You are on page 1of 2

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem Pertanian Tumpang Sari


Tumpang sari adalah penanaman dua tanaMan atau lebih secara bersamaan atau dengan satu
interval waktu yang singat, pada sebidang tanah yang sama. Tumpang sari merupakan sistem
penanaman tanaman secara barisan di antara tanaman semusim dengan tanaman tahuanan.
Tumpang sari ditunjukan untuk memanfaatkan lingkungan sebaik-baiknya agar diperoleh
produksi yang maksimum.
Sitem tumpang sari dapat dapat di atur berdasarkan
1. Sifat-sifat perakaran
2. Waktu penanaman
Pengaturan sifat-sifat perakaran sangat perlu untuk menghidarkan persaingan unsur hara, air
yang berasal dari dalam tanah. Sistem perakaran yang dalam dapat di tumpang sarikan dengan
tanaman yang berakar dangkal. Tanaman monocotyl yang bisanya memiliki perakaran yang
dangkal karena berasal dari akar seminal dan akar buku.sedangkan tanaman dikotil pada
umumnya memiliki perakaran yang dalam karena memiliki akar tunggang. Dalam pengaturan
penanaman sistem pertania tumpang sari dilihat dari sifat-sifat perakarannya dapat di pandang
dari perakarannya. Contoh pada tanaman jagung di tumpang sarikan dengan jeruk manis, karena
jagung termasuk jenis tanaman yang memiliki perakaran dangkal sedangkan jeruk manis
termasuk tanaman jenis perakaran dalam maka keduanya tidak akan mengalami gangguan dalam
penyerapan unsur-unsur hara yang terdapat didalam tanah.
Perlu diingat bahwa sistem pertanian tumpang sari selalu terdapat persaingan di atas (oksigen,
CO2, suhu, kelembaban dan cahaya matahari) dan persaingan di bawah (unsur hara dan air).
Sehingga perlu di atur sedemikian rupa agar tidak terlalu menggangu perkembangan tanaman
yang di kukan tumpang sari.
Tumpang sari juga dapat di lakukan antara tanaman semusim dengan tanaman semusim lainya,
misalnya antara kacang-kacangan dengan jagung. Jagung menghendaki nitrogen yang tinggi
sedangkan kacang-kacangan tidak terlalu terganggu pertumbuhanya karena sediki terlindung
oleh jagung. Kekurangan nintogen oleh jagung juga dapat terpenuhi oleh kacang-kacangan,
karena kacang-kacangan dapat memfiksasi nitrogen dari udara bebas.
Sumber : Dasar-dasar agronomi edisi revisi karya Prof. Dr. Hasan Basri Jumin, M.Sc tahun
2008, PT. Raja grafindo persada. Jakarta
Sistem tanam yang digunakan petani dalam bercocok tanam pada lahan sangat
beranekaragan baik secara tumpangsari maupun monokultur. Sistem tanam tumpangsari yang
biasa dilakukan oleh petani pada tanaman kopi arabika antara lain tumpangsari kopi arabika dan
pisang barangan. Sistem tanaman tumpangsari sering dilakukan oleh petani untuk memanfaatkan
jarak tanam dan menambah pendapatan. Sistem monokultur juga masih banyak dilakukan oleh
petani di Nagori Manik-maraja. Sistem tanam sering dilakukan petani antara lain monokultur
kopi arabika. Sistem monokultur ini memerlukan biaya yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan usahatani sistem tumpangsari.
Sistem tanam tumpangsari merupakan usaha mengurangi resiko, maksudnya apabila salah
satu tanaman tumbuh kurang optimal masih didapat jenis tanaman lain yang diharapkan dapat
menghasilkan dan memberikan pendapatan bagi petani. Penggunaan sistem tanam tumpangsari
ini akan memberikan pendapatan yang lebih besar bagi petani dibandingkan jika petani
menerapkan sistem tanam monokultur, karena dalam sistem tanam tumpangsari, petani
memanfaatkan lahan secara optimal.

1. Sistem Tanam Tumpangsari dan Monokultur


Pola tanam merupakan bagian atau subsistem dari sistem budidaya tanaman, maka dari
sistem budidaya tanaman ini dapat dikembangkan satu atau lebih sistem pola tanam. Pada sistem
budidaya tanaman di sawah tadah hujan dapat dilakukan pola tanam tunggal, misalnya jagung
saja. Dapat pula ditanam beberapa macam tanaman seperti seperti kopi arabika dan pisang
barangan dengan sistem tumpangsari. Pola tanam ini diterapkan dengan tujuan memanfaatkan
sumberdaya secara optimal dan untuk menghindari resiko kegagalan. Syarat yang penting dalam
tumpangsari adalah persyaratan tumbuh antara kedua tanaman atau lebih terhadap lahan yang
digunakan, hendaknya mendekatai kesamaan, walaupun seringkali pola tanam ini diterapkan
pada lingkungan yang kurang stabil, misalnya hara, air dan sinar matahari (AAK, 1993).

You might also like