You are on page 1of 14

Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No.

2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

Kreativitas Komunitas Peduli Aids & Ketahanan Keluarga Odha Di


Kabupaten Sumedang
(Didasarkan pada kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat Skema IbM Dikti tahun
2016)
Evie Ariadne Shinta Dewi1, Rini S. Soemarwoto2, dan Diah Fatma Sjoraida3

ABSTRACT: Because of the Social Stigma, many people living with HIV-AIDS (ODHA) have
no economic access. It makes them tend to survive only by relying on the help of some, indeed
they did the illegal economic activities, such as selling marijuana, drugs, prostitution and others
illegal bussiness. Observing these problems, there are a necessary of effective assistance for
these marginalized groups, so they can still sustain their life as well as their child's, wife /
husband and family‟s life. Accompaniment is one of an assistance type, which were being done
by providing interpersonal communication skills that ODHA (which face social stigma) can
communicate assertively in society. Using action research method, the accompaniment program
were given by upgraded their interpersonal communication skills so it can help them to obtain a
source of income without leaving the house, so because of it, they can keep their energy savely.
Results of the accompaniment programme show that the ODHA communities have a high spirit
in creating his independence. Through PKM‟s (IbM scheme funded by Higher Education
Ministery) activities they create groups of Sundanese art that offer an artistic services (dance,
song, playing the gamelan, a traditional ceremony, bridal makeup, etc.). Outputs from these
accompaniment activities is the HIV-AIDS sufferers in this community can have the confidence
and skills of maintaining their life with economic activity legally. Other outcomes, if society can
erase the stigma to this group, so the number of people living with HIV in Sumedang district
will not increased. From the results of this PKM at least it can be concluded that with the
persuasive accompaniment, ODHA community can have access to the legal economy and begin
to build self-reliance so that the strength of family can be maintained.

Keywords: accompaniment, Action Research, HIV- AIDS, interpersonal communications,

ABSTRAK: Kesulitan akses ekonomi membuat banyak para pengidap HIV-AIDS cenderung
bertahan hidup hanya dengan mengandalkan bantuan bahkan ada yang masuk ke kegiatan
ekonomi ilegal, seperti menjual Ganja, Narkoba, prostitusi dan lainnya. Mencermati
permasalahan tersebut, diperlukan pendampingan secara efektif agar kelompok masyarakat
marginal ini dapat tetap mempertahankan kehidupannya termasuk juga kehidupan anak,
istri/suami dan keluarganya. Dengan menggunakan metode Kaji Tindak, pendampingan
dilakukan dengan cara memberikan keterampilan komunikasi interpersonal agar komunitas
ODHA yang mengalami stigma sosial ini dapat bergaul secara normal di masyarakat dan secara
perlahan menghapus stigma yang ada. Selain itu juga diberikan keterampilan membangun bisnis
legal agar mereka dapat memperoleh sumber penghasilan yang bisa dikerjakan tanpa harus
keluar rumah sehingga dapat tetap menjaga kondisi tubuhnya. Kegiatan lainnya adalah
memberikan pemahaman kepada para tokoh masyarakat agar membantu komunitas ini terlepas
dari stigma sehingga terjadi hubungan saling pengertian antara masyarakat dan komunitas ini.
Hasil pendampingan, komunitas ODHA memiliki semangat yang tinggi dalam menciptakan
kemandirian hidupnya. Salah satu yang mereka kerjakan melalui kegiatan PKM skema IbM
yang dibiayai Dikti ini adalah membentuk Lingkung Seni Sunda yang menjual jasa
keterampilan seni mereka (menari, tembang, bermain gamelan, upacara adat, merias pengantin,
dll) langsung pada masyarakat. Luaran dari kegiatan pendampingan ini adalah para penderita
HIV AIDS di komunitas ini dapat memiliki kepercayaan diri sekaligus keterampilan

1
Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran (evieasd@gmail.com)
2
Dosen FISIP, Universitas Padjadjaran
3
Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran

Page 191 of 204 Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak


Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

mempertahankan kehidupannya dengan melakukan aktivitas ekonomi secara legal. Luaran


lainnya, masyarakat menghapus stigma pada kelompok ini sehingga diharapkan jumlah ODHA
di kabupaten Sumedang tidak bertambah. Dari hasil PKM ini setidaknya dapat disimpulkan
bahwa dengan pendampingan yang persuasive, komunitas ODHA dapat memiliki akses
ekonomi yang legal dan mulai membangun kemandirian sehingga ketahanan keluarga dapat
tetap dijaga.

Kata Kunci: Metode Kaji Tindak, Komunikasi Interpersonal, ODHA, Pendampingan.

Pendahuluan

Di negara Indonesia, cara penularan HIV-AIDS dilaporkan melalui beberapa


cara yaitu hubungan seks heteroseksual (49,3%), Injecting Drug User (IDU) atau Gay
(Pengguna Narkoba Suntik) (40,4%), hubungan seks sesama lelaki (3,3%), dan perinatal
(2,7%). Dalam konteks penyebaran HIV-AIDS, beberapa dari mereka disebut populasi
beresiko, seperti kaum Gay atau lelaki penyuka sesama jenis merupakan kelompok yang
sulit dijangkau (hard to reach) karena beberapa hal salah satunya, sikap menstigma oleh
masyarakat. Stigma dapat mempersulit upaya intervensi pemerintah melalui kegiatan
Promosi Kesehatan, sehingga diperlukan pemahaman dan peran aktif masyarakat dalam
pengendalian HIV dan AIDS.
Di Kabupaten Sumedang, berdasarkan jenis kelamin, kasus HIV-AIDS laki-laki
lebih banyak daripada perempuan, yaitu Laki-laki (53%), Perempuan (44%) sisanya
(3%) tidak diketahui.
Jika dilihat pada usia pertama kali terinveksi, kelompok usia 21-30 tahun
menempati posisi paling tinggi, yaitu sejumlah 169 orang. Kemudian pada urutan kedua
kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 54 orang dan posisi ketiga kelompok usia 41-50
tahun 10 orang. Nampak dari data ini bahwa usia pertama kali terinveksi viirus HIV-
AIDS berada pada rentang usia produktif antara 21-50 tahun.
Bulan April 2015, media massa di Indonesia ramai memberitakan digerebeknya
penjualan ganja yang dikemas dalam bentuk kue brownies yang diproduksi dan dijual
secara online. Setelah diperiksa polisi ternyata pembuat brownies ganja tersebut adalah
pengidap HIV-AIDS. Kendati virus HIV-AIDS tidak ditularkan melalui makanan, tetapi
perbuatan kriminal tersebut setidaknya menunjukkan para pengidap HIV-AIDS
cenderung bertahan hidup hanya dengan mengandalkan kegiatan ekonomi ilegal, seperti
menjual ganja dan narkoba lainnya, akibat sulitnya akses pada bidang ekonomi yang
legal.
Hasil Analisis Situasi dengan cara wawancara mendalam pada beberapa orang
yang menjadi anggota komunitas ODHA yaitu SPS (Sumedang Plus Support) dan PERI
(komunitas Gay di Kabupaten Sumedang), menyatakan bahwa mereka kesulitan
memperoleh akses mencari nafkah secara legal karena adanya Stigma di masyarakat.
Hasil penelitian yang pernah penulis lakukan pada tahun 2014 tentang Stigma terhadap
kaum pengguna narkoba suntik (gay) di kabupaten Sumedang menunjukkan bahwa para
pengidap HIV-AIDS ini harus bertahan hidup melawan virus dengan cara
mengkonsumsi berbagai obat agar daya tubuhnya tetap prima sehingga virus tidak
menggerogoti tubuhnya. Masalahnya obat-obatan yang harus dikonsumsi harganya
cukup mahal, padahal di sisi lain dengan stigma masyarakat yang menempel pada
mereka sebagai ODHA nyaris menutup semua lahan penghidupan, artinya secara
ekonomi mereka sangat tidak berdaya. Selain kaum ODHA, komunitas lelaki pecinta
sesama jenis atau gay, juga mengalami stigma serupa, akibatnya mereka hanya bisa

Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Page 192 of 204


Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

memperoleh akses ekonomi di dalam lingkungan komunitasnya saja, dan itu cenderung
dalam bentuk bisnis ilegal.
Secara konseptual, dalam perspektif Ilmu komunikasi, stigma biasanya merujuk
pada hasil penelitian Erving Goffman dalam bukunya Notes on the Management of
Spoiled Identity (1963), yang menyatakan bahwa,
“the concept of stigma refers to negative stereotypes assigned to a people when their
attributes are considered both different from or inferior to societal norms. Stigma
was about the social interactions between „stigmatized‟ and „normal‟ persons in
society. The process of stigma is deeply discrediting”

Stigma adalah situasi dimana seseorang mengalami diskualifikasi dari


penerimaan sosial secara penuh, “the situation of the individual who is disqualified from
full social acceptance”.
Goffman menyatakan bahwa stigma adalah jarak yang terjadi antara identitas
sosial virtual dengan identitas sosial aktual. Orang yang mengalaminya disebut orang
yang terstigmatisasi. Stigma dan stigmatisasi adalah tanda yang terlihat untuk
menunjukkan insider dan outsider serta memunculkan ketidakberdayaan &
ketidakadilan sosial. Stigma mampu menghancurkan dan mengganggu identitas serta
menghalangi partisipasi masyarakat. (Bruce.G.Link dalam Mubarok, 2010)
Merujuk pada hasil analisis situasi dan studi literature, maka pendampingan bagi
komunitas ODHA dan Gay menjadi sebuah keniscayaan. mengingat jika mereka tidak
memperoleh pendampingan untuk mempertahankan kehidupan keluarganya, baik secara
sosial dan ekonomi, maka kemungkinan besar kehidupan mereka akan semakin
terpuruk. Keterpurukan ekonomi akibat marginalisasi dan stigma sosial dapat
menjerumuskan kelompok masyarakat ini pada perbuatan kriminal.

Penentuan Prioritas Masalah


Hasil diskusi dengan komunitas ODHA dan komunitas Gay, teridentifikasi
beberapa masalah yang seringkali mereka hadapi, yaitu

A. Komunitas ODHA :
1. Dikucilkan dari kehidupan sosial, bahkan ada yang sampai diusir dari
lingkungannya.
2. Berada pada posisi yang dilematis, antara bersikap jujur menyatakan dirinya
sebagai pengidap HIV-AIDS dengan resiko ditolak, atau menutupi identitasnya
dengan resiko saat diketahui akan menerima sanksi sosial yang lebih berat.
3. Bahkan, dilema ini tidak hanya terhadap masyarakat tetapi terhadap anak dan
keluarganya sendiripun sulit untuk berterusterang.
4. Sulit memperoleh pekerjaan di lembaga formal (perusahaan swasta atau lembaga
pemerintahan).
5. Pernah mencoba Wirausaha tetapi tidak ada yang mau menjadi konsumen.
6. Tidak dilibatkan dalam kegiatan sosial di masyarakat sehingga menutup akses
mereka pada jaringan ekonomi yang ada di masyarakat

B. Komunitas Gay
1. Ingin melepaskan diri dari perilaku menyimpang ini, tetapi sulit karena banyak
faktor yang tidak mendukung.
2. Dikucilkan oleh masyarakat, makanya mereka membentuk komunitas sendiri.

Page 193 of 204 Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak


Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

3. Sulit mendapatkan pekerjaan di lembaga formal, tetapi cukup mudah di lembaga


swasta terutama di bidang entertainment, misalnya: tempat hiburan malam,
diskotik, karaoke, hotel, café, dll. Tetapi bekerja di tempat seperti ini tidak ada
jaminan kepastian masa kerja, seringkali mereka diberhentikan tanpa alasan
jelas.
4. Akibatnya, kaum gay ini cenderung mengambil jalan pintas dengan melakukan
bisnis ilegal seperti menjadi kurir narkoba atau bahkan melakukan prostitusi.

Rangkaian permasalahan di atas, sesungguhnya terjadi karena kelompok ini


dianggap sebagai deviant atau penyimpang, yakni kelompok masyarakat yang telah
menyimpang dari tata nilai, etika, dan norma yang berlaku di masyarakat. Akibatnya,
masyarakat merasa perlu menghukum mereka dengan cara menstigma dan menjauhkan
mereka dari kehidupan sosial. Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan George
Herbert Mead,
“This is the power of the group: to designate breaches of their rules as deviant and
to treat the person differently depending on the seriousness of the breach. The more
differential the treatment, the more the individual's self-image is affected.”

Bahwa kelompok masyarakat memiliki kekuasaan untuk menghukum


pelanggaran atas aturan yang berlaku di lingkungannya.
Perilaku Gay atau komunitas ODHA, yang dianggap sebagai penyimpangan dari
norma moral dan norma sosial di masyarakat telah memberi label negatif pada diri
mereka, sehingga lambat laun, citra diri mereka menjadi terpengaruh secara negatif,
artinya baik konsep diri maupun identitas sosialnya menjadi negatif, inilah yang disebut
Stigma. Seperti dikemukakan Mead, A stigma is defined as a powerfully negative label
that changes a person's self-concept and social identity. Sehingga ketika kaum Gay ini
ingin berubah dan keluar dari situasi menyimpang ini, tetapi karena labelling yang
melekat tadi, maka membuat mereka makin sulit keluar dari penyimpangan ini.
Secara konseptual, hal ini juga dijelaskan dalam teori labeling yang menyatakan
bagaimana identitas diri dan perilaku seseorang mungkin ditentukan atau dipengaruhi
oleh istilah yang digunakan untuk menggambarkan atau mengklasifikasikan mereka.
“Labeling theory is the theory of how the self-identity and behavior of individuals may
be determined or influenced by the terms used to describe or classify them”.
Lebih jauh George Herbert Mead mengemukakan, bahwa diri dikonstruksi dan
direkonstruksi secara sosial melalui interaksi seseorang dengan masyarakat, dan teori
Labeling menyatakan bahwa seseorang mendapatkan label dari bagaimana orang lain
memandang kecenderungan mereka berperilaku.
“that the self is socially constructed and reconstructed through the interactions
which each person has with the community. The labeling theory suggests that people
obtain labels from how others view their tendencies or behaviors.”

Dalam konteks Gay, merujuk pada Mead, bahwa masyarakat menempelkan


Label tersebut dari bagaimana orang lain memandang akan kecenderungan kelompok
Gay berperilaku (how others view their tendencies or behaviors). Kendati para Gay
anggota komunitas PERI membantah hal ini dan menyatakan bahwa perilaku
menyimpang mereka hanya sebatas untuk dirinya saja dan tidak akan mengajak orang
lain, namun masyarakat tetap menempelkan label bahwa kelompok Gay ini cenderung
akan berperilaku negatif dalam segala hal, misalnya mempengaruhi teman-temannya

Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Page 194 of 204


Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

untuk ikut mengkonsumsi narkoba, berbuat kriminal seperti. Label Gay diikuti dengan
label negatif lainnya, seperti prostitusi, sex bebas, hedonis dan lain-lain. Kendati bisa
saja perbuatan negatif tersebut tidak mereka lakukan, tapi label sudah melekat dan
bahkan ada yang kemudian menjadi pendorong untuk sengaja mereka lakukan.
Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Mead bahwa sementara
masyarakat menggunakan label stigma untuk membenarkan hukuman tersebut, aktor
menyimpang menggunakannya untk membenarkan tindakannya, “while society uses the
stigmatic label to justify its condemnation, the deviant actor uses it to justify his
actions.”
Setiap individu menyadari bahwa mereka dinilai oleh orang lain karena mereka
telah berusaha memainkan berbagai peran dan fungsi yang berbeda dalam interaksi
sosial dan telah dapat mengukur reaksi atas perilaku tersebut.
Menjustifikasi permasalahan komunitas ODHA dan Gay secara konseptual
menggiring pemikiran pada pencarian solusi bagi mereka, itu sebabnya diperlukan
pendampingan agar mereka sanggup menghilangkan stigma dan memiliki keterampilan
bertahan hidup.
Dari sekian permasalahan yang mereka hadapi, kemudian disepakati prioritas
permasalahan yang akan menjadi subjek kegiatan pendampingan adalah :
1. Upaya menghilangkan Stigma di masyarakat
2. Membentuk Unit Usaha yang memungkinkan mereka memiliki kegiatan
ekonomi halal dan legal yang bisa menjadi sumber nafkah bagi keluarganya.

Sesuai dengan tujuan program pengabdian IbM yakni,


membentuk/mengembangkan sekelompok masyarakat yang mandiri secara ekonomi;
membantu menciptakan ketentraman, dan kenyamanan dalam kehidupan
bermasyarakat; dan meningkatkan keterampilan berpikir, membaca dan menulis atau
keterampilan lain yang dibutuhkan, maka target luaran dari kegiatan IbM ini bertujuan
untuk memberikan jalan pada komunitas ODHA dan gay di kabupaten Sumedang agar
memiliki ketahanan keluarga, dengan cara memberikan pendampingan berupa pelatihan
keterampilan komunikasi interpersonal sehingga mereka menghadapi dan mengubah
stigma sosial sehingga secara perlahan terjadi hubungan saling memehami antara
komunitas “menyimpang” ini dengan masyarakatnya.
Selain itu, agar mereka dapat memiliki sumber nafkah bagi keluarganya juga
agar dapat membiayai pengobatan dirinya sebagai pengidap HIV-AIDS, mereka juga
diberi pelatihan dan pendampingan membangun Unit Usaha toko secara online.
Jadi secara sederhana target luarannya adalah :
1) Terhapusnya stigma sosial bagi komunitas ODHA dan Gay di kabupaten
Sumedang melalui pendekatan komunikasi interpersonal anggota komunitas
dengan tokoh-tokoh masyarakat.
2) Membangun Unit Usaha toko online sebagai sumber nafkah dan ketahan
keluarga mereka.

Diasumsikan, jika target luaran ini tercapai, maka tidak ada lagi kaum ODHA
dan Gay yang menjalani bisnis ilegal karena kebuntuan akses dalam jejaring ekonomi
yang ada di masyarakat.

Page 195 of 204 Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak


Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

Metode Penelitian

Metode pendekatan Masalah


Secara sederhana, metode pelaksanaan kegiatan pendampingan komunitas
ODHA dan Gay dalam melepaskan diri dari stigma sosial dan membangun unit usaha
agar bisa memiliki ketahanan keluarga, dapat digambarkan dalam bagan di bawah ini,

MITRA 1 MITRA 2
KOMUNITAS MASALAH KOMUNITAS
ODHA GAY

PRIORITAS MASALAH YANG


DISEPAKATI

1. STIGMA
2. AKSES USAHA

1. Pelatihan dan pendampingan 2. Pelatihan dan pendampingan


komunikasi interpersonal untuk membuat situs bisnis online
dipraktekan anggota komunitas sebagai unit usaha legal yang
kepada para tokoh masyarakat dapat menjadi sumber nafkah
agar bisa menghapus stigma. ketahan keluarga.
OUTPUT
1. HILANGNYA STIGMA
2. TERBENTUKNYA UNIT USAHA
Gambar 1: Kerangka Pendekatan Masalah

Tahapan Kegiatan
Pertama adalah dengan melakukan FGD sekaligus sosialisasi program.
Meskipun komunitas ODHA dan Gay sebagai Mitra (1) dan (2) sudah menandatangani
kesediaan bekerjasama, namun karena kegiatan pendampingan ini melibatkan berbagai
pihak (Isteri dan Anak) serta tokoh masyarakat, maka perlu dilakukan sosialisasi agar
semua pihak lain dapat turut terlibat dalam aktivitas pendampingan, serta secara
langsung turut berperan untuk mencapai keberhasilan kegiatan.

Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Page 196 of 204


Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

Gambar 2: Materi presentasi KPA Sumedang sebagai pengantar FGD (Sumber:


Dokumentasi Peneliti)

Kedua pembuatan rencana kegiatan. Rincian aktivitas pendampingan perlu


disampaikan secara detail pada Mitra (1) dan Mitra (2), karena setiap langkah
pembinaan membutuhkan partisipasi Mitra.

Gambar 3: Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang Dr. H. Hilman Taufik
Ws M.Kes. dalam FGD bersama tim PKM Unpad dan anggota
Komunitas peduli ODHA Sumedang (Sumber: Dokumentasi Peneliti)

Page 197 of 204 Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak


Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

Ketiga penyusunan rencana kegiatan. Rencana pelatihan komunikasi


interpersonal perlu disusun sebagai bagian dari proses usaha menghilangkan stigma.
Selain itu, rencana membuat unit usaha online shop juga disusun sebagai arah kegiatan
usaha dan akan menjadi pendoman dalam monev perkembangan usaha.

Gambar 4: Tim PKM di ruang prodi Anthropologi Fisip Unpad bersama dengan
anggota Komunitas mengidentifikasi berbagai alternatif kegiatan bisnis
online (Sumber: Dokumentasi Peneliti)

Tahap berikut melakukan pengenalan tentang pembuatan situs online shop.


Sebelum bersama-sama merancang pembuatan situs online shop, mitra dibekali dulu
dengan pengetahuan praktis tentang: internet, etika komunikasi melalui media internet,
etika bisnis online, dan lain-lain.

Gambar 5: FGD membahas kebutuhan Gamelan dan alat-alat Kesenian di ruang


prodi Anthropologi FISIP Unpad bersama anggota tim PKM serta nara
sumber Sosiolog Dr. Budi Radjab, M.S. (Sumber: Dokumentasi Peneliti)

Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Page 198 of 204


Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

Tahap kelima melakukan pelatihan komunikasi interpersonal. Komunitas


sebagai mitra diberi pengetahuan sekaligus latihan keterampilan komunikasi
interpersonal.

Gambar 6: Foto bersama anggota komunitas usai FGD dan pelatihan media Online
di RSUD Sumedang (Sumber: Dokumentasi Peneliti)

Tahap berikutnya adalah pendampingan praktek komunikasi interpersonal


dengan para tokoh masyarakat.

Gambar 7: Praktek penggunaan Media Online Website sebagai sarana sosialisasi


Lingkung Seni Komunitas ODHA Sumedang (Sumber: Dokumentasi
Peneliti)

Page 199 of 204 Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak


Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

Gambar 8: Lingkung Seni Komunitas ODHA Sumedang dengan Gamelan


sumbangan tim PKM Unpad, sedang memperlihatkan kemampuannya
pada acara sosialisasi Kondom di depan Gedung Negara Kabupaten
Sumedang, 28 Agustus 2016 (Sumber: Dokumentasi Peneliti)

Gambar 9: Para kader dan volunteer Komunitas ODHA Sumedang menampilkan


kemampuannya menyanyi lagu-lagu Sunda pada acara sosialisasi
Kondom di depan Gedung Negara Kabupaten Sumedang, 28 Agustus
2016 (Sumber: Dokumentasi Peneliti)

Tahap terakhir adalah melakukan monitoring & evaluasi. Setelah semua tahap
kegiatan yang direncanakan satu per satu selesai dilaksanakan, maka Tim PKM Unpad
didampingi oleh Wakil ketua KPA Sumedang yang juga menjabat sebagai direktur
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumedang melakukan monitoring dan evaluasi
kegiatan Pendampingan ODHA besama dengan komunitas peduli ODHA Sumedang .

Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Page 200 of 204


Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

Gambar 10: Suasana Kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Sumber: Dokumentasi


Peneliti)

Hasil Dan Pembahasan

Sesuai dengan tahapan kegiatan, pada tahap pertama kegiatan Pengabdian


kepada Masyarakat ini adalah melakukan penggalian data dari para anggota komunitas
dengan cara Focuss Group Discussion (FGD).
FGD dilakukan dengan melibatkan mitra 1, Komunitas Peduli ODHA Sumedang
dan mitra 2 , Komisi Pencegahan AIDS Kabupaten Sumedang. Bertempat di ruang rapat
Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang, FGD menghadirkan tim PKM dari Unpad,
direktur RSUD Sumedang yang juga merangkap sebagai sekretaris KPA Sumedang
serta para pegiat dan pendamping ODHA Sumedang.
FGD diarahkan pada identifikasi masalah dan kebutuhan kaum ODHA
Sumedang, terutama dalam konteks akses ekonomi dan ketahanan keluarga.
Dalam proposal sebelumnya, direncanakan kegiatan pengabdian berupa
pendampingan komunitas ODHA dan Gay untuk membuat dan melaksanakan aktivitas
bisnis melalui sistem online. Hal ini didasarkan pada asumsi dengan sistem online,
maka para ODHA tidak perlu melakukan aktivitas fisik yang terlalu berat, sehingga
dapat sambil berbisnis dapat tetap menjaga kondisi tubuhnya. Adapun produk yang akan
di jual/dipasarkan secara online tersebut berupa aneka barang dan makanan yang
dihasilkan oleh para ODHA.
Namun dalam beberapa kali FGD, terjadi perdebatan yang cukup alot namun
juga mendasar, yaitu adanya kekhawatiran jika kelompok ODHA menjual produk
berupa barang atau makanan, tidak aka nada masyarakat yang mau membelinya karena
takut tertular virus HIV-AIDS yang mereka idap. Kendati sebetulnya virus ini tidak
akan menular melalui pertukaran barang atau makanan, namun stereotype yang ada di
masyarakat masih seperti itu adanya.

Page 201 of 204 Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak


Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

Akhirnya, setelah dikaji dan dianalisis secara mendalam, ditemukan formulasi


bahwa kegiatan ekonomi tetap melalui system Online, tetapi yang akan di jual bukan
dalam bentuk produk fisik tetapi jasa.
Jasa yang akan dijual oleh komunitas peduli ODHA ini adalah jasa layanan
kesenian daerah, rias pengantin dan upacara adat. Hal ini diputuskan setelah banyaknya
saran dan masukan dari anggota komunitas yang notabene para pengidap HIV-AIDS di
Sumedang. Mereka pada umumnya memiliki keterampilan seni yang cukup menonjol.
Beberapa diantara mereka sudah terbiasa menari, menyanyi, menjadi MC, merias
pengantin dan menjadi tim upacara adat. Hanya selama ini mereka berani aktif di
kalangan komunitas saja, belum berani aktif di luar.
Melalui pendampingan yang dilakukan oleh tim PKM Unpad ini, maka
komunitas ini mulai dilatih keterampilan komunikasi interpersonalnya agar dapat
berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat.
Selain pelatihan keterampilan komunikasi, diberikan juga pendampingan cara
membuat dan mengelola website. Hingga laporan ini dibuat, komunitas peduli ODHA
Sumedang ini telah memiliki website dengan alamat www.rumahkomunitas.org
Sepanjang kegiatan pendampingan, nampak komunitas ini mendapat dukungan
penuh dari pemerintah daerah terutama KPA SUmedang. Salah satu contoh, dinas social
kaupaten sumedang langsung meminta komunitas untuk menyajikan pagelaran kesenian
pada salah satu acara yang diselenggarakan oleh pemkab Sumedang.
Bahkan karena komunitas ini masih belum memiliki peralatan kesenian yang
memadai, seperti gamelan untuk mengiringi tarian dan nyanyian, beberapa dinas
berkenan meminjamkan mereka seperangkat gamelan untuk digunakan komunitas
dalam beberapa kali latihan.
Dalam perkembangannya, melalui FGD kembali, komunitas peduli ODHA
Sumedang kemudian berniat membeli seperangkat Gamelan sendiri agar bias latihan
secara lebih efektif. Karena selama ini mereka harus rela menunggu waktu kosong
dimana gamelan yang dipinjamkan dinas-dinas tersebut sedang tidak digunakan.
Sempat terlontar ide dari anggota komunitas untuk membeli gamelan bekas, agar
anggaran tidak terlalu tinggi. Namun akhirnya, setelah melalui perundingan dan diskusi
panjang, diputuskan membeli yang baru dengan asumsi kualitas barang terjamin
sehingga kualitas art performance mereka juga bisa terjaga.

Simpulan Dan Implikasi

Yang dapat disimpulkan sementara dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat


berupa pendampingan komunitas ODHA Sumedang ini antara lain:
1. Komunitas ODHA Sumedang memiliki semangat dan kepedulian yang
tinggi terhadap pengidap HIV-AIDS sehingga mereka merasa perlu
membuat aktivitas bisnis yang bisa memberikan sumber penghasilan bagi
para anggotanya.
2. Pemda Sumedang terutama KPA memberikan dukungan penuh atas aktivitas
komunitas peduli ODHA ini, sehingga membuat dinas-dinas lainnya tergerak
ikut mendukung.
3. Membentuk tim kesenian dan menjual jasa seni kepada masyarakat adalah
keputusan komunitas ODHA Sumedang untuk memperoleh akses ekonomi
halal dan legal sekaligus menghapus stigma social yang ad selama ini.

Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Page 202 of 204


Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

4. Media online menjadi pilihan karena tidak mengeluarkan anggaran yang


tinggi dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat secara luas.
5. Dengan adanya kegiatan bisnis layanan jasa tim kesenian yang dipasarkan
baik secara langsung maupun melalui media online, dapat membantu para
ODHA memelihara ketahanan keluarganya.

Implikasi
Diperlukan lebih banyak upaya terutama menjalin kerjasama dengan pihak
swasta agar kelompok kesenian komunitas ODHA Sumedang ini semakin memiliki
akses yang luas dan berkualitas. Salah satu sumber yang bisa dimanfaatkan adalah
program CSR yang ada di perusahaan-perusahaan swata. Maka kegiatan pengabdian
pada masyarakat ini perlu ditindaklanjuti dengan membuat rencana kegiatan bersama
komunitas ODHA Sumedang untuk mendatangi perusahaan dan mempersuasi mereka
untuk mau mengalokasikan anggaran CSR bagi pengembangan aktivitas Lingkung Seni
Komunitas ODHA Sumedang.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih disampaikan kepada Direkrotat Jendral Ristek & Pendidikan


Tinggi, yang telah mendanai kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat dengan Skema
IbM ini. Juga kepada Komunitas Peduli ODHA, Komisi Pencegahan AIDS (KPA)
Kabupaten Sumedang dan Direktur RSUD Sumedang yang secara antusias membantu
kegiatan Pendampingan ODHA ini.

Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan RI. (2010). Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan.
Dennis Wilcox et al. (2000). Strategi dan Taktik PR. Jakarta: Humanika Salemba Grup.
Glanz. Karen and Friends. (2008). Health behavior and health education: theory,
research, and practice. San Fransisco: Jossey-Bass.
Goffman. Erving. (1963). Stigma, Notes On Management of Spoiled Identity. London:
Penguin.
Griffin. EM, (2006), Int. Ed, A First Look At Communication Theory. USA: McGraw-
Hill.
Liliweri, Alo. (2005). Prasangka dan Konflik, Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat
Multikultur. Yogjakarta: LKIS.
Litlejohn, Stephen W., Foss, Karen W. (2005). Theories of Human Communication,
Thomson Wadsworth, USA.Pluto Press.
McKee, Neill and Friends. (2004). Strategic Communication in the HIV/AIDS
Epidemic. London: Sage Publications.
Rakhmat, Jalaluddin. (2000). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Samovar, et al. (2010). Communication Between Cultures, International Ed. Wadsworth
Cencage Learning, USA.
Taddese Alemu , Sibhatu Biadgilign , Kebede Deribe & Horacio Ruiseñor Escudero.
(2013). Experience of stigma and discrimination and the implications for
healthcare seeking behavior among people living with HIV/AIDS in resource-

Page 203 of 204 Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak


Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 2 Oktober 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979

limited setting, SAHARA-J: Journal of Social Aspects of HIV/AIDS: An Open


Access Journal. downloaded by: [197.156.119.11] On: 25 July 2013, At: 09:05
Publisher: Routledge Informa Ltd Registered in England and Wales Registered
Number: 1072954 Registered office: Mortimer House, 37-41 Mortimer Street,
London W1T 3JH, UK.
Thompson, Teresa L. and Friends. (2003). Handbook Of Health Communication,
London: Lea Publishers.
West, Richard, & Turner. H, Lynn. (2008). Pengantar Teori Komunikasi, Analisis dan
Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.
WHO,. Handbook on Health Inequality Monitoring with a special focus on low- and
middle-income countries, WHO Library Cataloguing-in-Publication Data
I.World Health Organization. ISBN 978 92 4 154863 2
http://www.tandfonline.com/loi/rsah20
http://www.Wikipedia.com
Laporan Penelitian “Promosi Kesehatan Hiv-Aids Dan Stigma Terhadap Pengguna
Narkoba Suntik (Penasun) Di Sumedang”, Dr. Evie Ariadne Shinta Dewi, M.Pd & Dr.
Suwandi Sumartias, M.Si, Penelitian dibiayai oleh dana PNBP Fikom Unpad, tahun
2014.

Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Page 204 of 204

You might also like