Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Flapiana Simenceriau 112016372
Pembimbing :
dr. Sri Andayani, Sp.A
1
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan .......................................................................................................... 3
BAB II Pembahasan ........................................................................................................... 4
1. Definisi .......................................................................................................... 4
2. Epidemiologi .............................................................................................. 5
3. Etiologi ................................................................................................................ 6
4. Anatomi ........................................................................................................... 6
5. Patogenesis ........................................................................................................... 8
6. Klasifikasi ............................................................................................... 8
7. Manifestasi klinis.................................................................................................. 9
8. Diagnosis .......................................................................................................... 10
9. Diagnosis Banding ...................................................................................12
10. Penatalaksanaan ...............................................................................................13
11. Komplikasi ...............................................................................................14
12. Prognosis ...........................................................................................................17
13. Pencegahan ...............................................................................................17
Daftar pustaka ...................................................................................................................... 19
2
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia memiliki kelenjar saliva yang terbagi menjadi kelenjar saliva mayor dan
minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari sepasang kelenjar parotis, submandibula dan
sublingual. Kelenjar saliva minor jumlahnya ratusan dan terletak di rongga mulut. Kelenjar
saliva mayor berkembang pada minggu ke-6 sampai ke-8 kehidupan embrio dan berasal dari
jaringan ektoderm. Kelenjar saliva minor berasal dari jaringan ektoderm oral serta endoderm
nasofaring dan membentuk sistem tubuloasiner sederhana.1
Kelenjar parotis merupakan kelenjar saliva yang terbesar, terletak di regio preaurikula
dan berada dalam jaringan subkutis. Kelenjar ini memproduksi sekret yang sebagian besar
berasal dari sel-sel asini. Kelenjar parotis terbagi oleh nervus fasialis menjadi kelenjar
supraneural dan kelenjar infraneural. Kelenjar supraneural ukurannya lebih besar daripada
kelenjar infraneural. Kelenjar parotis terletak pada daerah triangular yang selain kelenjar
parotis, terdapat pula pembuluh darah, saraf, serta kelenjar limfatik.
Produk dari kelenjar saliva disalurkan melalui duktus Stensen yang keluar dari
sebelah anterior kelenjar parotis, yaitu sekitar 1,5 cm di bawah zigoma. Duktus ini memiliki
panjang sekitar 4-6 cm dan berjalan ke anterior menyilang muskulus maseter, berputar ke
medial dan menembus muskulus businator dan berakhir dalam rongga mulut di seberang
molar kedua atas. Duktus ini berjalan bersama dengan nervus fasialis cabang bukal.1,2
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus. Penyakit ini
merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering. Kejadian parotitis saat ini
berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis tertinggi pada anak-anak berusia antara
4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah
sekitar kelenjar parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya
berupa demam, malaise, mialgia, serta sakit kepala.1
Salah satu komplikasi dari parotitis adalah orkitis. Orkitis terjadi sebagai
perjalanan parotitis epidemika berlangsung selama kurang lebih 4 hari. Orkitis pada
parotitis epidemika tidak menular namun dapat menyebabkan atrofi pada testis dan
menyebabkan infertilitas.1
3
BAB II
PEMBAHASAN
II. 1. Definisi
Mumps (Parotitis Epidemika) adalah penyakit infeksi akut dan menular yang
disebabkan virus (Paramyxovirus). Virus ini menyerang kelenjar air liur di mulut,
terutama kelenjar parotis yang terletak pada tiap-tiap sisi muka tepat di bawah dan di
depan telinga sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi
bagian bawah.2
Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf
pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko
besar untuk menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan
atau mengkonsumsi obat-obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan
mereka yang kekurangan zat Iodium dalam tubuh.
Penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat ditularkan melalui:
· Kontak langsung
· Muntahan
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-
40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat
menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit. Masa
tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.
II. 2. Epidemiologi
Jika dibandingkan dengan campak atau cacar air, gondongan tidak terlalu
menular. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara
endemik atau epidemik. Parotitis Epidemika merupakan penyakit infeksi pada anak
yang mana pada kasusnya terjadi sekitar 30 – 40% yang kasusnya merupakan
penyakit asimptomatik. Epidemi terjadi pada semua musim tetapi sedikit lebih sering
pada musim dingin akhir dan musim semi. Sumber infeksi mungkin sukar dilacak
karena 30-40% infeksi adalah subklinis. Kebanyakan penyakit ini menyerang anak-
anak yang berumur 2-15 tahun, namun pada orang dewasa justru lebih berat. Jarang
ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 2 tahun.5
II. 4. Anatomi
Berdasarkan ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva mayor
dan kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis, dan kelenjar sublingualis.
Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara bilateral di
depan telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus mastoideus dengan bagian
yang meluas ke muka di bawah lengkung zigomatik. Kelenjar parotis terbungkus
dalam selubung parotis (parotis shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari tepi
kelenjar. Pada tepi anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah medial,
menembus otot buccinator, dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke-2
permanen rahang atas.
Kelenjar submandibularis yang merupakan kelenjar saliva terbesar kedua setelah
parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula. Saluran
submandibularis bermuara melalui satu sampai tiga lubang yang terdapat pada satu
papil kecil di samping frenulum lingualis. Muara ini dapat dengan mudah terlihat,
bahkan seringkali dapat terlihat saliva yang keluar.
Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam.
Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada dasar mulut
antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis sebelah
kiri dan kanan bersatu untuk membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda
di sekitar frenulum lingualis.
Kelenjar saliva minor terdiri dari kelenjar lingualis, kelenjar bukalis, kelenjar labialis,
kelenjar palatinal, dan kelenjar glossopalatinal. Kelenjar lingualis terdapat bilateral
dan terbagi menjadi beberapa kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di
permukaan inferior dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar
mukus anterior dan kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis posterior
berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral dari lidah. Kelenjar ini bersifat
murni mukus.
Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir. Kelenjar ini
bersifat mukus dan serus. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada
palatum lunak dan uvula serta regio posterolateral dari palatum keras. Kelenjar
glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama dengan kelenjar palatinal, yaitu
murni mukus dan terletak di lipatan glossopalatinal.
Virus mumps masuk tubuh melalui hidung atau mulut yang berasal dari
percikan ludah, kontak langsung dengan penderita parotitis lain, muntahan, dan urin.
Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya
kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum konvalesens.
Masa inkubasi 14 sampai 24 hari kemudian virus bereplikasi di dalam traktus
respiratorius atas. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh sehingga terjadi
proliferasi di parotis / epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia (ikutnya
virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar / saraf
yang kemudian akan menginfeksi glandula parotis. Keadaan ini disebut parotitis.6
Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel
epitel tubuli seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan
nekrosis jaringan.
II. 6. Klasifikasi
1. Parotitis Kambuhan
Sudah pernah terinfeksi sebelumnya kemudian kambuh. Anak-anak
mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada usia antara 1 bulan
hingga akhir masa kanak-kanak. Kambuhan berarti sebelumnya anak telah
terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.
2. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak, kemerahan dan
pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah
yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut,
khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama dan adanya gangguan
dehidrasi.5
Masa inkubasi berkisar dari 14-24 hari dengan puncak pada hari ke-17 dan 18.
Pada anak, manifestasi prodormal jarang terjadi tetapi mungkin tampak bersama
dengan demam (suhu badan 38,5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot,
kehilangan nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan
adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut), dan malaise. Awalnya
ditandai dengan nyeri dan pembengkakan parotis yang khas, mula-mula mengisi
rongga antara tepi posterior mandibula dan mastoid kemudian meluas dalam deretan
yang melengkung ke bawah dan ke depan, di atas dibatasi oleh zigoma. Edema kulit
dan jaringan lunak biasanya meluas lebih lanjut dan mengaburkan batas
pembengkakan kelenjar, sehingga pembengkakan lebih mudah disadari dengan
pandangan daripada dengan palpasi.
II. 8. Diagnosis
1. Anamnesis
a. Gejala yang pertama terlihat adalah nyeri ketika mengunyah atau menelan,
terutama jika menelan cairan asam misalnya jeruk.
b. Demam, biasanya suhu mencapai 38,9-40o Celcius
e. Menggigil
f. Sakit kepala
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah rutin
b. Amilase serum
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat dan
serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer spesimen
4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.
2. Neutralization (NT) test
d. Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus dilakukan
dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor serebrospinal atau
darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat hemardsorpsi dalam biakan yang
diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada pada biakan yang diberi serum hiperimun.
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi, keadaan
umum cukup baik.
c. Medikamentosa (simtomatik) :
Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala hebat,
gejala saraf perlu rawat inap di ruang isolasi.
a. Diet lunak, cair dan TKTP
b. Analgetik-antipiretik
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) dalam bentuk meningitis aseptik (sel-sel
inflamasi pada cairan serebrospinal) adalah yang paling sering, terjadi tanpa gejala
pada 50% sampai 60% pasien. Gejala meningitis (sakit kepala, kaku kuduk) terjadi
sampai 15% pasien dan berubah tanpa sequelae 3 sampai 10 hari. Orang dewasa
memiliki risiko lebih tinggi untuk komplikasi ini dibandingkan anak-anak, dan laki-
laki lebih sering dibandingkan anak perempuan (dengan rasio 3:1). Parotitis mungkin
tidak ada di sebanyak 50% pasien demikian. Penyakit otak adalah jarang (kurang dari
2 per 100,000 kasus mumps).10
1. Meningoensefalitis
Komplikasi ini merupakan komplikasi yang sering pada masa anak. Insiden
yang sebenarnya sukar diperkirakan karena infeksi subklinis system saraf sentral,
seperti dibuktikan oleh pleositasis cairan serebrospinal, telah dilaporkan lebih dari
65% penderita dengan parotitis. Manifestasi klinis terjadi pada lebih dari 10%
penderita. Insiden meningoensefalitis parotitis sekitar 250/100.000 kasus; 10% dari
kasus ini terjadi pada penderita lebih tua dari 20 tahun. Angka mortalitas adaah sekitar
2%. Orang laki-laki terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita.
Parotitis merupakan salah satu dari penyebab meningitis aseptik yang paling sering.
Patogenesis meningoensefalitis parotitis telah diuraikan sebabagai (1) infeksi
primer neuron dan (2) ensefalitis pascainfeksi dengan demielinasi. Pada tipe pertama
parotitis sering muncul bersamaan atau menyertai ensefalitis. Pada tipe ke dua,
ensefalitis menyertai parotitis pada sekitar 10 hari. Parotitis mungkin pada beberapa
kasus tidak ada. Stenosis aqueduktus dan hidrosefalus telah dihubungkan dengan
infeksi parotitis. Menginjeksikan virus parotitis ke dalam tpai pada umur menyusui
telah menghasilkan lesi yang serupa.
Meningoensefalitis parotitis secara klinis tidak dapat dibedakan dari
meningitis sebab lain. Ada kekakuan leher sedang, tetapi pemeriksaan neorologis lain
biasanya normal. Cairan serebrospinal (CSS) biasanya berisi sel kurang dari 500
sel/mm3, walaupun kadang-kadang jumlah sel dapat melebihi 2.000. selnya hamper
selalu limfosit, berbeda dengan meningitis aseptik enterovirus, dimana leukosit
polimorfonklear sering mendominasi pada awal penyakit. Virus parotitis dapat
diisolasi dari cairan serebrospinal pada awal penyakit.
2. Orkitis, Epididimitis
3. Ooforitis
Nyeri pelvis dan kesakitan ditemukan pada sekitar 7% pada penderita wanita
pasca pubertas. Tidak ada bukti adanya gangguan fertilitas.10
4. Nefritis
Viruria telah sering dilaporkan. Pada satu penelitian orang dewasa, kelainan
fungsi ginjal terjadi kadang-kadang pada setiap penderita, dan virria terdeteksi pada
75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak belum diketahui. Nefritis yang
mematikan, terjadi 10-14 hari sesudah parotitis, telah dilaporkan.
5. Pankreatitis
6. Miokarditis
7. Mastitis
8. Ketulian
Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral; walaupn insidennya rendah
(1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf unilateral. Kehilangan
pendengaran mungkin sementara atau permanen.
9. Komplikasi Okuler
10. Artritis
2. Aktif
1. Kontis TC, Johns ME. Anatomy and physiology of the salivary gland. In: Baily BJ,
ed. Head and neck surgeryotolaryngology. Philadelphia: Lippincott; 2001. p. 429-36.