You are on page 1of 25

PENGARUH KARBON MONOKSIDA DARI GAS BUANG KENDARAAN

BERMOTOR DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN DI LAUT


DENDANG MEDAN TAHUN 2016

DISUSUN OLEH :

Nama : SURIANI

NIM : 160101006

Penyusunan Makalah ini Untuk Memenuhi Tugas Ilmu Kesehatan


Masyarakat

Dosen: DR. ERLEDIS SIMANJUNTAK, SKM, M.KES

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DIREKTORAT


PASCA SARJANA UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN 2016
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan paper dengan judul “Pengaruh Karbon Monoksida dari Gas Buang
Kendaraan Bermotor Dengan Gangguan Pernafasan di Laut Dendang Medan”.
Paper ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan paper ini. Untuk itu
saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan paper ini. Terlepas dari semua itu, saya menyadari
sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki pembuatan
paper dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan paper ini ialah, mudah-mudahan apa
yang saya susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang
lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah
dari judul ini sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.
Akhir kata saya berharap semoga paper tentang “Pengaruh Karbon
Monoksida dari Gas Buang Kendaraan Bermotor Dengan Gangguan Pernafasan di
Laut Dendang Medan” dapat memberikan manfaat maupun inpirasi bagi pembaca.

Medan, 24 November 2016

Suriani

ii
DAFTAR ISI
Halaman

Lembar Judul .................................................................................. i

Kata Pengantar .................................................................................. ii

Daftar Isi .................................................................................. iii

I. Pendahuluan .................................................................................. 1
II. Permasalahan .................................................................................. 4
III. Landasan Teori .................................................................................. 6
IV. Pembahasan .................................................................................. 16
V. Kesimpulan .................................................................................. 19
VI. Saran .................................................................................. 19
Daftar Pustaka

iii
PENGARUH KARBON MONOKSIDA DARI GAS BUANG KENDARAAN
BERMOTOR DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN DI LAUT
DENDANG MEDAN

DISUSUN OLEH: SURIANI


NIM: 160101006
I. Pendahuluan
Seiring berjalannya waktu, jumlah penduduk semakin meningkat dengan
nilai konsumsi atas barang dan jasa yang meningkat pula sehingga dapat
menimbulkan efek terhadap lingkungan hidup. Sebagai contoh, perencanaan
transportasi mutlak diperlukan untuk mendukung aktivitas masyarakat perkotaan
saat ini. Penggunaan jasa transportasi akan terus meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah penduduk dan kecenderungan untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Hal ini dikarenakan tidak semua fasilitas yang dibutuhkan masyarakat
berada pada satu tempat.
Aktivitas transportasi tidak selamanya membawa dampak positif melainkan
juga membawa dampak negatif. Salah satunya yaitu dampak terhadap lingkungan
sekitarnya. Khusus di daerah perkotaan, sektor transportasi merupakan kontribusi
terbesar polusi udara. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah kendaraan
bermotor setiap tahunnya yang sebanding dengan meningkatnya emisi gas buang
kendaraan bermotor. Keadaan ini dapat diperparah lagi apabila kendaraan
bermotor tersebut tidak melakukan pemeriksaan emisi dan perawatan secara rutin.
( Meyliana, 2012)
Kepemilikan transportasi yang dalam hal ini adalah kendaraan bermotor
roda empat maupun roda dua (seperti motor atau mobil) selalu disertai dengan
polusi yang dikeluarkan. Polusi yang dihasilkan dari hari semakin meningkatnya
jumlah kendaraan bermotor berasal dari sisa pembakaran bahan bakar yang tidak
sempurna. Efek yang timbul kemudian, apabila setiap orang memiliki kendaraan
bermotor maka pencemaran lingkungan udara akan sangat tinggi dan akan
berdampak besar pada kesehatan masyarakat. (Nurdin, 2013)

1
Asal pencemaran udara dapat diterangkan dengan 3 (tiga) proses yaitu
atrisi (atrition), penguapan (vaporization), dan pembakaran (combution). Dari
ketiga proses di atas proses yang sangat dominan dalam kemampuannya
menimbulkan bahan polutan. (Mukono, 2006)
Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan
troposfer yang berada di wilayah yuridis Republik Indonesia yang dibutuhkan dan
mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup
lainnya. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di
bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam
kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat
memberikan daya dukungan bagi makhluk hidup untuk dapat hidup secara
optimal. Pencemaran udara umumnya diartikan sebagai udara yang mengandung
suatu atau lebih bahan kimia dalam konsentrasi yang cukup tinggi untuk dapat
menyebabkan gangguan atau bahaya terhadap manusia, binatang, tumbuh-
tumbuhan, dan harta benda. (Nurdin, 2013)
Karbon monoksida yang keluar dari knalpot akan berada di udara ambient,
jika terhirup oleh manusia maka molekul tersebut akan masuk kedalam saluran
pernapasan terus masuk ke dalam paru – paru dan kemudian akan menempel pada
haemoglobin darah membentuk carboxy Haemoglobin (COHb). Semakin tinggi
konsentrasi CO yang terhirup oleh manusia maka semakin fatal resiko yang
diterima oleh manusia tersebut, bahkan dapat menyebabkan kematian. Sifat CO
yang berupa gas yang tidak berbau dan tidak berwarna serta sangat toksik
tersebut, maka CO sering disebut sebagai silent killer. Efek terhadap kesehatan
gas CO merupakan gas yang berbahaya untuk tubuh karena daya ikat gas CO
terhadap Hb adalah 240 kali dari daya ikat CO terhadap O2. Apabila gas CO
darah (HbCO) cukup tinggi, maka akan mulai terjadi gejala antara lain pusing
kepala (HbCO 10 persen), mual dan sesak nafas (HbCO 20 persen), gangguan
penglihatan dan konsentrasi menurun (HbCO 30 persen) tidak sadar, koma
(HbCO 40-50 persen) dan apabila berlanjut akan dapat menyebabkan kematian.
Pada paparan menahun akan menunjukkan gejala gangguan syaraf, infark otak,
infark jantung dan kematian bayi dalam kandungan. Gas CO yang tinggi di dalam

2
darah dapat berasal dari rokok dan asap dari kendaraan bermotor. Terhadap
lingkungan udara dalam ruangan, gas CO dapat pula merupakan gas yang
menyebabkan building associated illnesses, dengan keluhan berupa nyeri kepala,
mual, dan muntah. (Dicky dkk, 2009)
Terhisapnya gas CO ke paru-paru akan menghalangi masuknya oksigen
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini terjadi karena CO mudah bereaksi
dengan darah. Keracunan gas Karbon Monoksida dapat ditandai dari keadaan
mula-mula terasa pusing, sakit kepala dan mual, kondisi lebih berat berupa
menurunnya kemampuan gerak tubuh, serangan jantung sampai kematian.
(Manik, 2009)
Agar kadar emisi gas buang CO yang keluar dari knalpot dapat memenuhi
standart baku mutu, maka perlu dilakukan upaya pengendalian antara lain dengan
modifikasi mesin pembakar, pengembangan reaktor sistem pembuangan gas
buang sehingga subtitusi bahan bakar untuk bensin menghasilkan polutan dengan
konsentrasi rendah selama pembakaran, yaitu melakukan inovasi pada knalpot
dengan penambahan glass wool, arang aktif, air atau bahan-bahan lain yang
bersifat adsorben atau absorben. Arang aktif adalah arang yang telah mengalami
perubahan sifat-sifat fisika dan kimianya karena dilakukan perlakuan aktifasi
dengan aktifator bahan-bahan kimia ataupun dengan pemanasan pada temperatur
tinggi, sehingga daya serap dan luas permukaan partikel serta kemampuan arang
tersebut akan menjadi lebih tinggi. Ambang batas emisi gas buang karbon
monoksida (CO), menurut Keputusan Gubernur DIY No. 167 Tahun 2003 tentang
Ambang Batas Baku Mutu Emisi Sumber Bergerak, disebutkan bahwa ambang
batas baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor khususnya sepeda motor
untuk emisi gas buang karbon monoksida (CO) adalah sebesar 4,5 persen. (Dicky,
2009)
Kota Medan terletak di bagian Utara Provinsi Sumatera Utara, pada 2 27'-
2 47' Lintang Utara dan 98 35'-98 44' Bujur Timur dan berada pada ketinggian
tempat 2,5-37,5 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kota Medan adalah
265,10 km2 secara administratif terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan
dengan jumlah penduduk 2.067.288 jiwa (Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup,

3
Energi dan Sumber Daya Mineral, Kota Medan, 2007). Berdasarkan Laporan
Basis Data Lingkungan Hidup Kota Medan Tahun 2007, tingkat pertumbuhan
penduduk di Kota Medan dalam kurun waktu 6 tahun (Tahun 2000 2005) adalah
sebesar 1,43 % pertahun. Pertumbuhan penduduk yang demikian pesat akan
membawa konsekuensi peningkatan aktivitas penduduk yang berakibat kepada
peningkatan polusi udara. (Abner, 2009)
Perkembangan Kota Medan menuju Kota Metropolitan dengan
pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang sangat pesat, penurunan kualitas
udara yang diakibatkan emisi kendaraan bermotor merupakan suatu masalah yang
perlu ditangani dengan melahirkan kebijakan-kebijakan untuk pengendalian
kualitas udara namun pada sisi yang lain adalah suatu hal yang sulit untuk
melakukan pengukuran langsung terhadap kendaraan bermotor yang sangat
banyak jumlahnya sehingga mengestimasi emisi kendaraan bermotor melalui
pendekatan faktor emisi sangat membantu untuk memprediksi besarnya beban
pencemar udara ambien yang bersumber dari kendaraan bermotor, sehingga
penelitian Estimasi emisi kendaraan bermotor di beberapa jalan di Kota Medan
ini perlu dilaksanakan. (Abner, 2009)
II. Permasalahan
Pencemaran udara inilah menimbulkan dampak terhadap kesehatan, harta
benda, ekosistem maupun iklim. Umumnya gangguan kesehatan sebagai akibat
pencemaran udara terjadi pada saluran pernafasan dan organ penglihatan. Salah
satu dampak kronis dari pencemaran udara adalah bronchitis dan emphysema.
Peraturan Menteri LH Nomor 12/2010 memberikan acuan nilai rerata
jumlah massa pencemar dari emisi pembakaran BBM berdasarkan kategori
kendaraan dan jenis bahan bakarnya, yang disebut faktor emisi. Nilai faktor emisi
untuk kategori bus sedang berbahan bakar solar adalah 11 g-CO/km, 11,9 g-
NO2/km, 0,93 g-SO2/km dan 1,4 g-PM10/km. Berdasarkan nilai faktor emisi dan
data jarak tempuh kendaraan di atas, maka dapat diketahui jumlah emisi keempat
polutan tersebut sebagai beban pencemar udara dari penggunaan kendaraan umum
berbahan bakar solar kategori bus sedang di DKI Jakarta, yaitu masingmasing
sebesar 17.078,27 ton NO2, 15.786,63 ton CO, 2.009,21 ton PM10 dan 1.334,69

4
ton SO2. Hal ini merupakan eksternalitas negatif yang dapat menimbulkan
kerugian secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Upaya internalisasi biaya
pengelolaan eksternalitas tersebut pada dasarnya telah diatur dalam UU Nomor
28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Pasal 5 dalam UU
ini menyebutkan bahwa dasar pengenaan PKB adalah nilai jual kendaraan
bermotor dan bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan
dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor. Nilai
bobot tersebut dinyatakan dalam koefisien: a) sama dengan satu, berarti kerusakan
jalan dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan kendaraan bermotor
dianggap masih dalam batas toleransi; b) lebih dari satu, berarti kerusakan jalan
dan/atau pencemaran lingkungan oleh penggunaan kendaraan bermotor dianggap
telah melewati batas toleransi. Hingga saat ini, nilai bobot untuk kendaraan bus
sedang berbahan bakar solar masih diberi koefisien sama dengan satu sehingga
tidak berpengaruh pada hasil perhitungan pajak yang harus dibayarkan. (Laura
dkk, 2014)
Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran
dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang
masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya.
Kecepatan penyebaran ini sudah barang tentu akan tergantung pada keadaan
geografi dan meteorologi setempat. Udara yang benar-benar bersih sesuai harapan
kesehatan kita terutama di kota-kota besar yang banyak industrinya dan padat lalu
lintasnya sangat jauh dari harapan dan tidak akan pernah udara di kota menjadi
bersih sebelum konversi bahan bakar fosil menjadi bahan bakar ramah
lingkungan. Udara di kota sudah tercemar sehingga dapat merusak lingkungan
terutama kesehatan manusia yang akibatnya daya dukung lingkungan juga
berkurang sehingga kualitas hidup manusia semakin berkurang, yang diperparah
dengan seiring meningkatnya pencemaran tanah dan air di sekitar kita.
Menurut Mulia (2005) pencemaran udara dapat menimbulkan dampak
terhadap kesehatan, harta benda, ekosistem, maupun iklim. Gangguan kesehatan
sebagai akibat pencemaran udara terjadi pada saluran pernafasan dan organ
penglihatan. Salah satu dampak kronis dari pencemaran udara adalah bronchitis

5
dan emphysema. Pada konsentrasi yang berlebihan zat-zat pencemar dapat
membahayakan kesehatan manusia atau hewan, menyebabkan kerusakan tanaman,
atau material, serta gangguan lainnya seperti berkurangnya jarak pandang dan bau
konsentrasi zat pencemar di udara bebas dipengaruhi beberapa faktor seperti
volume bahan pencemar; karakteristik zat; iklim (terutama curah hujan, arah dan
kecepatan angin) serta topografi. (Manik, 2009).
Senyawa karbon monoksida (CO) yang terbentuk dari emisi gas buang
adalah akibat dari tidak sempurnanya sistem pembakaran pada mesin kendaraan
bermotor. Untuk menurunkan kadar karbon monoksida pada gas buang biasanya
dilakukan penggunaan katalis yang mengubah karbon monoksida menjadi karbon
dioksida. Karbon monoksida yang meningkat di berbagai perkotaan dapat
mengakibatkan turunnya berat janin dan meningkatkan jumlah kematian bayi
serta kerusakan otak. ( Abner, 2009) Pencemaran udara yang terjadi di Jakarta
60% adalah disebabkan karena benda bergerak atau transportasi umum yang
berbahan bakar solar terutama dari Metromini.
Penumpukan dan pergerakan debu pada saluran napas dapat menyebabkan
peradangan jalan napas. Peradangan ini dapat mengakibatkan penyumbatan jalan
napas, sehingga dapat menurunkan kapasitas paru. Dampak paparan debu yang
terus menerus dapat menurunkan faal paru berupa obstruktif. Akibat penumpukan
debu yang tinggi di paru dapat menyebabkan kelainan dan kerusakan paru.
Penyakit akibat penumpukan debu pada paru disebut pneumoconiosis. Salah satu
bentuk kelainan paru yang bersifat menetap adalah berkurangnya elastisitas paru,
yang ditandai dengan penurunan pada kapasitas vital paru. Prevalensi yang tinggi
kasus ini berkorelasi dengan biaya kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan
untuk pengobatan dan rehabilitasi penderita. Untuk mengetahui secara dini,
penegakan diagnosis kasus penurunan kapasitas paru harus dilakukan secara rutin,
minimal setahun sekali dengan melakukan pengukuran kapasitas paru. (Siti, 2007)
III. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Karbonmonoksida
Karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau,
mudah terbakar dan sangat beracun. Merupakan hasil utama pembakaran karbo

6
monoksida dan senyawa yang mengandung karbon monoksida yang tidak
lengkap. Pengertian Karbon monoksida (CO) yang diungkapkan oleh Wardhana
merupakan suatu gas yang tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Gas CO
dapat berbentuk cairan pada suhu -1920C. Keberadaan gas ini sebagian besar
merupakan hasil pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas
buangan. Buangan asap kendaraan bermotor juga merupakan salah satu penghasil
gas CO terbesar di samping aktivitas industri. (Wardhana, 2006)
B. Mekanisme Gangguan Pernafasan
Mekanisme Gangguan Pernapasan Pada kondisi normal, saluran napas
manusia yang dalam keadaan sehat mampu mengatasi polutan yang masuk
bersama udara pernapasan tanpa menyebabkan gangguan yang berarti ataupun
dampak jangka panjang. Sedangkan, pada individu yang sensitif, atau pada saat
terjadi polusi yang cukup tinggi, polutan dapat berkontribusi terhadap terjadinya
peningkatan gejala gangguan pernapasan ataupun penyakit pernapasan. Penelitian
menunjukkan dampak kesehatan akibat pajanan polutan, terutama partikulat,
tergantung pada sejumlah faktor, antara lain: ukuran partikulat (yang menentukan
apakah partikulat dapat menembus masuk ke saluran napas bagian bawah),
intensitas dari pajanan,sifat kimiawi dari partikulat dan interaksinya dengan
jaringan tubuh manusia, keberadaan kondisi pemicu (khususnya penyakit pada
saluran napas), danfaktor meteorologis seperti angin, kelembaban, inversi suhu,
hujan, ataupun hujan yang disertai angin ribut dan petir/guruh. Blumenthal,4dan
Koren,5memaparkan mekanisme di dalam tubuh terhadap pajanan polutan udara,
khususnya partikulat, dengan uraian berikut ini. Sistem pernapasan merupakan
sistem pertahanan tubuh yang terdepan dari pemaparan polutan melalui udara.
Luas permukaan saluran pernapasan berkisar antara 80 – 100 m2, dan meliputi
permukaan dari 300 juta alveoli yang merupakan terminal jalan napas. Seorang
individu menghirup napas sekitar 10.000 hingga 20.000 liter udara setiap hari, dan
setiap satu liter mungkin mengandung jutaan partikel tersuspensi (suspended
particles) dan berbagai gas baik yang organik maupun inorganik. Polutan yang
masuk bersama udara pernapasan akan mengakibatkan sejumlah reaksi pertahanan
tubuh, antara lain batuk, bersin, aktivitas mukosilier, spasmelaring,

7
bronkokonstriksi, atau takipneu. Pada saluran trakeobronkial, berbagai partikel
yang masuk akan disingkirkan melalui proses sedimentasi dan difusi. Begitu
partikel mengendap, akan disingkirkan oleh batuk atau kerja mukosilier atau
diabsorbsi oleh darah.
Daerah alveoli saluran napas tidak dilapisi dengan silia sehingga partikel-
partikel yang mengendap di sana mungkin difagosit dan disingkirkan ke arah
epitel bersilia oleh makrofag alveoli. Sementara itu, pada tingkat seluler, pajanan
akutPM 10, NO2, dan ozon melalui udara pernapasan akan mengakibatkan stres
oksidatif dan inflamasi saluran per nafasan. Stres oksifatif merupakan suatu
kondisi ketidakseimbangan antara proses pembentukan dengan eliminasi radikal
bebas. Radikal bebas yang dimaksud meliputi berbagai molekul spesies oksigen
reaktif atau reactive oxygen species(ROS) yang dihasilkan sebagai produk
sampingan respirasi mitokondrial dalam proses metabolisme normal, juga
termasuk radikal bebas yang berasal dari luar tubuh, yang meliputi berbagai jenis
polutan, termasuk polutan yang terbawa melalui udara pernapasan. Proses
eliminasi radikal bebas dikenal sebagai sistem antioksidan, yang merupakan
mekanisme pertahanan untuk mencegah kerusakan sel akibat adanya molekul-
molekul radikal bebas. Terjadinya stres oksidatif akan memicu terjadinya
kerusakan sel, dan selanjutnya akan mengundang diproduksinya sel-sel radang,
sehingga terjadi inflamasi.( Laila, 2009)
C. Pembakaran Bahan Bakar
Asap kendaraan merupakan sumber utama bagi karbon monoksida di
berbagai perkotaan. Data mengungkapkan bahwa 60% pencemaran udara di
Jakarta disebabkan karena benda bergerak atau transportasi umum yang berbahan
bakar solar terutama berasal dari Metromini. Formasi CO merupakan fungsi dari
rasio kebutuhan udara dan bahan bakar dalam proses pembakaran di dalam ruang
bakar mesin diesel. Percampuran yang baik antara udara dan bahan bakar
terutama yang terjadi pada mesin-mesin yang menggunakan Turbocharge
merupakan salah satu strategi untuk meminimalkan emisi CO. CO yang
meningkat di berbagai perkotaan dapat mengakibatkan turunnya berat janin dan
meningkatkan jumlah kematian bayi serta kerusakan otak. Karena itu strategi

8
penurunan kadar karbon monoksida akan tergantung pada pengendalian emisi
seperti pengggunaan bahan katalis yang mengubah bahan karbon monoksida
menjadi karbon dioksida dan penggunaan bahan bakar terbarukan yang rendah
polusi bagi kendaraan bermotor . (Sugiarti, 2009)
D. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Emisi
Emisi gas buang tiap-tiap kendaraan bermotor tidak sama satu dengan yang
lainnya. Perbedaan komposisi kandungan senyawa kimia gas buang kendaraan
bermotor tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis bahan bakar yang
digunakan, kondisi mengemudi, jenis mesin (tahun pembuatan dan tipe), alat
pengendali emisi bahan bakar, suhu operasi, dan berbagai faktor lainnya. Namun
faktor yang paling berpengaruh adalah jenis mesin. Dalam hal ini terdapat lima
jenis mesin, yaitu mesin empat langkah, dua langkah, mesin bensin, mesin diesel,
dan mesin rotari. Bahan bakar juga sangat penting dalam menentukan tingginya
emisi suatu kendaraan. Contohnya jika kendaraan berkompresi rendah diisi
dengan bensin beroktan tinggi, maka mesin akan lebih cepat terkena karat.
Sehingga kerja mesin menjadi kurang optimal. Selain itu kinerja mesin juga tidak
meningkat, malah mesin menjadi cepat panas dan boros. Dengan tidak efisiennya
mesin, emisi pun menigkat sehingga polusi semakin bertambah. Lalu apabila
sebaliknya (mesin kompresi tinggi diisi dengan bensin oktan rendah), ledakan
akan terjadi beruntun pada ruang pembakaran yang semestinya hanya boleh
terjadi satu ledakan. Hal ini terjadi karena bensin beroktan rendah lebih cepat
terbakar sehingga terjadi ledakan beruntun pada ruang pembakaran mesin
kompresi tinggi. Dengan adanya ledakan tersebut, mesin menjadi rusak dan emisi
menjadi naik dan polusi pun bertambah. (Meyliana, 2012)
Badan Pusat Statistik (BPS 2014) mencatat jumlah penduduk Indonesia
pada tahun laju pertumbuhan rata 2013 mencapai 248,82 juta orang dengan -rata
1,42% per tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang diikuti dengan peningkatan
aktivitas perekonomian cenderung meningkatkan kebutuhan akan jasa
transportasi. Subsektor transportasi di Indonesia yang menunjukkan pertumbuhan
terpesat selama 20 tahun terakhir adalah subsektor transportasi darat yang ditandai
dengan peningkatan jumlah kendaraan bermotor rata-rata 11% per tahun. Hal ini

9
mendorong peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM), dari 30 juta KL
pada tahun 1991 menjadi 60 juta KL pada tahun 2011. Proses pembakaran BBM
pada kendaraan bermotor mengemisikan gas buang yang memberikan kontribusi
terbesar terhadap konsentrasi zat pencemar pada udara ambien perkotaan
(Soedomo 2001). Salah satu program pengendalian pencemaran udara menurut
Keputusan Menteri LH Nomor 4/1996 adalah Program Langit Biru yang
dilaksanakan melalui kegiatan Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan (EKUP).
Indikator utama kegiatan ini adalah uji emisi kendaraan bermotor dan pemantauan
kualitas udara di jalan raya (roadside monitoring).
Hasil uji emisi kendaraan bermotor tahun 2012 menunjukkan tingkat
kelulusan kendaraan berbahan bakar bensin mencapai 88% sedangkan kendaraan
berbahan bakar solar hanya 43%. Adapun hasil pemantauan kualitas udara di jalan
raya menunjukkan terjadinya peningkatan konsentrasi ratarata NO2, PM10 dan
HC hingga melebihi baku mutu, juga peningkatan konsentrasi rata-rata CO dan
SO2 meskipun masih di bawah baku mutu (KLH 2013a). Dengan demikian,
kualitas udara perkotaan di Indonesia umumnya cenderung menurun sehingga
berpotensi menimbulkan berbagai gangguan kesehatan, diantaranya berupa infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA). (Laura, 2014)
E. Pengaruh Polusi Udara Terhadap Kesehatan dan Lingkungan
Pencemaran udara berdasarkan pengaruhnya terhadap gangguan kesehatan
dibedakan menjadi 3 jenis yaitu: 1) Irintasi : Biasanya polutan ini bersifat korosif.
Merangsang proses peradangan hanya pada saluran pernapasan bagian atas, yaitu
saluran pernapasan mulai dari hidung hingga tenggorokkan. Misalnya Sulfur
Dioksida, Sulfur Trioksida, Amoniak, debu. Iritasi terjadi pada saluran pernapasan
bagian atas dan juga dapat mengenai paru-paru sendiri. 2) Asfixia: Disebabkan
oleh ber-kurangnya kemampuan tubuh dalam menangkap oksigen atau
mengakibatkan kadar O2 menjadi berkurang. Keracunan gas Karbon Monoksida
mengakibatkan CO akan mengikat hemoglobin sehingga kemampuan hemoglobin
mengikat O2 berkurang terjadilah Asfiksia. Yang termasuk golongan ini adalah
gas Nitrogen, Oksida, Metan, Gas Hidrogen dan Helium. 3) Anestesia : Bersifat

10
menekan susunan syaraf pusat sehingga kehilangan kesadaran, misalnya aeter,
aetilene, propane dan alkohol alifatis. (Dicky, 2009)
Tidak semua senyawa yang terkandung di dalam gas buang kendaraan
bermotor diketahui dampaknya terhadap lingkungan selain manusia. Beberapa
senyawa yang dihasilkan dari pembakaran sempurna seperti CO2 yang tidak
beracun, belakangan ini menjadi perhatian orang. Senyawa CO2 sebenarnya
merupakan komponen yang secara alamiah banyak terdapat di udara. Oleh karena
itu CO2 dahulunya tidak menepati urutan pencemaran udara yang menjadi
perhatian lebih dari normalnya akibat penggunaan bahan bakar yang berlebihan
setiap tahunnya. Pengaruh CO2 disebut efek rumah kaca dimana CO2 diatmosfer
dapat menyerap energi panas dan menghalangijalanya energi panas tersebut dari
atmosfer ke permukaan yang lebih tinggi. Keadaan ini menyebabkan
meningkatnya suhu rata-rata di permukaan bumi dan dapat mengakibatkan
meningginya permukaan air laut akibat melelehnya gununggunung es, yang pada
akhirnya akan mengubah berbagai sirklus alamiah.
Pengaruh pencemaran SO2 terhadap lingkungan telah banyak diketahui.
Pada tumbuhan, daun adalah bagian yang paling peka terhadap pencemaran SO2,
dimana akan terdapat bercak atau noda putih atau coklat merah pada permukaan
daun. Dalam beberapa hal, kerusakan pada tumbuhan dan bangunan disebabkan
karena SO2 dan SO3 di udara, yang masing-masing membentuk asam sulfit dan
asam sulfat. Suspensi asam di udara ini dapat terbawa turun ke tanah bersama air
hujan dan mengakibatkan air hujan bersifat asam. Sifat asam dari air hujan ini
dapat menyebabkan korosif pada logam-logam dan rangka-rangka bangunan,
merusak bahan pakian dan tumbuhan. Oksida nitrogen, NO dan NO2 berasal dari
pembakaran bahan bakar fosil. Pengaruh NO yang utama terhadap lingkungan
adalah dalam pembentukan smog. NO dan NO2 dapat memudarkan warna dari
serat-serat rayon dan menyebabkan warna bahan putih menjadi kekuning-
kuningan. Kadar NO2 sebesar 25 ppm yang pada umumnya dihasilkan adari emisi
industri kimia, dapat menyebabkan kerusakan pada banayak jenis tanaman.
Kerusakan daun sebanyak 5 % dari luasnya dapat terjadi pada pemajanan dengan
kadar 4 -8 ppm untuk 1 jam pemajanan. Tergantung dari jenis tanaman, umur

11
tanaman dan lamanya pemajanan, kerusakan terjadi dapat bervariasi. Kadar NO2
sebesar 0,22 ppm dengan jangka waktu pemajanan 8 bualan terus menrus, dapat
menyebabkan rontoknya daun berbagai jenis tanaman. (Tugaswati, 2012)
F. Konsentrasi karbon monoksida (CO)
Konsentrasi karbon monoksida (CO) yang telah diukur pada tanggal 13 – 20
Maret 2014 diperoleh hasil tertinggi 3,53mg/m3 pada pukul 7.00 di titik 2. Titik 2
atau SUF 2 ini bertempat di wilayah Wonorejo, Surabaya Timur. Jika
dibandingkan dengan pusat kota Surabaya, wilayah ini memiliki konsentrasi CO
yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena suhu udara di pusat kota Surabaya
lebih panas dibandingkan kawasan Surabaya Timur. Dimana suhu udara yang
lebih panas inilah yang membuat karbon monoksida lebih cepat terjadi
pengenceran molekul sehingga membuat konsentrasi karbon monoksida di
kawasan ini cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan kawasan
Wonorejo, Surabaya Timur. Sumber CO yang diperkirakan terjadi di jalan raya
adalah karena adanya pengaruh volume lalu lintas, kecepatan lalu lintas, serta arah
dan kecepatan angin. Berdasarkan PP RI No.41/1999 tentang baku mutu udara
ambien nasional, batasan konsentrasi CO adalah 20 μg/m3 ekivalen dengan 20,19
ppm/8 jam.
SNI 190232-2005 tentang standar nilai ambang kimia di udara kerja, dengan
batasan karbonmonoksida sebesar 29 mg/m3 ekivalen dengan 25,32 ppm. EPA
(Environmental Protection Agency) tentang standar kualitas udara ambien
nasional rata-rata 1 jam, batasan karbonmonoksida adalah 35 ppm.
Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Faktor Kimia di Tempat Kerja, batasan konsentrasi karbon monoksida di
lingkungan kerja ialah 29 mg/m3 yang jika sampai dalam nilai konsentrasi
tersebut maka akan menimbulkan gangguan pada sistem reproduksi. Konsentrasi
karbon monoksida (CO) di udara ambient kota Surabaya di bandingkan dengan
ketiga nilai ambang batas di atas, maka untuk konsentrasi karbon monoksida (CO)
di wilayah kota Surabaya, masih berada di bawah nilai baku mutu yang
diperkenankan. Selain itu, menurut standar kesehatan dapat dikatakan bahwa

12
parameter karbon monoksida di kota Surabaya masih ada dalam keadaan normal.
(Kurnia, 2014)
G. Dampak pencemar oleh gas karbonmonoksida (CO).
Gas CO yang tidak dapat dikenali baik secara fisika karena tidak berbau,
tidak berasa dan tidak berwarna sehingga menyulitkan kita untuk mengantisipasi
bahaya keracunan yang ditimbulkan. Gas CO dapat berupa cairan pada suhu
192oC. Di udara terdapat gas CO yang sangat sedikit, hanya sekitar 0,1 ppm. Di
perkotaan yang padat kendaraan bermotor konsentrasi gas CO sekitar 1015 ppm
yang dapat mengakibatkan turunnya berat janin dan meningkatkan jumlah
kematian bayi serta kerusakan otak. Selain itu gas CO dapat mengikat hemoglobin
darah mengganti posisi oksigen (COHb) bila terhisap masuk ke paru-paru,
mengakibatkan fungsi vital darah sebagai pengangkut oksigen terganggu karena
ikatan gas CO dengan hemoglobin darah lebih kuat 140 kali dibandingkan dengan
oksigen. Keadaan ini menyebabkan darah menjadi lebih mudah menangkap gas
CO dan menyebabkan fungsi vital darah sebagai pengangkut oksigen terganggu.
Keracunan gas CO dapat ditandai dari keadaan yang ringan berupa pusing, sakit
kepala dan mual. Keadaan yang lebih berat: menurunnya kemampuan gerak
tubuh, gangguan pada sistem kardiovaskuler, serangan jantung sampai pada
kematian. Untuk menolong penderita kategori ringan yaitu denhgan memberi
kesempatan menghisap udara bersih(segar) agar CO dalam Hb darah dapat
terganti oleh oksigen, sebab kerja reaksi Hb dengan gas CO dan O2 bersifat reaksi
kesetimbangan diperlihatkan seperti: COHb + O2 → O2Hb + CO.
Inventarisasi emisi mempunyai berbagai tujuan yaitu untuk mengidentifikasi
kecenderungan pola emisi tahunan; perbandingan emisi saat ini dengan baseline;
memperkirakan konsentrasi polutan ambient dengan menggunakan air quality
models. Kendaraan bermotor yang digunakan sekarang ini adalah penyebab
polusi. Kebanyakan dari kendaraan bermotor mengubah fosil menjadi energi
mekanik dan 40% energi fosil diubah menjadi energi panas yang pada akhirnya
memanaskan lingkungan. Gas buang kendaraan bermotor merupakan sumber
polusi udara yang utama di kawasan perkotaan. Emisi kendaraan bermotor
disebabkan oleh perilaku mengemudi dan kondisi lingkungan. Emisi kendaraan

13
bermotor akan berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya dikarenakan
adanya perbedaan atau variasi disain jalan serta kondisi lalu-lintas. Polusi yang
diakibatkan dari buangan kendaraan bermotor adalah exhaust gas dan hidrokarbon
yang diakibatkan oleh penguapan bahan bakar. Kendaraan bermotor yang
dijalankan di bawah temperatur normal akan boros pada pemakaian bahan bakar
dan akan lebih banyak emisi yang dihasilkan dibandingkan bila mesin telah panas.
Emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dapat terbagi dalam tiga
kategori yaitu hot emission, start emission, dan evaporation emission (Hickman,
1999) Hot Emission adalah emisi yang dihasilkan selama kendaraan beroperasi
pada kondisi normal; Start Emission merupakan emisi yang dikeluarkan oleh
kendaraan hanya pada saat kendaraan mulai berjalan, sedangkan Evaporation
Emission dapat terjadi dalam berbagai cara misalnya saat pengisian bahan bakar,
peningkatan temperatur harian dan lain sebagainya (Hickman, 1999). Berdasarkan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 1 butir 12 yang berisikan bahwa Pencemaran Lingkungan Hidup adalah
masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen
lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak berfungsi
sesuai peruntukannya, maka dapat dipastikan bahwa jika sesuatu zat, benda atau
energi yang masuk ke dalam wahana lingkungan yang berakibat turunnya kualitas
lingkungan maka kegiatan tersebut telah dikategorikan dengan pencemaran (UU
No. 23 Tahun 1997).
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995
emisi didefinisikan sebagai masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan atau
komponen lain ke udara ambient. Emisi kendaraan bermotor mengandung
berbagai senyawa kimia. Bahan bakar yang dikeluarkan oleh mesin dengan bahan
bakar bensin maupun solar sebenarnya memiliki kandungan gas buang yang tidak
jauh berbeda komposisinya. Komposisi dari gas buang ini bergantung kepada
kondisi mengemudi, jenis mesin, alatpengendali emisi bahan bakar, suhu operasi
dan faktor lain yang membuat pola emisi menjadi rumit. Estimasi Emisi
kendaraan bermotor dilaksanakan dengan satu asumsi bahwa semua aktivitas

14
kendaraan bermotor adalah sama terlepas dari adanya variasi lalulintas dan cara
mengemudi. Faktor emisi didasarkan kepada kecepatan rata-rata dan diasumsikan
di daerah perkotaan.
Menurut Hickman (1999), beberapa metode dapat digunakan untuk
menghitung emisi, yaitu: perhitungan yang didasarkan kepada kegiatan
transportasi. Ini merupakan metode dasar atau suatu metode yang umum
menghitung emisi yang bersumber dari kendaraan bermotor di jalan; perhitungan
yang didasarkan kepada konsumsi energi, perhitungan yang didasarkan kepada
neraca karbon; serta perhitungan yang dilakukan untuk polutan spesifik. Faktor
emisi adalah massa polutan (gram) yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor
setiap kilometer yang dijalani (Department for Environment, Food, Rural Affairs,
2007). (Abner, 2009)
Indikator yang paling baik dalam menentukan derajat suatu kasus
pencemaran adalah dengan cara mengukur atau memeriksa konsentrasi gas sulfur
dioksida, indeks asap, serta partikel-partikel debu di udara.
1. Gas Sulfur Dioksida
Gas sulfur dioksida merupakan gas pencemar di udara yang konsentrasinya
paling tinggi di daerah kawasan industri dan daerah perkotaan. Gas ini dihasilkan
dari sisa pembakaran batubara dan bahan bakar minyak. Di dalam setiap survei
pencemaran udara, gas ini selalu diperiksa.
2. Indeks Asap
Berikut cara penggunaan indeks asap (smoke atau sciling index): sampel
udara disaring dengan sejenis kertas (paper tape) dan diukur densitasnya dengan
alat fotoelektrik meter. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan Coh Units per
1000 linear feet dari sampel udara. Indeks asap ini sangat bervariasi dari hari ke
hari dan bergantung pada perubahan iklim.
3. Partikel Debu
Partikel-partikel berupa debu dan arang dari hasil pembakaran sampah dan
industri merupakan salah satu indikator yang dipergunakan untuk mengukur
derajat pencemaran udara. Hasil pengukuran dinyatakan dalam satuan miligram
atau mikrogram per meter kubik udara.

15
IV. Pembahasan
Karbonmonoksida dibuat oleh manusia karena pembakaran tidak sempurna
bensin mobil, pembakaran di perindustrian, pembangkit listrik, pemanas rumah,
pembakaran di pertanian. Dalam waktu setengah jam 1300 ppm dapat
menyebabkan kematian. Menghisap gas yang keluar dari knalpot mobil di ruang
garasi tertutup telah banyak menyebabkan kematian. Setiap liam liter bensin dapat
menghasilkan 1-1,5 kg CO. Pengaruh CO serupa dengan pengaruh kekurangan
oksigen. Hemoglobin yang biasanya membawa oksigen dan udara ternyata lebih
tertarik kepada CO. Akan terbentuk senyawa CO dengan hemoglobin dengan
ikatan kimia yang lebih kuat daripada oksigen. Molekul karboksihemo-globin ini
sangat mantap dan untuk beberapa jam tidak dapat lagi mengikat oksigen yang
diperlukan oleh tubuh. Jika kita duduk di udara dengan kadar 60 bpj CO selama 8
jam, maka kemampuan mengikat oksigen oleh darah kita turun sebanyak 15%.
Sama dengan kehilangan darah sebanyak 0,5 liter. (Tresna, 2009)
Bahaya gas buang kendaraan bermotor terhadap kesehatan tergantung dari
toksisitas (daya racun) masing-masing senyawa dan seberapa luas masyarakat
terpajan olehnya. Pada umumnya istilah dari bahaya terhadap kesehatan yang
digunakan adalah pengaruh bahan pencemar yang dapat menyebabkan
meningkatnya resiko atau penyakit atau kondisi medik lainnya pada seseorang
atau kelompok orang. Pengaruh ini tidak dibatasi hanya pada pengaruhnya
terhadap penyakit yang dapat dibuktikan secara klinik saja, tetapi juga pada
pengaruh yang pada suatu mungkin juga dipengaruhi faktor lainnya seperti umur.
(Meyliana, 2012)
Pertambahan usia seseorang akan mempengaruhi jaringan pada tubuh.
Fungsi elastisitas jaringan paru berkurang, sehingga kekuatan bernafas menjadi
lemah, akibatnya volume udara pada saat pernafasan akan menjadi lebih sedikit.
Sifat elastisitas paru tidak berubah pada usia 7-39 tahun, tetapi ada kecenderungan
menurun setelah usia 25 tahun dan penurunan ini terlihat nyata setelah usia 30
tahun. (Nego, 2011)
Pemeliharaan mesin yang perlu dilakukan secara rutin antara lain seperti
penggantian oli sekitar setiap 2000 km, busi, platina dan kondensator.

16
Penggantian oli sebagai pelumas sangat penting bila kekentalan tidak memenuhi
syarat maka akan terjadi kebocoran kompresi. Kandungan CO pada gas buang
menjadi tinggi, terjadi penurunan tenaga, dan mesin cepat panas dan aus. Karbon
monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber utamanya
adalah dari kegiatan manusia, Karbon monoksida yang berasal dari alam termasuk
dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai
listrik alam. Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang
menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber
buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton per tahun. Separuh dari jumlah ini
berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bakan bakar bensin dan
sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batu bara dan
minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik. Didalam laporan WHO
(1992) dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi
kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para
perokok dapat memajan dirinya sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya.
Pemajanan CO dari udara ambien dapat direfleksikan dalam bentuk kadar
karboksi-haemoglobin (HbCO) dalam darah yang terbentuk dengan sangat
pelahan karena butuh waktu 4-12 jam untuk tercapainya keseimbangan antara
kadar CO diudara dan HbCO dalam darah Oleh karena itu kadar CO didalam
lingkungan, cenderung dinyatakan sebagai kadar rata-rata dalam 8 jam
pemajanan, data CO yang dinyatakan dalam rata-rata setiap 8 jam pengukuran
sepajang hari (moving 8 hour average concentration) adalah lebih baik
dibandingkan dari data CO yang dinyatakan dalam rata-rata dari 3 kali
pengukuran pada periode waktu 8 jam yang berbeda dalam sehari. (Dicki, 2009)
Gas CO tidak berbau dan tidak berwarna. Pada keadaan normal
konsentrasinya di udara ±0,1 ppm, dan di kota dengan lalu lintas padat ± 10-15
ppm. Co dapat mengakibatkan gangguan kesehatan sampai kematian. Hal ini
disebabkan CO bersifat racun metabolik karena dalam darah dapat langsung
bereaksi dengan Hemoglobin (Hb). Menurut WHO (1992), 90% gas CO
dihasilkan oleh bahan buang kendaraan bermotor. Dampak terhadap kerugian
material relatif kecil, sedangkan dampak terhadap kesehatan manusia cukup

17
signifikan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan zat CO untuk mengikat
hemoglobin (karboksihemoglobin, COHb) dalam darah 100-140 kali lebih kuat
dan stabil dari pada kemampuan oksigen mengikat hemoglobin. Hasil kerja COHb
ini menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen dalam mengangkut
oksigen keseluruh tubuh sehingga tubuh akan kekurangan oksigen dan berakibat
fatal karena akan terjadi keracunan sehingga mengakibatkan mati lemas. Kadar
pajanan CO terhadap tubuh manusia mulai dari 30 ppm selama 8 jam dapat
menimbulkan rasa pusing dan mual, antara 1000-1300 ppm selama 1 jam
menimbulkan rasa pusing dan mual, anatar berubah kemerah-merahan, kemudian
kulit menjadi merah tua dan menimbulkan rasa pusing yang semakin hebat,
menurunkan kemampuan motorik tubuh. (Suyono, 2014)
Paru merupakan organ manusia yang mempunyai fungsi sebagai ventilasi
udara, difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah, transportasi O2 dan CO2 serta
pengaturan ventilasi serta hal – hal lain dari pernapasan. Fungsi paru dapat
menjadi tidak maksimal oleh karena faktor dari luar tubuh atau faktor ekstrinsik
yang meliputi kandungan komponen fisik udara, komponen kimiawi dan faktor
dari dalam tubuh penderita itu sendiri atau instrinsik. Faktor ekstrinsik yang
pertama adalah keadaan bahan yang diinhalasi (gas, debu, uap). Ukuran dan
bentuk berpengaruh dalam proses penimbunan debu, demikian pula dengan
kelarutan dan nilai higroskopisnya. Komponen yang berpengaruh antara lain
kecenderungan untuk bereaksi dengan jaringan di sekitarnya, keasaman atau
tingkat alkalinitas (dapat berupa silia dan sistem enzim). Bahan tersebut dapat
menimbulkan fibrosis yang luas di paru dan dapat bersifat antigen yang masuk
paru. Faktor ekstrinsik lainnya adalah lamanya paparan, perilaku merokok,
perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) terutama yang dapat melindungi
sistem pernapasan dan kebiasaan berolah raga. Faktor instrinsik dari dalam diri
manusia juga perlu diperhatikan, terutama yang berkaitan dengan sistem
pertahanan paru, baik secara anatomis maupun fisiologis, jenis kelamin, riwayat
penyakit yang pernah diderita, indeks massa tubuh (IMT) penderita dan
kerentanan individu. (Siti, 2007)

18
V. Kesimpulan
Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan manusioa untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Namun pada sisi lian manusia juga sudah mulai
ketakutan akan adanya pencemaran lingkungan baik pencemaran tanah, air dan
udara yang kesemuanya saling keterhubungan satu sama lain sebagai suatu
keastuan alam yang tidak dapat dipisahkan. Dampak pencemaran lingkungan
tidak hanya berpengaruh pada lingkungan alam saja, tetapi tanaman, hewan dan
manusialah sebagai makhluk tertinggi sekaligus pelaku utama pencemar yang
lebih merasakan dampak pencemar tersebut.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa asap kendaraan bermotor memiliki pengaruh
yang cukup besar terhadap kesehatan masyarakat di Kota Medan. Namun,
pengaruh dari pencemaran/polusi udara khususnya akibat kendaraan bermotor
tidak sepenuhnya dapat dibuktikan karena sulit dipahami dan bersifat kumulatif.
Masyarakat pada umumnya mengalami gangguan pernafasan akibat dari polusi
udara. Penyakit tersebut akan terus menyerang penduduk Kota Medan karena
jumlah kendaraan bermotor terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk yang akhirnya akan memperparah kondisi udara di Kota Medan.
Di dalam pengendalian pencemaran udara, seringkali teknologi yang tepat
belum tentu menjamin dapat segera terlaksananya upaya tersebut. Pertimbangan
segi ekonomi sering menjadi kendala utama. Di lain pihak kadang pemecahan
tidak segera dapat ditemukan karena kurangnya fasilitas teknologi yang ada.
Dalam keadaan seperti ini maka upaya pengendalian pencemaran terhadap
lingkungan dapat dilakukan secara administratif dengan menerapkan peraturan
perundangan yang telah ada secara ketat.
VI. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat diajukan
saran-saran sebagai berikut :
1. Pemerintah hendaknya lebih serius memperhatikan tentang pengendalian
pencemaran udara terutama dengan lebih intensif melakukan pemeriksaan
gas buang (uji emisi) kendaraan bermotor baik untuk roda dua maupun roda

19
empat (pribadi maupun dinas) dan mensosialisasikan pentingnya perawatan
kendaraan bermotor. Pemerintah sebaiknya menetapkan Hari Bebas
Kendaraan Bermotor (HBKB) yang pernah dilaksanakan di Jakarta dimana
seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali hanya diperbolehkan
menggunakan sepeda. Masyarakat hendaknya memiliki prinsip hemat dalam
mengonsumsi kendaraan bermotor dengan mengurangi jumlah kendaraan
pribadi dan menggunakan kendaraan umum.
2. Perlu dilakukan pembedaan waktu jam masuk dan jam pulang bagi Pegawai
Pemerintah dengan Pegawai Swasta
3. Perlu diberlakukan pemeriksaan efisiensi proses pembakaran kendaraan
bermotor secara berkala sebagai upaya pencegahan emisi yang lebih besar.
4. Perlu dilakukan upaya pengurangan kandungan sulfur pada bahan bakar.

20
DAFTAR PUSTAKA

Daryanto. 2004. Masalah Pencemaran. Bandung: PT. Tarsito.


Dicky, Surahmah, Dy Suryani. Penurunan Kadar Emisi Gas Buang
Karbonmonoksida (CO) Dengan Penambahan Arang Aktif Pada Kendaraan
Bermotor Di Yogyakarta. ISSN : 1978-0575,Vol. 3, No. 3, September 2009,
198-205
Fitria, Laila. Kontribusi Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara Kota
Terhadap Penurunan Penyakt Pernapasan pada Anak. Vol. 4, No. 3,
Desember 2009, 109-114.
Kurnia Dwi, Abdul Rohim. Penilaian Risiko Paparan Asap Kendaraa Bermotor
Pada Polantas Polrestabes Surabes Surabaya Tahun 2014. Vol. 3, No. 1 Jan-
Jun 2014, 46-57.
Laura Reviani, Aceng Hidayat, Mohammad Yani, 2014. Estimasi Nilai Pajak
Kendaraan Solar Terkait Kerugian Pencemaran Udara. JAREE 2 (2014), 98-
111.
Meyliana Santy, Nova Srikandi. 2012. Kontribusi Asap Kendaraan Bermotor
Terhadap Kesehatan Masyarakat di Kota Jambi. 1-10
Mohammad, Nego. 2011. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Manusia.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mukono. 2006. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan
Pernapasan. Surabaya: Airlangga University Press.
Mukono. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga
University Press.
Mulia, Ricki. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nurdin Zakaria, Azizah. 2013. Analisis Pencemaran Udara (SO2 ), Keluhan
Iritasi Tenggorokan dan Keluhan Kesehatan Iritasi Mata Pada Pedagang
Makanan di Sekitar Terminal Joyoboyo Surabaya. Vol. 2, No. 1 Jan-Jun
2013, 75–81.
Ruslan, Prawiro. 2000. Ekologi Lingkungan Pencemaran. Semarang: Satya
Wacana.
Sastrawijaya, Tresna. 2009. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
Soedomo, Moestikahadi. 2001. Pencemaran Udara. Bandung: ITB Press.
Sontang Manik, Edyy. 2009. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta:
Djambatan.
Sugiarti. 2009. Gas Pencemar Udara dan Pengaruhnya Bagi Kesehatan Manusia.
Vol. 10 Nomor 1 Juni 2009, 50-58.
Suyono. 2014. Pencemaran Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC.
Tarigan, Abener. 2009. ‘Estimasi Emisi Kendaraan Bermotor di Beberapa Ruas
Kota Medan’, Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Tugaswati, Tri. 2012. Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotordan Dampakya
Terhadap Kesehatan. 1-11.
Wisnu, Wardhana. 2006. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi
Publisher.
Yulaekah, Siti. 2007. ‘Paparam Debu Terhirup dan Gangguan Fungsi Paru Pada
Pekerja Industri Batu Kapur’, Pascasarjana Universitas Dipenogoro,
Semarang.

You might also like