Professional Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
empedu dimana batu empedu dapat bermigrasi ke saluran empedu sehingga dapat
Stinton, 2012).
terletak di bagian sebelah dalam hati (scissura utama hati) di antara lobus kanan
dan lobus kiri hati. Panjang kurang lebih 7,5 – 12 cm, dengan kapasitas normal
sekitar 35-50 ml (Williams, 2013). Kandung empedu terdiri dari fundus, korpus,
infundibulum, dan kolum. Fundus mempunyai bentuk bulat dengan ujung yang
buntu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu yang sebagian
besar menempel dan tertanam didalam jaringan hati sedangkan Kolum adalah
bagian sempit dari kandung empedu (Williams, 2013; Hunter, 2014). Kandung
Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian
(Sjamsuhidayat, 2010).
7
8
2.1 Gambar
diameter antara 1-3 mm. Dinding lumennya terdapat katup berbentuk spiral yang
disebut katup spiral Heister dimana katup tersebut mengatur cairan empedu
mengalir masuk ke dalam kandung empedu, akan tetapi dapat menahan aliran
2013).
merupakan penyatuan dari duktus hepatikus kanan dan duktus hepatikus kiri.
disebut sebagai common bile duct (duktus koledokus) yang memiliki panjang
oleh otot sfingter oddi yang mengatur aliran empedu masuk ke dalam duodenum.
koledokus di dalam papila vater, tetapi dapat juga terpisah (Sjamsuhidayat, 2010;
terbagi menjadi anterior dan posterior dimana arteri sistikus merupakan cabang
dari arteri hepatikus kanan yang terletak di belakang dari arteri duktus hepatis
komunis tetapi arteri sistikus asesorius sesekali dapat muncul dari arteri
10
gastroduodenal. Arteri sistikus muncul dari segitiga Calot (dibentuk oleh duktus
Gambar 2.2
Vaskularisasi kandung empedu (a) arteri hepatika kanan (b) arteri koledokus
kanan (c) arteri retroduodenal (d) cabang kiri arteri hepatika (e) arteri hepatika (f)
arteri koledokus kiri (g) arteri hepatika komunis (h) arteri gasroduodenal
(Williams, 2013).
11
2.3 Fisiologi
Fungsi dari kandung empedu adalah sebagai reservoir (wadah) dari cairan
empedu dengan absorpsi air dan natrium (Doherty, 2015). Empedu diproduksi oleh
sel hepatosit sebanyak 500-1000 ml/hari. Dalam keadaan puasa, empedu yang
tekanan saluran empedu lebih tinggi daripada tahanan sfingter. Aliran cairan
empedu diatur oleh tiga faktor yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung
2013).
Menurut Guyton & Hall, 2008 empedu melakukan dua fungsi penting
yaitu :
lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam
menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang
absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran
mukosa intestinal.
12
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir
hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit
relaksasi yang bersamaan dari sfingter oddi yang menjaga pintu keluar duktus
dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang mensekresi asetilkolin dari sistem
empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam
(90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam
anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal
menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos
yang terletak pada ujung distal duktus koledokus dan ampula mengalami
emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi
Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
Hormonal :
Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan
empedu.
Neurogen :
walaupun sedikit.
Tabel 2.1
Komposisi cairan empedu (Guyton & Hall, 2008).
Komponen Dari Hati Dari Kandung Empedu
Air 97,5 gm % 95 gm %
1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman
garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa
oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan
globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi
bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam
plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat
terbentuk sangat banyak. Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan
terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-
2.4 Epidemiologi
dilihat dalam kelompok risiko tinggi yang disebut ”4 Fs” : forty (usia diatas 40
tahun lebih berisiko), female (perempuan lebih berisiko), fertile (paritas), fatty
merupakan faktor risiko batu empedu (Hung, 2011; Chen, 2014;Tsai, CH, 2014).
1. Umur
Setelah usia 40 tahun risiko terjadi batu empedu 4 hingga 9 kali lipat. Lin dkk
menjelaskan bahwa usia tua memiliki paparan panjang untuk banyak faktor kronis
seperti hiperlipidemia, konsumsi alkohol, dan DM. Hal ini akan menyebabkan
penurunan motilitas kandung empedu dan terbentuknya batu empedu (Lin, 2014).
17
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Jenis batu
juga akan berubah dengan bertambahnya usia. Pada awalnya terutama jenis batu
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
wanita usia reproduksi, risiko cholelithiasis adalah 2-3 kali lebih tinggi dari pada
laki-laki. Alasan untuk ini belum dijelaskan secara penuh. Kehamilan juga
2006). Kolelitiasis adalah sangat umum pada multipara (paritas 4 atau lebih).
Studi lain melaporkan bahwa wanita multipara memiliki prevalensi lebih tinggi
dari GSD dari yang nulipara. Perbedaan gender dan seringnya batu empedu
menurun, sehingga menimbulkan endapan empedu dan batu empedu (Ko, 2006;
Chen, 2014).
18
3. Genetik
dan kebiasaan budaya memiliki peran utama dalam timbulnya batu empedu.
Analisis pasangan kembar dari The Swedish Twin Registry menunjukkan faktor
genetik 25% merupakan faktor risiko terjadinya batu empedu. Dimana ABCG8
di hati tinggi, saturasi kolesterol empedu, dan resistensi insulin. Penelitian baru-
baru ini didapatkan fakta bahwa, kerentanan seseorang terhadap terjadinya batu
4. Obesitas
Pada obesitas terjadi kondisi peradangan kronis dan sangat terkait dengan
faktor pro-inflamasi. Hal ini akan meningkatkan sekresi hati dari kolesterol dan
kolesterol dan menyebabkan pembentukan batu empedu (Lin, 2014). Berat badan
lebih dan obesitas merupakan faktor risiko penting dari kolelitiasis (Ko, 2006).
Orang dengan obesitas terjadi peningkatan sintesis dan ekskresi kolesterol dalam
empedu. Pada saat yang sama, jumlah yang dihasilkan kolesterol berbanding lurus
19
dengan kelebihan berat badan (Doggrell SA, 2006). Siklus berat badan,
independen dari BMI, dapat meningkatkan risiko kolelitiasis pada pria. Fluktuasi
berat badan yang lebih besar dan siklus berat badan lebih terkait dengan risiko
5. Dislipidemia
dengan peningkatan risiko terjadinya batu empedu dihubungan dengan usia dan
jenis kelamin (Smelt, 2010). Beberapa penelitian yang dilakukan di negara barat
terjadinya batu empedu (Lin, 2014). Penurunan level High density lipoprotein
(HDL) merupakan salah satu risiko terjadinya batu empedu. Kolesterol bilier
6. Diabetes mellitus
empedu dimana hiperglikemi umumnya terdapat pada grup batu empedu pada
analisis univariat tetapi tidak terdapat pada grup batu empedu dengan multi
20
dari hati dan dapat menggangu kontraksi dari kantung empedu serta menpunyai
efek terhadap molititas dari kandung empedu hal ini dapat meningkatkan risiko
2.5 Patogenesis
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan
kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian
pengendapan kolesterol yaitu terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu
21
banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak
ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis
kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk
alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa
tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu (Guyton & Hall,
2008).
dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga
menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus
karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada
2.6 Patofisiologi
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen.
dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu.
Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
22
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti
sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu rendah,
atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik (Garden, 2007).
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.
Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel
sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai
1. Batu kolesterol
dari 70% kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu
yang mengandung > 50% kolesterol) (Bhangu, 2007). Batu kolestrol murni
merupakan hal yang jarang ditemui dan prevalensinya kurang dari 10%.
tergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin. Ini dapat
Pembentukan nidus.
Kristalisasi/presipitasi.
Gambar 2.3.
Perbandingan kolestrol, lesithin, dan garam empedu dalam hal kelarutan (Hunter,
2014).
24
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang
seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi (
Lesmana, 2014). Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak
3. Batu campuran
pada penderita kolelitiasis. batu ini bersifat majemuk, berwarna coklat tua.
Gambar 2.4
1. Asimtomatik
nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual (Lesmana,
2014). Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua penderita dengan batu
rutin dalam semua penderita dengan batu empedu asimtomatik (Hunter, 2014).
2. Simtomatik
atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit,
dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pasca
terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian
pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan
muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris (Beat, 2008).
3. Komplikasi
usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan
dengan obstruksi duktus sistikus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari
kolesistitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik
berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di
daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan
pergerakan dan dapat menjalar ke punggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini
dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung
berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada
kanan atas abdomen dan tanda klasik ”Murphy sign” (penderita berhenti bernafas
sewaktu perut kanan atas ditekan). Masa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya
kronik. Bentuk akut ditandai dengan nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian
atas, terutama ditengah epigastrium. Lalu nyeri menjalar ke punggung dan bahu
kanan (Murphy sign). Penderita dapat berkeringat banyak dan berguling ke kanan-
kiri saat tidur. Nausea dan muntah sering terjadi. Nyeri dapat berlangsung selama
nyeri dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia,
intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Setelah
terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan
yang paling sering adalah infeksi kandung empedu (kolesistitis) dan obstruksi
pada duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi ini dapat bersifat
(Alina, 2008).
Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan
perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi
akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis tersebut.
Kolangitis akut yang ringan sampai sedang biasanya kolangitis bakterial non
piogenik yang ditandai dengan trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri
didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis
piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala pentade Reynold, berupa tiga gejala
trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran
komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu duktus
koledokus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen penderita serta dengan
adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul kolangitis akut. Episode parah
kolangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui
ampula vateri sewaktu ada saluran umum diantara duktus koledokus distal dan
29
batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif (Garden, 2007).
2.8 Penatalaksanaan
Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu dilakukan pembatasan
2015) :
1. Kolesistektomi terbuka
dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% penderita.
Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.
2. Kolesistektomi laparaskopi
yang dikeluarkan, penderita dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan
Gambar 2.5
3. Disolusi medis
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
penderita. Kurang dari 10% batu empedu yang dilakukan dengan cara ini
operatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari
4 batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten (Hunter, 2014).
32
4. Disolusi kontak
melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam
invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50%
saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada penderita
6. Kolesistotomi
2010).
oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu
empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan
33
sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari
saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang
Gambar 2.6