You are on page 1of 22

MAKALAH

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Kependidikan
Dosen Pengampu Dr. Tri Suminar, M.Pd.

Disusun Oleh
Dona Purnama Sari
(0103517093)

PENDIDIKAN DASAR PGSD


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang ini, jumlah pulau di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) berjumlah 17.667 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah
kira-kira 210 juta jiwa, terdiri dari 350 kelompok etnis dan adat istiadat yang
menggunakan hampir 200 bahasa dan dialek local yang berbeda. Dari sudut
agama mereka memeluk Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghu Cu serta
berbagai macam aliran kepercayaan lainnya. Dengan jumlah penduduk, etnis,
suku, agama, adat, bahasa daerah dan pulau yang banyak acapkali Indonesia
dikatakan sebagai negara yang multi etnis dan multi agama.
Keragaman ini, diakui atau tidak akan menimbulkan persoalaan apabila
tidak dikelola dengan baik. Apalagi dalam kehidupan manusia abad ke-21 yang
ditandai dengan perubahan (change) yang disebabkan oleh kemajuan teknologi
komunikasi serta kemajuan informasi telah mengubah dimensi waktu dan tempat
kehidupan manusia. Budaya masyarakat bergerak dan berubah dengan cepat
akibat adanya globalisasi di hampir semua aspek kehidupan. Dalam proses
globalisasi penetrasi budaya dapat terjadi secara nyata dan maya (virtual)
sehingga tidak akan pernah ada kekuatan yang mampu mencegahnya. Oleh karena
itu, dalam kehidupan global batas-batas negara secara geografis menjadi tidak
penting dan bahkan dapat dikatakan sudah tidak terlihat keluar masuknya suatu
informasi, pengetahuan dan teknologi yang mampu mempengaruhi kehidupan
global manusia secara individual maupun kelompok. Seperti yang dikemukakan
oleh Suyatno (2016: 11) bahwa era global konsep negara menjadi tidak penting
lagi karena secara empirik suatu bangsa tidak akan mampu mengisolasi negara
dan pemerintahannya dari pengaruh-pengaruh kehidupan global.
Rapuhnya konsep-konsep negara-bangsa dengan pengakuan akan demokrasi
serta hak asasi manusia memunculkan konsep multikulturalisme, yakni gerakan
pengakuan akan keragaman budaya serta pengakuan terhadap eksistensi budaya
yang beragam. Peran “budaya” merupakan salah satu kekuatan di dalam
mempersatukan kehidupan kelompok masyarakat. Kesadaran multikulturalisme
tersebut dapat berkembang dengan baik apabila dilatihkan dan dididikkan pada
generasi penerus melalui pendidikan. Dengan pendidikan, sikap saling
menghargai terhadap perbedaan akan berkembang bila generasi penerus dilatih
dan disadarkan akan pentingnya penghargaan pada orang lain dan budaya lain.
Oleh karena pendidikan multikultural sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai
konflik horizontal, seperti keragaman suku dan ras serta konflik vertical seperti
tingkat pendidikan, ekonomi, social budaya bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Pendidikan Multikultural ?
2. Bagaimana dasar Pendidikan Multikultural ?
3. Apakah tujuan Pendidikan Multikultural ?
4. Bagaimana Pendidikan Multikultural dalam Pengembangan Kurikulum di
Indonesia ?
5. Bagaimana peran guru dalam Pendidikan Multikultular ?

C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian Pendidikan Multikultural
2. Memerinci dasar Pendidikan Multikultural
3. Menjelaskan tujuan Pendidikan Multikultural
4. Menjelaskan Pendidikan Multikultural dalam Pengembangan Kurikulum di
Indonesia
5. Menjelaskan peran guru dalam Pendidikan Multikultular

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penegertian Pendidikan Multikultural
Ketika membahas multikultural atau studi budaya lainnya, maka konsep
ethic dan emic akan selalu muncul. Kedua istilah antropologi ini dikembangkan
oleh Pike (1967). Pike memakai istilah ini untuk menjelaskan dua sudut pandang
dalam mempelajari perilaku multicultural. Ethic adalah sudut pandang dalam
mempelajari budaya dari luar sistem budaya itu, dan merupakan pendekatan awal
dalam mempelajari suatu sistem budaya asing. Sementara emic sebagai sudut
pandang merupakan studi perilaku dari dalam sistem budaya tersebut (Segall,
1990). Ethic adalah aspek kehidupan yang muncul konsisten pada semua budaya,
emic adalah aspek kehidupan yang muncul dan benar hanya pada satu budaya
tertentu. Jadi, ethic menjelaskan universalitas suatu konsep kehidupan, sedangkan
emic menjelaskan keunikan dari sebuah konsep budaya.
Pemahaman kedua konsep ini sangat penting dan menjadi dasar dalam
memahami budaya dalam Pendidikan Multikultural. Sebuah perilaku manusia kita
akui kebenarannya sebagai sebuah ethic, maka dapat dikatakan bahwa perilaku
tersebut universal termasuk kebenarannya. Misalnya, ekspresi tertawa pada semua
budaya adalah untuk mengekspresikan rasa senang. Sebaliknya, sebuah perilaku
atau nilai hanya diketemukan pada satu budaya dan hanya benar pada budaya
tersebut, dalam studi Pendidikan Multikultural tidak boleh digeneralisasi.
Misalnya, Suku Dayak di Kalimantan yang memenggal kepala setiap musuh yang
dibunuh atau Suku Indian yang mengambil kulit kepala dari musuhnya yang telah
meninggal adalah salah satu perilaku emic yang khas dan benar hanya pada
budaya tersebut. Perilaku khas Suku Dayak itu tidak dapat digeneralisir dalam
analisa untuk menjelaskan perilaku seluruh suku di Indonesia.
Pendidikan Multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan (set of
beliefs) dan penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya
dan etnis dalam membentuk gaya hidup, pengalaman sosial, identitas pribadi,
kesempatan pendidikan dari individu, kelompok, maupun negara (Banks, 2001).
Multicultural education is an idea, an educational reform movement, and
a process whose major goal is to change the structure of educational
institutions so that male and female students, exceptional students, and
students who are members of diverse racial, ethnic, and cultural groups
will have an equal chance to achieve academically in school (Banks,
1993:1)
Konsepsi mengenai pendidikan multikultural banyak ditemui dalam
berbagai literatur dan ditemukan pengertian yang beragam pula, namun pada
dasarnya terdapat dua kekuatan utama yang berpengaruh atau yang mendorong
dilaksanakannya pendidikan tersebut yaitu keanekaragaman dan nilai keadilan. Di
samping itu, bertujuan untuk mencegah ancaman desintegrasi sosial yang
disebabkan oleh dampak negatif etnisitas. Arends (2001:114-115) mengatakan
bahwa pendidikan multikultural adalah suatu pendekatan pengajaran yang
bertujuan membantu para siswa untuk mengakui dan menghargai keanekaragaman
perbedaan kultural. Sejalan dengan itu Mukhtar (2004: 12-13) mengemukakan
bahwa pendekatan pendidikan dan pendekatan budaya merupakan salah satu yang
dapat dijadikan unggillan dalam membangun sistem pendidikan dalam tatanan
masyarakat yang majemuk.
Pendidikan multikultural adalah ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan
proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur
lembaga pendidikan supaya siswa, baik pria maupun wanita, siswa berkebutuhan
khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis, dan kultur
yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai
prestasi akademis di sekolah.

B. Dasar Pendidikan Multikultural


(1) Kesadaran nilai penting keragaman budaya
Perlu peningkatan kesadaran bahwa semua siswa memiliki karakteristik
khusus karena usia, agama, gender, kelas sosial, etnis, ras, atau karakteristik
budaya tertentu yang melekat pada diri masing-masing. Pendidikan multikultural
berkaitan dengan ide bahwa semua siswa tanpa memandang karakteristik
budayanya itu seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di
sekolah. Perbedaan yang ada itu merupakan keniscayaan atau kepastian, namun
perbedaan itu harus diterima secara wajar dan bukan untuk membedakan.
(2) Gerakan pembaharuan pendidikan
Ide penting lain dalam Pendidikan Multikultural adalah bahwa sebagia
siswa karena karakteristik tersebut di atas, ternyata ada yang memiliki kesempatan
yang lebih baik untuk belajar di sekolah favorit tertentu, sedangkan siswa dengan
karakteristik budaya yang berbeda tidak memiliki kesempatan itu.
Beberapa karakteristik institusional dari sekolah secara sistematis menolak
kelompok siswa untuk mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama,
walaupun itu dilakukan secara halus. Dalam arti, dibungkus dalam bentuk aturan
yang hanya bisa dipenuhi oleh segolongan tertentu dan tidak bias dipenuhi oleh
golongan yang lain. Pendidikan Multikultural bisa muncul berbentuk bidang studi,
program, dan praktek yang direncanakan lembaga pendidikan untuk merespon
tuntutan, kebutuhan, dan aspirasi berbagai kelompok.
(3) Proses pendidikan
Pendidikan Multikultural juga merupakan proses pendidikan yang tujuannya
tidak akan pernah terealisasikan secara penuh. Pendidikan Multikultural adalah
proses menjadi. Pendidikan Multikultural harus dipandang sebagai suatu proses
yang terus menerus (an ongoing process), dan bukan sebagai sesuatu yang
langsung bisa tercapai. Tujuan utama dari Pendidikan Multikultural adalah untuk
memperbaiki prestasi secara utuh, bukan sekedar meningkatkan skor.
Ada beberapa dasar dalam memahami Pendidikan Multikultural yaitu:
a. kesempatan yang sama bagi setiap siswa untuk mewujudkan potensi
sepenuhnya
b. penyiapan pelajar untuk berpartisipasi penuh dalam masyarakat antarbudaya
c. penyiapan pengajar agar memudahkan belajar bagi setiap siswa secara efektif
tanpa memperhatikan perbedaan atau persamaan budaya dengan dirinya
d. partisipasi aktif sekolah dalam menghilangkan penindasan dalam segala
bentuknya. Dengan menghilangkan penindasan di sekolahnya sendiri,
kemudian menghasilkan lulusan yang sadar dan aktif secara sosial dan kritis
e. pendidikan harus berpusat pada siswa dengan mendengarkan aspirasi dan
pengalaman siswa
f. pendidik, aktivis, dan yang lain harus mengambil peranan lebih aktif dalam
mengkaji kembali semua praktik pendidikan, termasuk teori belajar,
pendekatan mengajar, evaluasi, psikologi sekolah dan bimbingan, materi
pendidikan dan buku teks, dan lain-lain.
Menurut Paul Gorski Pendidikan Multikultural merupakan pendekatan
progresif untuk mengubah pendidikan secara holistik dengan mengkritik dan
memusatkan perhatian pada kelemahan, kegagalan, dan praktek diskriminatif di
dalam pendidikan akhir-akhir ini. Keadilan sosial, persamaan pendidikan, dan
dedikasi menjadi landasan Pendidikan Multikultural dalam memfasilitasi
pengalaman pendidikan agar semua siswa dapat mewujudkan semua potensinya
secara penuh dan menjadikannya sebagai manusia yang sadar dan aktif secara
lokal, nasional, maupun global.

C. Arti Pentingnya Keberadaan Pendidikan Multikultural


Pendidikan Multikultural dapat menjadi elemen yang kuat dalam kurikulum
Indonesia untuk mengembangkan kompetensi dan keterampilan hidup (life skills).
Masyarakat Indonesia terdiri dari masyarakat multikultur yang mencakup
berbagai macam perspektif budaya yang berbeda. Pendidikan Multikultural dapat
melatih siswa untuk menghormati dan toleransi terhadap semua kebudayaan.
Pendidikan Multikultural sebagai kesadaran merupakan suatu pendekatan
yang didasarkan pada keyakinan bahwa budaya merupakan salah satu kekuatan
yang dapat menjelaskan perilaku manusia. Budaya memiliki peranan yang sangat
besar dalam menentukan arah kerja sama maupun konflik antarsesama manusia.
Pendidikan Multikultural dipersepsikan sebagai suatu jembatan untuk mencapai
kehidupan bersama dari umat manusia dalam era globalisasi yang penuh
tantangan baru. Pertemuan antarbudaya bisa berpotensi memberi manfaat tetapi
sekaligus menimbulkan salah paham.
Pendidikan multikultural tidak harus berdiri sendiri, tetapi dapat terintegrasi
dalam mata pelajaran dan proses pendidikan yang ada di sekolah termasuk
keteladanan para guru dan orang-orang dewasa di sekolah. Oleh karena itu,
pendidikan multikultural haruslah mencakup hal yang berkaitan dengan toleransi,
perbedaan etno-kultural dan agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik
dan mediasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, kemanusiaan universal, dan subjek-
subjek lain yang relevan mengantarkan terbentuknya masyarakat madani yang
cinta perdamaian serta menghargai perbedaan. Isi dari pendidikan multikultural
harus diimplementasikan berupa tindakantindakan, baik di sekolah maupun di
masyarakat. Salah satu upaya untuk membangun kesadaran dan pemahaman
generasi yang akan datang adalah dengan penerapan pendidikan multikultural. Hal
ini dikarenakan pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup
menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di
tengah-tengah masyarakat plural.

D. Tujuan Pendidikan Multikultural


1) Pengembangan literasi etnis dan budaya
Salah satu alasan utama gerakan untuk memasukkan Pendidikan
Multikultural dalam program sekolah adalah untuk memperbaiki kelalaian dalam
penyusunan kurikulum. Pertama, kita harus memberi informasi pada siswa
tentang sejarah dan kontribusi dari kelompok etnis yang secara tradisional
diabaikan dalam kurikulum dan materi pembelajaran. Kedua, kita harus
menempatkan kembali citra kelompok ini secara lebih akurat dan signifikan,
menghilangkan bias dan informasi menyimpang yang terdapat dalam kurikulum.
Yang dimaksud dengan informasi menyimpang adalah informasi yang salah
tentang sistem nilai dan budaya dari etnis tertentu atau melihat sistem nilai budaya
mereka dari sudut pandang kelompok lain. Siswa masih terlalu sedikit mengetahui
tentang sejarah, pewarisan budaya, bahasa, dan kontribusi kelompok masyarakat
yang beragam dari bangsanya sendiri.
Jadi, tujuan utama Pendidikan Multikultural adalah mempelajari tentang
latar belakang sejarah, bahasa, karakteristik budaya, sumbangan, peristiwa kritis,
individu yang berpengaruh, dan kondisi sosial, politik, dan ekonomi dari berbagai
kelompok etnis mayoritas dan minoritas. Informasi ini harus komprehensif,
komparatif, dan harus memasukkan persamaan dan perbedaan di antara
kelompok-kelompok yang ada.
Mempelajari sejarah, kehidupan, dan budaya kelompok tenis cocok untuk
semua siswa karena mereka perlu belajar lebih akurat tentang warisan budayanya
sendiri maupun budaya orang lain. Lebih dari itu, pengetahuan tentang pluralisme
budaya merupakan dasar yang diperlukan untuk menghormati, mengapresiasi,
menilai dan memperingati keragaman, baik lokal, nasional, maupun global.
2) Perkembangan pribadi
Dasar psikologis Pendidikan Multikultural menekankan pada pengem-
bangan pemahaman diri yang lebih besar, konsep diri yang positif, dan
kebanggaan pada identitas pribadinya. Penekanan bidang ini merupakan bagian
dari tujuan Pendidikan Multikultural yang berkontribusi terhadap keseluruhan
prestasi intelektual, akademis, dan sosial siswa.
Para siswa telah menginternalisasi konsep negatif dan salah tentang etnisnya
sendiri dan kelompok tenis lain. Siswa dari kelompok lain mungkin berpendirian
bahwa warisan budayanya hanya memiliki nilai tawar yang kecil, sedangkan nilai
yang ada pada kelompok dominan mungkin terlalu ditinggikan. Mengembangkan
pemahaman yang lebih baik tentang diri mereka sendiri dan pengalaman budaya
dan kelompok etnis yang lain dapat memperbaiki penyimpangan ini. Pendidikan
Multikultural juga membantu mencapai tujuan memaksimalkan potensi
kemanusiaan, dengan memenuhi kebutuhan individu, dan mengajar siswa
seutuhnya dengan mempertinggi rasa penghargaan pribadi, kepercayaan dan
kompetensi dirinya. Pendidikan Multikultural menciptakan kondisi kesiapan
psikososial dalam diri individu dan lingkungan belajar yang memiliki efek positif
pada upaya dan penguasaan tugas akademis.
3) Klarifikasi nilai dan sikap
Pendidikan Multikultural mengangkat nilai-nilai inti yang berasal dari prinsip
martabat manusia (human dignity), keadilan, persamaan, kebebasan, dan
demokrasi. Maksudnya adalah mengajari generasi muda untuk menghargai dan
menerima pluralisme etnis, menyadarkan bahwa perbedaan budaya tidak sama
dengan kekurangan atau rendah diri, dan untuk mengakui bahwa keragaman
merupakan bagian integral dari kondisi manusia. Pengklarifikasian sikap dan nilai
etnis didesain untuk membantu siswa memahami bahwa berbagai konflik nilai itu
tidak dapat dielakkan dalam masyarakat pluralistik dan bahwa konflik tidak harus
menghancurkan dan memecah belah. Jika kita mengelola dengan baik hal itu akan
dapat menjadi katalis kemajuan sosial dan ada kekuatan dalam pluralisme etnis
dan budaya, bahwa kesetiaan etnis dam loyalitas nasional bukan tidak dapat di-
damaikan, dan bahwa kerja saa dan koalisi di antara kelompok etnis tidak
tergantung pada pemilikan keyakinan, nilai, dan perilaku yang sama. Menganalisa
dan mengklarifikasi sikap dan nilai etnis merupakan langkah kunci dalam proses
melepaskan potensi kreatif individu untuk memperbarui diri dan masyarakat.
4) Kompetensi multikultural
Penting sekali bagi siswa untuk mempelajari bagaimana berinteraksi dengan
dan memahami orang yang secara etnis, ras, dan kultural berbeda dari dirinya.
Dunia kita menjadi semakin lebih beragam, kompak, dan saling tergantung.
Namun, bagi sebagian besar siswa, awal-awal pembentukan kehidupannya
dihabiskan dengan isolasi atau terkurung di daerah kantong secara etnis dan
kultural. Kita biasa hidup dalam kantong-kantong budaya yang sempit yang hanya
mengenal budaya yang sempit pula. Nenek kita lebih mengenal budaya daerah
kita. Orang tua kita mengalami sedikit pengurangan dalam memahami budayanya.
Akhirnya, nilai-nilai budaya yang diajarkan kepada kita tidak utuh. Kita kemudian
menjadi terkungkung oleh kepicikan budaya yang serba kurangan menyimpang
dari akar budaya yang sesungguhnya. Kita tidak menyiapkan lingkungan dan latar
belakang multikultural yang berbeda untuk pembelajaran. Upaya interaksi lintas
kultural seringkali terhalang oleh nilai, harapan, dan sikap negatif, kesalahan
budaya (cultural blunders), dan dengan mencoba menentukan aturan etiket sosial
(rules of social etiquette) dari satu sistem budaya terhadap sistem budaya lain.
Hasilnya seringkali adalah frustasi, kecemasan, ketakutan, kegagalan dan
permusuhan kelompok antar ras dan antaretnis.
Pendidikan Multikultural dapat meredakan ketegangan ini dengan
mengajarkan keterampilan dalam komunikasi lintas budaya, hubungan antar
pribadi, pengambilan perspektif, analisis kontekstual, pemahaman sudut pandang
dan kerangka berpikir alternatif, dan menganalisis bagaimana kondisi budaya
mempengaruhi nilai, sikap, harapan, dan perilaku Pendidikan Multikultural dapat
membantu siswa mempelajari bagaimana memahami perbedaan budaya. Untuk
mencapai tujuan ini anak diberi pengalaman belajar dengan memberi berbagai
kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan kompetensi budaya dan
berinteraksi dengan orang, pengalaman, dan situasi yang berbeda.

5) Kemampuan keterampilan dasar


Tujuan utama Pendidikan Multikultural adalah untuk memfasilitasi
pembelajaran untuk melatih kemampuan keterampilan dasar dari siswa yang
berbeda secara etnis. Pendidikan Multikultural dapat memperbaiki penguasaan
membaca, menulis, materi pelajaran, dan keterampilan proses intelektual seperti
pemecahan masalah, berpikir kritis, dan pemecahan konflik dengan memberi
materi dan teknik yang lebih bermakna untuk kehidupan dan kerangka berpikir
dari siswa yang berbeda secara etnis.
Aspek lain dari Pendidikan Multikultural yang berkontribusi secara
langsung pada level pencapaian keterampilan dasar yang lebih tinggi adalah
kesesuaian dengan gaya belajar dan mengajar. Tidak adanya titik temu antara
bagaimana siswa yang berbeda mempelajari masyarakat budayanya dan
bagaimana mereka diharapkan belajar di sekolah menyebabkan banyak waktu dan
perhatian dicurahkan pada pemecahan konflik daripada berkonsentrasi
dalam tugas akademis itu sendiri. Mengajari siswa supaya biasa belajar
meminimalkan konflik ini dan menyalurkan energi dan upaya secara langsung
lebih diarahkan pada penyelesaian tugas akademis. Jadi pengajaran kontekstual
secara kultural dalam melakukan proses pendidikan lebih efektif untuk siswa yang
beragam secara etnis menjadi prinsip mendasar dari pendidikan multikultural.
Jenis iklim sosial yang ada di kelas juga mempengaruhi kinerja siswa dalam
tugas akademis. Pengaruh ini terutama benar untuk kelompok etnis yang
mempertimbangkan hubungan sosial dan latar belakang informal untuk proses
belajar. Jika guru merespon kebutuhan ini dengan memasukka simbol, gambar,
dan informasi etnis dalam dekorasi ruang kelas, isi kurikulum, dan interaksi
interpersonal, maka siswa merasa nyaman dan memiliki afiliasi yang lebih besar
dengan sekolah.
6) Memperkuat pribadi dan reformasi sosial
Tujuan Pendidikan Multikultural adalah memulai proses perubahan di
sekolah yang pada akhirnya akan meluas ke masyarakat. Tujuan ini akan
melengkapi penanaman sikap, nilai, kebiasaan dan keterampilan siswa sehingga
mereka menjadi agen perubahan sosial (social change agent) yang memiliki
komitmen yang tinggi dengan reformasi masyarakat untuk memberantas
perbedaan etnis dan rasial dalam kesempatan dan kemauan untuk bertindak
berdasarkan komitmen ini. Untuk melakukan itu, mereka perlu memperbaiki
pengetahuan tentang isu etnis. Selain itu juga mengembangkan kemampuan
pengambilan keputusan, keterampilan tindakan sosial, kemampuan
kepemimpinan, dan komitme moral atas harkat dan persamaan. Mereka tidak
hanya perlu memahami dan mengapresiasi mengapa pluralisme etnis dan budaya
itu ada, tetapi juga bagaimana menterjemahkan pengetahuan pada keputusan dan
tindakan yang berhubungan dengan isu, peristiwa dan situasi sosiopolitis yang
esensial.
7) Memiliki wawasan kebangsaan/kenegaraan yang kokoh
Dengan mengetahui kekayaan budaya bangsa akan tumbuh rasa kebangsaan
yang kuat. Oleh karena itu, Pendidikan Multikultural perlu menambahkan materi,
program dan pembelajaran yang memperkuat rasa kebangsaan dan kenegaraan
dengan menghilangkan etnosentrisme, prasangka, diskriminasi, dan stereotipe.
8) Memiliki wawasan hidup yang lintas budaya dan lintas bangsa sebagai
warga dunia
Hal ini berarti individu dituntut memiliki wawasan sebagai warga dunia
(world citizen). Namun siswa harus tetap dikenalka dengan budaya lokal harus
diajak berpikir tentang apa yang ada di sekitar lokalnya. Mahasiswa diajak
berpikir secara internasional dengan mengajak mereka untuk tetap peduli dengan
situasi yang ada di sekitarnya.
9) Hidup berdampingan secara damai
Dengan melihat perbedaan sebagai sebuah keniscayaan, dengan menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan, dengan menghargai persamaan akan tumbuh sikap
toleran terhadap kelompok lain dan pada gilirannya dapat hidup berdampingan
secara damai.

E. Pendidikan Multikultural Dalam Pengembangan Kurikulum di


Indonesia
Negara Indonesia ditandai dengan keanekaragaman kultural, pendidikan
multikultural menjadi signifikan untuk dicermati dalam inovasi kurikulum di
Indonesia diamati karena secara eksplisit dinyatakan dalam Undang- Undang
tentang Sistim Pendidikan Nasional bahwa pendidikan nasional adalah
"pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45 yang berakar pada nilai-
nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman " (UUSPN 2003, Bab I, Pasal 1, Butir 2). Kebudayaan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan salah satunya sebagai keseluruhan
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami
lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.
a. Kebudayaan sebagai Landasan Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum dalam hal ini dipahami sebagai usaha
pengembangan dan implementasi. Dalam pengembangan suatu kurikulum
terdapat beberapa hal menjadi kekuatan untirk mengambil suatu keputusan dalam
kurikulum. Kekuatan-kekuatan tersebut dinamakan dengan landasan pengem-
bangan kurikulum. Salah satu landasan dimaksud adalah kebudayaan di samping
adanya landasan lainnya seperti: landasan filosofis, psikologis, politik, ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Dalam kaitan ini Ornstein & Hunkins (1988:125) menyatakan pentingnya
kebudayaan sebagai landasan bagi kurikulum dengan menyatakan bahwa
kurikulum is a construct of that culture. Oleh karena itu, sudah saatnya untuk
rnemperhitungkan kebudayaan sebagai landasan penting dalam mengembangkan
kurikulum yang ikut mewarnai penentuan tujuan, materi, proses dan evaluasi.
Konsekuensinya para pengembang kurikulurn di tingkat pusat, daerah dan sekolah
kelas harus memanfaatkan kebudayaan sebagai landasan pengembangan
kurikulum secara sungguh -sungguh dan sistematis.
b. Pendekatan Multikultural dalam Pengembangan Kurikulum
Dengan dijadikannya kebudayaan sebagai salah satu landasan yang kuat
dalam pengembangan kurikulum maka proses pengembangan kurikulum di
Indonesia harus pula memperhatikan keragaman kebudayaan yang ada. Dengan
kata lain pendekatan multikultural dalam pengembangan kurikulum sekolah di
Indonesia adalah suatu keharusan yang tak dapat diabaikan lagi untuk masa yang
akan datang dalarn rangka menjawab persoalan-persoalan klasik dalam dunia
pendidikan kita.
Diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi
daerah, memberikan makna penting berupa pemberian wewenang untuk
mengelola pendidikan kepada pemerintah daerah. Hal ini mungkin saja akan
menghasilkan berbagai kurikulum sesuai dengan visi, misi dan persepsi para
pengembang kurikulum di daerah, dan mungkin juga kurikulum yang
dikembangkan tersebut tidak dikembangkan berdasarkan pendekatan multi-
kultural. Kurikulum yang menggunakan pendekatan multikultural haruslah
dikembangkan dengan kesadaran dan pemahaman yang mendalam tentang
pendekatan multikultural.
Jelasnya, pendekatan multikultural dalam pengembangan kurikulum
diartikan sebagai suatu prinsip yang menggunakan keragaman kebudayaan peserta
didik dalam mengembangkan filosofi, misi, tujuan, dan komponen kurikulum,
serta lingkungan belajar sehingga siswa dapat menggunakan kebudayaannya
sendiri untuk memahami dan mengembangkan berbagai wawasan, konsep,
keterampilan, nilai sikap dan moral yang diharapkan.
c. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum yang Bernuansa
Multikultural
Dalam pengembangan dan implementasi kurikulum kurikulum dikaitkan
dengan kenyataan kondisi multikultural ini, sekurang-kurangnya ada tiga langkah
yang patut mendapat perhatian khusus dalam kerangka penciptaan pendidikan,
yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia sebagaimana tercantm dalam
UUSPN 2003. Pertama, pengidentifikasian faktor sosial dan kultural yang
berkontribusi positif pada perbedaan individu peserta didik. Kedua, perancangan
dan pengorganisasian cakupan kurikulum dan langkah pengajaran dalam
menjangkau tujuan pemahaman diri dan realisasi diri secara sosial. Ketiga,
penciptaan suasana yang mampu mengembangkan keterampilan memecahkan
masalah internal dan eksternal yang diperlukan oleh peserta didik dalam
mengarungi samudera kehidupan multilkultural itu.
Selanjutnya, usaha pengembangan dan implementasi kurikulurn dalam
mengakomodasi kondisi multikultural hendaknya mengidentifikasi faktor sosial
dan kultural yang kemungkinan bisa menjadikan perbedaan individual peserta
didik sebagai faktor yang konstruktif serta mengidentifikasi nilai-nilai apa yang
sepatutnya diajarkan secara eksplisit maupun implisit. Selain itu kerangka dan
liputan kurikulum harus mampu memperlihatkan keakomodatifannya terhadap
perbedaan kultural individu peserta didik. Selanjutnya sekolah sebagai ajang
implementasi kurikulum harus bisa menawarkan berbagai kegiatan bisa
mengembangkan peserta didik dalam pergelutannya pada suasana multikultural di
lingkungannya.
Peserta didik dengan latar budaya yang beranekaragam itu diharapkan
mampu memperkaya wawasan kulturalnya sehingga mereka akan mampu
bergerak secara leluasa dan tanpa kerikuhan dari satu suasana budaya ke suasana
budaya lain. Dengan sendirinya kemampuan bergerak leluasa secara multikultural
ini akan memperbaiki kondisi sosio-ekonomis dan partisipasi politis dari peserta
didik di masa mendatang. Pemahaman multikultural di sini tidak dalam artian
perusakan budaya etnik tetapi justru merupakan ekspansi kualitatif dari budaya
etnik itu.

F. Peranan Guru dan Sekolah dalam Mengembangkan Pendidikan


Multikultural
Peran guru dan sekolah dalam mengembangkan pendidikan multikultural
sangat penting seperti yang dikemukakan di atas. Sekolah sebagai salah satu
lembaga pendidikan merupakan lembaga yang berfungsi menanamkan kesadaran
di kalangan generasi muda akan identitas dirinya, identitas kolektifnya serta
menumbuhkan calon warga negara yang baik dan terpelajar di dalam masyarakat
yang homogen ataupun yang majemuk (Wiriaatmadja 2002: 260). Sementara itu
guru bertujuan untuk melatih dan mendisiplinkan pikiran peserta didik,
memberikan pendidikan moral dan agama, menanamkan kesadaran nasionalisme
dan patriotisme, menjadi warga negara yang baik, bahkan untuk rekreasi. Dengan
demikian guru memiliki peranan penting dalam pendidikan multicultural karena ia
merupakan salah satu target dari strategi pendidikan ini. Kesulitan memprediksi
karakteristik masyarakat yang akan datang, karena dalam era global ini
perkembangan masyarakat tidak linier lagi sehingga memerlukan lembaga
pendidikan dan guru yang memiliki kesadaran multicultural, yaitu kesadaran
untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada mereka yang berbeda
kebutuhannya.
Oleh karena itu, guru dan pihak sekolah perlu memahami berbagai
kebutuhan peserta didik seperti yang dikemukakan berikut ini:
a. Peran Guru dan Sekolah dalam Membangun Paradigma
Keberagamaan
Guru merupakan faktor penting dalam mengimplementasikan nilai-nilai
keberagamaan yang inklusif dan moderat di persekolahan, karena seorang guru
yang memiliki paradigma pemahaman keberagamaan yang moderat akan mampu
untuk mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai keberagaman tersebut
kepada peserta didik di sekolah. Peran guru dalam hal ini meliputi: Pertama,
seorang guru harus mampu bersikap demokratis, artinya dalam segala tingkah
lakunya, baik sikap maupun perkataannya tidak diskriminatif (bersikap tidak adil
atau menyingung) peserta didik yang menganut agama yang berbeda dengannya.
Kedua, guru seharusnya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-
kejadian tertentu yang ada hubungannya dengan agama.
Selain guru, peran sekolah juga sangat penting dalam membangun
lingkungan pendidikan yang pluralis dan toleran terhadap semua pemeluk agama.
Untuk itu, sekolah sebaiknya memperhatikan: Pertama, sekolah sebaiknya
membuat dan menerapkan undang-undang lokal, yaitu undangundang sekolah
yang diterapkan secara khusus di satu sekolah tertentu. Dengan diterapkannya
undang-undang ini diharapkan semua unsur yang ada seperti guru, kepala sekolah,
pegawai administrasi dan peserta didik dapat belajar untuk selalu menghargai
orang lain yang berbeda agama di lingkungan mereka (Yaqin, 2005: 62-63) .
Kedua, untuk membangun rasa saling pengertian beragama antar peserta didik
sekolah diharapkan berperan aktif dalam menggalakkan dialog keagamaan dengan
bimbingan guru-guru. Ketiga , buku-buku pelajaran yang dipakai dan diterapkan
di sekolah, sebaiknya adalah buku-buku yang dapat membangun wacana peserta
didik tentang pemahaman keberagamaan yang moderat.
b. Peran Guru dan Sekolah dalam Menghargai Keragaman Bahasa
Seorang guru harus memiliki sikap menghargai “keragaman bahasa”
dan mempraktekkan nilai-nilai tersebut di sekolah, sehingga dapat membangun
sikap peserta didik agar mereka selalu menghargai orang lain yang memiliki
bahasa, aksen, dan dialek yang berbeda. Oleh karena itu, seorang guru harus
menunjukkan sikap dan tingkah laku yang selalu menghargai perbedaan bahasa
yang ada, dengan demikian diharapkan lambat laun para peserta didik juga akan
mempelajari dan mempraktekkan sikap yang sama.
c. Peran Guru dan Sekolah dalam Membangun Sensitivitas Gender
Dalam pendidikan multikultural, pendidikan memiliki peran yang sangat
strategis untuk membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya
menjunjung tinggi hak-hak perempuan dan membangun sikap anti diskriminasi
terhadap kaum perempuan (Hidayat & Sunur, 2005: 89). Oleh karena itu, guru
dituntut untuk memiliki peran dalam membangun kesadaran peserta didik
terhadap nilai-nilai kesadaran gender dan sikap anti diskriminasi terhadap kaum
perempuan di sekolah dengan cara: Pertama, guru harus memiliki wawasan yang
cukup tentang kesetaraan gender. Wawasan ini penting karena guru merupakan
figur utama yang menjadi pusat perhatian peserta didik di kelas, sehingga
diharapkan mampu bersikap adil dan tidak diskriminatif terhadap peserta didik
perempuan maupun laki-laki. Kedua, seorang guru dituntut untuk mampu
mempraktekkan nilai-nilai keadilan gender secara langsung di kelas atau di
sekolah. Ketiga, sensitive terhadap permasalahan gender di dalam maupun di luar
kelas.
Sementara itu, sekolah juga memiliki peran yang sangat penting dalam
menanamkan nilai-nilai tentang kesetaraan dan keadilan gender dengan cara:
Pertama, sekolah harus memiliki dan sekaligus menerapkan undangundang
sekolah anti diskriminasi gender. Kedua, sekolah harus berperan aktif untuk
memberikan pelatihan gender terhadap seluruh staff termasuk guru dan peserta
didik agar penanaman nilai-nilai tentang persamaan hak dan sikap anti
diskriminasi gender dapat berjalan dengan efektif. Ketiga, untuk memupuk dan
menggugah kesadaran peserta didik tentang kesetaraan gender dan sikap anti
diskriminasi terhadap kaum perempuan, maka pihak sekolah dapat mengadakan
acara-acara seminar atau kegiatan sosial lainnya yang berkaitan dengan
pengembangan kesetaraan gender (Hidayat & Sunur, 2005: 135).

d. Peran Guru dan Sekolah dalam Membangun Sikap Kepeduliaan


Sosial
Guru dan sekolah memiliki peran terhadap pengembangan sikap peserta
didik untuk peduli dan kritis terhadap segala bentuk ketidakadilan sosial, ekonomi
dan politik yang ada di dalam lingkungan sekitarnya maupun di luar lingkungan
sekitar. Seorang guru harus memiliki wawasan yang cukup tentang berbagai
macam fenomena sosial yang ada di lingkungan para peserta didiknya, terutama
yang berkaitan dengan masalah kemiskinan, pengangguran, para siswa yang tidak
dapat melanjutkan sekolah, korupsi, pergusuran dan lain-lain. Di sekolah atau di
kelas, guru dapat menerapkan sikap tersebut dengan cara bersikap adil kepada
seluruh siswa tanpa harus mengistimewakan salah satu dari mereka meskipun
latar belakang status sosial mereka berbeda.
Di pihak sekolah, sebaiknya membuat dan menerapkan peraturan fenomena
ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik yang ada di sekitar mereka. Dengan
diberlakukannya peraturan tersebut diharapkan dapat membangun sikap siswa
untuk percaya diri, menghargai orang lain dan bertanggung jawab. Kegiatan lain
yang dapat dilaksanakan oleh pihak sekolah adalah menyelenggarakan acara bakti
social atau aksi nyata lainnya secara bulanan atau tahunan, sehingga peserta didik
dapat merasakan permasalahan masyarakat yang ada di sekitar lingkungannya
atau di luar lingkungannya.
e. Peran Guru dan Sekolah dalam Membangun Sikap Anti Diskriminasi
Etnis
Guru berperan sangat penting dalam menumbuhkan sensitivitas anti
diskriminasi terhadap etnis lain di sekolah. Untuk itu, seorang guru dituntut untuk
memiliki pemahaman dan wawasan yang cukup tentang sikap anti diskriminasi
etnis, sehingga dapat memberikan contoh secara langsung melalui sikap dan
perilakunya yang tidak memihak atau tidak berlaku diskriminatif terhadap peserta
didik yang memiliki latar belakang etnis atau ras tertentu. Dalam hal ini, guru
harus memberikan perlakuan adil terhadap seluruh peserta didik yang ada, dengan
demikian diharapkan peserta didik akan meniru dan berlatih untuk bersikap dan
bertingkah-laku adil terhadap teman-temannya yang berbeda etnis. Demikian pula
dengan pihak sekolah, sebaiknya berperan aktif dalam membangun pemahaman
dan kesadaran siswa tentang pentingnya sikap menghargai dan anti diskriminasi
terhadap etnis lain melalui cara membuat pusat kajian atau forum dialog untuk
menggagas hubungan yang harmonis antar etnis.
f. Peran Guru dan Sekolah dalam Membangun Sikap Anti Diskriminasi
Terhadap Perbedaan Kemampuan
Pada aspek ini, guru sebagai penggerak utama kesadaran peserta didik agar
selalu menghindari sikap yang diskriminatif terhadap perbedaan kemampuan
peserta didik baik di dalam maupun di luar kelas, termasuk juga di luar sekolah.
Dengan memberi contoh secara langsung kepada peserta didik diharapkan peserta
didik dapat mencontoh, menerapkan dan membangun kesadaran untuk tidak
melakukan tindakan-tindakan yang diskriminatif terhadap mereka yang memiliki
perbedaan kemampuan, seperti peserta didik yang bicara gagap atau memiliki
daya ingat rendah dan lain sebagainya sehingga mereka dapat saling memahami,
menghormati dan menghargai satu sama lain. Demikian pun dengan sekolah yang
harus mampu menjadi institusi yang membangun sikap peserta didik yang selalu
mengahargai orang lain yang memiliki kemampuan berbeda dengan cara:
Pertama, membuat dan menerapkan peraturan sekolah yang menekankan
bahwa sekolah menerima para peserta didik yang “normal” dan mereka yang
memiliki kemampuan berbeda. Kedua, sekolah menyediakan pelayanan
khusus seperti guru dengan keterampilan khusus untuk menangani peserta didik
yang memiliki perbedaan kemampuan dan menyediakan fasilitas khusus
seperti ruangan khusus, tempat duduk khusus atau fasilitas khusus lainnya.
Ketiga, sekolah sebaiknya memberikan pelatihan bagi guru-guru dan staff tentang
bagaimana cara bersikap dan cara menghadapi peserta didik yang memiliki
perbedaan kemampuan di sekolah tersebut.
g. Peran Guru dan Sekolah dalam Membangun Sikap Anti Diskriminasi
Umur
Menurut Ainul Yaqin (2005: 253) sekolah seharusnya menerapkan peraturan
yang intinya menyatakan bahwa segala bentuk diskriminasi terhadap umur
tertentu adalah dilarang keras di sekolah dan mewajibkan kepada peserta didik
untuk selalu saling memahami dan menghormati perbedaan umur yang ada di
sekitar mereka. Selain itu, sekolah sebaiknya tidak memberikan batasan umur
tertentu bagi seseorang yang akan masuk dan belajar di sekolah tersebut, apabila
yang bersangkutan memiliki kemampuan dan kemauan seperti yang telah diatur
dalam undang-undang sekolah atau negara.
Demikian juga dengan guru yang harus memiliki pemahaman dan wawasan
yang cukup tentang pentingnya sikap yang tidak diskriminatif terhadap orang lain
yang berbeda umur diharapkan dapat mempermudah guru untuk memberikan
contoh dan bimbingan bagaimana seharusnya bersikap pada orang lain umurnya
berbeda. Misalnya, guru harus dapat memberikan perhatian yang sama terhadap
peserta didiknya tanpa harus membedakan anak yang lebih tua dengan yang lebih
muda.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia adalah negara multi etnis, multi kultur dan multi agama.
Keanekaragaman ini, di satu sisi merupakan berkah, karena keberagaman itu
sesungguhnya merefleksikan kekayaan khasanah budaya. Namun di sisi lain,
keberagaman juga berpotensi besar untuk “tumbuh suburnya” konflik, terutama
jika keberagaman tersebut tidak mampu dikelola dengan baik.
Salah satu upaya untuk membangun kesadaran dan pemahaman generasi
yang akan datang adalah dengan penerapan pendidikan multikultural. Hal ini
dikarenakan pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup
menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di
tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multicultural, kita tidak
sekedar merekatkan kembali nilai-nilai persatuan, kesatuan dan berbangsa di era
global seperti saat ini, tetapi juga mencoba untuk mendefinisikan kembali rasa
kebangsaan itu sendiri dalam menghadapi benturan berbagai konflik sosial
budaya, ekonomi dan politik dalam era global. Dengan kata lain, diterapkannya
pendidikan multikultural ini, diharapkan segala bentuk diskriminasi, kekerasan
dan ketidakadilan yang sebagian besar dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan
kultural seperti perbedaan agama, ras, etnis, bahasa, kemampuan, gender, umur
dan kelas sosial-ekonomi dapat diminimalkan.
Pendekatan multikultural dalam pengembangan kurikulum diartikan sebagai
suatu prinsip yang menggunakan keragaman kebudayaan peserta didik dalam
mengembangkan filosofi, misi, tujuan, dan komponen kurikulum, serta
lingkungan belajar sehingga siswa dapat memahami dan mengembangkan
berbagai wawasan, konsep, keterampilan. Nilai sikap dan moral yang diharapkan.
Agar tujuan pendidikan multikultural ini dapat dicapai, maka diperlukan
adanya peran dan dukungan dari guru/tenaga pengajar, institusi pendidikan, dan
para pengambil kebijakan pendidikan lainnya, terutama dalam penerapan
kurikulum dengan pendekatan multikultural. Guru dan institusi pendidikan
(sekolah) perlu memahami konsep pendidikan multicultural dalam perspektif
global agar nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan ini dapat diajarkan
sekaligus dipraktekkan di hadapan para peserta didik, sehingga diharapkan
melalui pengembangan pendidikan multicultural ini para peserta didik akan lebih
mudah memahami pelajaran dan meningkatkan kesadaran mereka agar selalu
berperilaku humanis, pluralis dan demokratis. Pada akhirnya para peserta didik
diharapkan menjadi “generasi multicultural” di masa yang akan datang untuk
menghadapi kondisi masyarakat, negara dan dunia yang sukar diprediksi dengan
kedisiplinan, kepedulian humanisme, menjunjung tinggi moralitas, kejujuran
dalam berperilaku sehari-hari dan menerapkan nilai-nilai demokrasi, keadilan dan
kemanusiaan.

B. Saran
Pembelajaran berbasis multikultural perlu dikembangkan di Sekolah Dasar. Hal
ini mengingat Sekolah dasar sebagai lembaga pendidikan formal yang menjadi
peletak dasat pertama bagi peserta didik untuk mengikuti pendidikan pada
jendang selanjutnya. Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis multikultural di
Sekolah Dasar, peran guru dalam mengintegrasikan nilai-nilai multikultural dalam
pembelajaran sangat banyak. Guru harus memiliki pengetahuan yang luas dalam
hal pluralism etnis. Di samping itu guru juga harus mampu memilih dan memilah
materi yang cocok dimasukan ke dalam pembelajaran di sekolah dasar.

Daftar Pustaka
Arends, R. (2001). Learning to Teach. Boston: Mc. Graw Hill.

Ainul Yaqin, M. 2005. Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding


untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media.

Banks, J.A. 1994. An Introduction to Multicultural Education. Boston : Allyn &


Bacon.

Bentri, A. 2007. Pendidikan Multikultural: dalam Perspektif Inovasi Kurikulum di


Indonesia. FIP: UNP. [10 November 2017] [Online]
http://repository.unp.ac.id/413/1/ALWEN%20BENTRI_158_07.pdf
Departemen Pendidikan Nasional RI. (2003). Undang-UndangRepublik
Indonesia; Tentang Sistem PendidikanNasional. Jakarta; Depdiknas.

Gorski, P. & Clark, C. 2001. Multicultural education and the digital divide: Focus
on race. Multicultural Perspectives, 3(4), 15-25.

Mukhtar, S., A. (2004). Muliikulturalisme dan Pendidikan Mulfikuliural dalam


Era Otonomi Daerah. Mimbar Pendidikan, Nomor 4 Tahun XXIII.
Bandung; UPI Press.

Ornstein, Allan dan Hunkins, Francis P. (1988). Curricul~rmFoundations


Principles and Issues. New York: Prentice Hall.

Suyatno. 2016. Pendidikan Multikultural, dapat diakses secara on-line di


http://www.kr.co.id/article.php?sid=102681 [1 November 2017]

Theodore, G.A. & A.G. Theodorson,(1969), A Modern Dictionary of Sociology.


New York: Bemes & Noble Books.

Wiriaatmadja, R. 2002. Pendidikan Sejarah Di Indonesia. Bandung: Historia


Utama Press.

You might also like