Professional Documents
Culture Documents
2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979
ABSTRACT: Because of the Social Stigma, many people living with HIV-AIDS (ODHA) have
no economic access. It makes them tend to survive only by relying on the help of some, indeed
they did the illegal economic activities, such as selling marijuana, drugs, prostitution and others
illegal bussiness. Observing these problems, there are a necessary of effective assistance for
these marginalized groups, so they can still sustain their life as well as their child's, wife /
husband and family‟s life. Accompaniment is one of an assistance type, which were being done
by providing interpersonal communication skills that ODHA (which face social stigma) can
communicate assertively in society. Using action research method, the accompaniment program
were given by upgraded their interpersonal communication skills so it can help them to obtain a
source of income without leaving the house, so because of it, they can keep their energy savely.
Results of the accompaniment programme show that the ODHA communities have a high spirit
in creating his independence. Through PKM‟s (IbM scheme funded by Higher Education
Ministery) activities they create groups of Sundanese art that offer an artistic services (dance,
song, playing the gamelan, a traditional ceremony, bridal makeup, etc.). Outputs from these
accompaniment activities is the HIV-AIDS sufferers in this community can have the confidence
and skills of maintaining their life with economic activity legally. Other outcomes, if society can
erase the stigma to this group, so the number of people living with HIV in Sumedang district
will not increased. From the results of this PKM at least it can be concluded that with the
persuasive accompaniment, ODHA community can have access to the legal economy and begin
to build self-reliance so that the strength of family can be maintained.
ABSTRAK: Kesulitan akses ekonomi membuat banyak para pengidap HIV-AIDS cenderung
bertahan hidup hanya dengan mengandalkan bantuan bahkan ada yang masuk ke kegiatan
ekonomi ilegal, seperti menjual Ganja, Narkoba, prostitusi dan lainnya. Mencermati
permasalahan tersebut, diperlukan pendampingan secara efektif agar kelompok masyarakat
marginal ini dapat tetap mempertahankan kehidupannya termasuk juga kehidupan anak,
istri/suami dan keluarganya. Dengan menggunakan metode Kaji Tindak, pendampingan
dilakukan dengan cara memberikan keterampilan komunikasi interpersonal agar komunitas
ODHA yang mengalami stigma sosial ini dapat bergaul secara normal di masyarakat dan secara
perlahan menghapus stigma yang ada. Selain itu juga diberikan keterampilan membangun bisnis
legal agar mereka dapat memperoleh sumber penghasilan yang bisa dikerjakan tanpa harus
keluar rumah sehingga dapat tetap menjaga kondisi tubuhnya. Kegiatan lainnya adalah
memberikan pemahaman kepada para tokoh masyarakat agar membantu komunitas ini terlepas
dari stigma sehingga terjadi hubungan saling pengertian antara masyarakat dan komunitas ini.
Hasil pendampingan, komunitas ODHA memiliki semangat yang tinggi dalam menciptakan
kemandirian hidupnya. Salah satu yang mereka kerjakan melalui kegiatan PKM skema IbM
yang dibiayai Dikti ini adalah membentuk Lingkung Seni Sunda yang menjual jasa
keterampilan seni mereka (menari, tembang, bermain gamelan, upacara adat, merias pengantin,
dll) langsung pada masyarakat. Luaran dari kegiatan pendampingan ini adalah para penderita
HIV AIDS di komunitas ini dapat memiliki kepercayaan diri sekaligus keterampilan
1
Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran (evieasd@gmail.com)
2
Dosen FISIP, Universitas Padjadjaran
3
Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran
Pendahuluan
memperoleh akses ekonomi di dalam lingkungan komunitasnya saja, dan itu cenderung
dalam bentuk bisnis ilegal.
Secara konseptual, dalam perspektif Ilmu komunikasi, stigma biasanya merujuk
pada hasil penelitian Erving Goffman dalam bukunya Notes on the Management of
Spoiled Identity (1963), yang menyatakan bahwa,
“the concept of stigma refers to negative stereotypes assigned to a people when their
attributes are considered both different from or inferior to societal norms. Stigma
was about the social interactions between „stigmatized‟ and „normal‟ persons in
society. The process of stigma is deeply discrediting”
A. Komunitas ODHA :
1. Dikucilkan dari kehidupan sosial, bahkan ada yang sampai diusir dari
lingkungannya.
2. Berada pada posisi yang dilematis, antara bersikap jujur menyatakan dirinya
sebagai pengidap HIV-AIDS dengan resiko ditolak, atau menutupi identitasnya
dengan resiko saat diketahui akan menerima sanksi sosial yang lebih berat.
3. Bahkan, dilema ini tidak hanya terhadap masyarakat tetapi terhadap anak dan
keluarganya sendiripun sulit untuk berterusterang.
4. Sulit memperoleh pekerjaan di lembaga formal (perusahaan swasta atau lembaga
pemerintahan).
5. Pernah mencoba Wirausaha tetapi tidak ada yang mau menjadi konsumen.
6. Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial di masyarakat sehingga menutup akses
mereka pada jaringan ekonomi yang ada di masyarakat
B. Komunitas Gay
1. Ingin melepaskan diri dari perilaku menyimpang ini, tetapi sulit karena banyak
faktor yang tidak mendukung.
2. Dikucilkan oleh masyarakat, makanya mereka membentuk komunitas sendiri.
untuk ikut mengkonsumsi narkoba, berbuat kriminal seperti. Label Gay diikuti dengan
label negatif lainnya, seperti prostitusi, sex bebas, hedonis dan lain-lain. Kendati bisa
saja perbuatan negatif tersebut tidak mereka lakukan, tapi label sudah melekat dan
bahkan ada yang kemudian menjadi pendorong untuk sengaja mereka lakukan.
Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Mead bahwa sementara
masyarakat menggunakan label stigma untuk membenarkan hukuman tersebut, aktor
menyimpang menggunakannya untk membenarkan tindakannya, “while society uses the
stigmatic label to justify its condemnation, the deviant actor uses it to justify his
actions.”
Setiap individu menyadari bahwa mereka dinilai oleh orang lain karena mereka
telah berusaha memainkan berbagai peran dan fungsi yang berbeda dalam interaksi
sosial dan telah dapat mengukur reaksi atas perilaku tersebut.
Menjustifikasi permasalahan komunitas ODHA dan Gay secara konseptual
menggiring pemikiran pada pencarian solusi bagi mereka, itu sebabnya diperlukan
pendampingan agar mereka sanggup menghilangkan stigma dan memiliki keterampilan
bertahan hidup.
Dari sekian permasalahan yang mereka hadapi, kemudian disepakati prioritas
permasalahan yang akan menjadi subjek kegiatan pendampingan adalah :
1. Upaya menghilangkan Stigma di masyarakat
2. Membentuk Unit Usaha yang memungkinkan mereka memiliki kegiatan
ekonomi halal dan legal yang bisa menjadi sumber nafkah bagi keluarganya.
Diasumsikan, jika target luaran ini tercapai, maka tidak ada lagi kaum ODHA
dan Gay yang menjalani bisnis ilegal karena kebuntuan akses dalam jejaring ekonomi
yang ada di masyarakat.
Metode Penelitian
MITRA 1 MITRA 2
KOMUNITAS MASALAH KOMUNITAS
ODHA GAY
1. STIGMA
2. AKSES USAHA
Tahapan Kegiatan
Pertama adalah dengan melakukan FGD sekaligus sosialisasi program.
Meskipun komunitas ODHA dan Gay sebagai Mitra (1) dan (2) sudah menandatangani
kesediaan bekerjasama, namun karena kegiatan pendampingan ini melibatkan berbagai
pihak (Isteri dan Anak) serta tokoh masyarakat, maka perlu dilakukan sosialisasi agar
semua pihak lain dapat turut terlibat dalam aktivitas pendampingan, serta secara
langsung turut berperan untuk mencapai keberhasilan kegiatan.
Gambar 3: Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang Dr. H. Hilman Taufik
Ws M.Kes. dalam FGD bersama tim PKM Unpad dan anggota
Komunitas peduli ODHA Sumedang (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
Gambar 4: Tim PKM di ruang prodi Anthropologi Fisip Unpad bersama dengan
anggota Komunitas mengidentifikasi berbagai alternatif kegiatan bisnis
online (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
Gambar 6: Foto bersama anggota komunitas usai FGD dan pelatihan media Online
di RSUD Sumedang (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
Tahap terakhir adalah melakukan monitoring & evaluasi. Setelah semua tahap
kegiatan yang direncanakan satu per satu selesai dilaksanakan, maka Tim PKM Unpad
didampingi oleh Wakil ketua KPA Sumedang yang juga menjabat sebagai direktur
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumedang melakukan monitoring dan evaluasi
kegiatan Pendampingan ODHA besama dengan komunitas peduli ODHA Sumedang .
Implikasi
Diperlukan lebih banyak upaya terutama menjalin kerjasama dengan pihak
swasta agar kelompok kesenian komunitas ODHA Sumedang ini semakin memiliki
akses yang luas dan berkualitas. Salah satu sumber yang bisa dimanfaatkan adalah
program CSR yang ada di perusahaan-perusahaan swata. Maka kegiatan pengabdian
pada masyarakat ini perlu ditindaklanjuti dengan membuat rencana kegiatan bersama
komunitas ODHA Sumedang untuk mendatangi perusahaan dan mempersuasi mereka
untuk mau mengalokasikan anggaran CSR bagi pengembangan aktivitas Lingkung Seni
Komunitas ODHA Sumedang.
Daftar Pustaka