You are on page 1of 2

Nama : Adelia Jatiningrum

Nim : P07131115083
Prodi : D – III Gizi Tk. III

Turunnya Daya Beli Masyarakat Jadi Tantangan


Perekonomian RI

JAKARTA, KOMPAS.com - Perekonomian Indonesia pada tahun ini dinilai sudah lebih baik
dibandingkan tahun lalu. Namun, ada beberapa hal yang membuat perekonomian tidak dapat
melesat kencang seperti yang diharapkan.

Director Investor Relation and Chief Economist Bahana TCW Investment Management Budi
Hikmat menjelaskan, ada beberapa hal yang membebani laju perekonomian. Dari sisi internal,
tantangannya adalah penurunan daya beli.

"Penurunan ini disebabkan karena penurunan harga komoditas, kenaikan harga-harga yang diatur
pemerintah dan perubahan pola konsumsi masyarakat," ujar Budi dalam pernyataan resmi, Rabu
(26/7/2017).

Di pasar komoditas, harga minyak tertekan karena kelebihan pasokan. Penurunan harga minyak
juga mempengaruhi harga karet alam.

Permintaan komoditas lain yaitu minyak sawit mentah (crude palm oil-CPO) dari China
menurun, sehingga membuat harganya yang sudah perlahan naik kembali tertahan bahkan
cenderung turun. Penurunan harga komoditas ini berdampak pada pendapatan masyarakat.

Inflasi pada paruh pertama tahun ini tercatat sebesar 2,38 persen. Jika diperhatikan lebih jauh,
terlihat bahwa inflasi akibat harga-harga yang diatur oleh pemerintah (administered inflation)
naik paling tinggi.

Sejak awal tahun hingga akhir Juni lalu, inflasi administered prices naik 7,8 persen, paling tinggi
di antara pembentuk inflasi lainnya. Hal yang termasuk administered inflation antara lain adalah
harga listrik, harga bahan bakar dan harga gas.

Inflasi kedua tertinggi adalah rumah, sebesar 4,24 persen dan transportasi serta komunikasi
sebesar 4,2 persen.
“Ketika harga-harga yang ditetapkan pemerintah naik, orang cenderung akan mengurangi
pemakaiannya, atau memangkas pos pengeluaran lain. Sehingga, bisa jadi masyarakat jadi
menunda pembelian baju,” ujar Budi.

Kenaikan harga yang dibarengi pula dengan penurunan harga komoditas membuat masyarakat
menahan diri untuk tidak terlalu banyak berbelanja. Pola belanja pun sudah berubah dan
konsumen tidak lagi datang ke toko, melainkan lebih senang berbelanja secara online.

Menurut Budi, pemerintah menyadari keadaan tersebut. Pada revisi RAPBN, pemerintah
menambah subsidi dan berkomitmen untuk tidak menaikkan harga lagi.

Selain itu, pemerintah juga mengajukan defisit anggaran yang lebih besar agar dapat
memberikan stimulus terhadap pertumbuhan.

“Dampaknya, proyeksi indeks agak lebih rendah, naik 16,6 persen menjadi 6.174 dari
sebelumnya 17,67 persen,” kata Budi.

Namun, Bahana TCW tetap optimistis dengan perkembangan pasar saham dan obligasi hingga
akhir tahun nanti. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan mencapai 5,1 persen, dengan
laju inflasi 4,3 persen dan rata-rata kurs rupiah terhadap dolar AS pada Rp 13.450.

Setelah pemeringkat S&P memberikan kenaikan peringkat Mei lalu, diperkirakan para investor
institusi asing yang konservatif masih terus masuk ke pasar obligasi dan membuat harga obligasi
meningkat.

You might also like