You are on page 1of 12

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki perairan darat dan laut yang cukup luas dengan potensi
perikanan yang tinggi sebagai penyediaan protein hewani yang relatif murah. Namun
demikian ikan mudah sekali mengalami kerusakan yaitu kerusakan kimiawi, biologis
maupun fisik yang menyebabkan terjadinya penurunan mutu ikan. Proses penurunan
mutu karena autolisis berlangsung sebagai akibat aktifitas enzim dalam daging ikan yang
menguraikan jaringan tubuh ikan menjadi komponen-komponen yang lebih
sederhana. Dalam industri pengolahan ikan, kesempurnaan penanganan ikan segar
memegang peranan penting karena hal ini menentukan hasil olahan, sehingga perlu
dipikirkan suatu teknologi yang dapat memperbaiki penanganan pasca panen dan dapat
menganeka ragamkan hasil olahan dari ikan. Alternatif penanganan ikan yang hingga
kini masih dilakukan secara tradisional adalah pindang (Suwamba, 2008).
Menurut Saleh (2002), ikan pindang merupakan hasil olahan yang cukup populer
di Indonesia, dalam urutan hasil olahan tradisional menduduki tempat kedua setelah ikan
asin. Dilihat dari sudut program peningkatan konsumsi protein masyarakat, ikan pindang
mempunyai prospek yang lebih baik daripada ikan asin. Hal ini mengingat bahwa ikan
pindang mempunyai cita rasa yang lebih lezat dan tidak begitu asin jika dibandingkan
dengan ikan asin sehingga dapat dimakan dalam jumlah yang lebih banyak. Kelebihan
ikan pindang dari ikan asin ialah ikan pindang merupakan produk yang siap untuk
dimakan (ready to eat). Disamping itu juga praktis, semua jenis ikan dari berbagai ukuran
dapat diolah menjadi ikan pindang. Hambatan utama dalam pemasaran ikan pindang ialah
daya awetnya yang relatif singkat. Namun sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan cara
meningkatkan mutu bahan mentahnya, serta cara-cara pengolahan, pengemasan dan
penyimpanannya.
Pemindangan ikan menggunakan air garam adalah salah satu jenis cara
pemindangan ikan, yaitu dengan merebus ikan dalam larutan garam yang mendidih pada
suatu wadah yang disebut naya atau besek dengan lama perebusan biasanya 30 – 60
menit atau tergantung pada ukuran ikan. Cita rasa yang dihasilkan dengan pemindangan
ikan menggunakan air garam lebih lezat dibandingkan pindang jenis lainnya. Sarana dan
prasarana yang dibutuhkannya pun tidak mahal sehingga investasi yang harus ditanamkan
tidak terlalu tinggi. Dengan keistimewaan seperti ini ikan pindang air garam berpeluang
besar untuk dikembangkan (Wibowo 1996).

1.2 Tujuan
- Untuk mengetahui pengawetan ikan dengan cara pemindangan
- Mengetahui alur proses pemindangan ikan
2.DESKRIPSI IKAN PINDANG

2.1 Pemindangan Ikan


Menurut Wibowo (1996), pada dasarnya pemindangan ikan merupakan upaya
pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang menggunakan teknik penggaraman dan
pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan merebus atau memanaskan ikan dalam
suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam suatu wadah. Garam yang digunakan
berperan sebagai pengawet sekaligus memperbaiki cita rasa ikan, sedangkan pemanasan
mematikan sebagian besar bakteri pada ikan, terutama bakteri pembusuk dan patogen.
Selain itu, Pemanasan dengan garam tinggi tersebut menyebabkan tekstur ikan berubah
menjadi lebih kompak. Ikan pindang pun menjadi lezat dan lebih awet daripada ketika
masih segar
Afrianto dan Liviawaty (1989), menyatakan bahwa pengolahan ikan dengan cara
pemindangan sudah cukup memasyarakat, terutama dikalangan nelayan. Hal ini
disebabkan karena beberapa hal, yaitu:
1). Pemindangan sangat mudah dilaksanakan dan tidak banyak memakan biaya,
sehingga dapat dilaksanakan oleh petani ikan atau nelayan.
2). Hasil pemindangan masih berbentuk ikan segar sehingga dapat digunakan sebagai
bahan baku untuk diolah lebih lanjut, juga dapat langsung dimakan karena memang telah
matang.
3). Ikan pindang sangat disukai karena mengandung rasa yang sesuai dengan selera
masyarakat, yaitu mendekati rasa ikan hasil pengalengan.
4). Karena nilai gizi ikan pindang relatif masih tinggi, ikan hasil proses pemindangan
dapat digunakan sebagai salah satu sumber protein hewani.
5). Sebagai bahan baku pembuatan ikan pindang dapat digunakan ikan dengan
berbagai tingkat kesegaran, meskipun persyaratan tingkat kesegaran tertentu tetap harus
dipenuhi agar produk akhir yang dihasilkan lebih bermutu.

2.2. Jenis – Jenis Ikan Pindang


Menurut Wibowo (1996), cara pemindangan ikan yang dilakukan sangat
bervariasi tergantung daerah, jenis ikan, dan kebiasaan pengolah. Akibatnya proses dan
mutu pindang yang dihasilkan sangat beragam. Karena itu, dapat dibuat beberapa
kelompok ikan pindang berdasarkan proses, wadah yang digunakan, jenis ikan, perlakuan
atau bumbu yang ditambahkan, dan daerah asal.
Tabel 1. Pengelompokan Jenis – Jenis Ikan Pindang di Indonesia.
No Dasar Pengelompokan Nama dalam Perdagangan
1 Proses Pindang cue (perebusan dalam air garam), pindang
garam (pemanasan dengan garam dan sedikit air),
pindang presto (pemindangan tekanan tinggi,
pindang duri lunak).
2 Wadah Pindang naya (pindang cue dengan wadah naya),
pindang besek (pindang cue dengan wadah besek),
pindang badeng, pindang paso, pindang kendil.
3 Jenis ikan Pindang bandeng, pindang tongkol, pindang
kembung, pindang lemuru, pindang tawes, pindang
gurami, dan sebagainya.
4 Bumbu Pindang memakai bahan tambahan , misalnya
kunyit.
5 Asal Pindang Pekalongan, Pindang Kudus, Pindang
Tuban, pindang Muncar dan sebagainya.

Sumber : Wibowo (1996)

2.3 Syarat Keberhasilan Pemindangan


Keberhasilan proses pemindangan ikan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan –
bahan yang digunakan dan kondisi lingkungan. Selain ikan, bahan utama pembuatan ikan
pindang adalah garam. Bahan – bahan yang akan digunakan harus memenuhi syarat
tertentu agar ikan pindang yang dihasilkan bermutu baik. Syarat- syarat yang harus
dipenuhi adalah:
a. Ikan harus segar
Meskipun ikan dengan tingkat kesegaran yang berbeda - beda dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan ikan pindang, ikan yang telah membusuk sebaiknya tidak
digunakan. Penggunaan ikan dengan tingkat kesegaran rendah akan menghasilkan produk
akhir yang kurang baik (hancur), sehingga harga jual rendah. Selain itu, penggunaan ikan
dengan tingkat kesegaran rendah akan menghasilkan ikan pindang yang terlalu asin. Hal
ini terjadi karena proses penetrasi garam kedalam daging ikan yang kurang segar
berlangsung terlalu cepat (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

b. Mutu garam harus baik.


Selanjutnya Afrianto dan Liviawaty (1989) menyatakan bahwa mutu garam akan
mempengaruhi kecepatan penetrasi garam kedalam tubuh ikan. Kecepatan penetrasi
garam kedalam tubuh ikan sangat tergantung pada kadar NaCl yang dikandungnya.
Semakin tinggi kadar NaCl yang dikandung, semakin cepat pula penetrasi berlangsung.
Menurut Santoso (1998), kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu ikan
pindang yang dihasilkan. Sebaiknya tidak sembarangan menggunakan garam. Masih
banyak garam yang mengandung bakteri, lumpur, kotoran, dan elemen- elemen tertentu
(MgCl2, CaCl2, MgSO4, CaSO4, Fe dan Cu). Jadi sebaiknya digunakan garam murni yang
mengandung NaCl (95%).
c. Kondisi lingkungan harus sehat
Kondisi lingkungan harus benar – benar diperhatikan karena dapat
mempengaruhi produk ikan pindang. Agar ikan pindang yang dihasilkan bermutu baik
dan mempunyai daya awet tinggi, faktor – faktor sanitasi harus diperhatikan. Alat dan
bahan yang digunakan harus bersih, demikian pula halnya tempat penyimpanan ikan hasil
pemindangan (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

2.4 Mutu Ikan Pindang


Ikan pindang yang baik harus memenuhi kriteria tertentu. Cara paling mudah
untuk menilai mutu ikan pindang adalah dengan menilai mutu sensorisnya. Memang ada
cara pengujian lain yang lebih obyektif, yaitu pengujian kimiawi dan mikrobiologis,
tetapi diperlukan teknik, peralatan, dan tenaga khusus sehingga tidak mudah dan tidak
murah dilakukan. Lagipula, kedua cara pengujian ini dimaksudkan untuk melengkapi
mutu sensoris. Minimal empat cara parameter sensoris yang perlu dinilai, yaitu rupa dan
warna, bau, rasa, dan tekstur (Wibowo 1996).
Menurut Saleh (2002), ikan pindang yang bermutu baik mempunyai kriteria
sebagai berikut:
a.Rupa dan warna
Utuh, bersih, tidak terdapat benda asing, tidak terlihat endapan lemak atau lainnya.
Warna produk spesifik jenis, cemerlang, tidak berkapang dan berlendir.
b. Bau
Spesifik jenis produk, bau produk ikan rebus, bau gurih dan segar.
c. Rasa
Gurih spesifik produk, tidak terdapat rasa asin yang berlebihan dan keasinan merata.
d. Tekstur
Kompak, padat, spesifik jenis produk, empuk, cukup kering dan tidak basah.

Menurut Standar Nasional Indonesia (Dirjen Perikanan 1994 / 1995), standar


mutu ikan pindang tercantum pada Tabel 2. Standar ini sesuai dengan Keppres No. 20
tahun 1984 dan Keppres No. 7 tahun 1989
(http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=53610&idrb=49001)
Tabel 2. Standar Mutu Ikan Pindang

Jenis Uji Persyaratan Mutu


Pindang Air Garam Pindang Garam
a. Organoleptik
- Nilai minimum 7 6
- Kapang Negatif Negatif
b. Mikrobiologi
- TPC per gr, maks. 1 x 105 1 x 105
- Escherichia coli MPN 3 CFU 3 CFU
per gram, maks.
- Salmonella *) Negatif Negatif
- Vibrio cholera *) Negatif Negatif
- Staphyloccocus aureus *) 1 x 103 1 x 103
c. Kimia
- Air, % bobot/ bobot, maks 70 70
- Garam, % bobot/ bobot, maks. 10 10
Ket : * Jika dibutuhkan
Sumber: http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=53610&idrb=49001
2.5 Daya Awet Ikan Pindang
Pindang umumnya tidak terlalu awet karena masih mempunyai aktivitas air yang
relatif tinggi dan sesuai bagi pertumbuhan mikroorganisme, terutama bakteri pembentuk
lendir dan kapang. Pemanasan yang diberikan pada umumnya tidak terlalu mampu
membasmi semua mikroorganisme. Selama penyebaran dan penjualan, pindang sangat
mudah mengalami kontaminasi mikroorganisme. Kerusakan pindang yang disebabkan
oleh pertumbuhan mikroorganisme ditandai dengan pembentukan lendir, pertumbuhan
kapang, dan teksturnya yang menjadi hancur. (http://bisnisukm.com/mari-berbisnis-ikan-
pindang.html).
Daya awet ikan pindang bila disimpan di udara terbuka tanpa dilakukan
penanganan yang baik kurang lebih 3-4 hari. Selain dikarenakan pindang disimpan di
udara terbuka tanpa penanganan khusus, hasil produksi pindang (terutama pindang air
garam) kandungan airnya cukup banyak serta kadar garam yang cukup rendah jika
dibandingkan ikan asin. Ikan yang mempunyai ukuran yang lebih besar (seperti tongkol)
mempunyai daya awet yang lebih singkat bila dibandingkan dengan ikan yang berukuran
kecil (ikan layang atau lemuru). Daya awet pindang ini dapat ditingkatkan dengan cara
perbaikan teknik pemindangan (kebersihan, suhu, kadar garam, penambahan bumbu, dll),
penggunaan zat pengawet, perbaikan pengemasan maupun teknik penyimpanan produk.
Cara lain yang digunakan untuk memperpanjang daya awet ikan pindang adalah dengan
sterilisasi (http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=53610&idrb=49001)
3. PENGGARAMAN IKAN MENGGUNAKAN AIR GARAM

3.1 Gambaran Umum Pindang Air garam.


Wibowo (1996) menyatakan bahwa, cara pemindangan ikan menggunkan air garam
pada dasarnya dilakukan dengan merebus ikan yang ditempatkan dalam suatu wadah di dalam
larutan garam selama waktu tertentu. Cara ini di Jakarta dikenal sebagai pemindangan cue
atau pemindangan dengan perebusan. Di Sumatera Utara, ikan olahan ini dikenal dengan ikan
rebus.
Pada cara ini, ikan disusun pada keranjang bambu (naya atau besek). Beberapa naya
berisi ikan disusun vertikal pada suatu kerangka, lalu direbus dalam larutan garam mendidih.
Lama perebusan relatif jauh lebih singkat daripada pemindangan biasa yang membutuhkan
waktu 4 – 6 jam, yaitu hanya 30 – 60 menit tergantung ukuran ikan. Setelah perebusan,
wadah dimana ikan tersusun kemudian diangkat lalu disiram dengan air tawar mendidih
untuk membersihkan permukaan ikan, selanjutnya ditiriskan dan
didinginkan. Setelah itu produk siap untuk didistribusikan dan dipasarkan
( Ilyas 1980).
Selanjutnya Ilyas (1980), dari segi teknologi pengawetan makanan, produk pindang
air garam mungkin dapat diklasifikasikan sebagai produk setengah diawet ( semi preserved )
mengingat daya awetnya yang relatif singkat karena produk ini mudah mengalami
pembusukan. Produk ini juga memiliki kadar air yang tinggi yang sesuai untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Kemungkinan penyebab pembusukan ini adalah organisme yang masih
tersisa setelah proses pemanasan yaitu organisme-organisme tahan panas dan organisme yang
berasal dari luar yang menulari produk.

3.2 Bahan dan Peralatan Pemindangan


Budi Santoso (1998), menyatakan bahwa setiap kali kita hendak membuat atau
memproduksi sesuatu pasti diawali dengan langkah – langkah persiapan, terutama
menyiapkan bahan dan peralatan yang diperlukan. Bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
membuat ikan pindang air garam adalah sebagai berikut:

3.2.1 Kebutuhan Bahan


Kebutuhan bahan untuk membuat pindang air garam meliputi bahan baku utama dan
bahan baku pendukung yaitu:
1) Ikan ( ikan air laut, tawar dan payau) segar.
2) Garam
3) Jerami dan Plastik untuk alas pada besek dan penutup kemasan.
4) Air, untuk pencucian dan perebus ikan.

3.2.2 Kebutuhan Peralatan


1). Tungku untuk dapur merebus ikan pindang
2) Drum untuk wadah merebus larutan garam dan ikan.
3) Besek untuk wadah ikan yang diproses menjadi pindang. Besek ini terbuat dari anyaman
bambu.
4) Pisau untuk membedah dan membersihkan isi perut ikan
5) Sendok untuk membantu pemberian garam
6) Tali bambu untuk mengikat besek – besek yang telah diisi ikan.

3.3 Proses Pemindangan Ikan Menggunakan Air Garam


Adawyah (2007), menyatakan bahwa pembuatan pindang air garam (cue) lebih
sederhana dibanding cara pembuatan pindang pada umumnya. Rasanya pun lebih lezat
dibanding pindang biasa. Adapun skema proses pembuatan pindang air garam adalah sebagai
berikut:

Penyiangan & Pencucian

Penirisan

Perendaman dalam larutan garam

Penyusunan ikan dalam naya / besek

Perebusan

Penyiraman dengan air panas

Pendinginan

Pemasaran

Gambar 1 Skema Proses Pemindangan Ikan Menggunakan Air Garam


Sumber: Wibowo (1996)

3.3.1 Bahan Baku ( Ikan Mentah)


Adawyah (2007), menyatakan bahwa ikan – ikan yang hendak diolah menjadi
pindang cue harus dipilih yang masih bagus, kondisi baik, segar dan tidak ada bagian tubuh
yang terluka karena satu dan lain hal. Semua ikan dari berbagai jenis dan berbagai tingkat
kesegaran bisa digunakan sebagai bahan baku pemindangan. Akan tetapi, ini akan sangat
berpengaruh terhadap mutu dan harga jual ikan pindang yang dihasilkan. Bila bahan baku
ikan kurang segar, akan menghasilkan ikan pindang yang terlalu asin dan dagingnya hancur.
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), jenis ikan yang dapat dipindang banyak
sekali macamnya dan tergantung dari kondisi perikanan setempat.
Adapun jenis ikan yang biasa digunakan sebagai bahan baku pemindangan adalah ikan air laut
seperti tongkol (Euthynnus sp.), tenggiri (Scomberomorus sp.), kembung (Scomber sp.),
layang (Decapterus sp.), dan ikan air tawar, misalnya mas (Ciprynus carpio), dan nila (
Tilapia nilotica), serta ikan payau, misalnya bandeng ( Chanos-chanos).

3.3.2 Penyiangan dan Pencucian


Ikan yang akan digunakan sebaiknya dikelompokkan dahulu di wadah terpisah
berdasarkan jenis, ukuran dan tingkat kesegarannya. Kemudian ikan disiangi dengan cara
membuang sisik, sirip, insang, isi perut dan kotoran lain (Afrianto dan Liviawaty, 1989).
Menurut Budiman (2004), pada ikan ukuran besar, tubuh ikan dibelah atau dipotong-potong
sesuai dengan ukuran yang diinginkan untuk mempermudah proses pemindangan. Pada ikan
yang berukuran sedang cukup dibersihkan insang, sisik, isi perut, dan kotoran lain tanpa
pemotongan. Pembuangan isi perut dilakukan dengan cara menariknya dari lubang over
culum( tutup insang) sehingga dinding perut tidak rusak atau sobek. Sebagian petani ikan atau
nelayan sengaja tidak membuang isi perut, karena hal ini dapat menyebabkan hancurnya
daging ikan dan menurunnya harga jual ikan pindang. Namun, berdasarkan hasil penelitian,
ternyata ikan pindang yang telah dibuang isi perutnya tidak mengalami kerusakkan atau pecah
– pecah seperti yang dikhawatirkan.
Setelah disiangi, ikan dicuci kembali dengan air bersih yang mengalir
untuk membersihkan sisa – sisa darah, kotoran dan lendir (Wibowo, 1996). Menurut
Adawyah (2007), pencucian harus dilakukan berulang kali hingga kondisi ikan bersih. Jangan
sampai ada kotoran - kotoran atau sisa – sisa darah yang melekat.

3.3.3 Penirisan
Tiriskan ikan yang telah dicuci bersih dalam wadah keranjang yang telah disediakan.
Pada proses penirisan ini, ikan disusun rapi dengan perut menghadap kebawah agar tidak ada
air yang menggenang di rongga perutnya. Setelah ikan agak kering timbanglah ikan agar
dapat mengetahui konsentrasi garam yang digunakan dalam proses pemindangan ( Budiman,
2004 ).

3.3.4 Perendaman Dalam Larutan Garam


Setelah ditiriskan ikan direndam dalam larutan garam 3% selama 15 menit. Tujuan
perendaman ini untuk membersihkan sisa – sisa darah dan kotoran yang masih ada selain itu
juga agar produk akhir yang diperoleh seragam kandungan garamnya (Saleh 2002).
Disamping garam sebagai bahan pengawet, garam pada konsentrasi rendah dapat memberikan
sumbangan cita rasa. Pada konsentrasi garam 2 - 4 persen di dalam produk hanya sedikit
pengaruhnya terhadap pengawetan tetapi berfungsi sebagai pemberi citarasa dan memperbaiki
kenampakan. Kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu dari ikan pindang yang
dihasilkan. Adanya garam magnesium ( Mg ) dan Calsium ( Ca) 1% saja dapat mempengaruhi
terhadap warna ikan pindang yang dihasilkan, selain itu rasa dari ikan menjadi pahit dan
tekstur ikan menjadi keras dan rapuh (Ketut Suwamba 2008).
Menurut Adawyah (2007), secara umum garam terdiri atas 39,39% Na dan
60,69% Cl. Garam sebagai bahan pengawet akan banyak pengaruhnya terhadap mutu pindang
yang dapat ditandai oleh bau, rasa dan warna dari pindang yang dihasilkan. Kecepatan
penetrasi garam kedalam tubuh ikan dipengaruhi oleh tingkat kemurnian garam. Garam yang
kurang murni lambat sekali meresap ke dalam ikan. Demikian juga ikan pindang akan
mempunyai bau yang kurang memuaskan, rasa yang pahit, warna yang kurang menarik dan
tidak tahan lama. Garam yang baik adalah garam yang mengandung NaCl cukup tinggi
(95%).

3.3.5 Penyusunan Ikan Dalam Naya / Besek


Untuk pemindangan air garam diperlukan wadah untuk menyusun ikan. Wadah ikan
dapat berupa naya berbentuk melingkar, dan besek persegi panjang. Setelah perendaman,
kemudian ikan disusun horizontal rapi dalam wadah (naya atau besek) yang telah dicuci
bersih atau disiram air panas. Ukuran wadah disesuaikan dengan ukuran ikan. Kalau ukuran
wadah lebih kecil dari ikan maka ikan akan tertekuk dan tidak tersusun rapi sehingga
menyebabkan kerusakan fisik ikan. Beberapa buah naya atau besek digabung menjadi satu
(disusun vertikal dan diikat), kemudian dimasukkan kedalam wadah perebus yang berisi
larutan garam jenuh yang mendidih (Wibowo, 1996). Menurut Adawyah (2007), sementara
penyusunan ikan, disiapkan larutan garam 10% dari berat ikan, lalu diaduk sampai merata.
Larutan garam ditempatkan dalam wadah perebus, kemudian dimasak sampai mendidih.

Gambar 2 Penyusunan Ikan Dalam Naya / Besek


Sumber: http://bisnisukm.com/mari-berbisnis-ikan-pindang.html.

3.3.6 Perebusan
Naya atau besek yang telah disusun vertikal dan diikat selanjutnya dimasukkan dalam
air perebus yang sudah mendidih dan direbus selama 30-60 menit terhitung sejak air
mendidih. Lama perebusan ini sangat beragam antara lain di tentukan oleh jenis, ukuran ikan,
kesegaran, dan permintaan pasar. Ikan yang lebih besar membutuhkan waktu perebusan lebih
lama daripada ikan yang kecil. Ikan yang mutunya kurang bagus juga memerlukan waktu
perebusan lebih lama (Wibowo, 1996).
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), proses perebusan berlangsung hingga ikan
masak menggunkan kayu bakar atau minyak tanah sebagai sumber panas. Kayu bakar yang
digunakan sebaiknya dipilih kayu yang tidak menimbulkan bau yang kurang sedap agar tidak
mempengaruhi mutu ikan pindang. Api yang digunakan untuk merebus sebaiknya tidak
terlalu besar agar seluruh bagian tubuh ikan menjadi benar-benar matang dan tidak hangus.
Bila api terlalu besar, biasanya tubuh ikan bagian luar akan menjadi kering sedangkan bagian
dalam masih mentah.
Selanjutnya Wibowo (1996) menyatakan bahwa, selama perebusan, tumpukan ikan
dipertahankan tetap terendam dalam air perebus. Caranya, dengan memasang pengancing
pada wadah perebus untuk menahan agar ikan tidak mengambang kepermukaan. Larutan
garam yang digunakan untuk perebusan dapat dipakai berulang-ulang. Dengan cara ini
penggunaan garam dapat dihemat. Akan tetapi, larutan perebus ini makin lama makin keruh,
berwarna gelap, kotor, kental, dan agak tengik. Jika larutan perebus yang demikian masih
digunakan terus terus, ikan pindang yang dihasilkan bermutu rendah, kotor, warna kurang
cerah, dan berbau agak tengik. Oleh karena itu, larutan perebus ini sebaiknya diganti 2 kali
sehari atau tergantung frekuensi penggunaannya. Penggunaan 3 – 5 kali perebusan masih
memungkinkan asal dibersihkan dulu dan kejenuhan garamnya dipertahankan.

3.3.7 Penyiraman Dengan Air Panas


Setelah selesai perebusan naya atau besek diangkat, ikatan dibuka,dan dijajarkan
miring. Kemudian disiram dengan air tawar mendidih untuk menghilangkan kotoran dan sisa-
sisa garam di permukaan ikan yang terbawa dari air perebus (Wibowo, 1996).

3.3.8 Pendinginan
Setelah penyiraman, pindang lalu ditiriskan dan biarkan tetap dalam besek atau naya
dan dinginkan pada suhu ruangan. Ikan-ikan telah menjadi pindang air garam (Adawyah
2007). Ikan hasil pemindangan tidak boleh diletakkan dalam ruangan yang lembab atau basah,
karena hal ini dapat meningkatkan aktivitas bakteri maupun mikroorganisme lain, dengan
demikian dapat menurunkan kualitas ikan pindang (Afrianto dan
Liviawaty 1989). Selanjutnya Wibowo (1996) menyatakan untuk mempercepat pendinginan
dapat digunakan kipas angin. Penggunaan rak pendingin akan sangat membantu
mengefisienkan penggunaan ruangan. Namun, agar ikan pindang tidak rusak akibat sering
dipindah-pindah, pada rak dipasang roda. Pemindahan ikan pindang keruang pendinginan
cukup dengan mendorong rak.

3.3.9 Pemasaran
Ikan pindang yang rusak, misalnya patah, retak, atau berwarna kecokelatan
dipisahkan dari ikan pindang yang bermutu bagus untuk dipasarkan tersendiri sebagai
pindang sortiran (Wibowo,1996). Menurut Ilyas (1980), beberapa naya atau besek akan
disusun kembali dan dilapisi kertas payung agar ikan pindang terlindung dari kerusakan fisik
dan kontaminasi kotoran dari luar selama transportasi. Pengemasan ini dilakukan setelah ikan
pindang dingin benar. Jika belum dingin akan terjadi pengembunan yang menyebabkan ikan
pindang mudah rusak dan mudah ditumbuhi jamur. Naya / besek yang telah dikemas,
kemudian langsung diangkut dengan truk kepusat distribusi untuk dipasarkan.
4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Pemindangan ikan merupakan upaya pengawetan sekaligus pengolahan ikan yang
menggunakan teknik penggaraman dan pemanasan. Pengolahan tersebut dilakukan dengan
merebus atau memanaskan ikan dalam suasana bergaram selama waktu tertentu di dalam
suatu wadah.
2. Keberhasilan proses pemindangan ikan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan – bahan
yang digunakan dan kondisi lingkungan.
3. Pemindangan ikan menggunakan air garam adalah salah satu jenis cara pemindangan
ikan, yaitu dengan merebus ikan dalam larutan garam yang mendidih pada suatu wadah yang
disebut naya atau besek dengan lama perebusan biasanya 30 – 60 menit atau tergantung pada
ukuran ikan.
4. Dari segi teknologi pengawetan makanan, produk pindang air garam mungkin dapat
diklasifikasikan sebagai produk setengah diawet ( semi preserved ) mengingat daya awetnya
yang relatif singkat.

4.2 Saran
Proses pemindangan ikan menggunakan air garam perlu dikembangkan dengan cara
menyebarkannya kepada masyarakat ke seluruh pelosok daerah yang belum
mempraktekannya, mengingat cara pengolahannya yang cukup sederhana, sarana dan
prasarana yang dibutuhkanpun tidak mahal, memiliki citarasa yang sesuai selera masyarakat,
kandungan gizinya relatif masih tinggi, hasil akhirnya yang masih menyerupai ikan
segar, dan berbagai keistimewaan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta

Afrianto dan Liviawaty,1989. Pengawetan Dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta

Bank Indonesia (2008). Sistem Informasi Pola Pembiayaan/Lending Model Usaha Kecil
USAHA PEMINDANGAN
IKAN. http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=53610&idrb=49001

Budiman S (2004). Teknik Pemindangan.Departemen Pendidikan Menengah Direktorat


Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat
PendidikanMenengahKejuruan.http://belajar.internetsehat.org/pustaka/pendidikan/materi-
kejuruan/pertanian/teknologi-hasil-pertanian-dan perikanan/teknik_pemindangan.pdf

Ilyas, 1980. Teknologi Pengolahan Pindang. Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan


Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian Departemen Pertanian Republik
Indonesia. Jakarta

PT. Khalifah Niaga Lantabura (2011). Mari Berbisnis Ikan


Pindang. http://bisnisukm.com/mari-berbisnis-ikan-pindang.html.

Saleh, 2002. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Pusat Riset
Pengolahan Produk Dan Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan Badan Riset Kelautan
Dan Perikanan Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta.

Santoso B, 1998. Ikan Pindang. Penebar Swadaya. Jakarta

Suwamba K (2008). Proses pemindangan Dengan Mempergunakan Garam dengan


Konsentrasi yang berbeda. Denpasar http://www.smp-saraswati-dps.sch.id/artikel/3

Wibowo S, 1996. Industri Pengolahan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta


.

You might also like