You are on page 1of 15

Analisis Masalah

1. Bagaimana anatomi ekstremitas bawah terkait kasus?


Tarsus merupakan daerah proximal dari pedis dan terdiri dari 7 tulang tarsal (ossa
tarsi). Talus dan calcaneus termasuk dari ossa tarsi, yang terletak pada bagian
posterior pedis. Dibawah Talus, terdapat calcaneus yang dimana tendon achilles
(Tendo calcaneus) melekat pada permukaan posteriornya. Calcaneus merupakan
tulang tarsal terbesar dan terkuat.
Tulang tarsal pada bagian anterior adalah os navicular, 3 ossa cuneiformeia yaitu
laterale (III), intermedium (II), dan mediale (I) dan os cuboideum. Sendi antara tulang
tarsal disebut sendi intertarsal. Pada sisi medial, os naviculare berada di inferior dan
anterior dari Talus. 3 tulang (Talus, Calcaneus dan Os naviculare) membentuk sendi
calcaneonavicular (Articulatio talocalcaneonavicularis) yang membuat kaki dapat
memutar kedalam (supinasi) dan keluar (pronasi). Ossa cuneiformia dan os
cuboideum terhubung oleh sendi yang ketat dan hampir tidak bisa
digerakkan/immobile.
Talus, tulang tarsal yang paling superior, merupakan tulang pada pedis yang
satu-satunya terhubung dengan fibula dan tibia. Talus terhubung pada satu sisi dengan
malleolus medialis pada tibia dan sisi lain dengan malleolus lateralis pada fibula.
Hubungan ini membentuk sendi pergelangan kaki (articulatio talocruralis). Sendi ini
memfasilitasi elevasi dan depresi dari pedis. Diantara tempat tersebut, dapat diraba A.
dorsalis pedis.
Metatarsus, bagian intermediet dari pedis, terdiri dari 5 tulang metatarsal (Ossa
metatarsi) yang dinomori I – V dari medial ke lateral. Setiap metatarsal terdiri dari
dasar proximal (Basis ossis metatarsi), batang intermediet (Corpus ossis metatarsi),
dan kepala distal (Caput ossis metatarsi). Metatarsal terhubung secara proximal
dengan ossa cuneiformia dan dengan os cuboideum untuk membentuk sendi
tarsometatarsal (Articulationes tarsometatarsales atau Lisfranc’s joint).
Phalanges merupakan bagian distal dari pedis. Jari pedis dinomori I – V dimulai
dari jempol kaki / hallux, medial ke lateral. Setiap phalanx terdiri dasar proximal
(Basis phalangis), batang di tengah (Corpus phalangis), dan kepala di distal (Caput
phalangis). Jempol kaki atau hallux memiliki 2 phalanges yang besar dan berat yang
disebut phalanx proximalis dan phalanx distalis. 4 jari kaki yang lain memiliki 3
phalanges, yaitu phalanx proximalis, phalanx media, phalanx distalis. Sendi antara
phalanx-phalanx di pedis, disebut sendi interphalangeal (Articulatio interphalangeae).
2. Apa hubungan riwayat kehamilan dengan kasus?
Dari riwayat kehamilan, tidak ada faktor resiko yang mendukung terjadinya kasus.

3. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik terkait kasus?

Hasil Pemeriksaan Normalnya Interpretasi

Pemeriksaan umum :
Dalam batas normal Normal
Dalam batas normal
Pemeriksaan Ekstremitas :
Pada bagian kaki, terdapat Tidak ditemukannya Abnormal (kelainan pada
abnormalitas, equinus foot abnormalitas pedis)
dan adanya varus
4. Etiologi
Mekanisme etiologi dari CTEV masih belum diketahui pasti, terdapat banyak
teori yang membahas tentang etiologi tersebut, berikut teori-teori etiologi dari CTEV.
 Faktor mekanis atau posisi pada intrauterine
Teori tertua dari hipokrates. Hipotesis ini menunjukkan bahwa restriksi
eksternal dari pergerakan kaki fetus oleh uterus menyebabkan CTEV. Teori ini
didukung dengan adanya oligohidramnion yang mempermudah terjadinya
penekanan dari luar karena keterbatasan gerak fetus. Akan tetapi,
oligohidramnion umumnya berkaitan dengan anomali perkembangan
tambahan dan penyebab neurologis yang jelas.
 Hipotesis tulang atau sendi
Hipotesis ini menunjukkan bahwa abnormalitas posisi dari tulang itu
sendiri yang menyebabkan anomali tersebut
 Defek sel plasma primer
Setelah melakukan pembedahan pada 11 kaki CTEV dan 14 kaki normal;
Irani & Sherman menemukan bahwa pada kasus CTEV, leher talus selalu
pendek, diikuti rotasi bagian anterior ke arah medial dan plantar; diduga
karena defek sel plasma primer.
 Perkembangan fetus terhambat
 Hipotesis vaskular
Atlas et al. (1980) mendokumentasi abnormalitas vaskular pada clubfoot
atau CTEV. Pada setinggi sinus tarsalis, terdapat hadangan dari satu atau lebih
cabang pada perdarahan kaki. Individu dengan ICTEV (Idiopathic CTEV)
terdapat muscle wasting di betis ipsilateral, yang memungkinkan berhubungan
dengan berkurangnya perfusi melalui arteri tibialis anterior pada
perkembangan.
 Herediter
Adanya faktor poligenik mempermudah fetus terpapar faktor-faktor
eksternal, seperi infeksi Rubella dan pajanan talidomid (Wynne dan Davis).

5. Tatalaksana
Tujuan terapi talipes equinovarus adalah mereduksi dislokasi atau sublokasi sendi
talocalcaneonaviculare, mempertahankan reduksi, memperbaiki normal articular
alignment, membuat keseimbangan otot antara evorter dan invertor, dan dorsi flexor
dan plantar flexor, dan membuat kaki mobile dengan fungsi normal dan weight
bearing. Terapi harus sudah dimulai pada hari-hari pertama kelahiran, 3 minggu
pertama merupakan golden period, sebab jaringan lunak pada usia ini masih lentur.
a. Terapi Medis
Untuk mengidentifikasi CTEV, dapat digunakan Pirani Scoring System
untuk mengetahui tingkat keparahan dan memantau perkembangan dari CTEV
selama koreksi dilakukan. Sistem ini terdiri dari 6 kategori, masing-masing 3
dari hindfoot dan midfoot. Untuk hindfoot, kategori terbagi menjadi tonjolan
posterior/ posterior crease (PC), kekosongan tumit/emptiness of the heel (EH),
dan derajat dorsofleksi / degree of dorsiflexion (DF). Sedangkan untuk
kategori midfoot, terbagi menjadi kelengkungan batas lateral/curvature of the
lateral border (CLB), tonjolan di sisi medial/medial crease (MC) dan
terpajannya kepala lateral talus/uncovering of the lateral head of the talus
(LHT).
i. Curvature of the lateral border of the foot (CLB)
Batas lateral kaki normalnya lurus. Batas kaki yang tampak
melengkung menandakan terdapat kontraktur medial.
Lihat pada bagian plantar pedis dan letakkan batangan/penggaris di
bagian lateral kaki. Normalnya, batas lateral kaki tampak lurus, mulai
dari tumit sampai ke kepala metatarsal ke lima. Skor adalah 0.
Pada kaki abnormal, batas lateral nampak menjauhi garis lurus
tersebut. Batas lateral yang tampak melengkung ringan diberi nilai 0,5
(lengkungan terlihat di bagian distal kaki pada area sekitar metatarsal).
Kelengkungan batas lateral kaki yang nampak jelas diberi nilai 1
(kelengkungan tersebut nampak setinggi persendian kalkaneokuboid).
ii. Medial crease of the foot (MC)
Pada keadaan normal, kulit daerah telapak kaki akan
memperlihatkan garis-garis halus. Lipatan kulit yang lebih dalam dapat
menandakan adanya kontraktur di daerah medial. Pegang kaki dan
tarik dengan lembut saat memeriksa.
Lihatlah pada lengkung batas medial kaki. Normalnya, akan
terlihat garis-garis halus pada kulit telapak kaki yang tidak mengubah
kontur lengkung medial tersebut. Nilai MC adalah 0.
Pada kaki abnormal, akan tampak satu atau dua lipatan kulit yang
dalam. Apabila hal ini tidak terlalu banyak mempengaruhi kontur
lengkung medial, nilai MC adalah 0,5.
Apabila lipatan ini tampak dalam dan dengan jelas mempengaruhi
kontur batas medial kaki, nilai MC adalah sebesar 1.
iii. Posterior crease of the ankle (PC)
Pada keadaan normal, kulit bagian tumit posterior akan
memperlihatkan lipatan kulit multipel halus. Terdapatnya lipatan kulit
yang lebih dalam menunjukkan adanya kemungkinan kontraktur
posterior yang lebih berat. Tarik kaki dengan lembut saat memeriksa.
Pemeriksa melihat ke tumit pasien. Normalnya akan terlihat
adanya garis-garis halus yang tidak mengubah kontur tumit. Lipatan-
lipatan ini menyebabkan kulit dapat menyesuaikan diri, sehingga dapat
meregang saat kaki dalam posisi dorsofleksi. Pada kondisi ini, nilai PC
adalah 0.
Pada kaki abnormal, akan didapatkan satu atau dua lipatan kulit
yang dalam. Apabila lipatan ini tidak terlalu mempengaruhi kontur dari
tumit, nilai PC adalah 0,5.
Apabila pada pemeriksaan ditemukan lipatan kulit yang dalam di
daerah tumit dan hal tersebut merubah kontur tumit, nilai PC adalah 1.
iv. Lateral part of the Head of the Talus (LHT)
Pada kasus CTEV yang tidak diterapi, pemeriksa dapat meraba
kepala talus di bagian lateral. Dengan terkoreksinya deformitas, tulang
navikular akan turun menutupi kepala talus, membuatnya menjadi
lebih sulit teraba, dan akhirnya sama sekali tidak dapat teraba. Tanda
"turunnya tulang navikular menutupi kepala talus” adalah ukuran
besarnya kontraktur di daerah medial.

b. Penatalaksanaan Non-operatif
Perawatan non operatif dimulai sejak penderita lahir, dengan melakukan
elongasi jaringan lunak yang mengalami kontraktur dan kemudian
dipertahankan dengan pemasangan gips secara serial selama 6 minggu dan
gips diganti setiap minggu. Urutan koreksi yang akan dilakukan adalah
adduksi kaki depan (forefoot), Supinasi kaki depan, Ekuinus.
Dari 6 minggu sampai 12 minggu dipasang splint clubfoot tipe Denis
Brown. Setelah penderita waktunya berjalan setiap malam dipasang splint
sepatu Denis Brown dan siang hari memakai sepatu outflare sampai usia
prasekolah. Dari serial terapi tersebut yang paling penting adalah tahap
pertama yaitu elongasi jaringan lunak yang mengalami kontraktur dengan
manipulasi pasif.
i. Elongasi dari m. triceps surae, capsul posterior, dan ligamentum ankle
dan subtalar
Os calcis dipegang antara ibu jari dan jari II, ditarik ke distal dan
didorong ke medial menjauhi mallelous lateralis, tangan satunya
mendorong daerah calcaneocuboid ke dorsiflexi, seluruh kaki tetap
dalam posisi inversi. Tidak diperbolehkan melakukan dorsiflexi daerah
kaki bagian depan, hai ini akan menyebabkan kaki melengkung.
(rockerbottom).

ii. Elongasi dari m. tibialis posterior dan ligamentum tibionaviculare


Os calcis dipegang antara ibu jari dan jari kedua, ditarik ke distal,
dengan tangan yang lain jari kedua dan ibu jari memegang naviculare
dan kaki bagian tengah ditarik ke distal ke daerah ibu jari kaki dan
abduksi.
iii. Elongasi ligamentum plantar calcaneonaviculare dan jaringan lunak
plantar pedis
Dengan satu tangan mendorong tumit ke proximal dan tangan yang
lain memegang kaki bagian tengah ke arah dorsifleksi.
Setiap tahapan di atas dilakukan sekitar 20 sampai 30 kali dan
setiap gerakan dipertahankan selama 10 hitungan.
iv. Reduksi tertutup dislokasi medial dan plantar sendi
talocalcaneonaviculare
Tahapan ini dikerjakan setelah tahap di atas sudah cukup berhasil.
Kaki bagian belakang dipegang dengan tangan, jari kedua di atas
corpus talus (di atas sinus tarsi), dekat anterior dan distal malleolus
lateralis, ibu jari pada anterior malleolus medialis.
Tangan satunya memegang kaki bagian tengah dan depan di antara
ibu jari dan jari kedua, dengan menggunakan traksi ke arah
longitudinal, kaki dalam posisi equinus dan inversi. Selanjutnya
melakukan abduksi kaki bagian tengah, mendorong naviculare ke
lateral dan talus bagian anterior ke medial dengan ibu jari.
Secara klinis reduksi berhasil dengan terbentuknya kontur eksterna
normal pada posisi istirahat. Setelah reduksi, dilakukan pemeriksaan
radiologi, sisi AP dan lateral. Dianggap berhasil bila pada gambaran
AP sudut talocalcaneal lebih dari 20 derajat dan T-MT1 kurang dari 15
derajat, pada gambaran lateral sudut talicalcaneal harus antara 30-45
derajat.
Keadaan terreduksi ini dipertahankan dengan gips yang diganti
setiap seminggu sekali.
Usaha-usaha untuk memperbaiki posisi ekuinus di awal masa koreksi
dapat mematahkan kaki pasien, dan mengakibatkan terjadinya rockerbottom
foot. Tidak boleh dilakukan pemaksaan saat melakukan koreksi. Tempatkan
kaki pada posisi terbaik yang bisa didapatkan, kemudian pertahankan posisi
ini dengan menggunakan “strapping” yang diganti tiap beberapa hari, atau
menggunakan gips yang diganti beberapa minggu sekali. Cara ini dilanjutkan
hingga dapat diperoleh koreksi penuh atau sampai tidak dapat lagi dilakukan
koreksi selanjutnya.
Posisi kaki yang sudah terkoreksi ini kemudian dipertahankan selama
beberapa bulan. Tindakan operatif harus dilakukan sesegera mungkin saat
tampak kegagalan terapi konservatif, yang antara lain ditandai dengan
deformitas menetap, deformitas berupa rockerbottom foot, atau kembalinya
deformitas segera setelah koreksi dihentikan.
Setelah pengawasan selama 6 minggu biasanya dapat diketahui apakah
jenis deformitas CTEV mudah dikoreksi atau resisten. Hal ini dikonfirmasi
menggunakan X-ray dan dilakukan perbandingan penghitungan orientasi
tulang. Tingkat kesuksesan metode ini 11-58%.

c. Metode Ponseti
Metode ini dikembangkan dari penelitian kadaver dan observasi klinik
oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa. Langkah-langkah yang
diambil:
i. Deformitas utama pada kasus CTEV adalah adanya rotasi tulang
kalkaneus ke arah intenal (adduksi) dan fleksi plantar pedis. Kaki
dalam posisi adduksi dan plantar pedis mengalami fleksi pada sendi
subtalar. Tujuan pertama adalah membuat kaki dalam posisi abduksi
dan dorsofleksi. Untuk mendapatkan koreksi kaki yang optimal, tulang
kalkaneus harus bisa dengan bebas dirotasikan ke bawah talus. Koreksi
dilakukan melalui lengkung normal persendian subtalus, dapat
dilakukan dengan cara meletakkan jari telunjuk operator di maleolus
medialis untuk menstabilkan kaki, kemudian mengangkat ibu jari dan
diletakkan di bagian lateral kepala talus, sementara melakukan gerakan
abduksi pada kaki depan dengan arah supinasi.
ii. Cavus kaki akan meningkat bila kaki depan berada dalam posisi
pronasi. Apabila ada pes cavus, langkah pertama koreksi kaki adalah
mengangkat metatarsal pertama dengan lembut untuk mengoreksi
cavusnya. Setelah terkoreksi, kaki depan dapat diposisikan abduksi
seperti pada langkah pertama.
iii. Saat kaki dalam posisi pronasi, dapat menyebabkan tulang kalkaneus
berada di bawah talus. Apabila hal ini terjadi, tulang kalkaneus tidak
dapat berotasi dan menetap pada posisi varus, cavus akan meningkat.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya bean-shaped foot. Pada akhir
langkah pertama, kaki akan berada pada posisi abduksi maksimal,
tetapi tidak pernah pronasi.
iv. Manipulasi dikerjakan di ruang khusus setelah bayi disusui. Setelah
kaki dimanipulasi, selanjutnya dipasang long leg cast untuk
mempertahankan koreksi yang telah dilakukan. Gips dipasang dengan
bantalan seminimal mungkin, tetapi tetap adekuat. Langkah
selanjutnya adalah menyemprotkan tingtur benzoin ke kaki untuk
melekatkan kaki dengan bantalan gips. Dr. Ponsetti lebih memilih
memasang bantalan tambahan sepanjang batas medial dan lateral kaki,
agar aman saat melepas gips menggunakan gunting gips. Gips yang
dipasang tidak boleh sampai menekan ibu jari kaki atau mengobliterasi
arcus transversalis. Posisi lutut berada pada sudut 90° selama
pemasangan gips panjang. Orang tua bayi dapat merendam gips ini
selama 30-45 menit sebelum dilepas. Gips dibelah dua, dilepas
menggunakan gergaji berosilasi (berputar), kemudian disatukan
kembali. Hal ini untuk mengetahui perkembangan abduksi kaki depan,
selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui dorsofl eksi serta
koreksi yang telah dicapai oleh kaki ekuinus.
v. Usaha mengoreksi CTEV dengan paksaan melawan tendon Achilles
yang kaku dapat mengakibatkan patahnya kaki tengah (midfoot) dan
berakhir dengan terbentuknya deformitas berupa rockerbottom foot.
Kelengkungan kaki abnormal (cavus) harus diterapi terpisah seperti
pada langkah kedua, sedangkan posisi ekuinusnya harus dapat
dikoreksi tanpa menyebabkan patahnya kaki tengah. Secara umum
dibutuhkan 4-7 kali pemasangan gips untuk mendapatkan abduksi kaki
maksimum. Gips diganti tiap minggu. Koreksi (usaha membuat kaki
dalam posisi abduksi) dapat dianggap adekuat bila aksis paha dan kaki
sebesar 60° Setelah dapat dicapai abduksi kaki maksimal, kebanyakan
kasus membutuhkan tenotomi perkutaneus tendon Achilles secara
aseptis. Daerah lokal dianestesi dengan kombinasi lignokain topikal
dan infiltrasi lidokain lokal minimal. Tenotomi dilakukan dengan cara
membuat irisan menggunakan pisau Beaver (ujung bulat). Luka pasca-
operasi ditutup dengan jahitan tunggal menggunakan benang yang
dapat diabsorpsi. Pemasangangips terakhir dilakukan dengan kaki
berada pada posisi dorsofleksi maksimum, kemudian gips
dipertahankan hingga 2-3 minggu.
vi. Langkah selanjutnya setelah pemasangan gips adalah pemakaian
sepatu yang dipasangkan pada lempengan Dennis Brown. Kaki yang
bermasalah diposisikan abduksi (rotasi ekstrem) hingga 70°, kaki sehat
diabduksi 45°. Sepatu ini juga memiliki bantalan di tumit untuk
mencegah kaki terselip dari sepatu. Sepatu digunakan 23 jam sehari
selama 3 bulan, kemudian dipakai saat tidur siang dan malam selama 3
tahun.
vii. Pada 10-30% kasus, tendon tibialis anterior dapat berpindah ke bagian
lateral kuneiformis saat anak berusia 3 tahun. Hal ini membuat koreksi
kaki dapat bertahan lebih lama, mencegah adduksi metatarsal dan
inversi kaki. Prosedur ini diindikasikan pada anak usia 2-2,5 tahun,
dengan cara supinasi dinamik kaki. Sebelum operasi, pasangkan long
leg cast untuk beberapa minggu.
d. Terapi Operatif
i. Insisi
Beberapa pilihan insisi, antara lain :
o Cincinnati: berupa insisi transversal, mulai dari sisi anteromedial
(persendian navikular-kuneiformis) kaki sampai ke sisi
anterolateral (bagian distal dan medial sinus tarsal), dilanjutkan ke
bagian belakang pergelangan kaki setinggi sendi tibiotalus.
o Insisi Turco curvilineal medial/posteromedial: insisi ini dapat
menyebabkan luka terbuka, khususnya di sudut vertikal dan
medial kaki. Untuk menghindari hal ini, beberapa operator
memilih beberapa jalan, antara lain: Tiga insisi terpisah (insisi
posterior arah vertikal, medial, dan lateral), Dua insisi terpisah
(curvilinear medial dan posterolateral).
Banyak pendekatan bisa dilakukan untuk terapi operatif di semua
kuadran, antara lain:
o Plantar: fasia plantaris, abduktor halucis, fleksor digitorum brevis,
ligamen plantaris panjang dan pendek
o Medial: struktur-struktur medial, selubung tendon, pelepasan
talonavikular dan subtalar, tibialis posterior, FHL (fleksor halucis
longus), dan pemanjangan FDL (fl eksor digitorum longus)
o Posterior: kapsulotomi persendian kaki dan subtalar, terutama
pelepasan ligamen talofibular posterior dan tibiofibular, serta
ligamen kalkaneofi bular
o Lateral: struktur-struktur lateral, selubung peroneal, pesendian
kalkaneokuboid, serta pelepasan ligamen talonavikular dan
subtalar

Pendekatan mana pun harus bisa menghasilkan pajanan yang


adekuat. Struktur-struktur yang harus dilepaskan atau diregangkan
adalah:
o Tendon Achilles
o Pelapis tendon dari otot-otot yang melewati sendi subtalar
o Kapsul pergelangan kaki posterior dan ligamen Deltoid
o Ligamen tibiofi bular inferior
o Ligamen fi bulokalkaneal
o Kapsul dari sendi talonavikular dan subtalar
o Fasia plantar pedis dan otot-otot intrinsik.

Aksis longitudinal talus dan kalkaneus harus dipisahkan sekitar


20° dari proyeksi lateral. Koreksi yang dilakukan kemudian
dipertahankan dengan pemasangan kawat di persendian
talokalkaneus, atau talonavikular atau keduanya. Hal ini juga dapat
dilakukan menggunakan gips. Luka paska operasi tidak boleh
ditutup paksa. Luka dapat dibiarkan terbuka agar membentuk
jaringan granulasi atau nantinya dapat dilakukan cangkok (graft)
kulit.
Penatalaksanaan dengan operasi harus mempertimbangkan usia
pasien. Pada anak kurang dari 5 tahun, koreksi dapat dilakukan
hanya melalui prosedur jaringan lunak. Untuk anak lebih dari 5
tahun, membutuhkan pembentukan ulang tulang/bony reshaping
(misal, eksisi dorsolateral dari persendian kalkaneokuboid [prosedur
Dillwyn Evans] atau osteotomi tulang kalkaneus untuk mengoreksi
varus). Apabila anak berusia lebih dari 10 tahun, dapat dilakukan
tarsektomi lateralis atau arthrodesis.
Harus diperhatikan keadaan luka pascaoperasi. Jika penutupan
kulit sulit dilakukan, lebih baik dibiarkan terbuka agar dapat terjadi
reaksi granulasi, untuk kemudian memungkinkan terjadinya
penyembuhan primer atau sekunder. Dapat juga dilakukan
pencangkokan kulit untuk menutupi defek luka operasi. Perban
hanya boleh dipasang longgar dan harus diperiksa secara reguler.

e. Follow-up Pasien
Pin untuk fiksator biasanya dilepas setelah 3-6 minggu. Setelah itu, tetap diperlukan
perban yang dipasangkan dengan sepatu Dennis Brown selama 6-12 bulan.

6. Komplikasi
o Infeksi (jarang)
o Kekakuan dan keterbatasan gerak: kekakuan yang muncul awal berhubungan
dengan hasil yang kurang baik.
o Nekrosis avaskular talus: sekitar 40% kejadian nekrosis avaskular talus muncul
pada teknik kombinasi pelepasan medial dan lateral.
o Overkoreksi yang mungkin karena:
 Pelepasan ligamen interoseum dari persendian subtalus
 Perpindahan tulang navikular yang berlebihan ke arah lateral
 Adanya perpanjangan tendon.

You might also like