You are on page 1of 22

REFERAT

Parotitis pada Anak

Disusun Oleh :
Flapiana Simenceriau 112016372

Pembimbing :
dr. Sri Andayani, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RS MARDI WALUYO
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
LAMPUNG 2017

1
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan .......................................................................................................... 3
BAB II Pembahasan ........................................................................................................... 4
1. Definisi .......................................................................................................... 4
2. Epidemiologi .............................................................................................. 5
3. Etiologi ................................................................................................................ 6
4. Anatomi ........................................................................................................... 6
5. Patogenesis ........................................................................................................... 8
6. Klasifikasi ............................................................................................... 8
7. Manifestasi klinis.................................................................................................. 9
8. Diagnosis .......................................................................................................... 10
9. Diagnosis Banding ...................................................................................12
10. Penatalaksanaan ...............................................................................................13
11. Komplikasi ...............................................................................................14
12. Prognosis ...........................................................................................................17
13. Pencegahan ...............................................................................................17
Daftar pustaka ...................................................................................................................... 19

2
BAB I

PENDAHULUAN

Manusia memiliki kelenjar saliva yang terbagi menjadi kelenjar saliva mayor dan
minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis, submandibula dan
sublingual. Kelenjar saliva minor jumlahnya ratusan dan terletak di rongga mulut. Kelenjar
saliva mayor berkembang pada minggu ke-6 sampai ke-8 kehidupan embrio dan berasal dari
jaringan ektoderm. Kelenjar saliva minor berasal dari jaringan ektoderm oral serta endoderm
nasofaring dan membentuk sistem tubuloasiner sederhana.1
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar, terletak di regio preaurikula
dan berada dalam jaringan subkutis. Kelenjar ini memproduksi sekret yang sebagian besar
berasal dari sel-sel asini. Kelenjar parotis terbagi oleh nervus fasialis menjadi kelenjar
supraneural dan kelenjar infraneural. Kelenjar supraneural ukurannya lebih besar daripada
kelenjar infraneural. Kelenjar parotis terletak pada daerah triangular yang selain kelenjar
parotis, terdapat pula pembuluh darah, saraf, serta kelenjar limfatik.
Produk dari kelenjar saliva disalurkan melalui duktus Stensen yang keluar dari
sebelah anterior kelenjar parotis, yaitu sekitar 1,5 cm di bawah zigoma. Duktus ini memiliki
panjang sekitar 4-6 cm dan berjalan ke anterior menyilang muskulus maseter, berputar ke
medial dan menembus muskulus businator dan berakhir dalam rongga mulut di seberang
molar kedua atas. Duktus ini berjalan bersama dengan nervus fasialis cabang bukal.1,2
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus. Penyakit ini
merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering. Kejadian parotitis saat ini
berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis tertinggi pada anak-anak berusia antara
4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah
sekitar kelenjar parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya
berupa demam, malaise, mialgia, serta sakit kepala.1
Salah satu komplikasi dari parotitis adalah orkitis. Orkitis terjadi sebagai
perjalanan parotitis epidemika berlangsung selama kurang lebih 4 hari. Orkitis pada
parotitis epidemika tidak menular namun dapat menyebabkan atrofi pada testis dan
menyebabkan infertilitas.1

3
BAB II

PEMBAHASAN

II. 1. Definisi

Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular yang
disebabkan virus (Paramyxovirus). Virus ini menyerang kelenjar air liur di mulut,
terutama kelenjar parotis yang terletak pada tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di
depan telinga sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi
bagian bawah.2

Mumps atau parotitis epidemika merupakan self limiting disease yang


disebabkan oleh infeksi virus yang paling sering terjadi di sekolah-usia anak dan
remaja. Gambaran klasik mumps adalah pembengkakan nonsuppuratif dan rasa nyeri
kelenjar ludah. Infeksi ini biasanya bersifat jinak, dan banyak kasus yang subklinis.3

Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf
pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko
besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan
atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan
mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh.
Penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat ditularkan melalui:

· Kontak langsung

· Percikan ludah (droplet)

· Muntahan

· Bisa pula melalui air kencing

Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-
40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat
menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit. Masa
tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.

II. 2. Epidemiologi

Sebelum ditemukan vaksin parotitis pada tahun 1967, parotitis epidemika


merupakan penyakit yang sangat sering ditemukan pada anak pada umur 15 tahun
adalah 85% dengan puncak insidens kelompok umur 5-9 tahun. Setelah ditemukan
vaksin parotitis, kejadian parotitis epidemika menjadi sangat jarang. Di negara barat
seperti Amerika dan Inggris, rata-rata didapat kurang dari 1.000 kasus per tahun.
Demikian pula insidens parotitis bergeser pada anak besar dan dewasa muda serta
menyebabkan kejadian luar biasa ditempat kuliah atau tempat kerja. Di Indonesia,
tidak didapatkan adanya data mengenai insidens terjadinya parotitis epidemika.4

Jika dibandingkan dengan campak atau cacar air, gondongan tidak terlalu
menular. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara
endemik atau epidemik. Parotitis Epidemika merupakan penyakit infeksi pada anak
yang mana pada kasusnya terjadi sekitar 30 – 40% yang kasusnya merupakan
penyakit asimptomatik. Epidemi terjadi pada semua musim tetapi sedikit lebih sering
pada musim dingin akhir dan musim semi. Sumber infeksi mungkin sukar dilacak
karena 30-40% infeksi adalah subklinis. Kebanyakan penyakit ini menyerang anak-
anak yang berumur 2-15 tahun, namun pada orang dewasa justru lebih berat. Jarang
ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2 tahun.5

Jika seseorang pernah menderita gondongan, maka dia akan memiliki


kekebalan seumur hidupnya. Yang terkena biasanya adalah kelenjar parotis, yaitu
kelenjar ludah yang terletak diantara telinga dan rahang. Pada orang dewasa, infeksi
ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara
dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular
penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-obatan
tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat
Iodium dalam tubuh.5
II. 3. Etiologi
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok paramyxovirus,
yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle
disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90 – 300 mµ. Virus telah diisolasi
dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. MUMPS
merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily Paramyxovirinae dan
family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein yaitu hamaglutinin-
neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini juga memiliki dua komponen yang sanggup
memfiksasi, yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble) yang berasal dari
nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin permukaan.
Virus ini aktif dalam lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat
bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4
ºC, oleh formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus
masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi pada mukosa saluran
napas atas kemudian menyebar ke kelenjar limfa local dan diikuti viremia umum
setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya
lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal,
jantung atau otak. Virus masuk ke system saraf pusat melalui plexus choroideus lewat
infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui
dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus
dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah
munculnya pembengkakan pada kelenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum
pembengkakan kelenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang.

II. 4. Anatomi

Anatomi Kelenjar Saliva

Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva mayor
dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis, dan kelenjar sublingualis.
Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara bilateral di
depan telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus dengan bagian
yang meluas ke muka di bawah lengkung zigomatik. Kelenjar parotis terbungkus
dalam selubung parotis (parotis shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari tepi
kelenjar. Pada tepi anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah medial,
menembus otot buccinator, dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke-2
permanen rahang atas.
Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua setelah
parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula. Saluran
submandibularis bermuara melalui satu sampai tiga lubang yang terdapat pada satu
papil kecil di samping frenulum lingualis. Muara ini dapat dengan mudah terlihat,
bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang keluar.
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam.
Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada dasar mulut
antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis sebelah
kiri dan kanan bersatu untuk membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda
di sekitar frenulum lingualis.
Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar labialis,
kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal. Kelenjar lingualis terdapat bilateral
dan terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di
permukaan inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar
mukus anterior dan kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis posterior
berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral dari lidah. Kelenjar ini bersifat
murni mukus.
Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar ini
bersifat mukus dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada
palatum lunak dan uvula serta regio posterolateral dari palatum keras. Kelenjar
glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama dengan kelenjar palatinal, yaitu
murni mukus dan terletak di lipatan glossopalatinal.

Gambar 1. Anatomi kelenjar saliva


II. 5. Patogenesis

Virus mumps masuk tubuh melalui hidung atau mulut yang berasal dari
percikan ludah, kontak langsung dengan penderita parotitis lain, muntahan, dan urin.
Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya
kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens.
Masa inkubasi 14 sampai 24 hari kemudian virus bereplikasi di dalam traktus
respiratorius atas. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi
proliferasi di parotis / epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikutnya
virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar / saraf
yang kemudian akan menginfeksi glandula parotis. Keadaan ini disebut parotitis.6

Reaksi inflamasi merangsang keluarnya bradikinin yang akan merangsang


saraf sensorik dan mengakibatkan nyeri. Selain bradikinin, reaksi inflamasi tadi
merangsang pengeluaran histamin yang berakibat pada peningkatan permeabilitas
pembuluh darah sehingga terjadi edema pada pipi. Edema pada pipi dapat menekan
saraf aurikula temporal sehingga terjadi nyeri pada telinga. Selain itu reaksi imun
yang terjadi saat masa viremia awal mengakibatkan keluarnya IL-1, kemudian IL-1
menghasilkan pirogen endogen yang akan diteruskan menuju hipotalamus sebagai
pusat regulasi suhu tubuh untuk merangsang prostaglandin dan akan menimbulkan
demam.8

Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel
epitel tubuli seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan
nekrosis jaringan.

II. 6. Klasifikasi

Klasifikasi dari parotitis epidemika berupa:

1. Parotitis Kambuhan
Sudah pernah terinfeksi sebelumnya kemudian kambuh. Anak-anak
mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia antara 1 bulan
hingga akhir masa kanak-kanak. Kambuhan berarti sebelumnya anak telah
terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.

2. Parotitis Akut

Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan
pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah
yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut,
khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama dan adanya gangguan
dehidrasi.5

II. 7. Manifestasi Klinis

Masa inkubasi berkisar dari 14-24 hari dengan puncak pada hari ke-17 dan 18.
Pada anak, manifestasi prodormal jarang terjadi tetapi mungkin tampak bersama
dengan demam (suhu badan 38,5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot,
kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan
adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut), dan malaise. Awalnya
ditandai dengan nyeri dan pembengkakan parotis yang khas, mula-mula mengisi
rongga antara tepi posterior mandibula dan mastoid kemudian meluas dalam deretan
yang melengkung ke bawah dan ke depan, di atas dibatasi oleh zigoma. Edema kulit
dan jaringan lunak biasanya meluas lebih lanjut dan mengaburkan batas
pembengkakan kelenjar, sehingga pembengkakan lebih mudah disadari dengan
pandangan daripada dengan palpasi.

Pembengkakan terjadi dengan cepat dalam waktu beberapa jam dengan


puncak pada 1-3 hari. Pembengkakan jaringan mendorong lobus telinga ke atas dan
ke luar, dan sudut mandibula tidak lagi dapat dilihat. Pembengkakan perlahan-lahan
menghilang dalam 3-7 hari. Satu kelenjar parotis biasanya membengkak sehari atau
dua hari sebelum yang lain, tetapi lazim pembengkakan terbatas pada satu kelenjar.
Daerah pembengkakan terasa lunak dan nyeri. Edema faring dan palatum mole
homolateral menyertai pembengkakan parotis dan memindahkan tonsil ke medial.
Pembengkakan parotis biasanya disertai dengan demam sedang hingga 40°C.7
Gambar 2. Gambaran mumps pada anak

II. 8. Diagnosis

Penegakkan diagnosis dari parotitis epidemika yaitu:

1. Anamnesis

a. Gejala yang pertama terlihat adalah nyeri ketika mengunyah atau menelan,
terutama jika menelan cairan asam misalnya jeruk.
b. Demam, biasanya suhu mencapai 38,9-40o Celcius

c. Pembengkakan kelenjar terjadi setelah demam

d. Nafsu makan berkurang

e. Menggigil

f. Sakit kepala

2. Pemeriksaan Fisik

a. Suhu meningkat mencapai 38,9-40o Celcius


b. Pembengkakan di daerah temporomandibuler (antara telinga dan rahang)

c. Nyeri tekan pada kelenjar yang membengkak

3. Pemeriksaan Penunjang

Dalam prakteknya pemeriksaan penunjang tidak banyak dilakukan,


sebab dari anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah terdiagnosis. Namun jika
gejala tidak jelas diagnosis didasarkan pada :

a. Darah rutin

Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia


ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun. Normalnya
leukosit dalam darah adalah 4 x 109 /L darah .dengan limfositosis relatif,
namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis polimorfonuklear
tingkat sedang.

b. Amilase serum

Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan


pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2
minggu. Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah.
c. Pemeriksaan serologis

Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan


adanya infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:
1. Hemaglutination inhibition (HI) test

Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat dan
serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer spesimen
4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.
2. Neutralization (NT) test

Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk biakan


fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi hemadsorpsi.
Pengenceran serum yang mencegah terjadinya hemadsorpsi dinyatakan oleh
titer antibodi parotitis epidemika. Uji netralisasi asam serum adalah metode
yang paling dapat dipercaya untuk menemukan imunitas tetapi tidak praktis
dan tidak mahal.
3. Complement – Fixation (CF) test

Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah respon


antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa infeksi parotitis
epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V mencapai titer puncak dalam 1
bulan dan menetap selama 6 bulan berikutnya dan kemudian menurun secara
lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang rendah dan tetap ada. Peningkatan
4 kali lipat dalam titer dengan analisis standar apapun menunjukan infeksi
yang baru terjadi. Antibodi terhadap antigen S timbul cepat, sering mencapai
maksimum dalam satu minggu setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai
12 minggu.

d. Pemeriksaan Virologi

Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus dilakukan
dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor serebrospinal atau
darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat hemardsorpsi dalam biakan yang
diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.

II. 9. Diagnosis Banding

Adenopati dari tonsilofaringitis: telinga tidak terangkat oleh pembengkakan,


inflamasi faring nyata

Difteri berat / bullneck: Pembengkakan tidak nyeri. Inflamasi faring serta


pseudomenbrane.
Penyakit lain yang bergejala pembengkakan kelenjar parotis: Sarkoidosis,
Lukemia, Sindrom Uveoparotitis (Mickulic)

Salivary Calculus: batu membuntu saluran parotis, yang sering ductus


submandibular.
Tetanus karena trismusnya. Mudah dibedakan karena tidak ada kaku otot
lain

II. 10. Penatalaksanaan

Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh / hilang


sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik
bagi infeksi virus mumps oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis
dan suportif.

1. Penderita rawat jalan

Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi, keadaan
umum cukup baik.

a. Istirahat yang cukup

b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup

c. Medikamentosa (simtomatik) :

1) Antalgin (Metampiron) adalah derivat metansulfonat dan amidopirina


yang bekerja terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi sensitivitas
reseptor rasa nyeri dan mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh. Tiga
efek utama adalah sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi.
Antalgin mudah larut dalam air dan mudah diabsorpsi ke dalam jaringan
tubuh.
Dosis antalgin yang digunakan :

a) Dewasa : 500-1000 mg diberikan 3-4 kali sehari (maksimum 3 gram


sehari).
b) Anak-anak : 250-500 mg diberikan 3-4 kali sehari (maksimum 1 gram
untuk < 6 tahun dan 2 gram untuk 6 - 12 tahun).
2) Parasetamol : 10 – 20 mg/kgBB/kali dibagi dalam 3 dosis
2. Penderita rawat inap

Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala hebat,
gejala saraf perlu rawat inap di ruang isolasi.
a. Diet lunak, cair dan TKTP

b. Analgetik-antipiretik

3. Penanganan komplikasi tergantung jenis komplikasinya.9

II. 11. Komplikasi

Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) dalam bentuk meningitis aseptik (sel-sel
inflamasi pada cairan serebrospinal) adalah yang paling sering, terjadi tanpa gejala
pada 50% sampai 60% pasien. Gejala meningitis (sakit kepala, kaku kuduk) terjadi
sampai 15% pasien dan berubah tanpa sequelae 3 sampai 10 hari. Orang dewasa
memiliki risiko lebih tinggi untuk komplikasi ini dibandingkan anak-anak, dan laki-
laki lebih sering dibandingkan anak perempuan (dengan rasio 3:1). Parotitis mungkin
tidak ada di sebanyak 50% pasien demikian. Penyakit otak adalah jarang (kurang dari
2 per 100,000 kasus mumps).10

1. Meningoensefalitis
Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada masa anak. Insiden
yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi subklinis system saraf sentral,
seperti dibuktikan oleh pleositasis cairan serebrospinal, telah dilaporkan lebih dari
65% penderita dengan parotitis. Manifestasi klinis terjadi pada lebih dari 10%
penderita. Insiden meningoensefalitis parotitis sekitar 250/100.000 kasus; 10% dari
kasus ini terjadi pada penderita lebih tua dari 20 tahun. Angka mortalitas adaah sekitar
2%. Orang laki-laki terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita.
Parotitis merupakan salah satu dari penyebab meningitis aseptik yang paling sering.
Patogenesis meningoensefalitis parotitis telah diuraikan sebabagai (1) infeksi
primer neuron dan (2) ensefalitis pascainfeksi dengan demielinasi. Pada tipe pertama
parotitis sering muncul bersamaan atau menyertai ensefalitis. Pada tipe ke dua,
ensefalitis menyertai parotitis pada sekitar 10 hari. Parotitis mungkin pada beberapa
kasus tidak ada. Stenosis aqueduktus dan hidrosefalus telah dihubungkan dengan
infeksi parotitis. Menginjeksikan virus parotitis ke dalam tpai pada umur menyusui
telah menghasilkan lesi yang serupa.
Meningoensefalitis parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan dari
meningitis sebab lain. Ada kekakuan leher sedang, tetapi pemeriksaan neorologis lain
biasanya normal. Cairan serebrospinal (CSS) biasanya berisi sel kurang dari 500
sel/mm3, walaupun kadang-kadang jumlah sel dapat melebihi 2.000. selnya hamper
selalu limfosit, berbeda dengan meningitis aseptik enterovirus, dimana leukosit
polimorfonklear sering mendominasi pada awal penyakit. Virus parotitis dapat
diisolasi dari cairan serebrospinal pada awal penyakit.

2. Orkitis, Epididimitis

Orchitis (inflamasi testicular) adalah komplikasi paling umum pada laki-laki


setelah masa pubertas. Penyakit ini terjadi sebanyak 50% pada laki-laki setelah masa
pubertas, biasanya setelah parotitis, tapi penyakit ini mungkin mendahuluinya, terjadi
secara serempak, atau terjadi sendirian.4
Komplikasi ini jarang terjadi pada anak laki-laki prapubertas tetapi sering (14-
35%) pada remaja dan orang dewasa. Testis paling sering terinfeksi dengan atau tanpa
epididimitis; epididimitis dapat juga terjadi sendirian. Jarang ada hidrokel. Orkitis
biasanya menyertai parotitis dalam 8 hari atau sekitarnya; orkitis dapat juga terjadi
tanpa bukti adanya infeksi kelenjar ludah. Pada sekitar 30% penderita keda testis
terkena. Mulainya biasanya mendadak, dengan kenaikan suhu, menggigil, nyeri
kepala, mual, dan nyeri perut bawah; bila testis kanan terlibat, appendisitis dapat
dikesankan sebagai kemungkinan diagnostik. Testis yang terkena menjadi nyeri dan
bengkak, dan kulit yang berdekatan edema dan merah. Rata-rata lamanya adalah hari.
Sekitar 30-40% testis yang terkena atrofi. Gangguan fertilitas diperkirakan sekitar
13%, tetapi infertilitas absolut mungkin jarang.

3. Ooforitis

Nyeri pelvis dan kesakitan ditemukan pada sekitar 7% pada penderita wanita
pasca pubertas. Tidak ada bukti adanya gangguan fertilitas.10
4. Nefritis

Viruria telah sering dilaporkan. Pada satu penelitian orang dewasa, kelainan
fungsi ginjal terjadi kadang-kadang pada setiap penderita, dan virria terdeteksi pada
75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak belum diketahui. Nefritis yang
mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis, telah dilaporkan.

5. Pankreatitis

Pankreatitis adalah jarang, tapi adakalanya terjadi tanpa parotitis; hyperglycemia


adalah temporer dan bersifat reversibel.

6. Miokarditis

Manifestasi jantung yang serius sangat jarang, tetapi infeksi ringan


miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui. Rekaman
elektrokardigrafi menunjukkan perubahan-perubahan, kebanyakan depresi segmen
ST, pada 13% orang dewasa pada satu seri. Keterlibatan demikian dapat menjelaskan
nyeri prekordium, bradikardia, dan kelelahan kadang-kadang ditemukan pada remaja
dan orang dewasa dengan parotitis.

7. Mastitis

Komplikasi ini tidak lazim pada masing-masing jenis kelamin.

8. Ketulian

Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral; walaupn insidennya rendah
(1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral. Kehilangan
pendengaran mungkin sementara atau permanen.

9. Komplikasi Okuler

Komplikasi ini meliputi dakrioadenitis, pembengkakan yang nyeri, biasanya


bilateral, dari kelenjar lakrimalis; neuritis optic (papillitis)dengan gejala-gejaa
bervariasi dari kehilangan penglihatan sampai kekaburan ringan dengan
penyembuuhan dalam 10-20 hari; uveokeratitis, biasanya unilateral dengan fotofobia,
keluar air mata, kehilangan penglihatan cepat dan penyembuhan dalam 20 hari;
skleritis, tendonitis, dengan akibat eksoftalmus; dan trobosis vena sentral.

10. Artritis

Atralgia yang disertai dengan pembengkakan dan kemerahan sendi merupakan


komplikasi yang jarang; biasanya penyembuhannya sempurna.

II. 12. Prognosis

Prognosis keseluruhan mumps dengan tanpa komplikasi adalah sangat baik.


Prognosis pasien dengan ensefalitis umumnya baik, namun, kerusakan neurologis dan
kematian dapat terjadi. Dilaporkan angka kejadian ensefalitis mumps sebesar 5 kasus
per 1000 kasus mumps yang dilaporkan. Sequelae permanen jarang terjadi, sedangkan
laporan kasus ensefalitis angka kematian rata-rata 1,4%. Myelitis sementara atau
polyneuritis jarang. Sekitar 10% dari semua pasien yang terinfeksi berkembang dalam
bentuk meningitis ringan, yang sulit dibedakan dengan meningitis bakteri.

II. 13. Pencegahan

Pencegahan terhadap parotitis epidemika dapat dilakukan secara imunisasi


pasif dan imunisasi aktif.
1. Pasif

Gamma globulin parotitis tidak efektif dalam mencegah parotitis atau


mengurangi komplikasi.

2. Aktif

Dilakukan dengan memberikan vaksinasi dengan virus parotitis epidemika


yang hidup tapi telah dirubah sifatnya (Mumpsvax-merck, sharp and dohme)
atau diberikan subkutan pada anak berumur 15 bulan (Ngastiyah, 2007).
Vaksin ini tidak menyebabkan panas atau reaksi lain dan tidak menyebabkan
ekskresi virus dan tidak menular. Menyebabkan imunitas yang lama dan
dapat diberikan bersama vaksin campak dan rubella (MMR yakni vaksin
Mumps, Morbili, Rubella). Pemberian vaksinasi dengan virus “mumps”,
sangat efektif dalam menimbulkan peningkatan bermakna dalam antibodi
“mumps” pada individu yang seronegatif sebelum vaksinasi dan telah
memberikan proteksi 15 sampai 95 %. Proteksi yang baik sekurang-
kurangnya selama 12 tahun dan tidak mengganggu vaksin terhadap morbili,
rubella, dan poliomielitis atau vaksinasi variola yang diberikan serentak.
Kontraindikasi: Bayi dibawah usia 1 tahun karena efek antibodi maternal;
Individu dengan riwayat hipersensitivitas terhadap komponen vaksin; demam
akut; selama kehamilan; leukimia dan keganasan; limfoma; sedang diberi
obat-obat imunosupresif, alkilasi dan anti metabolit; sedang mendapat
radiasi.
Belum diketahui apakah vaksin akan mencegah infeksi bila diberikan setelah
pemaparan, tetapi tidak ada kontraindikasi bagi penggunaan vaksin
“Mumps” dalam situasi ini.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kontis TC, Johns ME. Anatomy and physiology of the salivary gland. In: Baily BJ,
ed. Head and neck surgeryotolaryngology. Philadelphia: Lippincott; 2001. p. 429-36.

2. Depkes RI. Mumps (parotitis Epidemika). Pedoman Pengobatan Dasar di


Puskesmas; 2007. Jakarta: 2008. p.158

3. Vikas S. Kancherla, I. Celine Hanson. Mumps resurgence in the United States.


The Journal of Allergy and Clinical Immunology Volume 118, Issue; 2006.
p.938-941. Diakses dari http://www.jacionline.org /article/S0091-
6749(06)01582-X/fulltext pada bulan Desember 2017
4. Pudjiadi, Marissa Tania S., Sri Rejeki S. Hadinegoro. 2009. Orkitis pada
Infeksi Parotitis Epidemika : laporan kasus. Sari Pediatri. Vol. 11 (1) : 47-51.
5. Maharani, Laillyza A., Hadi Soenartyo. 2009. Mumps Unilateral Pada Pasien
Remaja. Oral Medicine Dental Journal. Vol. 1 (2) : 1-5.

6. Germaine L Defendi. Mumps. In: Russell W Steele, Chieff Editor: Medscape

Reference: 2012. Diakses dari http://emedicine.medscape.com pada bulan


Desember 2017
7. Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 2000. Ilmu
Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC
8. Ray, C. G. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Jakarta : EGC.

9. Soedarmo, S. S. P., Garna H., Hadinegoro S. R. S., Satari H. I. 2008. Buku


Ajar Infeksi dan Pediatrik Tropis. Jakarta : IDAI.
10. Mumps, Pinkbook 2012, Epidemiology and Prevention of Vaccine
Preventable Diseases, 12th Edition Second Printing Revised May 20.

You might also like