You are on page 1of 9

Jurnal HPT Volume 3 Nomor 3

Agustus 2015
ISSN: 2338-4336

Uji Patogenisitas Jamur Entomopatogen Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin


pada Jangkrik (Gryllus sp.) (Orthoptera: Gryllidae)

Alorisa Tirta Ardiyati, Gatot Mudjiono, Toto Himawan

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Universitas Brawijaya, Jln. Veteran, Malang. 65145.

ABSTRACT

Crickets (Gryllus sp.) is an omnivora insect, its attack range was 83% on chilli
greenfield in one night. Crickets control is still relatively difficult. In general, crickets
control is done by spraying synthetic insecticides. The use of synthetic insecticides have
a negative impact on the environment and other organisms. Therefore, the
environmentally friendly alternative control is need it. One of the alternative is using
fungi that are pathogenic to insects, namely B. bassiana. This research was conducted at
the Laboratory of Plant Pests sub Laboratory of Biological Agents Development
Department of Plant Pests and Diseases Brawijaya University in Malang. The results
showed that in the bait feeding method, B. bassiana fungus was pathogenic to Gryllus
sp. Effective concentration (LC50) of B. bassiana fungus that can cause mortality of
50% Gryllus sp. was 7,1x106 conidia/ml with lethal time (LT50) Gryllus sp. reached
50% at 3,1 days. In direct contact method, B. bassiana fungus was pathogenic to
Gryllus sp. Effective concentration (LC50) of Bassiana fungus that can cause mortality
of 50% Gryllus sp. was 6,2x108 conidia/ml with lethal time (LT50) Gryllus sp. reached
50% at 4,3 days.

Keyword: Pathogenicity, Beauveria bassiana, Gryllus sp.

ABSTRAK

Jangkrik (Gryllus sp.) merupakan serangga omnivora, serangannya dapat


mencapai 83% pada lahan cabai dalam semalam. Pengendalian jangkrik masih relatif
sulit. Pada umumnya pengendalian jangkrik dilakukan dengan menyemprotkan
insektisida sintetis. Penggunaan insektisida sintetis ini dapat berdampak negatif pada
lingkungan maupun organisme lain. Maka perlu adanya alternatif pengendalian yang
ramah lingkungan, salah satunya dengan jamur yang bersifat pathogen terhadap
serangga yaitu B. bassiana. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama
Tumbuhan sub Laboratorium Pengembangan Agens Hayati Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada metode umpan pakan jamur B. bassiana patogenik terhadap
Gryllus sp. Konsentrasi efektif (LC50) jamur B. bassiana yang dapat menyebabkan
mortalitas 50% Gryllus sp. adalah 7,1 x 106 konidia/ml dengan waktu mematikan (LT50)
Gryllus sp. mencapai 50% pada 3,1 hari. Pada metode kontak langsung jamur B.
bassiana patogenik terhadap Gryllus sp. Konsentrasi efektif (LC50) jamur B. bassiana
yang dapat menyebabkan mortalitas 50% Gryllus sp. adalah 6,2 x 108 konidia/ml
dengan waktu mematikan (LT50) Gryllus sp. mencapai 50% pada 4,3 hari.

Kata Kunci: Patogenisitas, Beauveria bassiana, Gryllus sp.

43
Ardiyati et al., Patogenisitas Jamur Patogen Beauveria bassiana…

PENDAHULUAN penelitian ini adalah mengetahui tingkat


patogenisitas jamur B. bassiana terhadap
Jangkrik merupakan serangga jangkrik (Gryllus sp.) pada konsentrasi
omnivora yang giat dan aktif di malam tertentu melalui metode umpan pakan dan
hari, jangkrik memakan tanaman, buah- metode kontak langsung.
buahan, bahan organik, bahkan hidup
sebagai pemangsa dan pemakan bangkai BAHAN DAN METODE
(Merchant, 2001). Gejala serangan
ditandai terpotongnya tanaman pada Penelitian dilakukan di
pangkal batang. Pada kondisi tertentu Laboratorium Hama, Jurusan Hama dan
seperti pada musim penghujan jangkrik Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
dapat menyerang tanaman, serangan Universitas Brawijaya Malang. Penelitian
jangkrik di Desa Bambang Kecamatan dilaksanakan dari bulan Maret sampai Juli
Wajak Kabupaten Malang mampu 2014.
merusak tanaman hingga pada batang
tanaman cabai, sehingga produksi cabai Metode Penelitian
di Desa Bambang mengalami susut bobot. Rancangan percobaan yang
Selain itu serangan jangkrik yang terjadi digunakan untuk uji patogenisitas ini
di Desa Deles Kabupaten Klaten, menggunakan Rancangan Acak Lengkap
serangannya dapat mencapai 83% pada (RAL). Metode aplikasi yang digunakan
lahan cabai dalam semalam (Anonimous, yaitu metode kontak langsung dan
2008). metode umpan pakan. Masing-masing
Pada umumnya pengendalian metode menggunakan perlakuan tingkat
jangkrik dilakukan dengan konsentrasi B. bassiana yang berbeda.
menyemprotkan insektisida sintetis. Setiap perlakuan dari masing-masing
Penggunaan insektisida sintetis ini dapat metode diulang (U) sebanyak tiga kali.
berdampak negatif pada lingkungan Setiap perlakuan menggunakan 20 ekor
maupun organisme lain. Maka perlu nimfa jangkrik. Jumlah keseluruhan
adanya alternatif pengendalian yang serangga uji pada dua metode yang
ramah lingkungan, salah satunya dengan berbeda adalah 600 ekor. Faktor
jamur yang bersifat pathogen terhadap perlakuan yang diujikan adalah
serangga yaitu B. bassiana. konsentrasi spora B. bassiana, sebagai
Kajian mengenai perbedaan berikut:
konsentrasi B. bassiana terhadap B0 : Kontrol (akuades)
persentase kematian ordo Orthoptera B1 : B. bassiana 104 konidia/ml
dengan serangga uji berupa jangkrik B2 : B. bassiana 106konidia/ml
Gryllus sp. perlu dilakukan. Oleh sebab B3 : B. bassiana 108 konidia/ml
itu dilakukan uji tingkat patogenisitas B4 : B. bassiana 1010 konidia/ml
jamur B. bassiana pada Gryllus sp.
(Orthoptera: Gryllidae) dengan tingkat Penyediaan Serangga Uji Gryllus sp.
konsentrasi yang berbeda, serta dengan Nimfa Gryllus sp. yang
metode aplikasi kontak langsung dengan digunakan diperoleh dari peternak
cara disemprotkan dan dengan metode jangkrik. Pemilihan jangkrik sebagai
umpan pakan menggunakan pakan yang serangga uji karena untuk memudahkan
telah diinokulasi jamur. Penentuan dalam penyediaan serangga uji yang
tingkat konsentrasi jamur dan metode dapat mewakili famili Gryllidae. Nimfa
aplikasi ini berdasarkan penelitian yang berumur sama (25-30 hari) sebelum
Mohammadbeigi (2013). Tujuan diperlakukan dipelihara didalam sangkar

44
Jurnal HPT Volume 3 Nomor 3 Agustus 2015

jangkrik dan diberi pakan sawi (caisin) tepung jangkrik 1%, diambil
yang telah dicuci dengan akuades dan menggunakan cork borrer setiap 100 ml
telah dikeringanginkan. diberikan 1 plong spora, kemudian
dimasukkan pada media cair EKG yang
Peremajaan Jamur B. bassiana pada digunakan sebanyak 500 ml. Setelah itu,
Media PDA suspensi diinkubasikan selama 7 hari
Jamur entomopatogen yang menggunakan alat fermentor. Hasil
digunakan adalah jamur B. Bassiana panenan jamur B. bassiana kemudian di
isolat dari Riptortus linearis koleksi identifikasi kembali di bawah mikroskop.
Laboratorium Jurusan Hama dan Penyakit
Tanaman Fakultas Pertanian. Biakan Perhitungan Kerapatan Spora B.
jamur tersebut kemudian diperbanyak bassiana
pada media PDA. Isolat jamur yang Suspensi jamur diambil sebanyak
tersedia dalam bentuk suspensi tersebut 100µl menggunakan mikropipet
diremajakan pada media PDA dengan kemudian diteteskan di atas
metode tuang. Metode tuang merupakan haemocytometer dan ditutup dengan gelas
cara perbanyakan jamur dengan penutup. Kerapatan konidia diamati di
meneteskan 100 µl suspensi jamur pada bawah mikroskop binokuler perbesaran
media PDA yang belum memadat, lalu 40x. Perhitungan kerapatan dihitung
digoyang-goyangkan perlahan dan dengan menggunakan rumus Gabriel dan
dibiarkan memadat. Koloni yang Riyanto (1989) sebagai berikut:
berkembang akan tertanam di dalam
media tersebut. Setelah itu diinkubasi
selama 7 hari pada suhu 250 C hingga
petridish penuh dengan spora. C adalah kerapatan spora per ml larutan, t
Selanjutnya dilakukan identifikasi jamur, adalah jumlah total spora dalam kotak
identifikasi bertujuan untuk memastikan sampel yang diamati, n adalah jumlah
spesies jamur entomopatogen yang kotak sampel (5 kotak besar x 16 kotak
menyebabkan kematian pada Gryllus sp. kecil), dan 0,25 adalah faktor koreksi
adalah jamur B. bassiana. Identifikasi penggunaan kotak sampel skala kecil
dilakukan berdasarkan pada morfologi pada haemocytometer.
konidia, hifa, konidiofor dan warna Jumlah kerapatan yang digunakan
koloni menggunakan mikroskop. Kunci dalam penelitian ini adalah 1010, 108, 106,
identifikasi cendawan yang digunakan dan 104. Standarisasi dan pengenceran
adalah Barnett dan Hunter (1972). Isolat dilakukan dengan menggunakan rumus :
Cendawan yang sudah diidentifikasi,
diperbanyak dengan media cair.
V1 adalah volume larutan stok (ml), M1
Perbanyakan Jamur B. Bassiana pada adalah konsentrasi larutan stok
Media EKG (konidia/ml), V2 adalah volume larutan
Perbanyakan jamur B. bassiana yang diharapkan (ml) dan M2 adalah
pada media cair dengan bantuan alat konsentrasi larutan yang diharapkan
fermentor sederhana (Gambar 1) (konidia/ml).
bertujuan untuk memperoleh suspensi
jamur B. bassiana sesuai dengan jumlah Uji Patogenisitas B. bassiana pada
yang dibutuhkan yaitu 500 ml. Jamur B. Gryllus sp. Melalui Metode Kontak
bassiana yang telah diremajakan pada Langsung
media PDA dengan pengayaan media Aplikasi jamur B. bassiana pada
serangga uji menggunakan metode kontak

45
Ardiyati et al., Patogenisitas Jamur Patogen Beauveria bassiana…

langsung, dengan menggunakan hand Pengamatan dilakukan sampai hari ke 15.


sprayer (Kassa et al., 2004) dengan Persentase kematian nimfa dihitung
kecepatan aliran 1,3 ml sekali semprot. dengan rumus:
Kemudian suspensi jamur disemprotkan
merata pada serangga uji yang telah
diletakkan di dalam wadah plastik,
sebanyak 2 kali semprot (2,6 ml) untuk
setiap serangga. Aplikasi diawali dengan Persentase kematian yang diperoleh
perlakuan akuades (kontrol) kemudian apabila kurang dari 20%, kemudian
perlakuan lainnya dimulai dari dikoreksi menggunkan rumus Abbot’s
konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi, berdasarkan Matsumura (1975), yaitu:
selanjutnya serangga yang telah
disemprot dipindahkan ke dalam wadah
plastik dan diberi pakan sawi (caisin)
dengan ukuran 3 x 3 cm. Setelah itu,
serangga uji diletakkan dalam ruangan
P adalah persentase kematian terkoresi, x
dengan kondisi gelap dengan suhu ruang.
adalah jumlah nimfa yang hidup pada
Pengamatan kematian serangga dimulai
kontrol dan y adalah persentase nimfa
dari 24 jam setelah aplikasi dan
yang hidup pada perlakuan.
dilanjutkan sampai 15 hari. Jumlah
serangga yang mati diamati dan dihitung
Isolasi Jamur B. bassiana dari
setiap hari.
Jangkrik Terinfeksi
Tujuan dari isolasi untuk
Uji Patogenisitas B. bassiana pada mendapatkan jamur B. bassiana yang
Gryllus sp. Melalui Metode Umpan telah menyebabkan kematian pada
Pakan Gryllus sp. Isolasi dilakukan di dalam
Metode umpan pakan
LAFC. Gryllus sp. yang terinfeksi jamur
menggunakan empat konsentrasi jamur B.
B. bassiana dikeluarkan dari wadahnya
bassiana yaitu, 104, 106, 108, dan 1010
dan disterilisasi dengan NaOCl 1%,
konidia/ml dan kontrol. Pakan yang
alkohol 70%, kemudian dibilas dengan
digunakan yaitu sawi (caisin), sawi
akuades steril sebanyak dua kali. Gryllus
dipotong dengan ukuran 3 x 3 cm,
sp. tersebut kemudian diletakkan dalam
kemudian sawi tersebut direndam dalam
cawan petri yang berisi tisu lembab steril
cawan petri berisi suspensi B. bassiana
dan diinkubasi selama 4-7 hari pada suhu
sebanyak 50 ml selama 5 menit. Sawi
27o C untuk merangsang pertumbuhan
tersebut kemudian ditiriskan dan
miselia pada permukaan serangga
dikeringanginkan selama 20 menit,
tujuannya untuk mengkonfirmasi infeksi
setelah itu di letakkan pada wadah plastik
jamur dari serangga yang mati. Jamur
berdiameter 5 cm dan tinggi 7 cm. Setiap
yang tumbuh dari tubuh Gryllus sp.
satu pakan sawi (3 x 3 cm) untuk satu
diambil dengan jarum inokulasi,
serangga uji. Setiap harinya serangga
kemudian dibiakkan pada media PDA dan
diberi pakan sawi segar (tanpa
diinkubasi selama 7 hari. Biakan murni
perlakuan). Pengamatan dilakukan 24 jam
hasil isolasi jamur ini kemudian
setelah aplikasi. Kematian serangga uji
diidentifikasi.
diamati dan dihitung setiap hari.
Analisis Data diperoleh kemudian dianalisis dengan
Data persentase kematian Gryllus sidik ragam dan uji F taraf 5%. Apabila
sp. akibat terinfeksi B. bassiana yang hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh

46
Jurnal HPT Volume 3 Nomor 3 Agustus 2015

yang nyata pada perlakuan maka mortalitas Gryllus sp. menunjukkan


dilakukan uji lanjutan dengan Uji Tukey bahwa kerapatan konidia B. bassiana
dengan taraf 5%. Perhitungan dilakukan pada metode umpan dan metode kontak
dengan bantuan program SPSS. Waktu langsung berpengaruh nyata terhadap
kematian dan Konsentrasi mematikan mortalitas Gryllus sp. (Tabel 1). Rerata
Gryllus sp. dianalisis menggunakan mortalitas Gryllus sp. akibat infeksi B.
Median Lethal Time (LT50) dan Median bassiana pada perlakuan kerapatan
Lethal Consentration (LC50) yang konidia yang berbeda disajikan pada
perhitungannya menggunakan analisis Tabel 1.
probit menurun Hsin Chi (1997). Pada Tabel 1 hasil analisis ragam
metode umpan pakan menunjukkan
HASIL DAN PEMBAHASAN bahwa perlakuan kerapatan konida B.
bassiana memberikan perbedaan yang
nyata terhadap mortalitas Gryllus sp. Dari
Mortalitas Gryllus sp. Akibat Infeksi hasil pengamatan selama 7 hari mortalitas
Jamur B. bassiana pada Perlakuan tertinggi didapatkan pada kerapatan B.
Kerapatan Konidia yang Berbeda bassiana 1010 konidia/ml sebesar 100%.
Pengamatan persentase mortalitas Artinya bahwa pada kerapatan B.
Gryllus sp. pada uji patogenisitas jamur bassiana 1010 konidia/ml dapat
B. bassiana dilakukan setiap 24 jam mematikan seluruh serangga yang
selama 7 hari setelah aplikasi. Hasil diamati.
analisis ragam terhadap persentase

Tabel 1. Mortalitas Gryllus sp. akibat infeksi B. bassiana pada Perlakuan Kerapatan
Konidia yang Berbeda
Kerapatan Pengamatan pada… HSA (%)
(konidia/ml
akuades) 1 2 3 4 5 6 7
Metode Umpan Pakan
104 10,0 31,7 43,3 a 53,3 a 60,0 a 70,0 a 75,0 a
106 11,7 33,3 46,7 ab 58,3 ab 68,3 a 76,7 a 83,3 ab
8
10 13,3 33,3 50,0 ab 60,0 ab 70,0 ab 81,7 ab 90,0 b
1010 20,0 48,3 60,0 b 73,3 b 83,3 b 91,7 b 100 c
Metode Kontak Langsung
104 5,00 11,7 13,3 a 23,3 a 33,3 a 41,7 a 53,3 a
106 8,30 23,3 35,0 b 45,0 b 53,3 b 58,3 ab 68,3 ab
108 10,0 26,7 36,7 b 48,3 b 55,0 b 65,0 ab 80,0 b
1010 11,7 26,7 40,0 b 50,0 b 56,7 b 70,0 b 83,3 b
Keterangan: - HSA: Hari Setelah Aplikasi
- Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan uji Tukey (α=5%).
- Data ditransformasi dengan Arcsin untuk keperluan analisis statistik

Hasil analisis ragam pada metode nyata terhadap mortalitas Gryllus sp. Dari
kontak langsung (Tabel 1) menunjukkan hasil pengamatan selama 7 hari mortalitas
bahwa perlakuan kerapatan konida B. Gryllus sp. pada kerapatan B. bassiana
bassiana memberikan perbedaan yang 104 konidia/ml (53,3%) berbeda nyata

47
Ardiyati et al., Patogenisitas Jamur Patogen Beauveria bassiana…

dengan mortalitas Gryllus sp. pada mengklasifikasikan tingkat patogenisitas


kerapatan B. bassiana 108 konidia/ml menjadi tiga yaitu: patogenisitas tinggi
(80%) dan 1010 konidia/ml (83,3%). dengan persentase kematian lebih dari
Dari kedua metode ini pada tingkat 64,49%, patogenisitas sedang dengan
kerapatan tertinggi yang sama persentase kematian 64,49 hingga
menyebabkan tingkat mortalitas yang 30,99%, dan patogenisitas rendah dengan
berbeda. Hal ini diduga karena proses persentase kematian kurang dari 30,99%.
menginfeksi yang terjadi pada kedua Perubahan morfologi Gryllus sp.
metode berbeda, pada metode umpan setelah aplikasi B. bassiana pada metode
pakan yaitu pakan yang telah direndam umpan dan metode kontak langsung
dengan jamur B. bassiana kemudian menunjukkan bahwa tubuh Gryllus sp.
diberikan pada Gryllus sp. sehingga yang terinfeksi jamur entomopatogen B.
jamur B. bassiana langsung masuk ke bassiana mengalami penurunan aktivitas
dalam lambung serangga dan penetrasi pergerakan dan makan. Nimfa yang
jamur ke dalam tubuh lebih cepat terjadi, terinfeksi cenderung menjauhi pakannya.
sedangkan metode kontak langsung Barson (1977) menyatakan bahwa
dengan cara konidia disemprotkan pada serangga yang terinfeksi jamur B.
tubuh serangga sehingga konidia jamur bassiana ditandai dengan gejala fisiknya
hanya menempel pada kutikula inang dan lemah, kurang aktif, dan pada kutikula
proses penetrasi ke dalam tubuh ditemui bercak hitam yang menunjukkan
membutuhkan keadaan lingkungan yang tempat penetrasi jamur. Tubuh serangga
mendukung. Suhu optimum untuk selanjutnya mengalami perubahan warna
pertumbuhan B. bassiana berkisar antara menjadi coklat kehitaman dan mengeras
250C hingga 300C. Perkecambahan dan seperti mumi. Pujiastuti et al. (2006)
pertumbuhan B. bassiana paling baik menyatakan bahwa hifa cendawan B.
pada kelembaban relatif 85% hingga bassiana yang berwarna putih akan
100% (Saleh et al., 2000). tumbuh pada tubuh serangga jika kondisi
Jauharlina (1999) menyatakan suhu dan kelembaban lingkungan sesuai.
bahwa semakin tinggi tingkat kerapatan Mekanisme infeksi oleh jamur
spora jamur B. bassiana semakin banyak entomopatogen pada serangga, diawali
pula konidia yang terkandung dalam dengan menempelnya propagul jamur
setiap ml, sehingga konidia dapat pada tubuh serangga, lalu propagul
menyebar lebih merata pada permukaan berkecambah pada integumen,
tubuh serangga. Semakin banyak spora selanjutnya tabung kecambah melakukan
yang menempel pada tubuh serangga, penetrasi masuk ke tubuh serangga
semakin besar pula peluang jamur untuk (Kanga et al., 2003). Mekanisme
tumbuh dan berkembang pada tubuh penetrasi dimulai dengan pertumbuhan
serangga, selanjutnya mematikan spora pada kutikula dan selanjutnya hifa
serangga (Sudarmadji dan Gunawan, mengeluarkan enzim kitinase, lipase, dan
1994). protenase untuk menguraikan kutikula
Persentase mortalitas Gryllus sp. serangga (Suntoro, 1991).
akibat jamur B. bassiana pada kedua Setelah melakukan penetrasi, hifa
metode perlakuan metode umpan sebesar berkembang memasuki pembuluh darah
100% dan metode kontak langsung dan menghasilkan toksin seperti
sebesar 83,3%, menurut Thungrabeab et beauvericin, beauverolit, isoralit, dan
al. (2006) tergolong dalam patogenisitas asam aksalat yang dapat menaikkan pH
tinggi dengan persentase kematian lebih dan penggumpalan darah serta
dari 64,49%. Thungrabeab et al. (2006) terhentinya peredaran darah. B. bassiana

48
Jurnal HPT Volume 3 Nomor 3 Agustus 2015

juga merusak haemocoel secara mekanis, mampu mematikan serangga uji dengan
seperti saluran pencernaan, otot sistem waktu yang lebih singkat.
saraf, dan sistem pernafasan. Semua Probit harapan LC50 (Tabel 2)
proses tersebut menyebabkan mandul, infeksi jamur entomopatogen B. bassiana
lumpuh dan kematian serangga yang terhadap Gryllus sp. pada metode umpan
terinfeksi (Robert dan Yendol, 1982). pakan diperoleh persamaan y = 0,067x +
4,457. Hal ini menunjukkan terdapat
Pengaruh Kerapatan konidia B. hubungan korelasi positif antara
bassiana terhadap Konsentrasi konsentrasi dengan mortalitas Gryllus sp.
Mematikan (LC50) dan Waktu Korelasi positif ini artinya bahwa
Mematikan (LT50) Gryllus sp. semakintinggi tingkat konsentrasi jamur
Perhitungan LC50 dan LT50 B. bassiana yang digunakan, maka
dilakukan dengan menggunakan Analisa mortalitas Gryllus sp. semakin besar.
Probit menurut Hsin Chi 1997. Faktor Grafik probit harapan LT50 pada metode
konsentrasi yang efektif dan waktu yang kontak langsung (Tabel 2) diperoleh
efektif tercapai, maka mortalitas sangat persamaan y=2,276x +3,875. Nilai
berkaitan dengan efektifitas koefisien korelasinya (R) 0,995 yang
pengendalian. berarti hubungan antara rentang waktu
Berdasarkan hasil pengujian setelah inokulasi B. bassiana dengan
patogenisitas jamur B. bassiana terhadap tingkat mortalitas Gryllus sp. sangat kuat.
Gryllus sp. menunjukkan nilai LC50 pada Pada grafik probit harapan LC50
perlakuan metode umpan pakan kerapatan (Tabel 2) infeksi jamur entomopatogen B.
konidia jamur B. bassiana untuk dapat bassiana terhadap Gryllus sp. pada
menyebabkan mortalitas 50% Gryllus sp. metode kontak langsung diperoleh
tercapai pada konsentrasi 7,1 x 106 persamaan y=3,863+0,114x. Grafik probit
konidia/ml dengan waktu yang harapan LT50 pada metode kontak
dibutuhkan jamur B. bassiana untuk langsung (Tabel 2) diperoleh persamaan
dapat menyebabkan mortalitas 50% y=2,276x +3,875 dan nilai koefisien
Gryllus sp. tercapai pada 3,1 hari (74 jam korelasinya (R) 0,991 yang berarti
24 menit) (Tabel 2). hubungan antara rentang waktu setelah
Pada media kontak langsung inokulasi B. bassiana dengan tingkat
konsentrasi yang diperlukan (LC50) mortalitas Gryllus sp. sangat kuat.
adalah 6,2 x 108 konidia/ml dengan waktu
yang dibutuhkan jamur B. bassiana untuk KESIMPULAN
dapat menyebabkan mortalitas 50% 1. Pada metode umpan pakan, jamur B.
Gryllus sp pada 4,3 hari (103 jam 12 bassiana patogenik terhadap Gryllus
menit) (Tabel 2). sp. Konsentrasi efektif (LC50) jamur B.
Mohammadbeigi (2013) bassiana yang dapat menyebabkan
melaporkan nilai LT50 untuk B. bassiana kematian 50% Gryllus sp. adalah 7,1 x
mampu mematikan 50% dari belalang 106 konidia/ml dengan waktu
pedang U. zebra selama 7,82 hari dengan mematikan (LT50) Gryllus sp.
konsentrasi tertinggi 3,59 x 106. mencapai 50% pada 3,1 hari.
Konsentrasi yang lebih tinggi akan

49
Ardiyati et al., Patogenisitas Jamur Patogen Beauveria bassiana…

Tabel 2. Patogenisitas B. bassiana terhadap Gryllus sp. pada metode umpan pakan dan
metode kontak langsung
LC50 LT50
Metode Persamaan LC50 Persamaan LT50
(konidia/ml) (Hari)
Umpan Pakan 7,1 x 106 y = 0,067x + 4,457 3,1 y = 1,883x + 3,802

Kontak Langsung 6,2 x 108 y = 0,114x + 3,863 4,3 y = 2.276x + 3,875

2. Pada metode kontak langsung, jamur Partosoedjono. Gadjah Mada


B. bassiana patogenik terhadap University Press. Yogyakarta.
Gryllus sp. Konsentrasi efektif (LC50) Ferron, P. 1985. Fundamental of Plant
jamur B. bassiana yang dapat Pathology. John Willey and Sons
menyebabkan kematian 50% Gryllus Published. New York. p.54.
sp. adalah 6,2 x 108 konidia/ml dengan Hsin Chi. 1997. Probit Analysis. National
waktu mematikan (LT50) Gryllus sp. Chung Hsing University. Taichung.
mencapai 50% pada 4,3 hari. Taiwan.
Jauharlina. 1999. Potensi B. bassiana
UCAPAN TERIMA KASIH (Bals) Vuill sebagai Cendawan
Entomopatogen Hama Ulat Grayak
Kepada PLP Laboratorium Hama Spodoptera litura F. agrista Vol 3
Tumbuhan, Fakultas Pertanian No1. pp. 64-70.
Universitas Brawijaya Malang, yang telah Kanga, L.B.B., W.A. Jones, and R.R.
membantu kelancaran pelaksanaan James. 2003. Field trials using
penelitian ini. fungal pathogen, Metarhizium
anisopliae
DAFTAR PUSTAKA (Deuteromycetes:Hyphomycetes) to
control the ectoparasiticmite,
Anonimous. 2008. Tanaman Cabe Varroa destructor
Dimakan Hama gangsir. (online). (Acari:Varroidae) inhoney bee, Apis
http://merapi.combine.or.id. mellifera (Hymenoptera:Apidae)
(Diakses pada tanggal 5 Oktober colonies. J. Entomol.
2014). (96):1091−1099.
Barnet, H.L., dan B.B. Hunter. 1960. Matsumura, F. 1975. Toxicology of
Illustrated Genera of Imperfecty Insecticides. Ed Ke 2. Plenum
Fungy. Second Edition. Burgess Press. New York. p.446.
Publishing Company. Minnesota. Mohammadbeigi, A., dan G. Port. 2013.
p.62. Efficacy of Beauveria bassiana and
Barson, G. 1977. Laboratory Evaluation Metarhizium anisopliae against
of Beauveria bassiana as Pathogen Uvarovistia zebra
of the Larvae Stage of the Large (Orthoptera:Tettigoniidae) via
Elm Bark Beetle, Scolytus scolytus. contact and ingestion. International
Journal Vertebrata Pathology. Journal of Agriculture and Crop
29(3): 361-366. Sciences 5(2):138-146.
Borror, D.J., C.A. Triplehorn, dan N.F. Pujiastuti, Y. 2004. Eksplorasi dan
Johnson. 1996. Pengenalan Identifikasi Patogensitas Indigenous
Pelajaran Serangga. Edisi keenam. Entomopatogen dalam
Terjemahan Soetiyoso Pengembangan PHT terhadap

50
Jurnal HPT Volume 3 Nomor 3 Agustus 2015

Plutella xylostella Helopeltis antonii. Menara


(Lepidoptera:Yponomeutidae) pada Perkebunan 62(1):1-5.
Sayuran Brassicaceae. Laporan Suntoro. 1991. Uji Efikasi Beauveria
Penelitian Dasar. DIKTI. Jakarta. bassiana (Balls) Vuill Terhadap
Robert, D.W., dan W.G. Yendol. 1982. Hypothenemus hampai (Ferr).
Toxins of Entomoptogenic Fungi. Tesis. Fakultas Pascasarjana UGM.
In HD. Burgers (Ed). Microbial Yogyakarta.
Control of Pest and Plant Disease. Thungrabeab, M., Blaesr. P., dan
Academic Press. London. Sengonca. C. 2006. Effect of
Saleh, M.N., K.P. Raisch, dan M.A. Temperature and Host Plant on the
Stackhouse. 1999. Combined Efficacy of Different
Modality Therapy of A431 Human Entomopathogenic Fungi from
Epidermoid Cancer Using Anti- Thailand against Frankliniella
EGFr Antibody and Radiation. occidentalis (Pergande) and Thrips
Cancer Biother Radiopharm tabaci Lindeman
14:451-463. (Thysanoptera:Thripidae) in the
Sudarmadji, D., dan Gunawan. 1994. Laboratory. Journal of Plant
Patogenisitas Fungi Entomopatogen Diseases and Protection 113:181-
Beauveria bassiana terhadap 187.

51

You might also like