Professional Documents
Culture Documents
TENAGA KESEHATAN
BAB I
PENDAHULUAN
3. Clinical effectiveness
Mengacu pada semua upaya pembuatan pelbagai standar pelayanan yang
berbasis bukti( evidence based) yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Standar pelayanan dapat berupa :
1. Pedoman Pelayanan
2. Clinical Pathways
3. Prosedur
4. Protokol
5. Standing orders
4. Manajemen Risiko (Risk Management)
Merujuk pada upaya guna mengidentifikasi tindakan. prosedur, dan proses
pelayanan yang dapat menyebabkan risiko bagi pasien dengan tujuan untuk
mencegahnya. Aspek ini sama dan sebangun dengan upaya keselamatan pasien
(patient safety).
5. Penelitian dan pengembangan
Merupakan hal yang lazim dan harus dilakukan di semua fasilitas
pelayanan, baik dalam skala besar maupun kecil, yang ideal langsung
bermanfaat bagi peningkatan kualitas pelayanan.
6. Akuntabilitas
Yakni yang disertai dengan sikap tanggung jawab, elemen ini lebih
merujuk pada kultur dalam proses pelayanan dan harus difasilitasi oleh pihak
manajemen fasilitas pelayanan.
Keenam elemen clinical governance tersebut diatas tidak berdiri terpisah
namun saling mempengaruhi. Audit klinis tidak berdiri sendiri namun berkaitan
dengan elemen-elemen lain, khususnya dengan keselamatan pasien. Perbaikan
elemen lain, sebaliknya kualitas yang buruk pada satu elemen juga dapat
berpengaruh buruk pada elemen lain, sehingga mempengaruhi kinerja
pelayanan secara keseluruhan.
Setiap program memerlukan pemantauan dan evaluasi terus menerus.
Evaluasi yang dilakukan secara formal inilah disebut sebagai audit. Dalam
banyak hal audit dihubungkan dengan evaluasi aspek keuangan (finansial
audit), namun ada pula audit organisasi ( organization audit). Audit yang
dilaksanakan dalam pelayanan kesehatan disebut audit klinis. Audit klinis
merupakan audit khusus, dengan mengevaluasi kinerja fasilitas secara
sistematis dan membandingkannya dengan standar. Dengan audit klinis dapat
diperoleh gambaran apa yang telah dicapai, apa yang belum tercapai,
bagaimana dapat disusun strategi untuk memperbaikinya, yang semua harus
bermuara pada peningkatan kualitas pelayanan pasien.
1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Memberikan penjelasan tentang konsep audit klinis tenaga kesehatan
b. Tujuan Khusus
1) Menjelaskan tentang proses audit klinis tenaga kesehatan.
2) Menjelaskan tentang rekomendasi hasil audit klinis tenaga kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Audit Klinis
2.1.1 Definisi
Audit klinis merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan
pasien dengan melakukan telaah sistematik untuk menentukan apakah
kegiatan pelayanan yang telah dan sedang dilaksanakan memang sudah
sesuai dengan standar yang disepakati( NHS Executive : 1996). Jadi audit
klinis merujuk pada peningkatan kualitas pelayanan terhadap pasien.
Menurut Institut Nasional untuk Kesehatan dan Clinical Excellence
(NICE,2002), Audit klinis merupakan bagian integral dari clinical
governance adalah proses peningkatan kualitas yang bertujuan untuk
meningkatkan keselamatan pasien dan hasil peninjauan secara sistematis
terhadap kriteria eksplisit dan pelaksanaan perubahan. Pada dasarnya, audit
klinis digunakan sebagai pedoman apa yang harus dilakukan, dan jika tidak,
sesuatu perbaikan harus dilakukan.
Audit klinis adalah suatu kegiatan berkesinambungan penilaian mutu
pelayanan yang dilakukan para pemberi jasa pelayanan kesehatan langsung
suatu Rumah Sakit untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan jika hasil
penilaian menunjukkan bahwa mutu pelayanan mereka ternyata dibawah
optimal. Pengertian klinis dalam konteks ini meliputi kelompok tenaga
kesehatan.
Audit klinis adalah analisis tentang:
1. Mutu Prosedur / Proses medis, penunjang medis, keperawatan à
dibandingkan dengan Standar Pelayanan / SPO.
2. Efisiensi à diukur dengan Utilization Review (U.R.).
3. Mutu outcome à dinilai dengan bantuan Indikator-
indikator klinis.
Agar audit klinis dapat dilaksanakan dengan baik maka perlu standar dan
kriteria dari kasus/topik yang akan di audit tersebut.
2.1.2 Tujuan Audit Klinis
Sebuah audit klinis bertujuan untuk memastikan kualitas bahwa kita
sedang melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan.
Audit klinis bertujuan untuk :
1. Secara proaktif mengukur efektivitas dan kinerja tenaga kesehatan
terhadap standar yang telah disepakati
2. Meningkatkan kualitas keselamatan pasien dengan mengidentifikasi
tindakan untuk membuat praktek sesuai dengan standar-standar yang ada
3. Memberikan jaminan kualitas pelayanan kepada pasien dan sistem
kesehatan.
Audit klinis adalah alat yang dapat digunakan untuk menemukan seberapa
baik pelayanan yang tersedia dan untuk mengetahui apakah ada peluang
untuk perbaikan.
Audit klinis dapat digunakan untuk meningkatkan aspek pelayanan dalam
berbagai topik. Ini juga dapat digunakan dalam kaitannya dengan perubahan
penyediaan pelayanan atau mengkonfirmasi bahwa praktek saat memenuhi
tingkat yang diharapkan dari kinerja.
2.1.3 Manfaat audit klinis:
1. Audit klinis menawarkan cara untuk menilai dan meningkatkan
keselamatan pasien, untuk menegakkan standar profesional dan melakukan
hal yang benar.
2. Melalui audit klinis, tenaga kesehatan dapat mengidentifikasi dan
mengukur area risiko dalam layanan mereka.
3. Kegiatan audit yang teratur membantu untuk menciptakan budaya
perbaikan kualitas dalam pengaturan klinis.
4. Audit klinis merupakan pendidikan bagi peserta audit. Dengan pendekatan
evidence based practice yang terbaru
5. Menawarkan kesempatan untuk meningkatkan kepuasan kerja.
6. Hal ini semakin dianggap sebagai komponen penting dari praktek
profesional.
7. Hal ini dapat meningkatkan kualitas dan efektivitas kesehatan.
Audit klinis dapat dilakukan oleh setiap praktisi yang terlibat
dalam pelayanan pasien. Audit klinis terutama pada pengukuran praktek
terhadap standar yang telah disepakati dan menerapkan perubahan untuk
memastikan bahwa semua pasien menerima standar pelayanan yang sama.
Secara umum, auditor klinis melakukan berbagai jenis audit yang
biasanya mencakup: Audit dokumen penting (Files), audit sampel yang
dipilih oleh penyidik (termasuk dokumen penting tertentu), Audit
organisasi, laboratorium dan fasilitas khusus dan pelayanan lain yang
melibatkan tenaga kesehatan yaitu area pelayanan sebagai berikut:
1. Pelayanan Kefarmasian
2. Pelayanan Gizi
3. Pelayanan Fisioterapi
4. Pelayanan Okupasi terapi
5. Pelayanan Terapi wicara
6. Pelayanan Perekam medis dan informasi kesehatan
7. Pelayanan Teknisi kardiovaskuler
8. Pelayanan Teknisi pelayanan darah
9. Pelayanan Refraksionis optisien
10. Pelayanan Teknisi gigi
11. Pelayanan Audiologi
12. Pelayanan Radiologi dan diagnostik imaging
13. Pelayanan Radioterapis
14. Pelayanan Fisioterapis
15. Pelayanan Fisikawan medis radiodiagnostik dan radioterapi
16. Pelayanan Elektromedik
17. Pelayanan Ortotik prostetik
18. Pelayanan Mikrobiolog kesehatan
19. Pelayanan Sanitasi lingkungan
Outcome kriteria :
Apa yang diharapkan terjadi sebagai akibatny, mengacu pada
perkiraan hasil pelayanan. Pengukuran hasil pelayanan dipandang sebagai
ukuran yang paling tepat dan efektif.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Dalam rangka untuk memastikan bahwa sampel audit merupakan
perwakilan dari populasi sasaran dan untuk mengumpulkan data yang
sesuai dengan tujuan, perlu untuk menentukan informasi apa harus
dikumpulkan dan informasi apa yang tidak harus dikumpulkan.
Jenis data
Jenis data yang dibutuhkan tergantung pada pertanyaan dan tujuan
audit. Tujuannya pengumpulan data adalah untuk memungkinkan
perbandingan praktek dengan standar audit yang telah ditentukan. Oleh
karena itu jenis data yang dikumpulkan harus memfasilitasi
perbandingan ini.
Sumber data
Sumber data untuk audit harus ditentukan dan disetujui oleh tim
audit. Bila memungkinkan, secara rutin data mentah yang telah
dikumpulkan dari sumber yang ada harus digunakan untuk tujuan audit
klinis menghindari duplikasi informasi dan kerja yang berulang.
Alat pengumpul data
Prinsip-prinsip berikut harus diterapkan ketika alat pengumpulan
data sedang dikembangkan (misalnya, formulir pengumpulan data atau
kuesioner):
1. Data yang dikumpulkan harus relevan dengan tujuan dan kriteria untuk
audit dan tingkat kinerja yang diharapkan.
2. Akronim, jargon dan istilah teknis harus dihindari.
3. Definisi istilah yang digunakan harus dimasukkan.
4. Pertanyaan harus berkesinambungan
5. Pertanyaan tertutup harus digunakan, ini harus jelas dan tidak mengandung
akan ambiguitas.
6. Batasi penggunaan kalimat bebas atau pertanyaan terbuka untuk audit
klinis dengan metode kualitatif karena unsur-unsur dengan kalimat bebas
sulit untuk pengkoden dan analisis akan memakan waktu.
7. Filter harus digunakan untuk membuat proses penyelesaian menjadi cepat
dan efisien, misalnya, 'jika Ya, lanjutkan ke pertanyaan empat'.
8. Item data harus disajikan dalam urutan logis