia datang. Calon
donor tersebut, apabila telah diberikan pengobatan profilaksis
malaria dan telah menetap di daerah itu 6 bulan atau lebih
sertatidak menunjukkan gejala klinis, maka diperbolehkan
mendonor selama 3 tahun. Banyak penelitian melaporkan bahwa
donor dari daerah endemik malaria merupakan sumber energi.
5. Pemberian vaksinasi
Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang komplek,
sehingga vaksin berbeda-beda untuk setiap stadium, seperti :
o Stadium aseksual eksoeritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya gejala klinis
maupun transmisi penyakit di daerah endemis. Contohnya,
circumsporozoite protein (CSP), Thrombospondin-related
adhesion protein (TRAP), Liver stage antigen (LSA).
“MALARIA” Page 20
o Stadium aseksual eritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya infeksi parasit
terhadap eritrosit, mengeliminasi parasit dalam eritrosit dan
mencegah terjadinya sekuesterasi parasit di kapiler organ
dalam sehingga dapat mencegah terjadinya malaria berat.
Contohnya, merozoite surface protein (MSP), ring infected
erythrocyte surface antigen (RESA), apical membrane antigen-1
(AMA-1).
o Stadium seksual
Cara kerjanya menghambat atau mengurangi transmisi
malaria di suatu daerah. Contohnya, Pfs 28 dan Pfs 25.
“MALARIA” Page 21
1) Pengobatan lini pertama malaria falciparum menurut kelompok umur
- Obat kombinasi diberikan peroral selam 3 (tiga) hari dengan dosis tunggal
harian amodiakuin bsa 10 mg/kgBB dan artesunat 4 mg/kgBB
Hari Jenis Obat Jumlah Tablet per Hari Menurut Kelompok Umur
I Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Primakuin - - 1½ 1½ 2 2-3
“MALARIA” Page 22
II Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
III Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
- Pengobatan efektif bila sampai dengan hari ke-28 (H28) setelah pemberian
obat, gejala klinisnya (demam dan gejala lainnya) berkurang (sejak H4)
dan parasit malaria stadium aseksual tidak ditemukan lagi (sejak H7).
- Pengobatan tidak efektif bila sampai H28 gejala klinisnya memburuk dan
parasit aseksual masih ditemukan (positif) atau gejala klinisnya tidak
memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul
kembali (rekrudesensi).
- Pengobatan lini kedua diberikan bila pengobatan lini pertama tidak efektif,
gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang
(persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).
- Tablet kina mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat, diberikan peroral,
3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgBB selama 7 hari.
“MALARIA” Page 23
Hari Jenis Jumlah Tablet per Hari Menurut Kelompok Umur
Obat
0-11 1-4 tahun 5-9 tahun 10 – 11 > 15
bulan tahun tahun
Primakuin - ¾ 1½ 2 2–3
Tetrasiklin - - - *) 4 x 1 **)
Primakuin - ¾ 1½ 2 2–3
Tetrasiklin - - - *) 4 x 1 **)
“MALARIA” Page 24
dosis 4-5 mg/kgBB/kali. Tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak
berusia < 8 tahun dan ibu hamil.
Hari Jenis Obat Jumlah Tablet per Hari Menurut Kelompok Umur
I Sulfadoksin *) ¾ 1½ 2 2–3
pirimetamin
(SP)
primakuin - ¾ 1½ 2 2–3
“MALARIA” Page 25
- Dosis primakuin 0,25 mg/kgBB perhari selama 14 hari diberikan bersama
klorokuin. Klorokuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil, bayi berusia
<1 tahun dan pasien dengan defisiensi G6-PD.
H1 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
H2 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - ¼ ½ ¾ 1
H3 Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1½ 2
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
H4-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
- Pengobatan tidak effektif bila sampai H29 gejala klinisnya memburuk dan
parasit aseksual masih ditemukan (positif) atau gejala klinisnya tidak
memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul
kembali sebelum H14 (kemungkinan resisten) atau gejala klinis membaik
“MALARIA” Page 26
tetapi parasit aseksual timbul kembali antara H15 sampai H28
(kemungkinan resisten, relaps atau terjadi infeksi baru).
H1 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
H2 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - 1/2 1 1½ 2
H3 Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2
“MALARIA” Page 27
Primakuin - - 1/2 1 1½ 2
0-1 bulan 2-11 1-4 tahun 5-9 tahun 10-11 >15 tahun
bulan tahun
H1 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
“MALARIA” Page 28
H2 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
H3 Klorokuin ¼ ¼ ½ 1 1 1/2 2
Hari Jenis Obat Jumlah Tablet per Hari Menurut Kelompok Umur
H1 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2-3
H2 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
“MALARIA” Page 29
3. Pengobatan malaria dengan Komplikasi
3) Gagal ginkal akut (urin <400 ml/24 jam pada orang dewasa atau <1
ml/kgBB/jam pada anak setelah dilakukan rehidrasi, dengan kreatinin
darah >3 mg%
6) Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mmHg (pada anak tekanan
nadi ≤20 mmHg) disertai keringat dingin
7) Pendarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan / atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulansi intravaskular
8) Kejang berulang >2 kali per 24 jam setelah pendinginan pada hipertemia
“MALARIA” Page 30
- Beberapa keadaan lain yang juga digolngkan sebagai malaria berat yaitu :
2) Kelemahan otot (tidak bisa duduk atau berjalan tanpa kelainan neurologik)
3) Hiperparasitemia >5%
“MALARIA” Page 31
4) Artesunat I.M tersedia dalam ampul berisi 80 mg artemeter dalam larutan
minyak,diberikan dengan loading dose 3,2 mg/kgBB I.M. Selanjutnya
artemeter diberikan 1,6 mg/kgBB I.M satu kali sehari sampai penderita
mampu minum obat, dilanjutkan dengan regimen artesunat + amodiakuin
+ primakuin yaitu pengobatan lini pertama malaria falciparum tanpa
komplikasi
7) Penderita gagal ginjal, tidak dapat diberikan loading dose dan dosis
pemeliharaan kina diturunkan ½ nya
8) Pada hari pertama pemberian kina oral, diberikan primakuin dengan dosis
0,75 mg/kgBB
4. Kemoprofilaksis
“MALARIA” Page 32
Bertujuan untuk mengurangi resiko infeksi malaria, sehingga bila
terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat ditujukan bagi orang yang berpergian
ke daerah endemik malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama seperti turis,
peneliti, pegawai kehutanan dll. Untuk kelompok atau individu yang akan
berpergian atau bertugas dalamjangka waktu lama sebaiknya menggunakan
personal protection seperti memakai kelambu, repilient, kawat kasa, dll. Karena
plasmodium falciparum merupakan spesies dengan virulensi tinggi, maka
kemoprofilaksis ditunjukkan pada infeksi ini.
“MALARIA” Page 33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
“MALARIA” Page 34
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa lebih dapat
mengenal mengenai penyakit malaria dan mencari lebih banyak pengetahuan
tentang penyakit ini khusunya dalam pemberian obat yang rasional untuk pasien
dengan penyakit ini. Agar nantinya kita sebagai seorang farmasis dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien dalam hal disini yaitu pasien yang menderita
malaria terutama malaria berat.
“MALARIA” Page 35
Kasus
Nama : AS
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 4 Th
Berat badan : 13 kg
Tinggi badan : 95 cm
Subjektif
Nama : AS
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 4 Th
“MALARIA” Page 36
Anamnesis : Demam, berkeringat, mual dan muntah
batuk, flu, sakit kepala, nyeri pada badan,
kejang demam
Riwayat Penyakit Sekarang (Diagnosa) : Malaria
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga menderita penyakit
yang sama
Riwayat pengobatan : Sirup demam, batuk dan pilek
Objektif
Berat badan : 13 kg
Tinggi badan : 95 cm
Assesmant
“MALARIA” Page 37
pada badan, kejang demam, anemia, dimana pasien belum mendapatkan obat
untuk malaria, hipertesi, kejang dan anemianya.
Plan
Terapi Farmakologi
- Artesunat iv : 2,4 mg/kgbb (pada jam ke 0, 12, dan 24).
- Parasetamol 120 mg, Pseudoefedrin HCL 7,5 mg, Klorfeniramin maleat
0,5, gliseril guaiakolat 50 mg per ml sirup : 3x1 satu sendok teh.
- Diazepam intravena (perlahan-lahan 1 mg/menit) : 0,3 – 0,5
mg/kgbb/kali.
- Vitamin K iv : 10 mg.
- Pemberian cairan yang adekuat (infus N. Salin).
Monitoring
- Pemantauan kadar ureum dan kreatinin
- Pemantauan ketat terhadap pemberian cairan pada tubuh
- Pemantauan gejala klinis yang diderita
- Pemeriksaan mikroskopik pada darah
- Pemantauan terahadap kejang
“MALARIA” Page 38
- Pemantauan mengenai Hb, Hematokrit, eritrosit, neutrofil, dan
lainnya
KIE
- Memberikan informasi kepada keluarga pasien mengenai cara
pemakaian obat, indikasi, frekuensi dan efek samping yang
mungkin terjadi
- Memberikan informasi agar menjaga kebersihan lingkungan
tempat tinggal (kegiatan ini meliputi hilangkan genangan air kotor,
di antaranya dengan mengalirkan air atau menimbun atau
mengeringkan barang atau wadah yang memungkinkan sebagai
tempat air tergenang)
- Pencegahan gigitan nyamuk, antara lain : (1) tidak keluar rumah
antara senja dan mala hari, bila terpaksa keluar, sebaiknya
mengenakan kemeja dan celana panjang berwarna terang karena
nyamuk lebih menyukai warna gelap, (2) menggunakan repelan
yang mengandung dimetiftalat atau zat antinyamuk lainnya, (3)
membuat konstruksi rumah yang tahan nyamuk dengan memasang
kasa antinyamuk pada ventilasi pintu dan jendela, (4)
menggunakan kelambu yang mengandung insektisida (insecticide-
treated mosquito net, ITN), (5) menyemprot kamar dengan obat
nyamuk atau obat nyamuk bakar.
“MALARIA” Page 39
DAFTAR PUSTAKA
Harjianto, P.N. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi IV. Jakarta :
FK UI.
Mandal B.K, Wilkins E.G.L, Dunbar E.M, Mayon-white R,T. 2008. Penyakit
Infeksi. Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga.
“MALARIA” Page 40