You are on page 1of 68

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP

KESEGARAN DAN KUALITAS BUAH SALAK PADANGSIDIMPUAN


(Salacca sumatrana)

SKRIPSI

SRI ALAM SYAHPUTRA NASUTION


F34070006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
THE EFFECT OF PACKAGING AND STORAGE TEMPERATURE TO
QUALITY AND FRESHNEES SALAK PADANGSIDIMPUAN
(Salacca sumatrana)

Endang Warsiki and Sri Alam Syahputra Nasution


Department of Industrial Technology, Faculty of Agricultural Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,
Indonesia.
Phone: 62 812 10404154, e-mail: alam_12october@yahoo.co.id

ABSTRACT

This study aims to obtain the storage temperature and type of packaging which suitable for
salak Padangsidimpuan. The research was conducted in two stages, i.e. preliminary research and
primary research. Preliminary research carried out by measuring the initial quality (total weight lose,
perishable fruit, water content, total titrated acid, total soluble solids, vitamin C and organoleptic).
The results and than are used as initial data to conduct primary research. Primary research was
conducted by coated 1 kg of salak and then packed with cartons, bamboo basket, plastic PE with
cartons and plastic PE with bamboo basket. All samples were storaged in at 15oC and room
temperature. Salak without treatment was also stored at room temperature as a control. Samples were
analyzed the qualities every three days.
Based on this research, physico-chemical characteristic of salak Padangsidimpuan showed
that the water content was 78.12%, total titrated acid was 6.34%, total soluble solids was 15oBrix,
vitamin C was 1.87 mg/100 g fruit, the preference score for color was 4, aroma was 4, flavor was 3,
texture was 3 and general acceptance was 3. Based on the ANOVA analysis, Duncan test and “t” test,
can be concluded that salak Padangsidimpuan were stored at a temperature of 15oC hold maximum of
30 days, with cartons, bamboo basket, plastic PE with cartons and plastic PE with bamboo
basket. However the best condition of packaging resulted from this research was bamboo basket in
15oC.

Keywords: Padangsidimpuan salak, coating, bamboo basket

i
SRI ALAM SYAHPUTRA NASUTION. F34070006. Pengaruh Jenis Kemasan Dan Suhu
Penyimpanan Terhadap Kesegaran Dan Kualitas Buah Salak Padangsidimpuan
(Salacca sumatrana). Di bawah bimbingan Endang Warsiki. 2011

RINGKASAN

Salak (sallaca edulis, Reinw) merupakan salah satu jenis buah tropis Indonesia yang dapat
diperoleh sepanjang tahun. Pada bulan-bulan tertentu, antara bulan Oktober-Januari, produksi salak
melimpah dan melebihi kebutuhan, sehingga banyak buah salak yang terbuang. Keadaan ini sangat
merugikan petani sehingga harus dipikirkan penanganan salak mulai dari kegiatan pemanenan sampai
pasca panen. Sebagai contoh, petani salak Padangsidimpuan, Sumatera Utara, juga mengalami
kerugian setiap tahun karena buah rusak yang diakibatkan salah penanganan, seperti tidak sesuainya
jenis kemasan yang digunakan dan suhu penyimpanan yang tidak terkontrol. Selain itu lokasi
perkebunan yang pada umumnya jauh dari perkotaan juga merupakan salah satu faktor penyebab
rusaknya buah sebelum dikonsumsi. Lokasi yang jauh menyebabkan pendistribusian buah
memerlukan waktu yang lebih lama untuk sampai ditangan konsumen. Hal ini bisa dihindari dengan
melakukan penanganan pasca panen yang tepat, misalnya dengan menggunakan kemasan dan suhu
penyimpanan yang tepat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan suhu penyimpanan dan jenis kemasan yang
sesuai untuk buah salak (Padangsidimpuan). Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengemasan
dan Laboratorium DIT, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Dramaga-Bogor pada bulan Maret sampai April 2011. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu
penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mengukur
mutu awal buah salak (terhadap susut bobot, kerusakan buah, kadar air, asam tertitrasi, padatan
terlarut, vitamin C dan organoleptik) yang hasilnya digunakan sebagai data awal untuk melakukan
penelitian utama. Penelitian utama dilakukan dengan cara menyimpan 1 kg buah salak
(Padangsidimpuan) yang sebelumnya telah diberikan lapisan lilin pada masing-masing perlakuan.
Penilitian ini menggunakan dua faktor penyimpanan yang berbeda. Faktor pertama yaitu kemasan (A)
dan faktor kedua suhu (B). Kemasan yang digunakan terdiri dari empat taraf antara lain, kemasan
karton (A1), kemasan besek (A2), kemasan plastik PE dengan karton (A3) dan kemasan plastik PE
dengan besek (A4). Sebagai kontrol disimpan buah salak tanpa perlakuan (K). Selanjutnya buah salak
akan disimpan pada suhu 15oC (B1) dan suhu ruangan kamar (B2). Buah salak disimpan selama 30
hari, kemudian dilakukan pengamatan terhadap mutu fisik (susut bobot dan total kerusakan buah),
kimia (kadar air, total asam tertitrasi, total padatan terlarut dan uji vitamin C) dan uji organoleptik
(warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan umum). Pengamatan ini dilakukan setiap 3 hari sekali.
Data hasil penelitian diuji secara statistik (analisis ANOVA yang dilanjutkan dengan uji
Duncan dan uji t). Berdasarkan hasil yang diperoleh, penyimpanan pada suhu 15oC memiliki beda
nyata terhadap penyimpanan pada suhu kamar . Dimana penyimpanan pada suhu 15oC menunjukkan
susut bobot terendah yaitu sebesar 5,38%. Artinya penyimpanan pada suhu 15 oC lebih baik untuk
mempertahankan susut bobot buah salak. Hal yang sama terjadi pada total kerusakan buah. Faktor
kemasan, faktor suhu penyimpanan dan interaksi antar faktor menunjukkan adanya pengaruh nyata
(α = 0,05) terhadap total kerusakan buah. Buah salak yang disimpan dengan kemasan besek pada suhu
15oC, memiliki rata-rata total kerusakan terkecil sampai akhir penyimpanan yaitu sebesar 26%.
Selanjutnya untuk vitamin C, faktor kemasan dan interaksi antar faktor tidak memiliki
pengaruh nyata terhadap perubahan vitamin C. Berbeda dengan faktor suhu penyimpanan, analisis
ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap perubahan vitamin C. Kemudian hasil

ii
analisis lanjut uji “t” (α = 0,05) juga menunjukkan adanya beda nyata antara penyimpanan pada suhu
15oC dengan penyimpanan pada suhu kamar. Dimana penyimpanan pada suhu 15oC memiliki rata-rata
akhir vitamin C lebih tinggi yaitu sebesar 1,74 mg/100 g buah. Berdasarkan hasil tersebut, diduga
penyimpanan pada suhu 15oC lebih baik daripada penyimpanan pada suhu kamar untuk
mempertahankan kandungan vitamin C buah salak.
Berdasarkan analisis ragam yang dilakukan, faktor kemasan tidak memiliki pengaruh nyata
terhadap perubahan kadar air buah salak. Sedangkan faktor suhu penyimpanan dan interaksi antar
faktor menunjukkan adanya pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap perubahan kadar air buah. Dimana
berdasarkan hasil analisis lanjut yang dilakukan, buah yang dikemas dengan kemasan besek pada suhu
15oC memiliki rata-rata akhir kadar air lebih tetap yaitu sebesar 79,13%.
Total padatan terlarut pada buah salak akan meningkat dengan waktu penyimpanan yang
semakin lama. Berdasarkan hasil analisis ragam, faktor kemasan, faktor suhu penyimpanan dan
interaksi antar faktor memiliki pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap perubahan total padatan terlarut.
Setelah dilakukan uji lanjut Duncan dan uji “t”, buah yang dikemas menggunakan kemasan besek
(A2) dan kemasan plastik PE dengan besek (A4) pada suhu 15oC (B1), memiliki rata-rata total
padatan terlarut 17,6oBrix dan 17,25oBrix.
Berdasarkan uji organoleptik warna dan tekstur buah salak, hasil analisis ragam menunjukkan
tidak adanya pengaruh nyata faktor kemasan dan interaksi antar faktor terhadap perubahan tingkat
kesukaan akan warna dan tekstur buah salak. Sedangkan faktor suhu menunjukkan adanya pengaruh
nyata (α = 0,05) terhadap perubahan tingkat kesukaan akan warna dan tekstur. Setelah dilakukan
analisis lanjut uji “t”, suhu penyimpanan 15oC berbeda nyata terhadap penyimpanan pada suhu kamar.
Dimana suhu penyimpanan 15oC, merupakan suhu penyimpanan dengan tingkat kesukaan lebih tinggi
yaitu sebesar 4 (warna dan tekstur). Sementara untuk uji organoleptik lainnya seperti (rasa, aroma dan
penerimaan umum) serta total asam tertitrasi, hasil analisis ragam tidak menunjukkan adanya
pengaruh nyata terhadap perubahan tingkat kesukaan panelis akan rasa, aroma, penerimaan umum dan
total asam tertitrasi buah salak.

iii
PENGARUH JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP
KESEGARAN DAN KUALITAS BUAH SALAK PADANGSIDIMPUAN
(Salacca sumatrana)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Oleh
SRI ALAM SYAHPUTRA NASUTION
F34070006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

1
Judul Skripsi : Pengaruh Jenis Kemasan Dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kesegaran Dan
Kualitas Buah Salak Padangsidimpuan (Salacca sumatrana)
Nama : Sri Alam Syahputra Nasution
NIM : F34070006

Menyetujui,

Dosen Pembimbing,

(Dr. Endang Warsiki, S.TP. M.Si)


NIP. 19710305 199702 2 001

Mengetahui:
Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti)


NIP. 19621009 198903 2 001

Tanggal lulus: .........................................2011

2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Jenis
Kemasan Dan Suhu Penyimpanan Terhadap Kesegaran Dan Kualitas Buah Salak
Padangsidimpuan (Salacca sumatrana) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen
Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Bogor, 1 November 2011


Yang membuat pernyataan

Sri Alam Syahputra Nasution


F34070006

3
© Hak cipta milik Sri Alam Syahputra Nasution, tahun 2011
Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian
atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

4
BIODATA PENULIS

Sri Alam Syahputra Nasution. Lahir di Paran-padang, sebuah desa kecil yang
terletak di Kecamatan Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Pada tanggal
12 Oktober 1989 dari ayah Amir Nasution dan ibu Nur Fatimah Siregar,
sebagai putra pertama dari lima bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada
tahun 2007 dari SMA Negeri 2 Plus, Sipirok dan pada tahun yang sama
diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan,
penulis aktif dalam keanggotaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN). Selain
itu, penulis juga aktif sebagai anggota pada salah satu organisasi kedaerahan yang ada di IPB yaitu,
Ikatan Mahasiswa Tapanuli Selatan (IMATAPSEL). Penulis melaksanakan Praktik Lapangan pada
tahun 2010 di PT. Bio Greenland yang bergerak dibidang eksrtraksi minyak jarak rambutan atau
castor oil, Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat.

5
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-NYA, yang telah membukakan mata, hati dan pikiran serta memberikan ketabahan sehingga
penulis dapat mengerjakan skripsi ini hingga selesai.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Endang Warsiki, S.TP. M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan
dan arahan selama penulis menjalani pembelajaran di Departemen TIN maupun saat
penyelesaian skripsi.
2. Dr. Ir. Mohamad Yani, M.Eng dan Ir. Sugiarto, M.Si sebagai dosen penguji yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penulis menjalani ujian tugas akhir di Departemen
TIN maupun saat penyelesaian skripsi.
3. Ayah dan Ibu tercinta, keempat adik tersayang, terima kasih atas kasih sayang, dorongan
semangat serta iringan do’a yang tulus dan ikhlas.
4. Teman-teman TIN 44 dan rekan-rekan di IMATAPSEL yang telah memberikan bantuan,
dorongan dan semangat selama berlangsungnya kuliah dan saat penelitian.
Penulis menyadari bahwa kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT, namun penulis
berharap mudah-mudahan skripsi ini cukup bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, 1 November 2011

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... iv


DAFTAR TABEL ................................................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................................................. 1
1.2. TUJUAN .................................................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................................ 3
2.1. BOTANI SALAK .................................................................................................................... 3
2.2. DAERAH PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS SALAK .................................................... 3
2.3. KOMPOSISI KIMIA DAN NILAI GIZI SALAK ................................................................... 5
2.4. PASCA PANEN SALAK ........................................................................................................ 6
2.5. KERUSAKAN-KERUSAKAN BUAH SALAK ..................................................................... 7
2.5.1. Luka…..…….. ..................................................................................................................7
2.5.2. Memar………................................................................................................................. ..7
2.5.3. Kulit Buah Pecah ..............................................................................................................7
2.5.4. Kerusakan Mikrobiologis .................................................................................................7
2.5.5. Kerusakan Fisiologis ........................................................................................................8
2.6. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN ............................................................................... 8
2.6.1. Penyimpanan Suhu Rendah ..............................................................................................8
2.6.2. Pelilinan…..…… ..............................................................................................................9
2.6.3. Pengemasan dengan Plastik Berlubang ............................................................................9
2.6.4. Pengemasan dengan Besek dan Kotak Karton .................................................................9
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN .................................................................................... 11
3.1. BAHAN DAN ALAT ............................................................................................................ 11
3.1.1. Bahan……….…. ............................................................................................................ 11
3.1.2. Alat……….… ................................................................................................................ 11
3.2. METODE PENELITIAN ....................................................................................................... 11
3.3. RANCANGAN PERCOBAAN ............................................................................................. 13
3.4. ANALISIS DATA ................................................................................................................. 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................... 14
4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN ......................................................................................... 14
4.2. PENELITIAN UTAMA ......................................................................................................... 14
4.2.1. Susut Bobot.… ............................................................................................................... 14
4.2.2. Total Kerusakan.............................................................................................................. 16
4.2.3. Kadar Air…………….. .................................................................................................. 17
4.2.4. Total Asam Tertitrasi ...................................................................................................... 19
4.2.5. Total Padatan Terlarut .................................................................................................... 19
4.2.6. Vitamin C……………. .................................................................................................. 21
4.2.7. Warna……………..………............................................................................................ 22
4.2.8. Aroma…………….…… ................................................................................................ 24
4.2.9. Rasa………………………. ........................................................................................... 24

v
Halaman

4.2.10. Tekstur…….... ................................................................................................................ 25


4.2.11. Penerimaan Umum ......................................................................................................... 26
4.3. PEMBAHASAN UMUM ...................................................................................................... 27
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................... 28
5.1. KESIMPULAN ...................................................................................................................... 28
5.2. SARAN .................................................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 29
LAMPIRAN ......................................................................................................................................... 32

vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produksi buah-buahan di Indonesia (Tahun 2005-2009 dalam satuan ton).............................. 1


Tabel 2. Luas panen, produktivitas dan produksi Salak per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara .......... 5
Tabel 3. Kandungan gizi buah salak per 100 g buah .............................................................................. 5
Tabel 4. Hasil uji karakterisasi awal buah salak segar Padangsidimpuan ............................................ 14
Tabel 5. Hasil uji awal organoleptik buah salak segar Padangsidimpuan ............................................ 14
Tabel 6. Perlakuan terbaik terhadap buah salak Padangsidimpuan selama penelitian ......................... 27

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pohon salak......................................................................................................................... 3


Gambar 2. Salak Padangsidimpuan: (A) buah berwarna merah, (B) buah berwarna putih .................. 4
Gambar 3. Diagram alir penelitian ..................................................................................................... 12
Gambar 4. Penurunan susut bobot buah selama penyimpanan pada suhu 15oC dan suhu kamar....... 15
Gambar 5. Peningkatan total kerusakan buah salak pada suhu 15oC dan suhu kamar ....................... 16
Gambar 6. Perubahan kadar air buah salak pada suhu 15oC dan suhu kamar .................................... 18
Gambar 7. Perubahan total padatan terlarut buah salak pada suhu 15oC dan suhu kamar ................. 20
Gambar 8. Perubahan kandungan vitamin C buah salak pada suhu 15oC dan suhu kamar ................ 22
Gambar 9. Perubahan tingkat kesukaan terhadap warna pada suhu 15 oC dan suhu kamar ................ 23
Gambar 10. Perubahan tingkat kesukaan terhadap tekstur pada suhu 15oC dan suhu kamar ............... 26

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur Pengujian ........................................................................................................ 33


Lampiran 2. Foto kebun salak dan dokumentasi penelitian ............................................................... 35
Lampiran 3. Hasil pengamatan susut bobot buah salak ...................................................................... 37
Lampiran 4. Hasil pengamatan total kerusakan buah salak ................................................................ 38
Lampiran 5. Hasil pengamatan kadar air buah salak .......................................................................... 39
Lampiran 6. Hasil pengamatan total asam tertitrasi buah salak ......................................................... 40
Lampiran 7. Hasil pengamatan total padatan terlarut buah salak ....................................................... 41
Lampiran 8. Hasil pengamatan vitamin C buah salak ........................................................................ 42
Lampiran 9. Hasil pengamatan organoleptik warna buah salak ......................................................... 43
Lampiran 10. Hasil pengamatan organoleptik aroma buah salak ......................................................... 44
Lampiran 11. Hasil pengamatan organoleptik rasa buah salak ............................................................ 45
Lampiran 12. Hasil pengamatan organoleptik tekstur buah salak ........................................................ 46
Lampiran 13. Hasil pengamatan organoleptik penerimaan umum buah salak ..................................... 47
Lampiran 14. Hasil olah data uji susut bobot buah salak ..................................................................... 48
Lampiran 15. Hasil olah data uji total kerusakan buah salak ............................................................... 48
Lampiran 16. Hasil olah data uji kadar air buah salak ......................................................................... 49
Lampiran 17. Hasil olah data uji total asam tertitrasi buah salak ......................................................... 50
Lampiran 18. Hasil olah data uji padatan terlarut buah salak............................................................... 50
Lampiran 19. Hasil olah data uji vitamin C buah salak........................................................................ 51
Lampiran 20. Hasil olah data uji organoleptik warna buah salak......................................................... 51
Lampiran 21. Hasil olah data uji organoleptik aroma buah salak ........................................................ 52
Lampiran 22. Hasil olah data uji organoleptik rasa buah salak ............................................................ 52
Lampiran 23. Hasil olah data uji organoleptik tekstur buah salak ....................................................... 52
Lampiran 24. Hasil olah data uji organoleptik penerimaan umum buah salak ..................................... 53

ix
I. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Indonesia adalah negara tropis yang telah diakui dunia kaya akan jenis buah-buahan. Salak
(sallaca edulis, Reinw) merupakan salah satu jenis buah tropis yang dihasilkan Indonesia dan dapat
diperoleh sepanjang tahun. Pada bulan-bulan tertentu, antara bulan Oktober-Januari, produksi salak
melimpah, bahkan melebihi kebutuhan. Berdasarkan data statistik pada Tabel 1, produksi buah salak
di Indonesia cukup tinggi dibandingkan dengan jenis buah-buahan lain. Hal ini ditunjukkan dengan
jumlah produksi pada tahun 2007 mencapai 805.879 ton, tahun 2008 mencapai 712.263 ton dan pada
tahun 2009 terjadi peningkatan yang mengakibatkan jumlah produksi mencapai 829.014 ton.
Peningkatan jumlah produksi buah salak ini dikarenakan semakin banyaknya permintaan terhadap
buah salak segar maupun salak olahan.

Tabel 1. Produksi buah-buahan di Indonesia (Tahun 2005-2009 dalam satuan ton)


Duku atau Nangka atau
Tahun Alpukat Belimbing Jambu Biji Jambu Air Salak
Langsat Cempedak
2005 227.577 65.967 163.389 178.509 110.704 712.693 937.930
2006 239.463 70.298 157.655 196.180 128.648 683.904 861.950
2007 201.635 59.984 178.026 179.474 94.015 601.929 805.879
2008 225.180 66.700 144.105 207.025 106.910 638.382 712.263
2009 257.642 72.443 195.364 220.202 104.885 653.444 829.014
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, 2009.

Padangsidimpuan dan Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu daerah penghasil
buah salak yang terbesar di Sumatera Utara. Hal ini dibuktikan dengan nilai produksi yang mencapai
245.810 ton per tahun seperti disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan data Dinas Perindustrian
Perdagangan dan Koperasi/UKM Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara (2008), diketahui
bahwa sejak tahun 1999, Menteri Pertanian Republik Indonesia telah menetapkan varietas lokal salak
Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi “Salak Merah” dan “Salak Putih”, sebagai dua varietas salak
nasional, untuk melengkapi enam varietas salak unggulan yang ditetapkan di Indonesia.
Ditinjau dari produktivitasnya, daerah sentra penghasil buah salak di Padangsidimpuan dan
Tapanuli Selatan sangat variatif. Di Kabupaten Tapanuli Selatan sendiri, daerah penghasil salak
terdapat di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Angkola Barat, Angkola Selatan, Angkola Timur,
Marancar dan Sayur Matinggi. Kecamatan Angkola Barat merupakan daerah yang memiliki luas area
salak terbesar dan jumlah produksi salak terbanyak dibandingkan kecamatan lain di Tapanuli Selatan.
Pada umumnya buah salak Padangsidimpuan dihasilkan di daerah pedesaan, sehingga untuk
mencapai konsumen perlu menempuh jarak yang cukup jauh dan waktu pengangkutan maupun
penyimpanan yang cukup lama. Selain itu kondisi tempat pengumpulan buah salak yang kurang
diperhatikan (bertumpuk-tumpuk), juga berpengaruh terhadap kondisi buah selama pengumpulan dan
penyimpanan. Akibatnya banyak buah yang rusak sebelum sampai ke tangan konsumen. Seperti
dituliskan Winarno dan Wirakartakusumah (1981), selama jangka waktu antara pemanenan hingga
dikonsumsi, buah salak masih terus melangsungkan aktifitas fisiologi seperti respirasi, transpirasi dan
perubahan biokimiawi lainnya. Aktifitas-aktifitas tersebut dapat mengakibatkan penurunan mutu
buah, bahkan dapat menimbulkan kebusukan pada buah, yang pada akhirnya buah tersebut tidak dapat
dikonsumsi.

1
Usaha-usaha untuk memperpanjang umur simpan buah segar biasanya dilakukan penyimpanan
pada suhu rendah. Hal ini disebabkan suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan di
dalam bahan pangan dan juga menurunkan keaktifan respirasi (Setyowati dan Budiarti, 1992). Buah
salak termasuk buah non-klimakterik, yaitu buah yang pola respirasinya menurun dan tidak terdapat
kenaikan produksi CO2 secara signifikan setelah masa panen, sehingga diperlukan suhu rendah untuk
memperpanjang umur simpannya. Sejauh ini penelitian-penelitian yang telah dilakukan terhadap buah
salak hanya terbatas pada jenis kemasan, pelilinan atau suhu saja tanpa mengkombinasikan. Oleh
karena itu, penelitian kombinasi antara jenis kemasan dan suhu patut untuk dilakukan.

1.2. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suhu dan kombinasi kemasan yang sesuai
dalam penyimpanan buah salak Padangsidimpuan.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. BOTANI SALAK


Tanaman salak (Sallaca sumatrana) adalah salah satu tanaman asli Indonesia. Tanaman ini
termasuk suku palem yang rendah, berakar serabut, tegak, hampir tidak berbatang, cabangnya sangat
banyak, berduri dan tingginya 1,5-5 meter (Satiadiredja, 1982). Pohon salak Padangsidimpuan dapat
dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. Klasifikasi dari buah salak dapat sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Bangsa : Palmales
Suku : Palmae
Marga : Salacca
Jenis : Salacca sumatrana.

Gambar 1. Pohon salak

Daerah pertumbuhan yang baik untuk tanaman salak yaitu pada tanah podsolik dengan
ketinggian 700 meter diatas permukaan laut (Satiadiredja, 1982). Disamping itu, tanaman salak
membutuhkan penyinaran matahari yang tidak langsung dan kelembapan yang tinggi selama
pertumbuhannya, sehingga biasanya diantara tanaman salak sering ditanami pohon-pohon yang tinggi
dengan daun yang mudah busuk jika telah gugur. Seperti pohon sawo, durian, kecapi, duku, menteng,
kemiri, melinjo, aren, pisang, nangka, kelapa dan jengkol.
Buah salak tersusun dalam sebuah tandan, terletak diantara pelepah daun. Buah tersebut
bersisik coklat sampai kekuningan. Rasanya ada yang asam, manis atau sepat dan daging buahnya
terkadang mempunyai konsistensi yang berpasir. Setiap tandan dapat terdiri dari 10-25 buah dan
setiap kilogramnya terdapat 10-14 buah (Satiadiredja, 1982). Waktu panen buah salak dapat
ditentukan dengan cara yang sederhana, yaitu dengan cara menggerak-gerakkan tandan dari
tanamannya. Apabila ada buah yang jatuh, maka buah dalam tandan tersebut sudah cukup matang
untuk dipanen (Sugihat, 1973). Selain itu, kematangan buah salak juga dapat diamati dengan cara
memetik salah satu buah salak dari tandannya. Kematangan ditandai dengan melebarnya sisik dan
warna biji yang berubah menjadi coklat tua (Satiadiredja, 1982). Perbanyakan tanaman biasanya
dilakukan dengan menggunakan bijinya (Sastrapradja, 1980). Selain itu dapat juga dilakukan dengan
cara cangkokan tunas atau anakan yang lebih menguntungkan dari penanaman dengan biji, karena
umur berbuahnya akan lebih cepat yaitu setelah umur 2-3 tahun, sedangkan pohon yang diperbanyak
dengan menggunakan biji akan berbuah setelah berumur 4-5 tahun (Satiadiredja, 1982).

2.2. DAERAH PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS SALAK


Tanaman buah salak secara umum hampir tersebar diseluruh daerah Indonesia. Hanya saja,
jumlah produksinya berbeda-beda di setiap daerahnya. Hal ini dikarenakan tanaman salak merupakan
tanaman yang mudah tumbuh dengan perawatan yang tidak terlalu sulit. Menurut Satiadiredja (1982),
selain di Indonesia, tanaman salak juga bisa dijumpai di dataran rendah Birma, Thailand, Malaysia,
Brunei Darussalam dan daerah-daerah bagian selatan Philipina.

3
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2009,
produksi salak di Indonesia mencapai 829.014 ton pada tahun 2009. Sebanyak 259.103 ton merupakan
salak yang dihasilkan dari daerah Sumatera Utara. Angka ini merupakan angka yang cukup besar
dibandingkan dengan daerah-daerah penghasil buah salak lainnya yang ada di Indonesia. Jika angka
ini dihitung dalam bentuk persen, maka daerah Sumatera Utara mampu menghasilkan buah salak
sebanyak 31,25% dari 829.014 ton jumlah buah salak yang dihasilkan Indonesia pada tahun 2009.
Untuk daerah Sumatera Utara sendiri, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kota Padangsidimpuan
merupakan daerah penghasil salak terbesar di Provinsi itu. Hal inilah yang menjadi keunggulan buah
salak Padangsidimpuan dibanding dengan jenis salak lainnya yang ada di Indonesia. Selain itu, masa
panen buah juga dapat dilakukan sekali dalam satu minggu setelah tanaman salak dapat dipanen.
Ukuran buah yang lebih besar juga menjadi salah satu keunggulan dari buah salak Padangsidimpuan
ini. Dalam satu buah salak Padangsidimpuan, terkadang di dalamnya ada tiga biji daging buah yang
dapat dimakan. Warna buah salak yang dihasilkan juga cukup unik. Ada dua varietas warna daging
buah yang dihasilkan, yaitu daging buah salak yang berwarna merah dan putih (Gambar 2). Hal inilah
yang menjadi keunggulan buah salak Padangsidimpuan yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara.
Untuk produktivitas buah salak per Kabupaten di Sumatera Utara tahun 2008 dapat dibaca pada
Tabel 2.

A B
Gambar 2. Salak Padangsidimpuan: (A) buah berwarna merah, (B) buah berwarna putih

4
Tabel 2. Luas panen, produktivitas dan produksi Salak per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
No Kabupaten/ Kota Salak

Luas Panen (Ha) Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Ton)


1. Medan 1 60 6
2. Langkat 2 250 50
3. Deli Serdang 4 250 100
4. Simalungun 3 300 90
5. Asahan 1 250 25
6. Tapanuli Utara 4 375 150
7. Tapanuli Tengah 2 375 75
8. Tapanuli Selatan 5.205 441 229.781
9. Binjai 1 70 7
10. Madina 2 300 60
11. Padangsidimpuan 391 410 16.029
12. Humbang Hasundutan 87 223 1.936
13. Pakpak Bharat 5 160 80
14. Serdang Bedagai 1 210 21
Jumlah 5.709 3.674 248.410
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, 2008.

2.3. KOMPOSISI KIMIA DAN NILAI GIZI SALAK


Buah salak terdiri dari tiga bagian, yaitu kulit buah, daging buah yang diselubungi selaput tipis
dan biji. Setiap buah salak memiliki satu biji, berwarna coklat kehitam-hitaman, keras, dan pada biji
terdapat sisi cembung dan sisi datar (Hieronymus, 1990). Buah salak memiliki rasa yang beragam.
Secara umum salak muda memiliki rasa yang sepat, dan semakin tua rasanya berangsur-angsur
menjadi manis dalam artian rasa sepatnya berkurang.
Berdasarkan data dari Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1981), buah salak
merupakan buah sumber mineral yaitu terdiri dari kalsium 28 mg, fosfor 18 mg dan zat besi 4,2 mg
dari 100 g bagian yang dapat dimakan. Kandungan gizi buah salak dalam tiap 100 g buah salak segar
menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan (1981), (Tabel 3).

Tabel 3. Kandungan gizi buah salak per 100 g buah


No Kandungan Gizi Unit Proporsi
1 Kalori kal 77
2 Protein g 0,4
3 Karbohidrat g 20,9
4 Kalsium mg 28
5 Fosfor mg 18
6 Zat Besi mg 4,2
7 Vitamin B mg 0,04
8 Vitamin C mg 2
9 Air % 78
10 Bagian yang dimakan % 50
Sumber: Departemen Kesehatan (1981)

5
Menurut Sabari (1982), kandungan zat kimia yang terdapat pada daging buah salak mengalami
perubahan dengan semakin menuanya buah. Buah salak pondoh yang berumur 3-5 bulan kandungan
gulanya baru mencapai 15,3%, namun pada umur 5 bulan kadar gulanya dapat mencapai 23,3%.
Sabari (1982) juga mengungkapkan bahwa pada salak pondoh yang berumur 3-5 bulan sejak bunga
mekar mengandung kadar tanin 0,21% dan setelah berumur 5 bulan kadar taninnya menurun menjadi
0,08%. Hal ini dikarenakan senyawa tanin yang tinggi pada buah salak akan memberikan rasa sepet.
Berkurangnya rasa sepet pada buah salak ini merupakan salah satu perubahan utama saat buah
mengalami proses pematangan.

2.4. PASCA PANEN SALAK


Seperti buah-buahan lainnya, buah salak mudah rusak dan tidak tahan lama. Kerusakan ditandai
dengan bau busuk dan daging buah menjadi lembek serta berwarna kecoklat-coklatan. Hal ini
dikarenakan setelah dipetik buah salak masih meneruskan proses hidupnya berupa proses fisiologi.
Sehingga buah salak tidak dapat disimpan lama dalam keadaan segar, maka diperlukan penanganan
pascapanen.
Proses respirasi juga terjadi pada buah salak saat masa penyimpanan setelah pasca panen.
Proses respirasi atau pernafasan ini adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan
oksigen dalam pembakaran senyawa makromolekul seperti karbohidrat, lemak dan protein yang
nantinya akan menghasilkan CO2, dan air (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981). Pola respirasi
yang terjadi pada buah salak cenderung akan menurun dan tidak terdapat kenaikan produksi CO 2 yang
tajam. Hal ini menunjukkan salak termasuk buah non-klimakterik. Sedangkan buah yang tergolong
klimakterik ditandai dengan adanya proses yang cepat pada waktu pemasakan (ripening) dan
peningkatan respirasi yang mencolok disertai dengan perubahan warna, cita rasa dan teksturnya.
Buah klimakterik adalah buah yang mengalami peningkatan respirasi dan produksi etilen
setelah dipanen. Sedangkan buah non klimakterik adalah buah yang tidak mengalami peningkatan
respirasi maupun etilen, sehingga buah non klimakterik harus dipanen pada saat matang sempurna.
Hal ini berbeda dengan buah klimakterik yang harus mengalami pemeraman untuk mencapai
kematangan. Kondisi pemeraman pada buah klimakterik memerlukan penanganan ekstra, karena
produksi etilen buah yang cukup tinggi sehingga dapat mempercepat kemasakan buah yang tidak
diinginkan.
Pada awal pemeraman, buah klimakterik sebaiknya disimpan pada kodisi ruang yang hangat
(25-27oC), dalam artian tidak panas ataupun dingin. Hal ini bertujuan untuk merangsang etilen buah
keluar dan dapat mempercepat pematangan. Namun setelah buah dinyatakan masak secara sempurna,
pemeraman buah dapat dihentikan. Sedangkan untuk buah non-klimakterik, penyimpanan buah dapat
dilakukan pada suhu dingin (10-15oC atau tergantung jenis buahnya). Hal ini disebabkan buah non-
klimakterik sudah mengalami kematangan secara sempurna sebelum dipanen dan tidak perlu
dilakukan pemeraman. Sehingga untuk mempertahankan kondisi buah dalam bentuk segar dan
menghindari kebusukan, sebaiknya penyimpanan dilakukan pada suhu dingin (10-15oC).
Kegiatan pemanenan yang kurang baik atau salah juga dapat mengakibatkan proses
pembusukan yang semakin cepat saat masa penyimpanan atau pada masa pasca panen. Perbedaan
dalam bentuk penyimpanan juga mempengaruhi masa simpan buah. Buah salak yang disimpan dalam
bentuk tandan akan memiliki umur simpan yang lebih lama dibandingkan buah salak yang disimpan
dalam bentuk butiran. Hal ini dikarenakan saat pemetikan buah salak dari tandannya, sering terjadi
kesalahan pemotongan yang mengabitkan buah salak mengalami luka pada daging, memar atau
bahkan terpotong. Luka, memar, terpotong atau kesalahan pemanenan lainnya akan mengakibatkan
terjadinya reaksi pencoklatan sebagai akibat aktivitas enzim poliphenol oxidase yang dipercepat oleh

6
adanya oksigen dari udara. Reaksi ini akan mengakibatkan tekstur buah menjadi lunak, yang secara
organoleptik otomatis sangat tidak menguntungkan karena buah akan semakin cepat mengalami
pembusukan.

2.5. KERUSAKAN-KERUSAKAN BUAH SALAK


Buah salak adalah salah satu jenis komoditi pertanian yang mudah rusak. Kerusakan yang
dimaksud adalah kerusakan yang ditandai dengan adanya penyimpangan yang melewati batas yang
dapat diterima secara normal oleh panca indera yang dimanifestasikan seperti buah sudah layu, busuk,
berair, buah lunak dan tumbuhnya jamur. Kerusakan ini dapat diakibatkan oleh kerusakan mekanik,
fisik, mikrobiologis dan fisiologis. Kerusakan mekanik dan fisik yang sering terjadi pada buah salak
setelah kegiatan pasca panen dan selama penyimpanan yaitu, antara lain:

2.5.1. Luka
Luka merupakan salah satu kerusakan mekanis yang terjadi pada buah salak. Kerusakan ini
biasanya disebabkan karena cara panen yang kurang hati-hati. Kerusakan ini dapat dilihat pada bagian
ujung, pangkal atau bagian tengah buah salak. Penggunaan sabit yang tidak hati-hati dapat
menyebabkan luka pada buah salak, misalnya karena terpotong. Pemetikan buah dari tandannya juga
dapat mengakibatkan kulit buah terkelupas, sehingga buah kelihatan tidak normal. Selain itu,
kerusakan pada buah salak juga dapat disebabkan duri yang menusuk pada bagian daging buah. Hal
ini dikarenakan cara pemanenan yang kurang hati-hati dan besarnya kerusakan biasanya berkisar
antara 1-2% (Rahmad, 1990).

2.5.2. Memar
Kegiatan pemanenan dan kegiatan pasca panen sangat memungkinkan terjadinya memar pada
buah salak. Salah satunya terjadi akibat benturan buah salak baik saat pemanenan maupun saat pasca
panen. Misalnya buah salak yang jatuh ke tanah saat dipanen dari pohonnya, benturan dengan alat
pengepak atau penggerak lainnya pada saat pengumpulan dan pengangkutan buah salak. Namun
kerusakan buah salak (memar) ini lebih sulit diketahui daripada kerusakan lainnya yang terjadi pada
buah salak. Hal ini dikarenakan tanda-tanda memar kurang tampak jelas dari luar. Memar ini
diketahui apabila pada buah ditemui bagian yang lebih lunak daripada bagian buah lainnya. Jika
bagian yang lunak tersebut dikupas kulitnya, maka akan terlihat jelas daging buah yang memar
ditandai dengan warna daging yang lebih gelap daripada disekelilingnya (Rahmad, 1990).

2.5.3. Kulit Buah Pecah


Kulit buah pecah terjadi saat buah masih berada di pohon. Kerusakan ini umumnya terjadi pada
musim hujan, karena tidak seimbangnya perkembangan daging buah dengan kulitnya. Penundaan
masa panen adalah salah satu faktor utama penyebab terjadinya kerusakan kulit buah pecah. Bagian
daging buah yang kulitnya pecah akan tampak lebih gelap dari sekelilingmya, yang masih ditutupi
oleh kulit (Rahmat, 1990).

2.5.4. Kerusakan Mikrobiologis


Buah salak yang memar atau luka sangat berpotensi mengalami kerusakan secara
mikrobiologis. Hal ini dikarenakan bagian buah yang memar atau luka merupakan jalur masuk bagi
mikroba untuk merusak buah salak. Seperti yang disebutkan Rahmad (1990), luka atau memar yang
ada pada buah salak merupakan pintu gerbang bagi mikroba (Mucor sp) untuk masuk ke dalam daging

7
buah setelah dipetik. Masuknya mikroba ini pada daging buah salak, mengakibatkan buah salak
menjadi busuk.

2.5.5. Kerusakan Fisiologis


Kerusakan fisiologis adalah kerusakan buah akibat reaksi metabolisme dan aktivitas enzim
yang merupakan proses autolisis (Winarno dan Janie, 1983). Terbentuknya luka pada buah
menyebabkan terjadinya pencoklatan pada daging buah dan meningkatkan kecepatan respirasi
sehingga mempercepat pelayuan buah. Proses pencoklatan ini termasuk dalam kerusakan fisiologis
dari buah salak ataupun buah lainnya.

2.6. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN


Pengemasan dan penyimpanan buah-buahan dan sayuran segar dapat memperpanjang kegunaan
dari komoditas itu sendiri. Pengemasan dan penyimpanan juga dapat memperbaiki mutu produk segar
tersebut dalam keadaan tertentu. Penyimpanan juga dapat menghindari banjirnya komoditas atau
produk dipasar sehingga dapat mempertahankan harga jual, memberikan kesempatan yang luas untuk
memilih buah-buahan dan sayuran sepanjang tahun, membantu pemasaran yang teratur, meningkatkan
keuntungan produsen dan mempertahankan mutu produk segar (Pantastico, 1986).

2.6.1. Penyimpanan Suhu Rendah


Penyimpanan buah salak dalam suhu dingin merupakan salah satu solusi untuk
mempertahankan kesegara buah salak. Penyimpanan dalam suhu rendah dapat menurunkan proses
respirasi dan memperkecil transpirasi. Tetapi penyimpanan pada suhu rendah tidak menekan seluruh
aspek metabolisme pada tingkat yang sama. Beberapa reaksi sensitif terhadap suhu rendah dan
berhenti sama sekali di bawah suhu kritis, yang dapat menyebabkan chilling injury. Suhu kritis yang
dimaksud adalah suhu rendah yang tidak dapat diterima oleh buah yang disimpan, dalam artian suhu
yang digunakan terlalu dingin. Akibatnya jaringan-jaringan dalam daging buah membengkak penuh
air dan daging buah berwarna biru. Suhu yang baik dalam penyimpanan bervariasi tergantung pada
jenis komoditas dan tingkat kematangan dari komoditas yang disimpan (Setyowati dan Budiarti,
1992). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Titiek dan Mudjisihono (1998), suhu
penyimpanan yang terbaik untuk salak Pondoh adalah pada suhu rendah (15oC).
Struktur kekerasan buah salak mengalami perubahan dengan bertambahnya umur panen. Pada
umumnya pelunakan buah-buahan diakibatkan oleh peran gabungan beberapa enzim perombak
dinding sel yang diatur oleh etilen. Salak yang telah masak menghasilkan etilen yang tinggi. Di
samping itu pelunakan daging buah salak juga disebabkan oleh perubahan turgor sel yang
menyebabkan hilangnya sifat getas dan kesegaran buah salak selama penyimpanan. Keadaan
penyimpanan pada suhu rendah juga berpengaruh pada vitamin C, karena selama penyimpanan
vitamin C tidak disintesa tetapi mengalami penurunan yang kurang lebih sama untuk semua salak
yang dipanen pada saat yang berbeda. Buah salak yang disimpan dalam suhu ruang mempunyai kadar
vitamin C lebih rendah daripada yang disimpan pada suhu rendah. Sejumlah besar vitamin dapat
hilang bila sesudah dipetik diletakkan pada tempat tanpa pendingin. Penyimpanan pada suhu tinggi
dapat menyebabkan terjadinya penurunan vitamin C yang lebih cepat (Masniary, 2008). Hal yang
sama dituliskan Indirani (1990), buah salak yang disimpan dalam plastik PE pada kondisi atmosfir
termodifikasi dan suhu 10oC mempunyai umur simpan 18 hari dengan kondisi masih baik.

8
2.6.2. Pelilinan
Salah satu cara untuk mempertahankan mutu dan kesegaran buah adalah dengan melapisi buah
dengan lilin. Pelilinan ini akan memberikan sifat yang lebih kedap terhadap air pada permukaan buah
dibandingkan dengan buah yang tidak dilapisi lilin. Oleh karena itu, pelapisan buah dengan lilin dapat
mencegah terjadinya penguapan air sehingga dapat menghambat laju respirasi, memperlambat
pelayuan dan memberikan kesan mengkilap pada permukaan kulit buah. Pemberian lapisan lilin
dengan kepekatan dan ketebalan yang sesuai dapat menghindarkan keadaan aerobik pada buah dan
memberikan perlindungan yang diperlukan terhadap luka dan goresan pada permukaan buah
(Pantastico, 1986).
Kandungan vitamin C yang ada pada buah juga dapat dipertahankan dengan menggunakan
lilin. Menurut Masniary (2008), pelilinan dapat menghambat masuknya O2 ke dalam buah, sehingga
turunnya kandungan vitamin C karena oksidasi dapat dikurangi. Beberapa syarat yang harus
diperhatikan dalam penggunaan lilin sebagai pelapis buah yaitu, tidak mempengaruhi rasa dan bau
buah yang dilapisi, mudah kering, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan
permukaan yang tebal, harganya murah dan tidak beracun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Masniary (2008) tentang pelapisan lilin lebah
terhadap buah pisang, jeruk dan salak, lilin lebah secara umum dapat mempertahankan kesegaran
buah pada suhu kamar. Buah pisang barangan yang dilapisi lilin lebah dengan konsentrasi 4%
menghasilkan kandungan vitamin C yang tinggi dengan padatan terlarut rendah. Hal yang sama terjadi
pada pelapisan lilin lebah konsentrasi 6% terhadap buah jeruk manis dan salak, menghasilkan
kandungan vitamin C tertinggi dan total padatan terlarut rendah.

2.6.3. Pengemasan dengan Plastik Berlubang


Plastik juga dapat mengurangi laju respirasi dan transpirasi dari buah-buahan selama masa
penyimpanan. Menurut Syarief et al. (1989), plastik yang sering digunakan oleh masyarakat adalah
jenis plastik polietilen (PE). Hal ini dikarenakan plastik polietilen relatif murah, transparan dan
mudah direkat dengan panas. Selain itu, plastik polietilen juga tergolong plastik yang kedap air
sehingga sangat cocok untuk mengemas sayuran dan buah-buahan. Namun salah satu sifat yang
terpenting dari plastik polietilen (PE) adalah sifat pemeabilitasnya yang rendah terhadap uap air.
Menurut Rulianto (1993), pengemasan buah dalam plastik polietilen yang diberi lubang jarum
sebanyak 32 buah memberikan kesegaran yang lebih lama. Hal ini dikarenakan uap air yang
terperangkap di dalam plastik bisa keluar, sehingga proses pembusukan pada buah dalam waktu yang
lebih cepat dapat dicegah. Sama halnya dengan hasil penelitian Syaifullah et al. (1992), pengemasan
buah pisang dalam plastik polietilen yang diberi lubang jarum sebanyak 32 buah memberikan
komposisi gas 6% CO2 dan 0,5% ppm etilen, sedangkan dengan 192 lubang memberikan komposisi
gas 5% CO2 dan 2,5% ppm etilen. Komposisi gas seperti di atas sangat baik digunakan untuk
penyimpanan buah-buahan di bawah kondisi atmosfer termodifikasi.

2.6.4. Pengemasan dengan Besek dan Kotak Karton


Pengemasan buah salak dengan menggunakan besek dan karton merupakan salah satu teknik
pengemasan yang cukup sederhana dan mudah. Selain mempermudah dalam hal distribusi dan
transportasinya, pengemasan dengan menggunakan besek atau karton juga dapat mencegah buah dari
kerusakan-kerusakan yang tidak diinginkan, seperti memar akibat benturan. Berdasarkan percobaan
Soedibyo dan Poernomo (1973), pengemasan salak bali dengan keranjang bambu (besek) bersekat
memperlihatkan persentase kerusakan dan susut bobot yang rendah setelah didistribusikan
menggunakan kereta api. Setyadjit dan Murtiningsih (1990), juga menyatakan bahwa pengemasan

9
menggunakan keranjang bambu (besek) berukuran 55,5 cm × 50,5 cm × 32 cm (p × l × t)
menghasilkan persentase kerusakan buah yang lebih kecil dibandingkan menggunakan peti kayu.
Kotak karton juga merupakan bahan pengemas yang sudah sering digunakan untuk mengepak
buah-buahan. Kotak karton ini terbuat dari bahan karton bergelombang yang terdiri dari kertas linear
dan kertas medium. Kertas linear adalah kertas yang dipakai sebagai penyekat dan pelapis pada karton
bergelombang. Sedangkan kertas medium adalah kertas yang digunakan sebagai lapisan
bergelombang pada karton bergelombang (Hadisumarto, 1990).
Menurut Peleg (1985), salah satu sifat karton bergelombang adalah mempunyai permukaan
yang haslus, dapat dicetak, mudah dilipat atau dibentuk dan dapat didaur ulang. Hadisumarto (1990)
menambahkan, bahwa kotak karton juga mempunyai sifat tahan terhadap benturan, dapat ditumpuk
dan tidak mudah robek. Kekurangan dari kotak karton bergelombang yaitu kemasan susah menjadi
dingin serta ada kecenderungan menyerap kelembapan apabila konduksi panas rendah (Snowdown
dan Ahmed, 1981). Selain itu, karton bergelombang juga mempunyai sifat dingin dengan lambat
apabila dimasukkan ke dalam ruang dingin. Namun dengan adanya lubang ventilasi dan peningkatan
luas permukaan yang tersentuh udara dingin yang bergerak sampai satu derajat tertentu, dapat
mempercepat hilangnya panas pada karton (Handenberg, 1975).

10
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. BAHAN DAN ALAT

3.1.1. Bahan
Bahan baku utama yang digunakan adalah buah salak (Padangsidimpuan) yang diperoleh
langsung dari petani salak di daerah Padangsidimpuan, dimana pohon salak ini sudah berumur 7
tahun. Buah salak dipetik langsung dari pohon salak pada sore hari dan langsung dibawa menuju
Bogor melalui transportasi darat dan udara. Dimana sebelumnya buah salak dikemas pada kerangka
kayu, dan diberi lapisan busa pada bagian dalam kerangka kayu sebagai bantalan. Bahan lain yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu film plastik PE, kotak anyaman bambu atau besek (p × l × t = 25
cm × 25 cm × 10 cm), dan kotak karton gelombang (p × l × t = 25 cm × 25 cm × 10 cm), lilin (wax)
konsentrasi 6% (terdiri dari 6% lilin lebah, 2% trietanolamin, 1% asam oleat dan 91% air). Bahan
kimia yang diperlukan untuk melakukan uji mutu buah salak (Padangsidimpuan) yaitu aquades,
NaOH, indikator phenolptalein, indikator amilum, iod.

3.1.2. Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah oven, plastic sealer, ember,
sikat pembersih, neraca analitik, neraca kasar, desikator, blender, refraktometer, pisau stainless steel,
coold storage dan alat-alat gelas.

3.2. METODE PENELITIAN


Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan merupakan penelitian awal yang hasilnya digunakan sebagai dasar untuk
melakukan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan mengukur nilai mutu awal
(terhadap susut bobot, kerusakan buah, kadar air, asam tertitrasi, padatan terlarut, vitamin C dan
organoleptik). Prosedur pengujian disajikan pada Lampiran 1.
Penelitian utama dilakukan dengan cara menyimpan 1 kg buah salak (Padangsidimpuan) yang
sebelumnya telah diberikan lapisan lilin pada masing-masing perlakuan. Penilitian ini menggunakan
dua faktor yaitu kemasan (A) dan suhu (B). Kemasan yang digunakan terdiri dari empat taraf antara
lain, kemasan karton (A1), kemasan besek (A2), kemasan plastik PE dengan karton (A3) dan kemasan
plastik PE dengan besek (A4). Sebagai kontrol digunakan buah salak tanpa pelilinan (K). Faktor suhu
dibedakan menjadi dua taraf yaitu suhu 15oC (B1) dan suhu ruangan 27oC (B2). Salak disimpan
sampai rusak dan maksimal 30 hari. Setiap tiga hari dilakukan pengamatan terhadap mutu fisik (susut
bobot dan total kerusakan buah), kimia (kadar air, total asam tertitrasi, total padatan terlarut dan uji
vitamin C) dan uji organoleptik (warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan umum), sesuai dengan
prosedur di Lampiran 1. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 3 dan Lampiran 2
menyajikan foto kebun salak serta dokumentasi penelitian.

11
Salak
Padangsidimpuan

Pembersihan

Kontrol
Pemilihan

Pelilinan (Coating), beewax 6 % (6 % lilin lebah, 2 %


trietanolamin, 1 % asam oleat, 91 % aquades), tperendaman 30detik

Penirisan

Pengemasan

Karton Besek Plastik PE dengan Plastik PE dengan Tanpa


(A1) (A2) karton (A3) karton (A4) Kemasan
(K)

Penyimpanan

Suhu 15oC (B1) Suhu kamar (B2)

Pengamatan, 3 hari sekali

Analisa data,
ANOVAdan uji “t”

Gambar 3. Diagram alir penelitian

12
3.3. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap
faktorial dengan dua faktor dan 2 kali ulangan. Faktor yang pertama yaitu kemasan (A). Faktor
kemasan terdiri dari 4 taraf, antara lain kemasan karton (A1), kemasan besek (A2), kemasan plastik
PE dengan karton (A3), dan kemasan plastik PE dengan besek (A4). Faktor yang kedua adalah suhu
(B) yang terdiri dari dua taraf, yaitu 15oC (B1) dan kamar (B2). Model rancangan percobaan yang
digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut (Walpole, 1995):
Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + Ek(ij)
Yijk : nilai pengamatan
µ : rata-rata umum
Ai : pengaruh perlakuan A taraf ke-i
Bj : pengaruh perlakuan B taraf ke-j
ABij : pengaruh interaksi perlakuan A taraf ke-i dengan perlakuan B taraf ke-j
Ek(ij) : galat percobaan

3.4. ANALISIS DATA


Data yang diperoleh dari hasil pengamatan selanjutnya akan dianalisis menggunakan uji
ANOVA. Analisis ini bertujuan untuk menunjukkan hasil yang berbeda nyata atau tidak berbeda nyata
pada selang kepercayaan (α = 0,05). Jika hasil analisis berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan
analisis lanjut menggunakan uji Duncan dan uji “t”.

13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN


Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar
Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling baik. Pemilihan buah
dilakukan dengan kriteria besarnya seragam, tidak cacat atau rusak dan warna kulit hitam mengkilat.
Hasil pengujian selanjutnya digunakan sebagai data awal untuk melanjutkan penelitian utama. Hasil
penelitian pendahuluan disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Hasil uji karakterisasi awal buah salak segar Padangsidimpuan


No Uji Nilai Uji Satuan
1 Vitamin C 1,87 mg/100 g buah
2 Total Asam Tertitrasi 6,34 %
o
3 Total Padatan Terlarut 15 Brix
4 Kadar Air 78,12 %
Berat buah 1 kg
Kondisi awal buah 100% utuh

Tabel 5. Hasil uji awal organoleptik buah salak segar Padangsidimpuan


No Uji Organoleptik Skala
1 Warna 4
2 Aroma 4
3 Rasa 3
4 Tekstur 3
5 Penerimaan Umum 3

4.2. PENELITIAN UTAMA


Penelitian utama dilakukan dengan menyimpan 1 kg buah salak segar Padangsidimpuan yang
telah dilapisi lilin lebah (konsentrasi 6%) untuk setiap perlakuan. Pengemasan dilakukan
menggunakan kemasan karton (A1), kemasan besek (A2), kemasan plastik PE dengan karton (A3) dan
kemasan plastik PE dengan besek (A4). Penyimpanan dilakukan pada suhu 15 oC (B1) dan suhu kamar
(B2). Penyimpanan pada suhu 15oC ini, dilakukan atas dasar penelitian Masniary (2008). Hasil
pengamatan pada penelitian utama disajikan pada Lampiran 3 (susut bobot), Lampiran 4 (total
kerusakan), Lampiran 5 (kadar air), Lampiran 6 (total asam tertitrasi), Lampiran 7 (total padatan
terlarut), Lampiran 8 (vitamin C), Lampiran 9 (warna), Lampiran 10 (aroma), Lampiran 11 (rasa),
Lampiran 12 (tekstur) dan Lampiran 13 (penerimaan umum).

4.2.1. Susut Bobot


Susut bobot adalah pengurangan atau penurunan bobot (massa) bahan setelah menerima
beberapa penanganan pasca panen. Pada penelitian ini, bobot bahan awal (buah salak) yang digunakan
adalah sebesar 1 kg, dan bobot bahan yang dihasilkan setelah 30 hari masa penyimpanan menurun
sebesar 5,31% (A1B1), 5,35% (A2B1), 5,39% (A3B1), 5,51% (A4B1), 8,42% (A1B2), 8,57%
(A2B2), 8,27% (A3B2), 8,38% (A4B2) dan 8,41% (K). Dari hasil perhitungan, variasi data susut
bobot buah salak yang dihasilkan adalah 5,31 - 8,57%. Setelah dilakukan analisis ragam susut bobot
(Lampiran 14), hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan dan
interaksi antar faktor, tetapi terdapat pengaruh yang nyata (α = 0,05) pada faktor suhu penyimpanan

14
terhadap susut bobot buah. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa jenis kemasan karton (A1), besek
(A2), plastik PE dengan karton (A3), maupun plastik PE dengan besek (A4) tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap perubahan susut bobot, sedangkan pada faktor suhu penyimpanan, sedikitnya
ada satu taraf yang berpengaruh terhadap perubahan susut bobot buah. Setelah dilakukan uji lanjut “t”
(α = 0,05) terhadap faktor suhu penyimpanan (Lampiran 14), dinyatakan bahwa suhu penyimpanan
15oC (B1) berbeda nyata terhadap suhu penyimpanan kamar (B2). Grafik penurunan susut bobot buah
selama masa penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.

14 Suhu 15oC
12
Susut Bobot (%)

10
8
6
4
2
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
14 Suhu Kamar
12 Lama Penyimpanan (Hari)
Susut Bobot (%)

10
8 Karton (A1) Besek (A2)
6 Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
4 Kontrol (K)
2
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Lama Penyimpanan (Hari)

Karton (A1) Besek (A2)


Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
Kontrol (K)

Gambar 4. Penurunan susut bobot buah selama penyimpanan pada suhu 15oC dan suhu kamar

Selama penyimpanan 30 hari bobot buah mengalami penurunan. Sesuai dengan pernyataan
Wills et al. (1981), yaitu selama penyimpanan, bobot buah mengalami pengurangan bobot karena
buah salak mengalami proses respirasi dan transpirasi, sehingga senyawa-senyawa kompleks yang
terdapat di dalam sel seperti karbohidrat dipecah menjadi molekul-molekul sederhana seperti CO2
dan H2O yang mudah menguap. Penguapan inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan bobot
pada buah salak. Penguapan ini dapat disiasati dengan menyimpan buah pada suhu 15oC. Seperti yang
disajikan pada (Gambar 4) di atas, susut bobot pada suhu 15oC (B1) lebih rendah dibandingkan suhu
kamar (B2).
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh selama 30 hari, buah salak baik yang dikemas
dengan kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek
(A4) pada suhu 15oC (B1), masih layak untuk dikonsumsi. Hal ini dikarenakan bobot (massa) yang
diperoleh masih di bawah batas tingkat susut bobot tertinggi pada praktek perdagangan yaitu sebesar
12,00% (Rulianto, 1993).

15
4.2.2. Total Kerusakan
Total kerusakan merupakan jumlah persentase buah yang rusak selama masa penyimpanan.
Kerusakan buah dikategorikan atas karakteristik seperti buah lembek, busuk, basah, luka (memar),
ditumbuhi mikroba dan daging buah berwarna coklat-kehitaman. Menurut Winarno dan
Wirakartakusumah (1981), salah satu penyebab meningkatnya kerusakan pada buah yang disimpan
dipengaruhi oleh proses metabolisme dan aktivitas-aktivitas biokimia yang masih berlangsung setelah
pemanenan. Selain itu, penanganan yang kurang tepat juga turut berperan dalam menentukan jumlah
kerusakan saat masa penyimpanan. Misalnya, proses pemindahan bahan dengan membanting kemasan
akan memberikan luka (memar) pada buah, yang nantinya akan mempercepat proses pembusukan
buah itu sendiri.
Setelah dilakukan penyimpanan (maksimal) selama 30 hari dan pengamatan, variasi data
pengamatan total kerusakan buah yang dihasilkan adalah 26 - 70%. Setelah dilakukan analisis ragam
total kerusakan buah (Lampiran 15), hasil analisis ragam tersebut menyatakan bahwa faktor kemasan,
faktor suhu dan interaksi antar faktor memberikan pengaruh yang sangat nyata (α = 0,05) terhadap
peningkatan total kerusakan buah. Grafik peningkatan total kerusakan buah salak dapat dilihat pada
Gambar 5.

100 Suhu 15oC


Total Rusak (%)

80
60
40
20
0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
100 Suhu Kamar
Axis Title
Total Rusak (%)

80
60 Karton (A1) Besek (A2)
40 Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
20 Kontrol (K)

0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Lama Penyimpanan (Hari)

Karton (A1) Besek (A2)


Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
Kontrol (K)

Gambar 5. Peningkatan total kerusakan buah salak pada suhu 15oC dan suhu kamar

Hasil uji pembanding berganda Duncan (α = 0,05) terhadap faktor kemasan (Lampiran 15),
menunjukkan bahwa kemasan karton (A1) tidak memiliki beda nyata terhadap kemasan plastik PE
dengan besek (A4). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh kemasan karton (A1) dan kemasan plastik
PE dengan karton (A3). Kemasan besek (A2) memiliki beda yang sangat nyata terhadap kemasan

16
plastik PE dengan besek (A4), kemasan karton (A1), kemasan plastik PE dengan karton (A3) dan
kontrol (K). Berdasarkan hal tersebut diduga karakteristik kemasan karton (A1), plastik PE dengan
karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) dalam menjaga kerusakan buah salak adalah sama. Hal
ini dapat dilihat pada grafik peningkatan total kerusakan buah salak, bahwa kecenderungan ketiga
kemasan dalam menjaga peningkatan kerusakan buah salak hampir sama.
Hasil uji lanjut “t” (0,05) terhadap faktor suhu (Lampiran 15), menunjukkan bahwa
penyimpanan pada suhu 15oC (B1) berbeda nyata dengan penyimpanan pada suhu kamar (B2)
terhadap total kerusakan buah. Berdasarkan hal tersebut perbedaan suhu penyimpanan buah salak,
berpengaruh terhadap total kerusakannya. Hal ini membuktikan bahwa buah salak sangat bersifat
transpiratif dan respiratif pada suhu lingkungan tinggi, yang mempersingkat umur simpan.
Setelah dilakukan uji pembanding berganda Duncan terhadap faktor kemasan dan uji lanjut “t”
terhadap faktor suhu penyimpanan, selanjutnya dilakukan uji pembanding berganda Duncan
(α = 0,05) terhadap interaksi antar faktor. Hasil uji lanjut tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15.
Dari hasil tersebut diduga bahwa buah salak yang dikemas dengan karton (A1), besek (A2), plastik PE
dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) pada suhu 15oC (B1) berbeda sangat nyata
terhadap buah yang disimpan pada suhu kamar (B2), dengan tingkat kerusakan yang lebih kecil pada
suhu 15oC. Jika dilihat dari jenis kemasannya, kemasan besek (A2) dan kemasan plastik PE dengan
besek (A4) pada suhu 15oC (B1), tidak terdapat beda nyata sehingga diduga tidak ada perbedaan
peningkatan total kerusakan buah yang terjadi. Tetapi antara kemasan besek (A2) pada suhu 15 oC
(B1) terdapat beda nyata terhadap kemasan plastik PE dengan karton (A3) baik pada suhu 15oC (B1)
maupun kamar (B2), karton (A1) baik pada suhu 15oC (B1) maupun kamar (B2), besek (A2) pada
suhu kamar (B2), plastik PE dengan besek (A4) pada suhu kamar (B2) dan kontrol (K), sehingga
diduga total kerusakan buah pada kemasan karton (A2) suhu15 oC (B1) berbeda nyata dengan total
kerusakan buah pada perlakuan lainnya.
Rendahnya total kerusakan buah yang dikemas pada kemasan besek (A2) dan plastik PE
dengan besek (A4) pada suhu 15oC (B1), diperkirakan karena kemasan dan suhu tersebut mampu
melindungi buah dari faktor-faktor penyebab kerusakan. Kemasan besek memiliki kontruksi yang
kaku dan berongga. Kemasan yang kaku seperti ini memungkinkan bahan terlindung dari tekanan
lingkungan luar yang bisa menimbulkan kerusakan. Rongga-rongga yang kecil ini berfungsi sebagai
ventilator pada kemasan untuk menyalurkan udara panas akibat proses metabolisme. Kemasan plastik
PE dengan besek (A4) mampu menghambat kerusakan. Peningkatan total kerusakan buah (Gambar 5),
dimana kecenderungan kemasan besek (A2) dan plastik PE dengan besek (A4) pada suhu 15oC (B1)
hampir sama. Hal ini dikarenakan permeabillitas kemasan plastik PE terhadap uap air sangat kecil.
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh selama 30 hari, buah salak yang dikemas pada
A2B1 dan A4B1 memiliki rata-rata total kerusakan sebesar 26% dan 28,5%, sudah tidak bisa diterima.
Hal yang sama terjadi pada buah perlakuan yang lainnya. Karena dalam praktek perdagangan toleransi
kerusakan hanya sebesar 20% (Rulianto, 1993).

4.2.3. Kadar Air


Kadar air merupakan jumlah molekul air bebas dan terikat yang terdapat pada suatu bahan
(Fardiaz dan Winarno, 1989). Berdasaran hasil analisis awal, diperoleh nilai rata-rata kadar air buah
salak adalah 78,12%. Nilai kadar ini tidak berbeda jauh dengan standar mutu buah salak yang
ditetapkan oleh Departemen Keseharan RI (1981) dalam 100 g buah yaitu 78%.
Setelah dilakukan penyimpanan (maksimal) selama 30 hari dan pengamatan, variasi data kadar
air buah salak yang dihasilkan adalah 79,13% - 79,79%. Setelah dilakukan analisis ragam kadar air
buah salak (Lampiran 16), hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh

17
yang nyata dari faktor kemasan. Faktor suhu penyimpanan dan interaksi antar faktor terdapat
pengaruh yang nyata (α = 0,05). Diduga bahwa jenis kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE
dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
perubahan kadar air, sedangkan pada faktor suhu penyimpanan dan interaksi antar faktor, setidaknya
ada satu taraf yang berpengaruh terhadap perubahan kadar air. Setelah dilakukan uji lanjut “t” (α =
0,05) terhadap faktor suhu penyimpanan (Lampiran 16), ditunjukkan bahwa suhu penyimpanan 15 oC
(B1) berbeda nyata terhadap suhu penyimpanan kamar (B2).

82 Suhu 15oC
81
Kadar Air (%)

80
79
78
77

82 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Suhu Kamar
81 Pengamatan Ke- (Hari)
Kadar Air (%)

80 Karton (A1) Besek (A2)


79 Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
78 Kontrol (K)
77
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Lama Penyimpanan (Hari)

Karton (A1) Besek (A2)


Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
Kontrol (K)

Gambar 6. Perubahan kadar air buah salak pada suhu 15oC dan suhu kamar

Selanjutnya dilakukan uji pembanding berganda Duncan (α = 0,05) terhadap interaksi antar
faktor. Hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 16. Dari hasil tersebut diduga bahwa buah salak
yang dikemas dengan besek (A2) pada suhu 15 oC (B1), berbeda nyata dengan kemasan besek (A2)
pada suhu kamar (B2) dan kontrol (K), sedangkan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata. Grafik
perubahan kadar air buah salak selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6 di atas.
Berdasarkan hasil pengamatan, perubahan kadar air yang besar pada suhu kamar (B2)
diperkirakan karena suhu yang diberikan tidak mampu menghambat proses kerja enzim melakukan
perombakan komponen-komponen dalam bahan. Dimana suhu kamar (B2) memiliki laju respirasi
yang lebih besar daripada suhu 15oC (B1). Sehingga buah lebih cepat mengalami kerusakan dan busuk
yang mengakibatkan kadar air meningkat pada suhu kamar (B2). Buah salak yang disimpan pada suhu
15oC (B1) memiliki kualitas daya tahan yang lebih baik daripada buah salak pada suhu kamar (B2).

18
Hal ini sejalan dengan yang dituliskan Fardiaz dan Winarno (1989), pada suhu dingin aktivitas
respirasi menurun dan pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dapat dihambat.

4.2.4. Total Asam Tertitrasi


Total asam merupakan jumlah asam yang terdapat dalam suatu bahan. Prinsip dasar
pengukuran total asam tertitrasi adalah penetralan asam dalam dalam bahan oleh basa (NaOH 0,1 N)
melalui cairan titrasi. Dari hasil analisis awal diperoleh nilai total asam buah salak adalah 6,34%.
Nilai total asam tertitrasi tersebut merupakan semua jenis senyawa atau asam organik yang
mengandung asam.
Setelah dilakukan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari dan pengamatan, variasi data total
asam buah salak adalah 6,31 - 6,39%. Setelah dilakukan analisis ragam total asam (Lampiran 17),
hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan, fakktor suhu
penyimpanan dan interaksi antar faktor terhadap total asam. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa
tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton
(A3) dan plastik PE dengan besek (A4) terhadap perubahan total asam tertitrasi. Hal yang sama terjadi
pada faktor suhu penyimpanan, baik penyimpanan pada suhu 15 oC (B1) maupun penyimpanan pada
suhu kamar (B2). Tidak ada perubahan nilai total asam tertitrasi yang signifikan.
Menurut Kumalaningsih dan Hidayat (1995), peningkatan nilai total asam pada suatu bahan
dikarenakan aktivitas bakteri pemecah gula yang menghasilkan asam, seperti bakteri Acetobacter,
Clostridium, Propionibacteriun dan Bacillus. Jadi pada penyimpanan ini, buah salak belum dicemari
oleh bakteri-bakteri tersebut, karena nilai total asam yang diperoleh masih cenderung sama.

4.2.5. Total Padatan Terlarut


Total padatan terlarut merupakan gambaran jumlah senyawa-senyawa makromolekul yang
terlarut menjadi gula pada suatu bahan. Prinsip pengukurun total padatan terlarut adalah adanya
pembiasan dengan penyinaran yang menembus dua macam media dengan kerapatan yang berbeda.
Dari hasil analisis awal diperoleh nilai total padatan terlarut buah salak adalah 15 oBrix. Nilai total
padatan terlarut tersebut merupakan semua jumlah senyawa makromolekul seperti karbohidrat yang
dipecah menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana atau gula (Winarno dan Wirakartakusumah,
1981).
Setelah dilakukan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari dan pengamatan, variasi data total
padatan terlarut buah salak adalah 17,25 – 20,41oBrix. Setelah dilakukan analisis ragam total padatan
terlarut (Lampiran 18), hasil analisis menunjukkan bahwa faktor kemasan, faktor suhu dan interaksi
antar faktor memberikan pengaruh yang sangat nyata (α = 0,05) terhadap perubahan total padatan
terlarut. Grafik perubahan total padatan terlarut buah salak dapat dilihat pada Gambar 7.

19
Padatan Terlarut (oBrix)
23.0 Suhu 15oC
21.5
20.0
18.5
17.0
15.5
14.0

23.0 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Suhu Kamar
21.5 Pengamatan Ke- (Hari)
Padatan Terlarut (oBrix)

20.0
Karton (A1) Besek (A2)
18.5
Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
17.0
15.5 Kontrol (K)
14.0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Lama Penyimpanan (Hari)

Karton (A1) Besek (A2)


Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
Kontrol (K)

Gambar 7. Perubahan total padatan terlarut buah salak pada suhu 15oC dan suhu kamar

Hasil uji pembanding berganda Duncan (α = 0,05) terhadap faktor kemasan (Lampiran 18),
menunjukkan bahwa kemasan besek (A2) memiliki beda nyata terhadap kemasan plastik PE dengan
besek (A4), kemasan karton (A1), kemasan plastik PE dengan karton (A3) dan kontrol (K). Hal yang
sama terjadi pada kemasan yang lain, ada beda nyata antara satu sama lain. Berdasarkan hal tersebut,
ternyata karakteristik dari setiap kemasan dalam menjaga perubahan total padatan terlarut buah salak
berbeda. Hal ini juga digambarkan pada grafik perubahan total padatan terlarut, kecenderunngan dari
semua kemasan berbeda nyata.
Hasil uji “t” (α = 0,05) terhadap faktor suhu penyimpanan (Lampiran 18), menunjukkan bahwa
penyimpanan pada suhu 15oC (B1) berbeda nyata terhadap penyimpanan pada suhu ± 27 oC (B2).
Dimana nilai rata-rata total padatan terlarut lebih besar pada suhu kamar (B2) yaitu 19,09oBrix.
Berdasarkan hasil tersebut, ternyata semakin tinggi suhu penyimpanan buah salak, maka total padatan
terlarutnya semakin meningkat. Hal ini membuktikan bahwa proses perombakan senyawa-senyawa
makromolekul seperti karbohidrat menjadi gula pada suhu yang lebih tinggi semakin besar.
Setelah dilakukan uji pembanding berganda Duncan (α = 0,05) terhadap interaksi antar faktor
(Lampiran 18), hasil uji menunjukkan bahwa buah salak yang dikemas pada kemasan plastik PE
dengan karton (A3) suhu 15oC (B1), tidak memiliki beda nyata terhadap kemasan plastik PE dengan
besek (A4) suhu kamar (B2). Hasil uji ini menunjukkan bahwa antara kemasan (A3B1 dan A4B2)
memiliki kemampuan yang sama dalam menjaga perubahan total padatan terlarut. Hal yang sama juga
terjadi untuk A1B1 dan A1B2, sedangkan untuk perlakuan (A4B1, A2B1, A2B2 dan K) memiliki
beda nyata dari setiap kemasan terhadap total padatan terlarut. Berdasarkan hasil uji tersebut, diduga

20
bahwa karakteristik kemasan dan suhu penyimpanan dalam menjaga perubahan total padatan terlarut
buah salak adalah berbeda.
Perubahan nilai total padatan terlarut yang tinggi, ditunjukkan pada buah salak yang dikemas
menggunakan plastik PE dengan karton (A3) pada suhu 15oC (B1) yaitu sebesar 19,30oBrix.
Sedangkan untuk suhu kamar (B2), ditunjukkan pada buah salak yang disimpan tanpa perlakuan (K).
Dimana daya simpan hanya mencapai 6 hari dengan perubahan total padatan terlarut sebesar
20,41oBrix. Kenaikan total padatan terlarut yang tinggi pada buah salak yang dikemas menggunakan
plastik PE dengan karton (A3) suhu 15oC (B1), diperkirakan karena kemasan tersebut kurang
melindungi buah salak terhadap suhu yang berada di lingkungan maupun di luar lingkungan kemasan.
Kemasan karton memiliki sifat yang kaku dan hampir tidak berongga, ditambah dengan plastik PE
dengan sifat permeabilitasnya yang tinggi. Hal ini mengakibatkan lingkungan bahan dalam kemasan
sedikit lebih panas dan susah untuk disesuaikan dengan lingkungan luarnya. Selain itu, proses
penguapan juga akan terperangkap pada permukaan dalam plastik PE, yang mengakibatkan kondisi
kemasan lembab. Akibatnya laju perombakan karbohidrat dalam bahan lebih cepat dan total padatan
yang terbentuk lebih banyak.
Sementara untuk kenaikan total padatan terlarut pada buah salak yang disimpan tanpa
perlakuan (K), sudah pasti dikarenakan suhu penyimpanan yang tinggi dan tidak adanya penambahan
lapisan lilin. Akibatnya proses perombakan karbohidrat menjadi gula molekul sederhana dalam buah
berlangsung cepat. Hal ini mejadikan buah memiliki daya simpan rendah dengan total padatan terlarut
yang tinggi.

4.2.6. Vitamin C
Vitamin C merupakan salah satu jenis vitamin yang larut dalam air. Vitamin ini juga dikenal
dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C termasuk
golongan vitamin antioksidan yang mampu menangkal berbagai radikal bebas ekstraselular. Beberapa
karakteristiknya antara lain sangat mudah teroksidasi oleh panas, cahaya, dan logam. Buah-buahan,
seperti salak, jeruk dan apel merupakan sumber utama vitamin ini.
Berdasarkan hasil analisis awal, nilai rata-rata kandungan vitamin C buah salak
Padangsidimpuan yang dihasilkan adalah 1,87 mg/100 g buah. Nilai tersebut berada di bawah
kandungan vitamin C buah salak yang dikeluarkan oleh Deparetemen Kesehatan RI (1981) yaitu
2 mg/100 g buah. Perbedaan nilai kandungan vitain C ini, diduga karena perbedaan varietas buah
salak Padangssidimpuan dengan buah salak yang diuji oleh Departemen Kesehatan RI.
Pengamatan dan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari, menunjukkan variasi data
kandungan vitamin C adalah 1,5 – 1,75 mg/100 g buah. Analisis ragam terhadap kandungan vitamin C
(Lampiran 19), menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh nyata faktor kemasan dan interaksi antar
faktor terhadap kandungan vitamin C. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa tidak ada pengaruh
jenis kemasan, baik kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE
dengan besek (A4) terhadap perubahan kandungan vitamin C. Hal yang sama juga terjadi pada
interaksi antar faktor, bahwa diduga tidak ada pengaruh interaksi antar faktor (A1B1, A2B1, A3B1,
A4B1, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2 dan K) terhadap perubahan kandungan vitamin C, sedangkan
untuk faktor suhu penyimpanan, hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata (α = 0,05)
terhadap perubahan kandungan vitamin C. Grafik perubahan kandungan vitamin C buah salak dapat
dilihat pada Gambar 8.

21
2.0 Suhu 15oC

Vit. C (mg/100 gr)


1.8
1.6
1.4
1.2
1.0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30

2.0 Pengamatan Ke- (Hari)


Suhu Kamar
Vit. C (mg/100 gr)

1.8 Karton (A1) Besek (A2)


1.6 Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
1.4 Kontrol (K)
1.2
1.0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Pengamatan Ke- (Hari)

Karton (A1) Besek (A2)


Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
Kontrol (K)

Gambar 8. Perubahan kandungan vitamin C buah salak pada suhu 15oC dan suhu kamar

Hasil uji lanjut “t” (α = 0,05) terhadap faktor suhu penyimpanan (Lampiran 19), menunjukkan
bahwa penyimpanan pada suhu 15oC (B1) memiliki beda nyata terhadap penyimpanan pada suhu
kamar (B2). Dimana penyimpanan pada suhu 15oC (B1) lebih baik untuk mempertahankan kandungan
vitamin C buah salak dibandingkan penyimpanan pada suhu kamar (B2). Hal ini juga dapat dilihat
pada grafik perubahan kandungan vitamin C buah salak, dimana kecenderungan kandungan vitamin C
pada suhu 15oC (B1) lebih tinggi (1,74 mg/100 g buah) daripada suhu kamar (B2) (1,52 mg/100 g
buah).
Berdasarkan hal tersebut diduga bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan buah salak, maka
kandungan vitamin C nya semakin rendah. Hal ini dikarenakan penyimpanan pada suhu ruang atau
suhu yang lebih tinggi, akan menyebabkan penimbunan panas oleh O2 dan keluarnya uap air yang
lebih banyak pada bahan. Panas yang timbul ini selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya vitamin C
pada buah. Sesuai dengan pernyataan Dwiari (2008), turunnya vitamin C dapat disebabkan oleh
rusaknya vitamin C akibat proses oksidasi.

4.2.7. Warna
Warna merupakan pantulan tertentu dari cahaya yang dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat di
permukaan bahan atau benda. Warna dapat berfungsi sebagai satu daya tarik terhadap suatu objek.
Oleh karena itu, warna pada buah salak digunakan sebagai salah satu objek untuk menentukan tingkat
kesukaan panelis terhadap buah salak setelah dilakukan penyimpanan. Penentuan tingkat kesukaan ini

22
dilakukan dengan uji organoleptik warna. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh skor terhadap
warna buah 4 dari 20 panelis.
Setelah dilakukan pengamatan dan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari, variasi data warna
buah salak yang dihasilkan adalah 3 – 4. Setelah dilakukan analisis ragam warna buah salak
(Lampiran 20), hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa faktor kemasan dan interaksi antar
faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan tingkat kesukaan warna. Berdasarkan
hasil tersebut diduga bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan karton (A1), besek (A2),
plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) terhadap perubahan tingkat
kesukaan warna. Hal yang sama juga terjadi pada interaksi antar faktor, bahwa diduga tidak ada
pengaruh interaksi antar faktor (A1B1, A2B1, A3B1, A4B1, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2 dan K)
terhadap perubahan tingkat kesukaan warna, sedangkan untuk faktor suhu penyimpanan, hasil analisis
ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap perubahan tingkat kesukaan warna.
Grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap warna buah salak dapat dilihat pada Gambar 9.

5 Suhu 15oC

4
Skala Warna

1
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
5 Suhu Kamar
Pengamatan Ke- (Hari)
4
Skala Warna

Karton (A1) Besek (A2)


3
Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
2 Kontrol (K)

1
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Lama Penyimpanan (Hari)

Karton (A1) Besek (A2)


Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
Kontrol (K)

Gambar 9. Perubahan tingkat kesukaan terhadap warna pada suhu 15oC dan suhu kamar

Hasil uji lanjut “t” (α = 0,05) terhadap faktor suhu penyimpanan (Lampiran 20), menunjukkan
bahwa penyimpanan pada suhu 15oC (B1) memiliki beda nyata terhadap penyimpanan pada suhu
kamar (B2). Dimana penyimpanan pada suhu 15oC (B1) lebih baik untuk mempertahankan tingkat
kesukaan terhadap warna buah salak dibandingkan penyimpanan pada suhu kamar (B2). Hal ini juga
dapat dilihat pada grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap warna buah salak, dimana

23
kecenderungan tingkat kesukaan terhadap warna pada suhu 15 oC (B1) lebih tinggi (4) daripada suhu
kamar (B2) (3).
Berdasarkan hasil tersebut, penyimpaan pada suhu 15oC (B1) lebih baik untuk
mempertahankan tingkat kesukaan terhadap warna buah daripada penyimpanan pada suhu kamar
(B2). Hal ini dikarenakan buah salak yag disimpan pada suhu kamar (B2) menerima suplai O2 yang
lebih banyak daripada buah salak yang disimpan pada suhu 15 oC (B1), yang menyebabkan proses
pencoklatan oksidatif lebih cepat. Alasan diatas diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa buah yag
dikemas tanpa perlakuan (K) pada suhu kamar (B2), menunjukkan warna daging buah yang lebih
kecoklatan dibandingkan daging buah salak dengan kemasan lain. Selain itu, aktivitas enzimatis juga
menyebabkan proses pencoklatan pada daging buah salak. Aktivitas ini dikarenakan adanya tanin
dalam buah.

4.2.8. Aroma
Aroma merupakan bau khas yang dikeluarkan dari suatu bahan. Selain warna, aroma juga
menjadi satu daya tarik terhadap suatu bahan seperti buah salak. Aromayang dihasilkan buah salak
digunakan sebagai salah satu objek untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap buah salak
setelah dilakukan penyimpanan. Penentuan tingkat kesukaan ini dilakukan dengan uji organoleptik.
Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh skor terhadap aroma buah 4 dari 20 panelis.
Setelah dilakukan pengamatan dan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari, variasi data aroma
buah salak yang dihasilkan adalah 3. Setelah dilakukan analisis ragam aroma buah salak (Lampiran
21), hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa faktor kemasan, faktor suhu dan interaksi antar
faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan tingkat kesukaan aroma. Berdasarkan
hasil tersebut diduga bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan karton (A1), besek (A2),
plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) terhadap perubahan tingkat
kesukaan warna. Faktor suhu, penyimpanan pada suhu 15oC (B1) tidak memiliki beda nyata dengan
penyimpanan pada suhu kamar (B2) terhadap tingkat kesukaan aroma. Hal yang sama juga terjadi
pada interaksi antar faktor, bahwa diduga tidak ada pengaruh interaksi antar faktor (A1B1, A2B1,
A3B1, A4B1, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2 dan K) terhadap perubahan tingkat kesukaan aroma.

4.2.9. Rasa
Rasa merupakan ekspresi yang timbul akibat adanya rangsangan pada indra perasa setelah
melakukan pencicipan pada suatu bahan oleh panelis. Rasa yang dihasilkan buah salak digunakan
sebagai salah satu objek untuk menentukan tingkat kesukaan panelis terhadap buah salak setelah
dilakukan penyimpanan. Penentuan tingkat kesukaan ini dilakukan dengan uji organoleptik.
Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh skor terhadap rasa buah salak 3 dari 20 panelis.
Setelah dilakukan pengamatan dan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari, variasi data rasa
buah salak yang dihasilkan adalah 3. Setelah dilakukan analisis ragam rasa buah salak (Lampiran 22),
hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa faktor kemasan, faktor suhu dan interaksi antar
faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan tingkat kesukaan rasa. Berdasarkan hasil
tersebut diduga bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan karton (A1), besek (A2),
plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) terhadap perubahan tingkat
kesukaan rasa. Faktor suhu, penyimpanan pada suhu 15oC (B1) tidak memiliki beda nyata dengan
penyimpanan pada suhu kamar (B2) terhadap tingkat kesukaan rasa. Hal yang sama juga terjadi pada
interaksi antar faktor, bahwa diduga tidak ada pengaruh interaksi antar faktor (A1B1, A2B1, A3B1,
A4B1, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2 dan K) terhadap perubahan tingkat kesukaan rasa.

24
4.2.10. Tekstur
Tekstur merupakan kualitas tertentu suatu permukaan yang timbul sebagai akibat dari struktur
tiga dimensi suatu bahan. Tekstur dapat memberikan kesan pada persepsi manusia melalui penglihatan
visual. Oleh karena itu, tekstur pada buah salak digunakan sebagai salah satu objek untuk menentukan
tingkat kesukaan panelis terhadap buah salak setelah dilakukan penyimpanan. Penentuan tingkat
kesukaan ini dilakukan dengan uji organoleptik tekstur. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh
skor terhadap tekstur buah salak 3 dari 20 panelis.
Setelah dilakukan pengamatan dan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari, variasi data
tekstur buah salak yang dihasilkan adalah 3 – 4. Hasil analisis ragam (Lampiran 23) menunjukkan
bahwa faktor kemasan dan interaksi antar faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
perubahan tingkat kesukaan tekstur. Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa tidak ada pengaruh jenis
kemasan, baik kemasan karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE
dengan besek (A4) terhadap perubahan tingkat kesukaan tekstur. Hal yang sama juga terjadi pada
interaksi antar faktor, bahwa diduga tidak ada pengaruh interaksi antar faktor (A1B1, A2B1, A3B1,
A4B1, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2 dan K) terhadap perubahan tingkat kesukaan tekstur. Faktor suhu
penyimpanan, hasil analisis ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap
perubahan tingkat kesukaan tektur buah salak. Grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap tekstur
buah salak dapat dilihat pada Gambar 10 di bawah ini.
Hasil uji lanjut “t” (α = 0,05) terhadap faktor suhu penyimpanan (Lampiran 23), menunjukkan
bahwa penyimpanan pada suhu 15oC (B1) memiliki beda nyata terhadap penyimpanan pada suhu
kamar (B2). Dimana penyimpanan pada suhu 15oC (B1) lebih baik untuk mempertahankan tingkat
kesukaan terhadap tekstur buah salak dibandingkan penyimpanan pada suhu kamar (B2). Hal ini juga
dapat dilihat pada grafik perubahan tingkat kesukaan terhadap tekstur buah salak, dimana
kecenderungan tingkat kesukaan terhadap tekstur pada suhu 15oC (B1) lebih tinggi (4) daripada suhu
kamar (B2) (3).
Berdasarkan hasil tersebut diduga penyimpaan pada suhu 15oC (B1) lebih baik untuk
mempertahankan tingkat kesukaan terhadap tekstur buah daripada penyimpanan pada suhu kamar
(B2). Hal ini dikarenakan buah salak yag disimpan pada suhu kamar (B2) mengalami penimbunan
panas yang lebih banyak daripada buah salak yang disimpan pada suhu 15 oC (B1). Akibatnya terjadi
penurunan ketegangan dinding sel karena air berdifusi keluar sel. Sesuai pernyataan Salunkhe (1976),
salah satu faktor yang menentukan tekstur buah-buahan adalah ketegangan sel. Ketegangan sel ini
disebabkan adanya energi yang lebih tinggi pada cairan isi sel, sehingga air akan berdifusi ke dalam
sel. Apabila energi diluar sel lebih tinggi daripada di dalam sel, maka tekstur buah akan layu atau
rusak.

25
5 Suhu 15oC

Skala Tekstur
4

1
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Pengamatan Ke- (Hari)
5 Suhu Kamar
Karton (A1) Besek (A2)
Skala Tekstur

4
Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
3
Kontrol (K)
2

1
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Lama Penyimpanan (Hari)

Karton (A1) Besek (A2)


Plastik PE dengan karton (A3) Plastik PE dengan besek (A4)
Kontrol (K)

Gambar 10. Perubahan tingkat kesukaan terhadap tekstur pada suhu 15oC dan suhu kamar

Selain itu, faktor lain yang menyebabkan rusaknya tekstur buah salak pada suhu kamar (B2),
diduga karena produksi etilen yang lebih banyak pada suhu penyimpanan tersebut. Tingginya hormon
etilen yang dihasilkan pada buah yang disimpan, menyebabkan proses pematangan dan pelayuan buah
lebih cepat. Dimana pada akhirnya tekstur buah akan lebih cepat mengalami pelunakan dan busuk.
Alasan ini diperkuat dengan adanya kenyataan bahwa buah salak yang dikemas tanpa perlakuan (K)
pada suhu kamar (B2), menunjukkan tekstur daging buah yang lebih lunak dan cepat busuk
dibandingkan daging buah salak dengan kemasan lain.

4.2.11. Penerimaan Umum


Penerimaan umum merupakan gabungan tingkat kesukaan panelis berdasarkan warna, rasa,
aroma dan tekstur terhadap buah salak. Penentuan tingkat kesukaan ini dilakukan dengan uji
organoleptik. Berdasarkan hasil analisis awal, diperoleh skor terhadap penerimaan umum buah salak 3
dari 20 panelis. Setelah dilakukan pengamatan dan penyimpanan selama (maksimal) 30 hari, variasi
data penerimaan umum buah salak yang dihasilkan adalah 3. Setelah dilakukan analisis ragam
penerimaan umum buah salak (Lampiran 24), hasil analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa faktor
kemasan, faktor suhu dan interaksi antar faktor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan
tingkat kesukaan secara umum.
Berdasarkan hasil tersebut diduga bahwa tidak ada pengaruh jenis kemasan, baik kemasan
karton (A1), besek (A2), plastik PE dengan karton (A3) dan plastik PE dengan besek (A4) terhadap

26
perubahan tingkat kesukaan secara umum. Faktor suhu, penyimpanan pada suhu 15oC (B1) tidak
memiliki beda nyata dengan penyimpanan pada suhu kamar (B2) terhadap tingkat kesukaan secara
umum. Hal yang sama juga terjadi pada interaksi antar faktor, diduga tidak ada pengaruh interaksi
antar faktor (A1B1, A2B1, A3B1, A4B1, A1B2, A2B2, A3B2, A4B2 dan K) terhadap perubahan
tingkat kesukaan secara umum.
Tetapi jika diperhatikan tingkat kesukaan terhadap buah salak secara umum, hasil analisis awal
mengalami penurunan terhadap rata-rata akhir setelah dilakukan penyimpanan. Hal ini dikarenakan
adanya perubahan-perubahan terhadap warna, rasa, aroma dan tesktur buah salak karena proses
metabolisme. Sesuai dengan pernyataan Winarno dan Wirakartakusumah (1981), selama jangka waktu
antara pemanenan hingga dikonsumsi, buah salak masih terus melangsungkan aktivitas fisiologisnya
seperti respirasi, transpirasi dan perubahan biokimia lainnya. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat
mengakibatkan penurunan mutu buah, termasuk penurunan mutu terhadap warna, rasa, aroma dan
tekstur buah.

4.3. PEMBAHASAN UMUM


Pembahasan umum merupakan pembahasan mengenai semua aspek-aspek yang dilakukan pada
penelitian ini, untuk menyimpulkan hasil yang diperoleh. Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu
untuk mendapatkan suhu dan kombinasi kemasan yang baik dalam penyimpanan buah salak
Padangsidimpuan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, perlakuan terbaik dalam setiap faktor percobaan
disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Perlakuan terbaik terhadap buah salak Padangsidimpuan selama penelitian


Faktor
No Uji
Kemasan Suhu Interaksi Antar Faktor
o
1 Total Rusak Besek (A2) 15 C (B1) Besek 15oC (A2B1)
o
2 Susut Bobot * 15 C (B1) *
o o
3 Kadar Air * 15 C (B1) Besek 15 C (A2B1)
4 Total Asam Tertitrasi * * *
o
5 Total Padatan Terlarut Besek (A2) 15 C (B1) Plastik PE + Besek 15oC (A4B1)
o
6 Vitamin C * 15 C (B1) *
7 Warna * 15oC (B1) *
8 Aroma * * *
9 Rasa * * *
o
10 Tekstur * 15 C (B1) *
11 Penerimaan Umum * * *
Total Besek (A2) 15oC (B1) Besek 15oC (A2B1)
Perlakuan Terbaik Besek 15oC (A2B1)
* = Tidak ada beda nyata dari setiap faktor perlakuan terhadap uji yang dilakukan

Berdasarkan Tabel 6 di atas, secara umum hasil yang diperoleh untuk menjawab tujuan
penelitian ini adalah penyimpanan buah dengan menggunakan kemasan besek (A2) pada suhu 15 oC
(B1). Hal yang sama dituliskan Mudjisihono (1998) pada laporan penelitiannya, bahwa penyimpanan
buah salak pondoh pada suhu 15oC mutlak diperlukan.

27
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN
Hasil analisis beberapa sifat fisiko kimia buah salak Padangsidimpuan yang dihasilkan
diperoleh nilai kadar air sebesar 78,12%, total asam tertitrasi sebesar 6,34%, total padatan terlarut
sebesar 15oBrix, vitamin C sebesar 1,87 mg/100 g buah, skor tingkat kesukaan terhadap warna sebesar
4, aroma sebesar 4, rasa sebesar 3, tekstur sebesar 3 dan penerimaan secara umum skornya sebesar 3.
Setelah penyimpanan maksimal 30 hari, sifat fisik dan kimia dari buah salak seperti total asam
tertitrasi, rasa, aroma dan penerimaan secara umum mengalami penurunan mutu, tetapi tidak memiliki
beda secara nyata terhadap mutu saat awal penyimpanan buah salak. Faktor kemasan, suhu dan
interaksi antar faktor terhadap sifat dan kimia tersebut. Warna, tekstur, susut bobot, kadar air dan
vitamin C menunjukkan adanya pegaruh nyata dari faktor suhu terhadap perubahan mutunya. Interaksi
antar faktor juga menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap sifat kimia buah salak yaitu kadar air.
Sifat fisik dan kimia lain yang mengalami perubahan secara nyata adalah total kerusakan buah dan
total padatan terlarut. Faktor kemasan, faktor suhu penyimpanan dan interaksi antar faktor
berpengaruh nyata terhadap total kerusakan dan total padatan terlarut buah salak. Dimana semakin
lama penyimpanan buah, maka total rusak dan padatan terlarut semakin meningkat. Penggunaan
kemasan karton dan kemasan plastik PE dengan karton cenderung meningkatkan nilai total rusak dan
padatan terlarut dibandingkan penggunaan kemasan besek dan kemasan plastik PE dengan besek.
Berdasarkan hasil analisis buah salak Padangsidimpuan, buah salak yang disimpan pada suhu
o
15 C selama maksimal 30 hari masih dalam kondisi baik. Baik salak yang dikemas dengan karton,
besek, plastik PE dengan karton dan plastik PE dengan besek. Kemasan buah salak Padangsidimpuan
yang baik adalah kemasan besek pada suhu 15oC. Hal tersebut diduga karena, kemasan besek lebih
baik menghambat kerusakan yang dapat menurunkan mutu buah salak.

5.2. SARAN
Dari penelitian yang sudah dilakukan, beberapa saran yang dapat dikemukakan adalah sebagai
berikut:
a. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai umur simpan buah salak Padangsidimpuan agar
dapat diketahui secara pasti maksimum lama penyimpanannya.
b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk tujuan transportasi dan distribusi buah salak ini.

28
DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. D.C.:
AOAC Int, Washington.

Badan Pusat Statistik Indonesia. 2009. Produksi Buah-buahan di Indonesia. Jakarta.

Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi/UKM Kab. Tapsel Sumatera Utara. 2008. Standarisasi
dan Proses Produksi Buah Salak. Kab. Tapanuli Selatan.

Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara. 2008. Data Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Salak
per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.Sumatera Utara.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata,
Jakarta.

Dwiari, S. R. 2008. Teknologi Pangan. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Fardiaz S dan Winarno FG. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,
IPB, Bogor.

Hadisumarto. 1990. Spesifikasi Karton Gelombang dan Kotak Karton Gelombang. Majalah Infopack.
VIII: 7.

Handenberg, R. E. 1975. Pertimbangan-pertimbangan Umum di dalam Pantastico (ed). Fisiologi


Pascapanen. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Hieronymus, B. S. 1990. Salak Pondoh. Kanisius Press, Yogyakarta.

Indirani, K. T. 1990. Mempelajari Penyimpanan Buah Salak (Salacca edulis Reinw.) Menggunakan
Sistim Atmosfir Termodifikasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Kumalaningsih, S dan Hidayat, N. 1995. Mikrobiologi Hasil Pertanian. Institut Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Malang.

Masniary, L. L. 2008. Pelapisan Lilin Lebah untuk Mempertahankan Mutu Buah Selama
Penyimpanan pada Suhu Kamar. USU, Medan.

Noorhakim, I. 1992. Pengaruh Suhu dan Penggunaan Atmosfir Termodifikasi Terhadap Mutu Buah
Salak (tandanan) serta Penggunaan Fungisida sebagai Penghambat Pertumbuhan Kapang
Penyebab Kerusakan Buah. Fateta IPB, Bogor.

Pantastico, E. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Penerjemah Karyamani. Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.

Peleg, K. 1985. Produce Handling Packaging and Distribution. The AVI Publishing Company,
Westport, Connecticut.

29
Rahmad, S. B. 1990. Model Pendugaan Masa Simpan Salak dalam Sistem Penyimpanan “Modified
Atmosphere”. Skripsi Fateta IPB, Bogor.

Ranggana, S. 1977. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products. Tata Mc Graw Hill
Publishing Co., New Delhi.

Resdiana, M. 1988. Pengaruh Pemberian Lapisan Lilin dan Kondisi Penyimpanan terhadap
Karakteristik Fisiologis dan Fisikokimia Pisang (Musa sp.) Varietas Raja dan Ambon. Fateta
IPB, Bogor.

Rulianto, A. 1993. Mempelajari Pengaruh Berbagai Perlakuan Kemasan untuk Mempertahankan


Kesegaran dan Kualitas Buah Salak CV. Suwaru Selama Penyimpanan. Skripsi FATETA-IPB,
Bogor.

Sabari. 1982. Masalah Pemanenan Salak. Laporan Masalah Khusus Prinsip-prinsip Pengawetan
Pangan. Pascasarjana IPB, Bogor.

Salunkhe DK. 1976. Storage, Processing, and Nutritional Quality of Fruits and Vegetable. Ohio, CRC
Press, USA.

Sastrapradja. 1980. Buah-buahan. Proyek Sumber Daya Ekonomi LBN-LIPI, Jakarta.

Satiadiredja, S. 1982. Holtikultura Pekarangan dan Buah-buahan. Yagasuna, Jakarta.

Setyowati dan Budiarti. 1992. Pasca Panen Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setyadjit dan Murtiningsih. 1990. Pengaruh Penataan dan Pemakaian Bantalan terhadap Kerusakan
Salak Selama Pengangkutan. Penelitian Holtikultura Vol 4:1.

Snowdown, A. L. Dan A. H. M. Ahmaed. 1981. The Storage and Transport os Fresh Fruit and
Vegetables. The National Institute of Fresh Produce, London.

Sugihat, Y. 1973. Mempelajari Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Manisan salak. Tesis
Pascasarjana IPB, Bogor.

Syaifullah, Dondy. A. S. B. dan Imam, M. 1992. Pengaruh Kondisi Atmosfir Termodifikasi dan Etilen
Absorben Terhadap Penundaan Kemasakan Pisang CV. Radja Bulu Pada Suhu Kamar. Jurnal
Holtikultura 2(1) Puslitbang-Holtikultura, Jakarta.

Syarief, R. dan Santausa, S. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi. IPB, Bogor.

Tirtosoekotjo, R. ABS. 1984. Ripening Behavior and Physico-chemical Characteristic of Carabao


Mango.UPLB, Philipina.

Titiek, F. D. dan Mudjisihono, R. 1998. Perubahan Sifat Fisik dan Kimia Buah Salak Pondoh pada
Berbagai Perlakuan Penyimpanan Buah Segar. Buletin Agro Industri No. 05, Jakarta.

Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

30
Wills, H. H. 1981. Post Harvest: An Introduction to The Phisiology and Handling of Fruit and
Vegetables. NSW Press Limited, Australia.

Winarno, F. G dan K. Wirakartakusumah, M. A. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya,


Jakarta.

Winarno, F. G dan B. S. L Jenie. 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia
Indonesia, Jakarta.

31
LAMPIRAN

32
Lampiran 1. Prosedur Pengujian

1. Persentase Kerusakan Buah (Noorhakim, 1992)


Kerusakan buah dikategorikan atas karakteristik berikut:
a. buah lembek, buah busuk dan basah
b. buah luka atau memar dan ditumbuhi mikroba yang dapat dilihat secara visual
c. daging buah coklat-hitam dan timbul bau busuk
kerusakan ini diamati secara visual per satuan buah salak dan selanjutnya dihitung persentase
buah yang rusak dari keseluruhan buah salak yang ada dalam satu kotak.

2. Susut Bobot (Resdiana, 1988)


Susut bobot diamati dengan cara menimbang bahan hingga hari pengamatan tertentu. Susut
bobot dinyatakan dalam persentase yaitu:

Dimana:
SB = susut bobot (%)
A = berat bahan pada hari ke-1
B = berat bahan pada hari ke-x

3. Kadar Air, metode oven (AOAC, 1984)


Dari sejumlah bahan yang telah dihaluskan, ditimbang sebanyak (2-5 g) dalam cawan
aluminium yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110oC
sampai diperoleh berat tetap. Contoh buah salak yang telah dikeringkan didinginkan dalam desikator
dan selanjutnya ditimbang.

Dimana:
A : berat contoh sebelum dikeringkan (g)
B : berat contoh setelah dikeringkan (g)

4. Total Asam Tertitrasi, metode titrasi (AOAC, 1984)


Sepuluh gram contoh buah salak diblender dan diencerkan dengan air destilata sampai
mencapai volume 100 ml, selanjutnya 10 ml dari contoh tersebut dipipet dan dititrasi dengan NaOH
0,1 N. Indikator yang digunakan adalah phenolptalein (pH=8,0-9,6).

Dimana: BM asam (asam sitrat) = 192 (g/mol)

33
5. Total Padatan Terlarut, metode refraktometer (AOAC, 1984)
Penentuan total padatan terlarut buah salak dilakukan dengan menggunakan refraktometer.
Dalam hal ini contoh sebanyak 10 g dihancurkan dalam waring blender, kemudian diukur total
padatan terlarutnya dengan refraktometer (oBrix).

6. Vitamin C, metode titrasi (Ranggana, 1977)


Sebanyak 25 g contoh buah salak ditimbang dan dihaluskan, diencerkan dalam labu takar
250 ml sampai tanda tera dan selanjutnya disaring. Filtrat yang dihasilkan dipipet sebanyak 25 ml, lalu
dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer, ditambah indikator amilum 1% dan dititrasi dengan larutan
Iod sebanyak 1 ml 0,01 N setara dengan 0,88 mg vitamin C.

Dimana:
A : mg vitamin C per 100 g bahan
P : faktor pengenceran
W : berat contoh (g)

7. Uji Organoleptik, metode uji hedonik (Tirtosoekotjo, 1984)


Uji organoleptik yang digunakan pada penelitian buah salak adalah uji mutu hedonik
terhadap warna, rasa, aroma, tekstur dan penerimaan umum. Skala hedonik yang digunakan adalah 1
(tidak suka), 2 (netral), 3 (agak suka), 4 (suka) dan 5 (sangat suka).

34
Lampiran 2. Foto kebun salak dan dokumentasi penelitian

Kebun salak Tandan buah salak

Pemanenan buah salak Pembersihan buah salak

Penirisan lapisan lilin buah salak Pengemasan buah salak pada kemasan
karton

35
Pengemasan buah salak pada kemasan besek Pengemasan buah salak pada kemasan plastik
PE dengan besek

Pengemasan buah salak pada kemasan plastik Pengamatan buah salak pada perlakuan A3B2
PE dengan karton

36
Lampiran 3. Hasil pengamatan susut bobot buah salak
Pengamatan Hari Ke- (%) Rata-
Sampel Ulangan Rataan
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 rata
1 3.19 3.36 3.98 4.53 4.95 5.54 5.97 6.54 7.49 7.88 5.34
A1B1
2 3.38 3.49 3.88 4.37 5.16 5.44 5.97 6.29 7.31 7.49 5.28 5.31
1 3.30 3.69 4.06 4.86 4.89 5.13 5.98 6.60 7.48 7.84 5.38
A2B1
2 3.44 3.57 4.09 4.55 4.90 5.20 6.12 6.58 7.10 7.67 5.32 5.35
1 3.14 3.25 3.59 3.89 4.02 6.34 6.51 6.63 7.44 8.75 5.35
A3B1
2 2.99 3.31 3.69 4.09 4.33 6.22 6.31 6.75 7.56 8.92 5.42 5.39
1 4.19 4.62 4.84 5.06 5.39 5.72 6.44 6.98 7.08 7.37 5.77
A4B1
2 3.21 3.54 3.81 4.43 4.96 5.14 5.63 6.73 7.40 7.57 5.24 5.51
1 4.67 6.06 8.59 9.43 12.85 * * * * * 8.32
A1B2
2 5.51 6.81 8.63 9.74 11.90 * * * * * 8.51 8.42
1 5.42 7.86 9.09 10.93 11.47 * * * * * 8.96
A2B2
2 5.54 6.58 8.71 9.39 10.69 * * * * * 8.18 8.57
1 5.63 7.26 8.07 9.56 10.69 * * * * * 8.24
A3B2
2 5.35 7.52 8.23 9.28 11.05 * * * * * 8.29 8.27
1 5.90 6.77 8.55 9.26 11.34 * * * * * 8.36
A4B2
2 5.39 7.77 8.52 9.49 10.77 * * * * * 8.39 8.38
1 7.64 9.05 * * * * * * * * 8.35
K
2 7.18 9.76 * * * * * * * * 8.47 8.41

Keterangan: Berat buah : 1kg


Keadaan awal buah : 100% utuh
*) : buah rusak 100%
A1 : Kemasan karton
A2 : Kemasan besek
A3 : Kemasan plastik PE dengan karton
A4 : Kemasan plastik PE dengan besek
B1 : Suhu 15oC
B2 : Suhu kamar
K : Kontrol

37
Lampiran 4. Hasil pengamatan total kerusakan buah salak
Sam- Ula- Pengamatan Hari Ke- (%) Rata- Ra-
pel ngan 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 rata taan
1 0.00 0.00 10.00 30.00 30.00 40.00 50.00 60.00 60.00 60.00 34.00
A1B1 34.50
2 0.00 0.00 20.00 30.00 30.00 40.00 50.00 50.00 60.00 70.00 35.00
1 0.00 0.00 10.00 20.00 20.00 20.00 40.00 40.00 50.00 50.00 25.00
A2B1 26.00
2 0.00 0.00 10.00 20.00 30.00 30.00 40.00 40.00 50.00 50.00 27.00
1 0.00 0.00 20.00 20.00 30.00 40.00 50.00 50.00 60.00 60.00 33.00
A3B1 32.50
2 0.00 0.00 20.00 30.00 30.00 40.00 40.00 50.00 50.00 60.00 32.00
1 0.00 0.00 10.00 20.00 30.00 30.00 40.00 40.00 50.00 60.00 28.00
A4B1 28.50
2 0.00 0.00 10.00 20.00 30.00 30.00 50.00 50.00 50.00 50.00 29.00
1 30.00 60.00 70.00 80.00 80.00 * * * * * 64.00
A1B2 64.00
2 10.00 50.00 80.00 90.00 90.00 * * * * * 64.00
1 20.00 50.00 60.00 60.00 70.00 * * * * * 52.00
A2B2 55.00
2 30.00 60.00 60.00 70.00 70.00 * * * * * 58.00
1 30.00 60.00 70.00 80.00 90.00 * * * * * 66.00
A3B2 68.00
2 30.00 60.00 80.00 90.00 90.00 * * * * * 70.00
1 20.00 60.00 80.00 80.00 90.00 * * * * * 66.00
A4B2 65.00
2 30.00 60.00 70.00 80.00 80.00 * * * * * 64.00
1 60.00 80.00 * * * * * * * * 70.00
K 70.00
2 60.00 80.00 * * * * * * * * 70.00

Keterangan: Berat buah : 1kg


Keadaan awal buah : 100% utuh
*) : buah rusak 100%
A1 : Kemasan karton
A2 : Kemasan besek
A3 : Kemasan plastik PE dengan karton
A4 : Kemasan plastik PE dengan besek
B1 : Suhu 15oC
B2 : Suhu kamar
K : Kontrol

38
Lampiran 5. Hasil pengamatan kadar air buah salak
Sam- Ula- Pengamatan Hari Ke- (%) Rata- Ra-
pel ngan 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 rata taan
1 77.96 77.48 80.23 79.21 80.73 79.43 79.36 78.85 79.77 80.04 79.30
A1B1 79.31
2 79.42 79.04 79.41 79.41 79.15 79.75 78.09 78.63 79.82 80.50 79.32
1 78.52 79.81 80.61 79.58 79.76 78.76 79.66 78.93 76.56 79.67 79.19
A2B1 79.13
2 77.31 78.23 78.75 77.27 77.61 80.28 80.43 80.75 81.64 78.46 79.07
1 75.95 78.93 81.24 80.85 80.61 78.76 76.15 80.45 78.73 80.94 79.26
A3B1 79.35
2 80.44 78.96 78.46 77.76 78.10 79.77 81.81 78.89 79.61 80.62 79.44
1 80.30 79.98 80.04 81.06 79.52 78.68 78.96 78.18 78.94 78.01 79.37
A4B1 79.35
2 77.36 77.79 79.87 78.46 79.26 80.29 80.08 80.58 79.26 80.27 79.32
1 78.79 79.65 78.53 80.61 79.24 * * * * * 79.36
A1B2 79.42
2 79.67 80.87 78.49 77.86 80.44 * * * * * 79.47
1 78.82 79.92 79.52 79.95 80.80 * * * * * 79.80
A2B2 79.80
2 79.13 80.93 78.11 80.32 80.43 * * * * * 79.79
1 80.21 79.73 79.60 79.33 78.03 * * * * * 79.38
A3B2 79.41
2 79.67 80.26 78.09 78.39 80.85 * * * * * 79.45
1 79.74 79.58 78.45 78.67 80.67 * * * * * 79.42
A4B2 79.35
2 79.94 78.88 77.67 79.78 80.17 * * * * * 79.29
1 79.31 80.33 * * * * * * * * 79.82
K 79.55
2 78.37 80.17 * * * * * * * * 79.27

Keterangan: Berat buah : 1kg


Keadaan awal buah : 100% utuh
*) : buah rusak 100%
A1 : Kemasan karton
A2 : Kemasan besek
A3 : Kemasan plastik PE dengan karton
A4 : Kemasan plastik PE dengan besek
B1 : Suhu 15oC
B2 : Suhu kamar
K : Kontrol

39
Lampiran 6. Hasil pengamatan total asam tertitrasi buah salak
Pengamatan Hari Ke- (%) Rata-
Sampel Ulangan Rataan
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 rata
1 6.36 6.33 6.31 6.32 6.36 6.36 6.50 6.44 6.29 6.34 6.36
A1B1 6.34
2 6.34 6.33 6.33 6.35 6.36 6.36 6.31 6.31 6.28 6.31 6.33
1 6.32 6.31 6.31 6.29 6.34 6.63 6.35 6.32 6.25 6.42 6.35
A2B1 6.32
2 6.14 6.28 6.31 6.42 6.37 6.33 6.38 6.14 6.24 6.22 6.28
1 6.34 6.33 6.34 6.33 6.36 6.36 6.32 6.33 6.29 6.39 6.34
A3B1 6.35
2 6.36 6.35 6.34 6.38 6.43 6.35 6.52 6.34 6.24 6.33 6.36
1 6.36 6.32 6.31 6.33 6.35 6.42 6.38 6.25 6.32 6.31 6.34
A4B1 6.31
2 6.30 6.33 6.32 6.27 6.35 6.25 6.12 6.31 6.33 6.31 6.29
1 6.39 6.29 6.32 6.34 6.53 * * * * * 6.38
A1B2 6.34
2 6.28 6.29 6.36 6.29 6.28 * * * * * 6.30
1 6.42 6.37 6.37 6.49 6.48 * * * * * 6.43
A2B2 6.38
2 6.29 6.33 6.32 6.33 6.35 * * * * * 6.32
1 6.33 6.32 6.34 6.32 6.30 * * * * * 6.32
A3B2 6.35
2 6.30 6.36 6.39 6.47 6.36 * * * * * 6.38
1 6.39 6.38 6.46 6.39 6.48 * * * * * 6.42
A4B2 6.39
2 6.37 6.36 6.38 6.37 6.29 * * * * * 6.35
1 6.39 6.48 * * * * * * * * 6.43
K 6.39
2 6.32 6.37 * * * * * * * * 6.35

Keterangan: Berat buah : 1kg


Keadaan awal buah : 100% utuh
*) : buah rusak 100%
A1 : Kemasan karton
A2 : Kemasan besek
A3 : Kemasan plastik PE dengan karton
A4 : Kemasan plastik PE dengan besek
B1 : Suhu 15oC
B2 : Suhu kamar
K : Kontrol

40
Lampiran 7. Hasil pengamatan total padatan terlarut buah salak
Sam- Ula- Pengamatan Hari Ke- (oBrix) Rata- Ra-
pel ngan 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 rata taan
1 15.00 15.00 15.00 16.60 19.00 20.00 20.30 20.70 21.10 21.40 18.41
A1B1 18.41
2 15.00 15.00 15.00 16.60 19.00 20.00 20.20 20.80 21.00 21.50 18.41
1 16.70 17.00 15.00 16.60 17.00 18.00 18.30 18.80 19.30 19.70 17.64
A2B1 17.61
2 17.00 16.80 15.00 16.60 17.00 18.00 18.20 18.60 19.00 19.50 17.57
1 17.00 17.20 18.30 18.50 19.20 19.80 20.20 20.50 21.20 21.10 19.30
A3B1 19.30
2 17.05 17.30 18.00 18.50 19.10 19.80 20.40 20.70 21.00 21.10 19.30
1 15.00 15.20 15.50 16.30 16.90 17.70 18.00 18.50 19.00 19.60 17.17
A4B1 17.25
2 15.60 16.00 15.60 16.30 16.90 17.60 18.00 18.50 19.10 19.70 17.33
1 19.00 20.00 17.10 17.90 18.50 * * * * * 18.50
A1B2 18.55
2 19.00 20.50 17.00 18.00 18.50 * * * * * 18.60
1 18.00 19.00 17.00 17.70 18.20 * * * * * 17.98
A2B2 18.04
2 18.00 19.10 17.10 17.80 18.50 * * * * * 18.10
1 18.00 19.00 20.90 18.90 18.30 * * * * * 19.02
A3B2 19.02
2 18.00 19.40 20.20 19.10 18.40 * * * * * 19.02
1 19.00 19.20 20.00 20.00 19.30 * * * * * 19.50
A4B2 19.43
2 19.00 19.20 20.00 19.00 19.60 * * * * * 19.36
1 19.30 21.50 * * * * * * * 20.40
K 20.41
2 19.35 21.50 * * * * * * * 20.43

Keterangan: Berat buah : 1kg


Keadaan awal buah : 100% utuh
*) : buah rusak 100%
A1 : Kemasan karton
A2 : Kemasan besek
A3 : Kemasan plastik PE dengan karton
A4 : Kemasan plastik PE dengan besek
B1 : Suhu 15oC
B2 : Suhu kamar
K : Kontrol

41
Lampiran 8. Hasil pengamatan vitamin C buah salak
Pengamatan Hari Ke- (mg/100 g buah) Rata-
Sampel Ulangan Rataan
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 rata
1 1.87 1.83 1.83 1.80 1.83 1.76 1.69 1.69 1.65 1.62 1.76
A1B1 1.74
2 1.87 1.80 1.80 1.76 1.76 1.72 1.72 1.69 1.62 1.58 1.73
1 1.87 1.80 1.80 1.76 1.76 1.72 1.69 1.65 1.62 1.65 1.73
A2B1 1.74
2 1.87 1.87 1.83 1.83 1.80 1.80 1.69 1.62 1.62 1.62 1.75
1 1.87 1.76 1.76 1.72 1.72 1.72 1.69 1.72 1.72 1.76 1.75
A3B1 1.73
2 1.87 1.80 1.76 1.72 1.65 1.69 1.65 1.69 1.65 1.65 1.71
1 1.83 1.80 1.76 1.72 1.69 1.72 1.69 1.69 1.76 1.76 1.74
A4B1 1.75
2 1.87 1.83 1.80 1.76 1.72 1.76 1.69 1.69 1.76 1.72 1.76
1 1.76 1.65 1.55 1.41 1.34 * * * * * 1.54
A1B2 1.54
2 1.72 1.65 1.55 1.44 1.30 * * * * * 1.53
1 1.65 1.62 1.55 1.41 1.27 * * * * * 1.50
A2B2 1.51
2 1.69 1.65 1.58 1.41 1.23 * * * * * 1.51
1 1.69 1.62 1.58 1.37 1.40 * * * * * 1.53
A3B2 1.51
2 1.65 1.62 1.55 1.34 1.25 * * * * * 1.48
1 1.65 1.58 1.55 1.34 1.38 * * * * * 1.50
A4B2 1.50
2 1.69 1.62 1.51 1.30 1.40 * * * * * 1.51
1 1.62 1.51 * * * * * * * * 1.57
K 1.55
2 1.58 1.48 * * * * * * * * 1.53

Keterangan: Berat buah : 1kg


Keadaan awal buah : 100% utuh
*) : buah rusak 100%
A1 : Kemasan karton
A2 : Kemasan besek
A3 : Kemasan plastik PE dengan karton
A4 : Kemasan plastik PE dengan besek
B1 : Suhu 15oC
B2 : Suhu kamar
K : Kontrol

42
Lampiran 9. Hasil pengamatan organoleptik warna buah salak
Pengamatan Hari Ke- Rata-
Sampel Ulangan Rataan
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 rata
1 4.05 4.20 4.05 4.10 4.00 3.50 4.15 3.20 3.80 3.15 3.82
A1B1 3.84
2 4.13 3.90 3.95 4.48 3.90 3.85 3.90 3.48 3.75 3.30 3.86
1 4.00 3.83 3.95 3.95 3.95 3.95 4.10 3.70 3.45 3.25 3.81
A2B1 3.81
2 4.10 4.15 3.70 3.80 3.90 3.60 3.75 3.80 3.75 3.55 3.81
1 4.45 4.00 4.28 4.45 4.05 4.00 3.83 3.55 3.13 3.50 3.92
A3B1 3.88
2 4.00 4.25 4.15 4.00 4.10 3.80 3.85 3.25 3.50 3.50 3.84
1 4.60 4.00 4.05 4.15 3.95 3.53 3.63 3.90 3.30 3.50 3.86
A4B1 3.85
2 4.05 3.80 4.75 3.80 3.65 3.75 3.75 3.65 3.50 3.75 3.85
1 3.23 3.05 3.98 3.50 3.45 * * * * * 3.44
A1B2 3.46
2 3.75 3.35 3.00 3.58 3.75 * * * * * 3.49
1 3.55 3.40 3.85 3.15 3.25 * * * * * 3.44
A2B2 3.45
2 3.50 3.53 3.25 3.50 3.55 * * * * * 3.47
1 3.45 3.45 3.55 3.50 3.48 * * * * * 3.49
A3B2 3.46
2 3.70 3.55 3.18 3.48 3.23 * * * * * 3.43
1 3.95 3.55 3.33 3.53 3.18 * * * * * 3.51
A4B2 3.45
2 3.25 3.55 3.58 3.35 3.20 * * * * * 3.39
1 3.25 3.35 * * * * * * * * 3.30
K 3.38
2 3.68 3.25 * * * * * * * * 3.46

Keterangan: Berat buah : 1kg


Keadaan awal buah : 100% utuh
*) : buah rusak 100%
A1 : Kemasan karton
A2 : Kemasan besek
A3 : Kemasan plastik PE dengan karton
A4 : Kemasan plastik PE dengan besek
B1 : Suhu 15oC
B2 : Suhu kamar
K : Kontrol

43
Lampiran 10. Hasil pengamatan organoleptik aroma buah salak
Pengamatan Hari Ke- Rata-
Sampel Ulangan Rataan
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 rata
1 3.80 4.00 3.80 3.55 3.35 3.53 3.25 3.03 2.85 2.70 3.39
A1B1 3.31
2 4.00 3.70 3.63 3.68 3.45 3.03 2.88 2.68 2.75 2.50 3.23
1 4.05 4.05 3.73 3.50 3.58 3.00 2.85 3.13 2.90 2.70 3.35
A2B1 3.32
2 3.85 4.18 3.78 3.65 3.18 2.98 2.83 2.85 2.75 2.83 3.29
1 4.10 3.75 3.75 3.55 3.28 3.28 2.95 2.78 2.75 2.78 3.30
A3B1 3.30
2 3.95 3.88 3.58 3.55 3.15 3.03 2.99 3.08 2.98 2.95 3.31
1 3.65 4.28 3.48 3.55 2.90 3.28 2.98 2.83 2.95 2.88 3.28
A4B1 3.33
2 3.55 4.10 3.88 3.78 3.55 3.30 2.95 2.95 2.98 2.80 3.38
1 3.78 3.55 3.28 2.98 2.95 * * * * * 3.31
A1B2 3.32
2 3.45 3.63 3.25 3.33 3.05 * * * * * 3.34
1 4.08 3.30 3.28 2.95 2.88 * * * * * 3.30
A2B2 3.34
2 3.95 3.48 3.18 3.13 3.15 * * * * * 3.38
1 4.45 3.25 2.95 3.00 3.08 * * * * * 3.35
A3B2 3.32
2 3.40 3.58 3.35 3.18 2.93 * * * * * 3.29
1 3.75 3.60 3.48 3.05 2.95 * * * * * 3.37
A4B2 3.38
2 3.85 3.55 3.40 3.13 3.00 * * * * * 3.39
1 3.30 3.23 * * * * * * * * 3.26
K 3.26
2 3.48 3.03 * * * * * * * * 3.25

Keterangan: Berat buah : 1kg


Keadaan awal buah : 100% utuh
*) : buah rusak 100%
A1 : Kemasan karton
A2 : Kemasan besek
A3 : Kemasan plastik PE dengan karton
A4 : Kemasan plastik PE dengan besek
B1 : Suhu 15oC
B2 : Suhu kamar
K : Kontrol

44
Lampiran 11. Hasil pengamatan organoleptik rasa buah salak
Pengamatan Hari Ke- Rata-
Sampel Ulangan Rataan
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 rata
1 3.00 2.90 2.88 2.85 2.83 2.85 2.88 2.90 2.90 2.95 2.89
A1B1 2.89
2 3.03 3.10 2.83 2.90 2.75 2.85 2.85 2.90 2.83 2.88 2.89
1 3.00 2.85 2.83 2.90 2.88 2.83 2.85 2.85 2.90 2.80 2.87
A2B1 2.83
2 2.95 2.88 2.95 2.80 2.65 2.75 2.75 2.73 2.75 2.68 2.79
1 3.03 2.93 2.85 2.93 2.83 2.68 2.90 2.70 2.83 2.78 2.84
A3B1 2.86
2 3.05 3.00 2.88 2.85 2.95 2.78 2.80 2.83 2.90 2.83 2.89
1 2.98 2.95 2.85 2.90 2.90 2.88 2.85 2.70 2.88 2.80 2.87
A4B1 2.83
2 2.88 2.85 2.80 2.88 2.85 2.63 2.80 2.73 2.78 2.65 2.78
1 2.98 2.88 2.70 2.80 2.68 * * * * * 2.81
A1B2 2.83
2 3.00 2.93 2.85 2.78 2.70 * * * * * 2.85
1 2.95 2.88 2.83 2.85 2.65 * * * * * 2.83
A2B2 2.83
2 2.95 3.00 2.75 2.70 2.78 * * * * * 2.84
1 2.98 2.95 2.83 2.80 2.75 * * * * * 2.86
A3B2 2.83
2 3.05 2.80 2.78 2.63 2.75 * * * * * 2.80
1 2.98 2.75 2.75 2.83 2.68 * * * * * 2.80
A4B2 2.81
2 2.98 2.85 2.83 2.80 2.70 * * * * * 2.83
1 2.85 2.80 * * * * * * * * 2.83
K 2.79
2 2.90 2.63 * * * * * * * * 2.76

Keterangan: Berat buah : 1kg


Keadaan awal buah : 100% utuh
*) : buah rusak 100%
A1 : Kemasan karton
A2 : Kemasan besek
A3 : Kemasan plastik PE dengan karton
A4 : Kemasan plastik PE dengan besek
B1 : Suhu 15oC
B2 : Suhu kamar
K : Kontrol

45
Lampiran 12. Hasil pengamatan organoleptik tekstur buah salak
Pengamatan Hari Ke- rata-
Sampel Ulangan Rataan
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 rata
1 4.23 4.03 4.18 4.25 3.95 3.50 3.98 3.90 3.80 3.88 3.97
A1B1 3.66
2 3.93 3.75 3.83 3.78 3.90 2.85 2.83 2.90 2.83 2.88 3.35
1 4.00 3.88 3.90 3.83 3.93 3.85 3.83 3.78 3.65 3.60 3.82
A2B1 3.90
2 4.50 4.35 3.95 3.98 3.85 3.98 3.75 3.98 3.85 3.68 3.99
1 4.05 3.93 3.95 3.83 3.73 3.68 3.70 3.68 3.73 3.68 3.79
A3B1 3.56
2 3.93 3.78 3.80 3.60 3.95 2.88 2.80 2.83 2.90 2.83 3.33
1 4.35 4.25 3.95 3.98 3.90 3.88 3.85 3.90 3.88 3.80 3.97
A4B1 3.56
2 3.53 3.15 3.40 3.28 3.40 3.20 3.00 2.95 2.78 2.80 3.15
1 2.98 2.88 2.70 2.80 2.75 * * * * * 2.82
A1B2 2.91
2 3.35 2.98 2.95 2.93 2.78 * * * * * 3.00
1 3.85 3.88 3.63 3.55 3.48 * * * * * 3.68
A2B2 3.46
2 3.45 3.20 3.28 3.00 3.28 * * * * * 3.24
1 2.98 2.95 2.83 2.80 2.75 * * * * * 2.86
A3B2 2.96
2 3.45 2.98 2.93 2.93 2.98 * * * * * 3.05
1 3.00 2.95 2.80 2.83 2.75 * * * * * 2.87
A4B2 2.88
2 2.98 2.95 2.93 2.80 2.78 * * * * * 2.89
1 2.93 2.80 * * * * * * * * 2.86
K 2.85
2 2.95 2.73 * * * * * * * * 2.84

Keterangan: Berat buah : 1kg


Keadaan awal buah : 100% utuh
*) : buah rusak 100%
A1 : Kemasan karton
A2 : Kemasan besek
A3 : Kemasan plastik PE dengan karton
A4 : Kemasan plastik PE dengan besek
B1 : Suhu 15oC
B2 : Suhu kamar
K : Kontrol

46
Lampiran 13. Hasil pengamatan organoleptik penerimaan umum buah salak
Pengamatan Hari Ke- rata-
Sampel Ulangan Rataan
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 rata
1 3.53 3.60 3.48 3.35 2.98 3.30 3.25 3.15 3.05 2.98 3.27
A1B1 3.27
2 3.63 3.75 3.53 3.78 3.30 3.28 2.83 2.90 2.93 2.93 3.28
1 3.45 3.78 3.33 3.23 3.13 3.05 3.23 2.98 2.98 2.95 3.21
A2B1 3.22
2 3.50 3.65 3.43 3.28 3.05 3.05 3.18 3.08 3.00 3.15 3.24
1 3.40 3.53 3.35 3.03 3.23 2.98 3.18 3.13 3.28 3.68 3.28
A3B1 3.29
2 3.75 3.98 3.40 3.38 3.35 3.18 2.95 3.00 3.15 2.93 3.31
1 4.13 4.23 3.95 3.58 3.03 3.28 2.98 3.00 2.98 2.85 3.40
A4B1 3.38
2 3.93 4.25 3.43 3.35 3.25 3.25 3.18 3.05 2.98 2.98 3.36
1 3.45 3.58 3.30 3.25 3.18 * * * * * 3.35
A1B2 3.33
2 3.43 3.73 3.35 3.08 2.95 * * * * * 3.31
1 3.38 3.55 3.28 3.15 3.08 * * * * * 3.29
A2B2 3.35
2 3.45 3.58 3.48 3.35 3.23 * * * * * 3.42
1 3.48 3.70 3.23 3.13 2.85 * * * * * 3.27
A3B2 3.32
2 3.55 3.75 3.48 3.08 2.98 * * * * * 3.37
1 3.48 3.68 3.20 3.00 3.08 * * * * * 3.29
A4B2 3.38
2 3.58 3.90 3.53 3.35 2.98 * * * * * 3.47
1 3.03 2.95 * * * * * * * * 2.99
K 3.12
2 3.28 3.23 * * * * * * * * 3.25

Keterangan: Berat buah : 1kg


Keadaan awal buah : 100% utuh
*) : buah rusak 100%
A1 : Kemasan karton
A2 : Kemasan besek
A3 : Kemasan plastik PE dengan karton
A4 : Kemasan plastik PE dengan besek
B1 : Suhu 15oC
B2 : Suhu kamar
K : Kontrol

47
Lampiran 14. Hasil olah data uji susut bobot buah salak

Analisis ragam
Sumber df JK KT F Sig. Keterangan
Perlakuan 8 40,652 5,081 96,988
Kemasan (A) 4 0,049 0,012 0,234 0,913 Tidak nyata
Suhu (B) 1 36,451 36,451 695,740 0,000 Nyata (α = 0,05)
Kemasan*Suhu (A*B) 3 0,088 0,029 0,562 0,654 Tidak nyata
Galat 9 0,472 0,052
Total 18 939,763

Analisis lanjut uji “t” terhadap faktor suhu penyimpanan


Suhu N Rata-rata Std. Deviasi Sig. Keterangan
B1 (15oC) 8 5,389 0,163
0,000 Nyata (α = 0,05)
B2 (Kamar) 10 8,408 0,217

Lampiran 15. Hasil olah data uji total kerusakan buah salak

Analisis ragam
Sumber Df JK KT F Sig. Keterangan
Perlakuan 8 5500,111 687,514 196,433
Kemasan (A) 4 308,587 77,147 22,042 0,000 Nyata (α = 0,05)
Suhu (B) 1 4257,563 4257,563 1216,446 0,000 Nyata (α = 0,05)
Kemasan*Suhu (A*B) 3 46,188 15,396 4,399 0,036 Nyata (α = 0,05)
Galat 9 31,500 3,500
Total 18 49241

Analisis lanjut uji Duncan terhadap faktor kemasan


Kelompok Duncan (α = 0,05)
Kemasan N Rataan
A B C D
A2 4 40,500 A
A4 4 46,750 B
A1 4 49,250 B C
A3 4 50,250 C
K 2 70,000 D

Analisis lanjut uji “t” terhadap faktor suhu penyimpanan


Suhu N Rata-rata Std. Deviasi Sig. Keterangan
B1 (15oC) 8 30,375 3,623
0,000 Nyata (α = 0,05)
B2 (kamar) 10 64,400 5,719

48
Analisis lanjut uji Duncan terhadap interaksi antar faktor
Kelompok Duncan (α = 0,05)
Perlakuan N Rataan
A B C D E F
A2B1 2 26,000 A
A4B1 2 28,500 A B
A3B1 2 32,500 B C
A1B1 2 34,500 C
A2B2 2 55,000 D
A1B2 2 64,000 E
A4B2 2 65,000 E
A3B2 2 68,000 E F
KB2 2 70,000 F

Lampiran 16. Hasil olah data uji kadar air buah salak

Analisis ragam
Sumber Df JK KT F Sig. Keterangan
Perlakuan 8 0,531 0,066 3,064
Kemasan (A) 4 0,034 0,009 0,396 0,807 Tidak Nyata
Suhu (B) 1 0,176 0,176 8,139 0,019 Nyata (α = 0,05)
Kemasan*Suhu (A*B) 3 0,282 0,094 4,331 0,038 Nyata (α = 0,05)
Galat 9 0,195 0,022
Total 18 113500,487

Analisis lanjut uji “t” terhadap faktor suhu penyimpanan


Suhu N Rata-rata Std. Deviasi Sig. Keterangan
B1 (15oC) 8 79,285 0,113
0,019 Nyata (α = 0,05)
B2 (kamar) 10 79,505 0,216

Analisis lanjut uji Duncan terhadap interaksi antar faktor


Kelompok Duncan (α = 0,05)
Perlakuan N Rataan
A B C
A2B1 2 79,130 A
A1B1 2 79,314 A B
A4B1 2 79,346 A B
A3B1 2 79,352 A B
A4B2 2 79,355 A B
A3B2 2 79,415 A B
A1B2 2 79,416 A B
KB2 2 79,546 B C
A2B2 2 79,796 C

49
Lampiran 17. Hasil olah data uji total asam tertitrasi buah salak

Analisis ragam
Sumber Df JK KT F Sig. Keterangan
Perlakuan 8 0,012 0,002 0,683
Kemasan (A) 4 0,001 0,000 0,150 0,958 Tidak Nyata
Suhu (B) 1 0,004 0,004 1,723 0,222 Tidak Nyata
Kemasan*Suhu (A*B) 3 0,005 0,002 0,741 0,554 Tidak Nyata
Galat 9 0,020 0,002
Total 18 726,281

Kesimpulan: Tidak ada pengaruh faktor kemasan, faktor suhu penyimpanan (B) dan interaksi antar
faktor (A*B) terhadap nilai asam tertitrasi.

Lampiran 18. Hasil olah data uji padatan terlarut buah salak

Analisis ragam
Sumber Df JK KT F Sig. Keterangan
Perlakuan 8 15,519 1,940 464,650
Kemasan (A) 4 8,006 2,001 479,374 0,000 Nyata (α = 0,05)
Suhu (B) 1 1,535 1,535 367,545 0,000 Nyata (α = 0,05)
Kemasan*Suhu (A*B) 3 3,504 1,168 279,739 0,000 Nyata (α = 0,05)
Galat 9 0,038 0,004
Total 18 6288,677

Analisis lanjut uji Duncan terhadap faktor kemasan


Kelompok Duncan (α = 0,05)
Kemasan N Rataan
A B C D E
A2 4 17,823 A
A4 4 18,340 B
A1 4 18,480 C
A3 4 19,159 D
K 2 20,413 E

Analisis lanjut uji “t” terhadap faktor suhu penyimpanan


Suhu N Rata-rata Std. Deviasi Sig. Keterangan
B1 (15oC) 8 18,141 0,845
0,031 Nyata (α = 0,05)
B2 (kamar) 10 19,091 0,853

50
Analisis lanjut uji Duncan terhadap interaksi antar faktor
Kelompok Duncan (α = 0,05)
Perlakuan N Rataan
A B C D E F G
A4B1 2 17,250 A
A2B1 2 17,605 B
A2B2 2 18,040 C
A1B1 2 18,410 D
A1B2 2 18,550 D
A3B2 2 19,020 E
A3B1 2 19,298 F
A4B2 2 19,430 F
KB2 2 20,413 G

Lampiran 19. Hasil olah data uji vitamin C buah salak

Analisis ragam
Sumber Df JK KT F Sig. Keterangan
Perlakuan 8 0,221 0,028 77,974
Kemasan (A) 4 0,003 0,001 2,093 0,164 Tidak Nyata
Suhu (B) 1 0,207 0,207 586,194 0,000 Nyata (α = 0,05)
Kemasan*Suhu (A*B) 3 0,001 0,000 0,940 0,461 Tidak Nyata
Galat 9 0,003 0,000
Total 18 47,415

Analisis lanjut uji “t” terhadap faktor suhu penyimpanan


Suhu N Rata-rata Std. Deviasi Sig. Keterangan
B1 (15oC) 8 1,742 0,015
0,000 Nyata (α = 0,05)
B2 (kamar) 10 1,521 0,025

Lampiran 20. Hasil olah data uji organoleptik warna buah salak

Analisis ragam
Sumber Df JK KT F Sig. Keterangan
Perlakuan 8 0,752 0,094 30,093
Kemasan (A) 4 0,011 0,003 0,881 0,512 Tidak Nyata
Suhu (B) 1 0,618 0,618 197,902 0,000 Nyata (α = 0,05)
Kemasan*Suhu (A*B) 3 0,003 0,001 0,287 0,834 Tidak Nyata
Galat 9 0,028 0,003
Total 18 236,710

51
Analisis lanjut uji “t” terhadap faktor suhu penyimpanan
Suhu N Rata-rata Std. Deviasi Sig. Keterangan
B1 (15oC) 8 3,847 0,037
0,000 Nyata (α = 0,05)
B2 (kamar) 10 3,440 0,060

Lampiran 21. Hasil olah data uji organoleptik aroma buah salak

Analisis ragam
Sumber Df JK KT F Sig. Keterangan
Perlakuan 8 0,016 0,002 0,672
Kemasan (A) 4 0,015 0,004 1,262 0,353 Tidak Nyata
Suhu (B) 1 0,002 0,002 0,727 0,416 Tidak Nyata
Kemasan*Suhu (A*B) 3 0,001 0,000 0,084 0,967 Tidak Nyata
Galat 9 0,026 0,003
Total 18 198,173

Kesimpulan: Tidak ada pengaruh faktor kemasan, faktor suhu penyimpanan (B) dan interaksi antar
faktor (A*B) terhadap nilai kesukaan aroma.

Lampiran 22. Hasil olah data uji organoleptik rasa buah salak

Analisis ragam
Sumber Df JK KT F Sig. Keterangan
Perlakuan 8 0,013 0,002 1,109
Kemasan (A) 4 0,005 0,001 0,938 0,484 Tidak Nyata
Suhu (B) 1 0,003 0,003 1,954 0,196 Tidak Nyata
Kemasan*Suhu (A*B) 3 0,003 0,001 0,599 0,632 Tidak Nyata
Galat 9 0,013 0,001
Total 18 144,588

Kesimpulan: Tidak ada pengaruh faktor kemasan, faktor suhu penyimpanan (B) dan interaksi antar
faktor (A*B) terhadap nilai kesukaan rasa.

Lampiran 23. Hasil olah data uji organoleptik tekstur buah salak

Analisis ragam
Sumber Df JK KT F Sig. Keterangan
Perlakuan 8 2,616 0,327 3,754
Kemasan (A) 4 0,622 0,155 1,783 0,216 Tidak Nyata
Suhu (B) 1 1,546 1,546 17,741 0,002 Nyata (α = 0,05)
Kemasan*Suhu (A*B) 3 0,51 0,017 0,196 0,896 Tidak Nyata
Galat 9 0,784 0,087
Total 18 199,777

52
Analisis lanjut uji “t” terhadap faktor suhu penyimpanan
Suhu N Rata-rata Std. Deviasi Sig. Keterangan
B1 (15oC) 8 3,670 0,340
0,000 Nyata (α = 0,05)
B2 (kamar) 10 3,009 0,267

Lampiran 24. Hasil olah data uji organoleptik penerimaan umum buah salak

Analisis ragam
Sumber Df JK KT F Sig. Keterangan
Perlakuan 8 0,110 0,014 1,891
Kemasan (A) 4 0,101 0,025 3,445 0,057 Tidak Nyata
Suhu (B) 1 0,011 0,011 1,453 0,259 Tidak Nyata
Kemasan*Suhu (A*B) 3 0,010 0,003 0,441 0,729 Tidak Nyata
Galat 9 0,066 0,007
Total 18 195,629

Kesimpulan: Tidak ada pengaruh faktor kemasan, faktor suhu penyimpanan (B) dan interaksi antar
faktor (A*B) terhadap nilai kesukaan secara umum.

53

You might also like