You are on page 1of 10

Pertolongan Pertama

Pada pertolongan pertama hal yang sangat vital dan wajib dimiliki oleh setiap penolong
adalah penilaian. Dalam penilaian terhadap korban terdapat langkah-langkah berikut :
1. Penilaian Keadaan;
2. Penilaian Dini;
3. Pemeriksaan Fisik;
4. Riwayat Penderita;
5. Pemeriksaan Berkala atau Lanjutan;
6. Pelaporan

Penilaian Keadaan
Hal pertama yang dilakukan ketika melakukan adalah penilaian keadaan. Terdapat 3
pertanyaan umum yang dapat menunjang penilaian keadaan.
1. Bagaimana kondisi saat itu?
2. Kemungkinan apa saja yang akan terjadi?
3. Bagaimana mengatasinya?

Secara umum tugas penolong saat tiba dilokasi adalah sebagai berikut:
1. Memastikan keselamatan penolong, penderita dan orang disekitarnya. Ingat!
Amankan diri sendiri terlebih dahulu! Keselamatan penolong nomor 1.
2. Penolong memperkenalkan diri(nama, nama organisasi dan minta izin).
3. Menentukan keadaan umum kejadian (mekanisme cedera) dan mulai melakukan
penilaian dini.
4. Mengenali dan mengatasi gangguan/cedera yang mengancam jiwa.
5. Stabilkan penderita dan teruskan pemantauan.
6. Minta bantuan.

Penilaian Dini
Setelah melakukan penilaian keadaan, saatnya melakukan penilaian dini. Ada 6
langkah penilaian dini. Kesan umum, memerika respon, A,B,C, dan hubungi bantuan.
a. Kesan Umum
Pada langkah ini, penolong harus menentukan apakah kasus yang dihadapi adalah
kasus trauma atau kasus medis.
Kasus trauma adalah kasus yang disebabkan ruda paksa, mempunyai tanda yang jelas
terlihat dan atau teraba.
Kasus medis adalah kasus yang diderta seseorang tanpa ada riwayat ruda paksa.

b. Memeriksa Respon
Respon seorang penderita adalah suatu cara sederhana untuk mendapatkan gambaran
berat ringannya gangguan yang terjadi dalam otak. Respon penderita dibagi 4 tingkat,
yaitu ASNT. Awas(A), Suara(S), Nyeri(N), Tidak respon(T)
Pada tingkat awas, penderita masih dapat menyahut dan berinteraksi.
Di tingkat suara, penderita masih merespon dengan suara yang ada.
Di tingkat nyeri, dapat dilakukan dengan mengecek apakah penderita masih merespon
dengan tekanan ataupun tes lainnya dari penolong. Misalnya dengan mencubit korban.

Tingkat tidak respon ketika korban tidak sadar.

c. A (Airway); memastikan jalan nafas


1) Pasien merespon dengan respon baik
Memestikan jalan nafas dengan memperhatikan ada tidaknya gangguan suara
atau gangguan berbicara atau tambahan suara. Dan nilai juga apakah penderita
mengucapkan suatu kalimat tanpa terputus. Penolong bisa melakukan tes dengan
meminta korban agar menyebutkan namanya.
2) Pasien yang tidak respon
Perlu dilakukan tindakan segera untuk memastikan jalan nafas terbuka. Bila
tidak ada kecurigaan cedera spinal (tulang belakang), gunakan teknik ADTD
(angkat dagu – tekan dahi). Sebaliknya apabila ada kecurigaan cedera spinal
gunakan teknik perasat pendorong rahang bawah

Teknik ATDT

Caranya :
1. Letakkan tangan anda pada dahi penderita gunakan tangan yang paling dekat dengan kepala
penderita.
2. Tekan dahi sedikit mengarah kebelakang dengan telapak tangan sampai kepala penderita
terdorong kebelakang.
3. Letakan ujung jari tangan yang lainnya di bawah bagian ujung rahang bawah.
4. Angkat dagu kedepan, lakukan gerakan ini bersamaan tekanan dahi sampai kepala penderita
pada posisi ekstensi maksikmal. Pada pasien bayi dan anak kecil tidak dilakukan sampai
maksimal tetapi sedikit ekstensi saja.
5. Pertahankan tangan di dahi penderita untuk menjaga posisi kepala tetap ke belakang.
6. Buka mulut penderita dengan ibu jari tangan yang menekan dagu.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dengan teknik ini :


1. Bagi penderita yang masih bayi gerakan ekstensi kepala tidak boleh maksimal.
2. Tangan jangan menekan di jaringan lunak bawah dagu.
3. Jangan Gunakan Ibu Jari untuk mengangkat dagu.
4. Awasi mulut penderita agar tetap terbuka.
5. Jika penderita dengan gigi palsu cobalah pertahankan pada posisinya tetapi jika mengganggu /
sulit dipertahankan sebaiknya gigi palsu tersebut dilepas

Teknik Perasat Pendorong Rahang Bawah

Teknik ini digunakan sebagai pengganti teknik tekan dahi angkat dagu. Perlu diingat teknik ini
sangat sulit dilakukan tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka jalan nafas bagi
penderita yang mengalami trauma pada tulang belakang . Dengan mempergunakan teknik ini
berarti kepala dan leher penderita dibuat dalam posisi alami / normal.
Caranya :
1. Berlutut di sisi atas kepala penderita letakkan kedua siku penolong sejajar dengan posisi
penderita, kedua tangan memegang sisi kepala.
2. Kedua sisi rahang bawah dipegang ( jika pasien anak atau bayi gunakan dua atau tiga jari pada
sisi rahang bawah ).
3. Gunakan kedua tangan untuk menggerakkan rahang bawah ke posisi depan secara perlahan.
Gerakan ini mendorong lidah ke atas sehingga jalan nafas terbuka.
4. Pertahankan posisi mulut pasien tetap terbuka.

Jangan lupa memeriksa mulut penderita terutama yang mengalami penurunan respon atau tidak
ada respon, apakah ada suatu benda yang dapat menyumbat saluran nafas ( sisa makanan, gigi
palsu dan lainnya ). Pembersihannya dapat dilakukan dengan cara sapuan jari secara buta ( blind
finger sweep ). Tetapi cara ini tidak boleh dilakukan pada bayi dan anak kecil kecuali benda
asingnya sudah terlihat dalam mulut

d. B (Breathing); menilai pernafasan


Menilai pernafasan berbeda dengan memastikan jalan nafas. Menilai pernafasan
merupakan penilaian memperhatikan tempo dan rata-rata nafas yang dapat dilakukan
oleh penderita. Pemeriksaan ada tidaknya nafas dengan cara Lihat, Dengar dan
Rasakan (LDR) dilakukan selama 3-5 detik.
e. C (Circulation); menilai sirkulasi dan menghentikan pendarahan berat
1) Penderita Respon
Periksa nadi RADIAL (Pergelangan tangan), sedang untuk bayi periksa nadi BRAKIAL
(bagian dalam lengan atas).
2) Penderita Tidak Respon
Periksa nadi KAROTIS (leher) kecuali bayi tetap periksa nadi Brakial. Ada tidaknya nadi
diperiksa dalam waktu 5-10 detik. Bila tidak ada segera lakukan tindakan Resusitasi
Jantung Paru (RJP).

f. Hubungi Bantuan
Dengan menghubungi ambulans

PEMERIKSAAN FISIK
Setelah melakukan penilaian dini, maka penanganan cedera yang dianggap berbahaya
harus segera dilakukan.
Penilaian terarah bertujuan agar penolong dapat melakukan penatalaksanaan yang
terbaik sesuai dengan keadaan yang dihadapi. Hal ini penting untuk menunjukkan sikap
profesional penolong bahwa penolong segera melakukan tindakan pertolongan
secepatnya berorientasikan masalah yang dihadapi.
Prinsip pemeriksaan fisik menyeluruh penderita:
a. Pemeriksaan fisik merupakan pemeriksaan yang meliputi seluruh tubuh penderita.
Tujuannya untuk menemukan berbagai tanda.
b. Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematiks dan berurutan, biasanya dari ujung
kepala sampai ujung kaki, namun dapat berubah sesuai dengan kondisi penderita.

Tindakan ini melibatkan panca indra kita, yaitu :


a. Penglihatan (inspeksi);
b. Perabaan (palpasi);
c. Pendengaran (auskultasi);

Pada penderita cedera, harus dicari adanya P.L.N.B yang merupakan singkatan dari:
Perubahan bentuk (P)
Luka Terbuka (L)
Nyeri Tekan (N)
Bengkak (B)
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan teliti.
Berikut bagian-bagian yang harus diperiksa tersebut:
1. Kepala
Kulit kepala dan tulang tengkorak, termasuk tulang-tulang bawah. Telinga dan Hidung.
Pada bagian Mata ada hal-hal penting lagi yang harus diperhatikan, antara lain :
a. Manik mata(pupil), kamu bisa memeriksanya dengan menggunakan senter kecil;
b. Gerakan bola mata;
c. Kelopak mata;
d. Bagian putih mata;
e. Bagaimana refleksnya, misalnya dengan mengibas-ngibaskan tangan.
Catatan : JANGAN BERUSAHA MENGELUARKAN KOTORAN YANG MENEMPEL DI
BAGIAN HITAM MATA.

TANDA VITAL
Beberapa peralatan yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan tanda vital, yaitu :
1. Jam tangan dengan penunjuk detik yang jelas;
2. Senter kecil;
3. Stetoskop;
4. Sfigmomanometer;
5. Termometer;
6. Alat tulis untuk mencatat.

Parameter yang dikelompokkan dalam tanda vital adalah:


1. Denyut nadi normal
Bayi : 120 – 150 x/menit
Anak : 80 – 150 x/menit
Dewasa : 60 – 90 x/menit
2. Frekuensi pernafasan normal
Bayi : 20 – 50 x/menit
Anak : 15 – 30 x/menit
Dewasa : 12 – 20 x/menit
3. Suhu tubuh normal
37°C
4. Tekanan Darah Normal (dewasa)
Sistonik : 100-140 mmHg
Diastonik : 60-90 mmHg
5. Kulit

Pemeriksaan Denyut Nadi


1. Leher (KAROTIS);
2. Lengan atas (BRAKIALIS), umumnya pada bayi;
3. Lengan bawah (RADIALIS);
4. Lipat paha (FEMORALIS)

Pemeriksaan Pernafasan
Saat menghitung frekuensi pernafasan pada penderita respons jangan biarkan ia
mengetahuinya. Satu pernafasan adalah satu kali menghirup nafas dan satu kali
mengeluarkan nafas.

Beberapa gejala dan tanda gangguan pernafasan:


1. Berusaha menghirup nafas;
2. Pernafasan yang terlalu cepat, lambat, dalam atau dangkal;
3. Bunyi nafas tambahan;
4. Kulit lembab berlebihan dan kemerahan kemudian jadi pucat atau kebiruan;
5. Sulit berbicara;
6. Pusing;
7. Nyeri dada, rasa kesemutan pada tangan dan kaki;
8. Perubahan status mental (cemas, gelisah sampai tidak respons).
Pemeriksaan Suhu Tubuh
Dilakukan dengan perabaan menggunakan punggung tangan pada bagian tubuh yang
terbuka (dahi, leher)
Warna kulit juga harus dinilai, yaitu:
Pucat – dapat terjadi akibat gangguan peredaran darah;
Kemerahan – tekanan darah tinggi, keracunan alkohol, luka bakar, demam, penyakit
infeksi;
Kebiruan (sianosis) – kurangnya oksigen dalam darah;
Kekuningan – sering merupakan tanda gangguan hati;
Biru kehitaman – tanda pendarahan bawah kulit.
Pada penderita yang berkulit relatif gelap, maka perubahan dapat dilihat pada bibir,
bawah kuku, telapak tangan, bagian putih mata, bagian dalam kelopak mata bawah,
gusi dan lidah.

Pemeriksaan Tekanan Darah


Tekanan Darah adalah besarnya tekanan yang diterima dinding pembuluh nadi pada
saat darah dipompa melalui pembuluh darah
Tekanan SISTOLIK adalah tekanan yang diukur pada saat jantung memompa darah ke
dalam pembuluh nadi
Tekanan DISTOLIK adalah tekanan pada saat jantung sedang tidak memompa darah
atau dengan kata lain tekanan diantara dua denyut jantung

RIWAYAT PENDERITA
Untuk mempermudah pembuatan Riwayat Penderita dikenal istilah KOMPAK :
K = Keluhan utama (gejala dan tanda);
O = Obat-obatan yang diminum;
M = Makanan/minuman terakhir;
P = Penyakit yang diderita;
A = Alergi yang dialami;
K = Kejadian.

Catatan : Penolong tidak membuat diagnosa, tetapi dapat membuat kesimpulan


berdasarkan hasil temuannya

PEMERIKSAAN BERKALA ATAU LANJUTAN


Secara umum pemeriksaan berkala harus dinilai kembali:
a. Keadaan respons;
b. Nilai kembali jalan nafas dan perbaiki bila perlu;
c. Nilai kembali pernafasan, frekuensi dan kualitasnya;
d. Periksa kembali nadi dan bila perlu lakukan secara rinci bila ada waktu;
e. Nilai kembali keadaan kulit;
f. Periksa kembali secara seksama mungkin ada yang terlewati;
g. Nilai kembali penatalaksanaan (pembalutan, pembidaian);
h. Pertahankan komunikasi dengan penderita untuk menjaga rasa aman dan nyaman.
Bila penderita stabil dan keadannya cukup parah, maka penilaian dilakukan setiap 5
menit sekali. Bila penderita tenang dan stabil, maka pemeriksaan dilakukan setiap 15
menit sekali.

PELAPORAN
Dalam pelaporan sebaiknya dicantumkan :
1. Umur dan jenis kelamin penderita;
2. Keluhan utama;
3. Tingkat respons;
4. Keadaan jalan nafas;
5. Pernafasan
6. Sirkulasi;
7. Pemeriksaan fisik yang penting;
8. KOMPAK yang penting;
9. Penatalasanaan;
10. Pekembangan yng dianggap penting.
RJP

Adapun cara proses pemberian pertolongan hingga ke Resusitasi Jantung Paru adalah
sebagai berikut:
1. Ketika anda menemukan korban, lakukanlah penilaian dini dengan memeriksa
responnya melalui respon suara anda. Panggillah nama korban jika anda mengenalnya
atau dengan cara mengguncang-guncang bahu korban (hati-hati bila curiga ada cedera
leher dan tulang belakang).
2. Jika TIDAK ADA RESPON, untuk korban dewasa mintalah pertolongan pertama kali
kepada orang disekeliling anda baru lakukan pertolongan. Pada bayi atau anak,
lakukan pertolongan terlebih dahulu selama 1 menit baru minta bantuan. Hal ini karena
umumnya pada bayi atau anak terjadi karena sebab lain, sehingga biasanya
pemulihannya lebih cepat.
3. Pada kondisi tidak respon ini, segera buka jalan nafas, tentukan fungsi pernafasan
dengan cara ; lihat, dengar dan rasakan (LDR) selama 3 - 5 detik. Jika ada nafas maka
pertahankan jalan nafas dan segera lakukan posisi pemulihan atau melakukan
pemeriksaan fisik.
4. Jika TIDAK ADA NAFAS, maka lakukan pemberian NAFAS BUATAN sebanyak 2 X.
Posisi tangan penolong harus tegak lurus
5. Kemudian periksa Nadi Karotis Korban 5 - 10 detik, jika ada maka kembali ke no. 3.
Jika TIDAK ADA NADI, maka baru lakukan tindakan Pijat Jantung Luar atau Resusitasi
Jantung Paru dengan jumlah rasio 30 kali kompresi dada : 2 kali tiupan nafas (satu
penolong) atau 5 : 1 untuk (dua penolong). Ingat melakukan RJP ini hanya dilakukan
ketika nadi tidak ada / tidak teraba.
6. Jika korban menunjukkan tanda-tanda pulihnya satu atau semua sistem, maka
tindakan RJP harus segera dihentikan atau hanya diarah ke sistem yang belum pulih
saja.Biasanya yang paling lambat pulih adalah pernafasan spontan, maka hanya
dilakukan tindakan Resusitasi Paru (nafas buatan) saja.

Catatan :
1. Khusus untuk bayi yang baru lahir, rasio kompresi dan nafas buatan adalah 3 : 1,
mengingat dalam keadaan normal bayi baru lahir memiliki denyut nadi diatas 120
x/menit dan pernafasan mendekati 40 x/menit.
2. Melakukan RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat, tetapi ada hal-
hal yang dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan tindakan maupun
pemulihan sistem pada korban diantaranya:
3. Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis, bila
ada denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.
4. Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan bantuan
pernafasan.
 Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.
 Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
 Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.
 Nadi akan berdenyut kembali.
Resusitasi Jantung Paru dapat dihentikan apabila:

 Korban pulih kembali.


 Penolong kelelahan.
 Diambil alih oleh tenaga yang sama atau yang lebih terlatih dimungkinkan juga
dengan peralatan yang lebih canggih (seperti kejutan listrik).
 Jika ada tanda pasti mati.

You might also like