Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Metode
URAIAN GAGASAN
Tentang Styrofoam
Styrofoam berasal dari kata stiren (zat kimia bahan dasar), dan foam
(busa/buih). Styrofoam adalah polimer turunan plastik. Styrofoam dibuat dari
monomer stirena yang dipolimerisasi suspensi pada suhu dan tekanan tertentu.
Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan styrofoam ini terdiri dari 90-95%
polystyrene dan 5-10% gas n-butana.
Polystyrene bersifat sangat amorphous dan tembus cahaya, mempunyai
indeks refraksi tinggi, sukar ditembus oleh gas kecuali uap air. Dapat larut dalam
alkohol rantai panjang, kitin, dan ester hidrokarbon yang mengikat khlorin.
Polimer ini mudah rapuh sehingga banyak dikopolimerisasikan dengan batu diena
atau akrilonitril.
Cara pembuatan styrofoam dimulai dengan pembentukan polystyrene dari
styrene (monomer) kemudian dihembuskan udara ke dalam polystyrene dengan
menggunakan CFC (Cloro Fluro Carbon) sebagai blowing agent. Sifat stiren dapat
larut dalam panas, lemak, alkohol/aseton, toluene, dan susu. Oleh karena itu,
styrofoam tidak baik untuk pengemas makanan karena zat stiren (bersifat
neurotoksik (menyerang syaraf)) dapat mengkontaminasi tubuh.
Limbah Styrofoam
Pada saat ini, 85 persen dari produk komersial energi masih berbasis bahan bakar
fosil.
Minyak
Bumi
Gas Bumi 54%
22%
Saat ini, ada tiga jenis sel bahan bakar (Fuel Cell) yang sedang giat-
giatnya dikembangkan, yaitu Phosporic Acid Fuel Cell (PAFC), Molten-
Carbonate Fuel Cell (MCFC), dan Solid Oxide Fuel Cell (SOFC). Pada umumnya
beberapa keuntungan potensial dapat diperoleh apabila sel bahan bakar (Fuel
Cell) dipergunakan sebagai sistem pembangkit, diantaranya mempunyai efisiensi
yang tinggi sekitar 40-60 %, sistem pembangkit ini berwawasan lingkungan,
memiliki potensi cogeneration (plant efficiency sebesar 80 %), dapat ditempatkan
secara fleksibel (penempatan langsung pada tempat yang diinginkan tanpa
perantara transmisi), penggunaannya luas (dari mulai skala kecil hingga skala
yang sangat besar), dan inovasi yang digagas adalah membuat membran fuel cell
dari limbah styrofoam.
Membran fuel cell penukar proton, yang lebih dikenal dengan polimer
elektrolit membran, merupakan tipe fuel cell yang diciptakan untuk aplikasi
transpor dan fuel cell statis serta fuel cell portabel. Membran penukar proton dapat
mengubah energi kimia (dilepaskannya hidrogen dan oksigen selama reaksi
elektrokimia) menjadi energi listrik.
5
PSS yang dicrosslink dengan PPMA merupakan hal yang baru dicoba oleh
peneliti Cina (Jing Xu, 2009). Dalam jurnal, “A New Crosslinked Sulfonated
Polystyrene For Proton Exchange Fuel Cell’, crosslink PPMA belum tentu
menaikkan tingkat konduktivitas pada membran. Oleh karena itu, perlu dilakukan
penelitian mengenai seberapa banyak PPMA yang di-crosslink dan berapa waktu
efektif crosslink tersebut. Berikut variasi waktu crosslink PPMA dan PSS yang
telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.
Semakin banyak gugus sulfonic yang tertempel pada rantai polimer maka
hidrofolitas akan meningkat dan menyebabkan penggembungan. Dari tabel diatas
diketahui bahwa, semakin lama waktu crosslink, IEC (kapasitas penukaran ion)
dari PSS membran semakin menurun. Hal ini dikarenakan gugus sulfonic
termakan saat crosslink berlangsung. Walaupun crosslink PPMA menurunkan
konduktivitas ion, tetapi sifat fisik dari membran seperti penggembungan dan
penyerapan air dapat berkurang. Selain itu, crosslink ini juga meningkatkan
stabilitas termal dari membran.
7
Isolasi Polystyrene
Karakterisasi Membran
Implementasi
Kesimpulan
Limbah styrofoam merupakan salah satu masalah bagi lingkungan. Hal ini
dikarenakan susah terurainya limbah styrofoam tersebut di alam. Pengelolaan
limbah styrofoam dengan cara dibakar atau dibuang begitu saja memberikan
dampak yang buruk bagi lingkungan. Saat ini, pemanfaatan limbah styrofoam
masih memerlukan energi tinggi dan kurang bernilai ekonomi. Karya tulis ini
menyajikan gagasan lain, yakni pemanfaatan limbah styrofoam sebagai membran
yang digunakan untuk fuel cell. Limbah styrofoam dilakukan proses sulfonasi
kemudian dimodifikasi menjadi membran penukar proton yang nantinya dapat
digunakan sebagai sel bahan bakar (fuel cell). Mengingat krisis energi yang
sedang marak dewasa ini, penelitian ini dapat terus dikembangkan sehingga dapat
menjadi alternatif energi selain energi yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil.
Saran
Beberapa hal yang penulis sarankan adalah pengembangan yang lebih luas
dari penelitian ini, mengingat manfaatnya yang begitu luas dan berdampak besar.
Selain itu, dengan pemanfaatan energi alternatif baru diharapkan dapat mencukupi
kebutuhan energi nasional tanpa terfokus pada bahan bakar fosil saja. Selain itu,
perlu adanya sosialisasi dan pemberian wawasan bagi masyarakat luas sehingga
upaya-upaya untuk pemanfaatan energi alternatif yang ramah lingkungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih baik serta menumbuhkan kesadaran
masyarakat akan manfaatnya.