You are on page 1of 16

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji penulis haturkan kepada Allah SWT. yang telah

melimpahkan rahmat serta kesehatan sehingga penulis mampu menyelesaikan

makalah dengan judul “Penyebab Kerusakan dan Cara Penanggulangan Kerusakan

pada Terumbu Karang”. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada

Bapak Dr. Ir. Efriyeldi, M.Si., selaku dosen pengampu mata kuliah Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan juga teman-teman yang sudah membantu penulis dalam

menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berisikan hal-hal yang berkaitan tentang pengelolaan terumbu

karang, bagaimana cara mencegah kerusakannya dan hal-hal apa saja yang dapat

merusak terumbu karang tersebut.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa masih terdapat kesalahan-kesalahan

dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari

para pembaca sangat penulis harapkan guna untuk kesempurnaan dalam penulisan

makalah selanjutnya.

Pekanbaru, 20 Februari 2018

Penulis
ii

DAFTAR ISI

Isi Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2. Tujuan.......................................................................................................... 2

1.3. Manfaat ........................................................................................................ 2

II. TOPIK TERKAIT ............................................................................................ 3

2.1. Sejarah Terbentuknya Terumbu Karang ..................................................... 3

2.2. Kerusakan Terumbu Karang ....................................................................... 4

2.3. Penyebab Kerusakan Terumbu Karang ....................................................... 4

2.4. Cara Penanggulangan Kerusakan Terumbu Karang ................................... 7

III. KESIMPULAN ............................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 11

RINGKASAN ...................................................................................................... 13
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan, Indonesia telah diakui dunia secara internasional

(UNCLOS 1982) yang kemudian diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-

Undang No.17 Tahun 1985. Berdasarkan UNCLOS 1982, total luas wilayah laut

Indonesia seluas 5,9 juta km2, terdiri atas 3,2 juta km2 perairan teritorial dan 2,7

km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif, luas tersebut belum termasuk landas

kontinen. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.

Pada daerah pesisir juga terdapat persebaran biota pantai dan persebaran

vegetasi. Biota pantai dan vegetasi tersebut saling memberikan timbal balik antara

satu dengan yang lain sehingga membentuk sebuah ekosistem. Ekosistem pesisir

merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dengan ekosistem laut, yang

mana organisme penghuni ekosistem darat dan laut berkumpul dan saling

berinteraksi. Namun demikian, pembangunan bidang kelautan dan perikanan

hingga saat ini masih jauh dari harapan. Padahal wilayah pesisir dan pulau-pulau

kecil dan lautan kepulauan Indonesia disimpan potensi sumber daya alam dan jasa

lingkungan yang sangat besar dan belum dimanfaatkan secara optimal.

Salah satu ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir adalah ekosistem

terumbu karang. Sekitar 18 % terumbu karang dunia berada di wilayah Indonesia.

Banyaknya keragaman terumbu karang menjadi habitat yang baik bagi berbagai

macam biota laut. Selain itu, terumbu karang juga bermanfaat sebagai pemecah

gelombang alami sehingga dapat mengurangi terjadinya erosi pantai.

Tetapi pada kenyataannya, dalam kehidupan sehari-hari kita dapat melihat

bahwa keberadaan terumbu karang di Indonesia sangat memprihatinkan, banyak


2

masyarakat yang merusak terumbu karang dengan harapan dapat meraup

keuntungan sehingga dapat membantu kebutuhan ekonomi mereka, padahal apabila

terumbu karang tetap dijaga dan tidak dirusak keberadaannya akan mendatangkan

lebih banyak profit. Hingga saat ini, kerusakan terumbu karang di Indonesia dilansir

sudah mencapai 46%.

1.2. Tujuan

Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk melengkapi tugas individu mata

kuliah Pengelolaan Wilayah Pesisir, selain itu makalah ini ditulis dengan tujuan

untuk memberikan pengetahuan dan pembelajaran baik untuk penulis sendiri

maupun para pembaca makalah ini.

1.3. Manfaat

Makalah ini ditulis dengan harapan dapat membuka wawasan para pembaca

mengenai pentingnya keberadaan terumbu karang di wilayah pesisir sehingga kita

semua dapat menjaga dan mencegah kerusakan pada terumbu karang.


3

II. TOPIK TERKAIT

Adapun topik terkait yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

2.1. Sejarah Terbentuknya Terumbu Karang

Sejarah terbentuknya terumbu karang menurut dugaan beberapa pakar

geologi seperti Shepard (1971), Kuenen (1960), Bird (1976) dan Mather & Benneth

(1984) berbeda-beda, namun intinya serupa yaitu menyatakan bahwa 75% dari

seluruh terumbu karang terbentuk pada masa Pleistosen. Menurut Mather &

Benneth (1984) saat itu terjadi "tectonic subsidence” (penurunan lapisan kerak

bumi di dasar samudra akibat letusan gunung berapi) dan fluktuasi paras muka laut

akibat terjadinya perubahan massa es mulai jaman Pleistosen hingga perioda resen

yang mengakibatkan variasi pada kedalaman laut di sepanjang paparan kontinental

(continental shelf). Terjadinya variasi pada kedalam laut di sepanjang paparan

kontinental inilah yang menyebabkan tumbuhnya karang secara

berkesinambungan.

Menurut teori Darwin baik atol maupun barrier reef berasal dari gunung

berapi bawah laut, dengan demikian terbentuknya terumbu karang erat hubungan-

nya dengan proses pemekaran kerak bumi. Model sederhana yangdisebut teori titik

panas (hotspot teori) adalah sebagai berikut: (1) terjadi aktivitas magmatik pada

suatu titik panas (hotspot); (2) titik panas tersebut kemudian tumbuh dan

berkembang menjadi gunung berapi yang berada di dasar samudra; (2) setelah

gunung berapi dasar samudra itu meletus dan menjadi tidak aktif; (3) dalam

beberapa juta tahun gunung berapi tersebut berubah menjadi pulau yang kemudian

mengalami pergeseran dari posisi semula oleh pergerakan kerak bumi; (4) pulau

tersebut kemudian ditumbuhi beberapa formasi karang menjumbai (fringing reefs)


4

yang kemudian berkembang menjadi barrier reefs, atol dan terakhir menjadi sebuah

gunung kecil di laut (guyot). Secara garis besar perkembangan gunung berapi

menjadi atol adalah demikian, dan proses tersebut akan terulang kembali pada

gunung berapi yang terbentuk kemudian.

2.2. Kerusakan Terumbu Karang

Terumbu karang di Indonesia menempati luas hingga 7500 km² dari luas

perairan Indonesia. Luasan ini termasuk di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

(ZEEI) 7,1 juta Km². Namun, keberadaan ekosistem terumbu karang di Indonesia

saat ini telah banyak mengalami degradasi yang mengkhawatirkan. Hal ini

ditunjukkan dari persentase penutupan karang hidup dalam kondisi rusak dan

sedang masing-masing 39,5% dan 33,5%, sedangkan yang menunjukkan kondisi

memuaskan dan baik masing-masing hanya tinggal 5,3% dan 21,7% (Dahuri 1999).

Sedangkan berdasarkan laporan hasil penelitian LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia), bahwa terumbu karang di Indonesia hanya 7 % yang berada dalam

kondisi sangat baik, 24 % berada dalam kondisi baik, 29 % dalam kondisi sedang

dan 40 % dalam kondisi buruk (Suharsono, 1998).

Menurut Gomez dan Alcala (1984) dalam Yuniarti (2007), ekosistem

terumbu karang dikatakan buruk apabila mempunyai karang hidup sebesar 0 – 24,9

%, sedang apabila tutupan karang hidup 25 – 49,9 %, dikatakan bagus apabila

tutupan karang hidup 50 – 74,9 % dan dikatakan sangat bagus apabila mempunyai

tutupan karang hidup > 75 %.

2.3. Penyebab Kerusakan Terumbu Karang

Secara umum penyebab kerusakan pada terumbu karang dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kerusakan yang disebabkan oleh


5

kegiatan manusia (anthropogenic causes) dan kerusakan yang disebabkan oleh

proses-proses alam (natural causes) (Dahuri 1999). Kerusakan yang disebabkan

oleh proses-proses alam terbagi atas dua bagian, yaitu kerusakan yang disebabkan

oleh proses-proses fisik (physical processes) dan kerusakan yang disebabkan oleh

proses-proses biologis (biological processes) (Fagerstrom 1987).

2.3.1. Penyebab Kerusakan Secara Biologis

Terumbu karang merupakan ekosistem yang subur dan kaya akan makanan.

Struktur fisiknya yang rumit, membuat ekosistem ini merupakan habitat yang

menarik bagi banyak jenis biota laut. Oleh sebab itu penghuni terumbu karang

sangat beraneka-ragam, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan (Romimohtarto

dan Juwana 2001). Biota-biota laut penghuni terumbu karang secara alami dapat

melemahkan terumbu karang dan mengubah struktur-struktur terumbu masif

menjadi berbentuk puing-puing, pasir dan sedimen.

Menurut Hutchings (1986), penyebab utama kerusakan terumbu karang

secara biologis dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu perumputan (grazing),

penggoresan (etching) dan pengeboran (boring). Terdapat dua proses perusakan

secara biologis, yaitu pemutusan secara kimiawi (chemical dissolution) pada

substrat dan pengikisan secara mekanis (mechanical abrasion) pada substrat.

Perumputan (grazing)

Perumput (grazer) yang terpenting pada substrat terumbu karang adalah

echinoids dan berbagai jenis ikan terumbu. Mereka merumput (graze) substrat-

substrat karang hidup atau mati, hamparan algae koralin, algae berjumbal (tufted)

atau filamen yang tumbuh pada substrat-substrat terumbu yang keras.

Bagaimanapun juga, pada beberapa kasus algae mungkin dirumput tanpa


6

kehilangan CaCO3. Pada proses perumputan, material digores atau dilubangi dari

permukaan matriks terumbu atau dari karang hidup dan diubah menjadi sedimen

(Choat 1991).

Penggoresan (etching)

Tiga kelompok organisme, yaitu bakteri (Cyanobacteria, Hyllea, Plectonema,

Mastigoceleus, Enthophysalis), fungi (didominasi kelompok Deuterumycota), dan

algae (Codiolum, Entocladia, Eugomontia, Phaeophila) menggunakan cara ini pada

substrat karang yang keras (Golubic dkk. 1975 dalam Hutchings 1986).

Pengeboran (boring)

Hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan penggali liang (burrowing)

menyebabkan suatu bagian substansial dari pengikisan di terumbu karang.

Pengebor-pengebor tersebut adalah sponge, bivalva pengebor, sipuncula, dan

polychaeta (Cousteau 1975)

2.3.2. Penyebab Kerusakan Karena Aktivitas Manusia

Ada berbagai macam penyebab-penyebab tejadinya kerusakan pada terumbu

karang yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, diantaranya adalah seperti kegiatan

penambangan, penangkapan ikan secara ilegal, pembukaan daerah wisata,

eksploitasi ikan, pencemaran akibat sampah, dan sebagainya.

Kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya degradasi terumbu karang

antara lain: (1) penambangan dan pengambilan karang, (2) penangkapan ikan

dengan menggunakan alat dan metode yang merusak, (3) penangkapan yang

berlebih, (4) pencemaran perairan, (5) kegiatan pembangunan di wilayah pesisir,

dan (6) kegiatan pembangunan di wilayah hulu (Westmacott et al. 2000; Coremap,

2001; Burke et al., 2002).


7

Menurut Moosa dan Suharsono (1995), kegiatan merusak yang dilakukan

oleh manusia akan lebih bersifat kronis, tidak bersifat sementara seperti halnya

yang disebabkan oleh musibah alami.

2.3.3. Faktor-faktor Lain Penyebab Kerusakan Terumbu Karang

a. Pemutihan karang : Bertambahnya buangan gas rumah kaca memanaskan

atmosfer dan mengakibatkan naiknya suhu permukaan laut. Pemutihan

karang secara besar-besaran, sebagai akibat dari perairan yang memanas yang

dapat membuat karang lemah atau mati, telah terjadi di setiap kawasan

terumbu karang. Ini semakin sering terjadi ketika suhu yang agak tinggi

berulang.

b. Pengasaman laut : Peningkatan CO2 di lautan mengubah kimia lautan dan

menyebabkan air menjadi lebih asam. Pengasaman laut tersebut dapat

memperlambat laju pertumbuhan karang dan pada akhirnya, melemahkan

kerangka karang.

Apabila ancaman setempat dan dunia dibiarkan tidak terkendali, persentase

terumbu karang yang terancam diprakirakan akan naik menjadi lebih dari 90% pada

tahun 2030 dan menjadi hampir menimpa semua terumbu karang pada tahun 2050.

2.4. Cara Penanggulangan Kerusakan Terumbu Karang

Ancaman terhadap terumbu karanag kian hari semakin serius. Oleh karena itu

diperlukan suatu pengelolaan yang baik agar kelestarian terumbu karang tetap

terjaga yang pada akhirnya generasi mendatang untuk dapat juga menikmati

sumberdaya terumbu karang tersebut. Prinsip dasar yang harus dikedepankan dalam

pengelolaan terumbu karang secara lestari adalah sebagai berikut:


8

1. Melestarikan, melindungi, mengembangkan, memperbaiki dan meningkatkan

kondisi atau kualitas terumbu karang dan sumberdaya yang terkandung di

didalamnya bagi kepentingan seluruh lapisan masyarakat serta memikirkan

generasi mendatang.

2. Mendorong dan membantu pemerintah daerah untuk menyusun dan

melaksanakan program-program pengelolaan sesuai denga karakteristik

wilayah dan masyarakat setempat serta memenuhi standar yang ditetapkan

secara nasional berdasarka pertimbangan-pertimbangan daerah yang menjaga

antara upaya ekploitasi dan upaya pelestarian lingkungan.

3. Mendorong kesadaran, partisipasi dan kerjasama/kemitraan dari masyarakat,

pemerintah daerah, antar daerah dan antar instansi dalam perencanaan dan

pelaksanaan pengelolaan terumbu karang.

Terdapat dua hal yang harus dilakukan oleh manusia dalam mengelola

terumbu karang secara lestari yaitu pertama, melakukan pencegahan berbagai

aktivitas manusia yang dapat menimbulkan kerusakan terumbu karang baik

langsung ataupun tidak langsung; Kedua, melakukan penanganan ataupun

pemulihan terhadap terumbu karang yang telah mengalami kerusakan baik akibat

aktivitas manusia ataupun aktivitas alam.

Rencana pemulihan pada terumbu karang yang rusak dapat dilakukan dengan

cara membuat zonasi dan melakukan rehabilitasi terumbu karang.

Zonasi

Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem pesisir

yang sudah rusak. Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk kemudian

direncanakan strategi pemulihan dan prioritas pemulihan yang diharapkan.


9

Pembagian zonasi pesisir dapat berupa zona penangkapan ikan, zona konservasi

ataupun lainnya sesuai dengan kebutuhan/pemanfaatan wilayah tersebut, disertai

dengan zona penyangga karena sulit untuk membatasi zona-zona yang telah

ditetapkan di laut. Ekosistem terumbu karang dapat dipulihkan dengan

memasukkannya ke dalam zona konservasi yang tidak dapat diganggu oleh

aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh dan pulih secara alami.

Rehabilitasi

Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan melakukan

rehabilitasi aktif, seperti meningkatkan populasi karang, mengurangi alga yang

hidup bebas, serta meningkatkan ikan-ikan karang.

a. Meningkatkan Populasi Karang

Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan

rekruitmen, yaitu membiarkan benih karang yang hidup menempel pada permukaan

benda yang bersih dan halus dengan pori-pori kecil atau liang untuk berlindung;

menambah migrasi melalui tranplantasi karang, serta mengurangi mortalitas

dengan mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit, hama dan kompetisi.

b. Mengurangi alga hidup yang bebas

Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan

karang dari alga dan meningkatkan hewan pemangsa alga.

c. Meningkatkan ikan-ikan karang

Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan rekruitmen,

yaitu dengan meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi padang lamun

sebagai pelindung bagi ikan-ikan kecil, meningkatkan migrasi atau menambah stok

ikan, serta menurunkan mortalitas jenis ikan favorit.


10

III. KESIMPULAN

Dari penjelasan yang sudah dipaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa

sejarah terbentuknya terumbu karang berasal dari penurunan lapisan kerak bumi di

dasar samudra akibat letusan gunung berapi) dan fluktuasi paras muka laut akibat

terjadinya perubahan massa es mulai jaman Pleistosen hingga perioda resen.

Terumbu karang di Indonesia sudah dalam posisi yang cukup memprihatinkan,

hanya sekitar 5% dari terumbu karang yang ada berada dalam keadaan memuaskan.

Salah satu penyebab kerusakan terumbu karang selain faktor fisik dan

biologis adalah karena kegiatan manusia, diantaranya seperti penangkaapan dan

pengambilan karang, pengambilan ikan-ikan karang dengan menggunakan bahan

peledak, pencemaran perairan, dan lain sebagainya.

Untuk menanggulangi kerusakan pada terumbu karang tersebut diperlukan

upaya atau pengelolaan yang dapat menyembuhkan kerusakan tersebut serta upaya

untuk melestarikan terumbu karang itu. Upaya untuk menyembuhkan atau

memulihkan terumbu karang dapat digolongkan sulit karena memakan biaya yang

tinggi serta menghabiskan waktu yang cukup lama. Upaya pemulihan terumbu

karang dapat dilakukan dengan membuat zonasi dan merehabilitasi terumbu karang

tersebut.
11

DAFTAR PUSTAKA

Bird. E.C.F. 1976. Coast; An Introduction to Systematic Geomorphology.


Australian National University Press: 219 -243.

Burke, L., E. Selig and M. Spalding. 2002. Reef at risk in South East Asia.
www.wri.org/reefatrisk. Dikunjungi tanggal 01 Maret 2018.

Choat, J.H. 1991. The Biology of Herbivorous Fishes on Coral Reefs. Dalam P.F.
Sale, (eds) The Ecology of Fishes on Coral Reefs. Academic Press, Inc. USA.
6:120-155.

Cousteau, J. 1975. The Ocean World of Jacques Cousteau: Pharaohs of the Sea
Volume 9. The Danbury Press. USA. 144 Hal.

Coremap. 2001. Kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang di Indonesia.


Coral Reef Rehabilitation and Management Program, Jakarta.

Dahuri, R. 1999. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Indonesia.

Fagerstrom, J.A. 1987. The Evolution of Reef Communities. John Wiley & Sons,
Inc. USA. 600 Hal.

Guille, G.. G. Goutiere. J.F. Sornein, D. Buigues. A. Gachon and C. Guy 1996. The
Atolls of Mururoa and Fangataufa (Geology-Petrology-Hydrogeology) : 172
pp.

Hutchings, P.A. 1986. Biological Destruction of Coral Reefs : A review. Coral


Reefs 4:239-252

Kuenen, H. 1960.Marine Geology. John Wiley & Sons. Inc. New York: 423 -453.

Mather. P. and I. Benneit (eds.) 1984. A Coral Reef Handbook. The Australian
Coral Reef Society: 4- 12.

Romimohtarto, K. dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang


Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta. 540 Hal.

Shepard. F.P. 1973, Submarine Geology. Harper & Row Publisher: 342 - 366.

Suharsono. 1998. Condition of Coral Reef Resources in Indonesia. Indonesian


Journal of Coastal and Marine Resources Management. PKSPL – IPB.
Volume 1, No.2, pp. 44-52.

Soemodihardjo., M.K. Moosa., Soekarno., W. Hantoro., Suharsono, Prosidings


Lokakarya Pengelolaan dan IPTEK Terumbu Karang Indonesia.
Diselenggarakan oleh LIPI-COREMAP. Jakarta. Hal. 1-16.
12

Yuniarti. 2007. Pengelolaan Wilayah Pesisir Di Indonesia (Studi Kasus :


Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat Di Kepulauan Riau).
Makalah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelauatan Universitas Padjadjaran
Bandung.
13

RINGKASAN

Sejarah terbentuknya terumbu karang menurut dugaan beberapa pakar

menyatakan bahwa 75% dari seluruh terumbu karang terbentuk pada masa

Pleistosen. Pada saat itu terjadi "tectonic subsidence” (penurunan lapisan kerak

bumi di dasar samudra akibat letusan gunung berapi) dan fluktuasi paras muka laut

akibat terjadinya perubahan massa es mulai jaman Pleistosen hingga perioda resen

yang mengakibatkan variasi pada kedalaman laut di sepanjang paparan kontinental

(continental shelf). Terjadinya variasi pada kedalam laut di sepanjang paparan

kontinental inilah yang menyebabkan tumbuhnya karang secara

berkesinambungan.

Saat ini, keberadaan ekosistem terumbu karang di Indonesia saat ini telah

banyak mengalami degradasi yang mengkhawatirkan. Hal ini ditunjukkan dari

persentase penutupan karang hidup dalam kondisi rusak dan sedang masing-masing

39,5% dan 33,5%, sedangkan yang menunjukkan kondisi memuaskan dan baik

masing-masing hanya tinggal 5,3% dan 21,7%.

Secara umum penyebab kerusakan pada terumbu karang dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kerusakan yang disebabkan oleh

kegiatan manusia (anthropogenic causes) dan kerusakan yang disebabkan oleh

proses-proses alam (natural causes).

Bertambahnya buangan gas rumah kaca memanaskan atmosfer dan

mengakibatkan naiknya suhu permukaan laut dan akan menyebabkan terjadinya

pemutihan pada karang. Peningkatan kadar CO2 di lautan mengubah kimia lautan

dan menyebabkan air menjadi lebih asam dan berdampak pada pengasaman laut

yang mengakibatkan kerusakan pada terumbu karang.


14

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kerusakan pada terumbu

karang antara lain melakukan rehabilitasi terhadap terumbu karang dan membuat

pembagian zonasi pada wilayah pesisir.

You might also like