You are on page 1of 4

INFEKSI TOXOPLASMA SEREBRI

Toxoplasmosis ialah penyakit infeksi yang dapat meyerang binatang dan

manusia yang disebabkan oleh sporozoa Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit

intraselluler. Manusia dapat terjangkit penyakit ini biasanya melalui perantara

makanan atau minuman yang terkontaminasi T. gondii seperti meminum susu sapi

segar atau memakan daging yang belum matang sempurna dari hewan yang

terinfeksi atau memakan sayuran yang terkontaminasi atau melalui kontak

langsung dengan feses kucing.

Infeksi akut pada manusia yang memiliki imun yang baik

(immunocompetent) biasanya tidak memiliki gejala (asymptommatic). Sedangkan

individu yang terinfeksi dalam jangka waktu yang lama dan memiliki gangguan

imunitas (AIDS) berisiko untuk mengalami infeksi laten, yang manifestasi

utamanya ialah toxoplasmik ensefalitis atau dikenal juga dengan toxoplasmosis

serebri.

Toxoplasmosis merupakan penyebab terbanyak dari lesi fokal otak pada

penderita AIDS dan biasanya berlokasi pada basal ganglia, meskipun bagian otak

lain ataupun spinal cord dapat pula terkena, selain itu lesi multifokal juga sering

terjadi. Suatu studi kasus RSCM Jakarta pada 2004 – 2006 menuliskan dari 203

kasus infeksi CNS pada penderita AIDS, 35% merupakan infeksi toxoplasma.

Toxoplasmosis pada penderita HIV timbul dalam onset yang subakut dan

mengalami manifestasi seperti perubahan status mental, sakit kepala, dan demam

dengan defisit fokal neurologi. Infeksi yang lebih lanjut memicu kebingungan

(confusion), mengantuk (drowsiness), kejang, hemiparesis, hemianopsia, aphasia,


ataxia, dan cranial nerve palsy. Kelemahan motorik dan gangguan bicara juga

dapat terjadi pada tahapan yang lebih lanjut. Bila tidak diobati dengan tepat maka

pasien dapat jatuh dalam kondisi koma dalam hitungan hari.

Untuk mendiagnosa toxoplasmosis, pemeriksaan serologi dan imaging

(CT, MRI) merupakan pilihan terbanyak yang digunakan. Pada pemeriksaan

serologi, infeksi toxoplasma dideteksi dengan antitoxoplasma antibodi yakni

serum IgG dan IgM. Serum IgG akan meningkat terutama 1 – 2 bulan dari infeksi

pertama dan akan terdeteksi seumur hidup penderita. Namun antibodi ini sendiri

tidak dapat digunakan sebagai diagnostik tunggal karena dapat terjadi false

negative. Sedangkan pada pemeriksaan imaging, baik CT maupun MRI

menghasilkan gambaran tanda target asimetrik dengan sebuah cincin. Namun

MRI lebih dipilh untuk mendiagnosa dan memonitor respon terapi karena lebih

sensitif untuk mendeteksi multiple lesi.

Pemeriksaan patologi dari spesimen biopsi otak merupakan diagnosa

definitif pada pederita toxoplasma serebri. Namun hal ini tidak rutin dilakukan

karena pemeriksaan lain seperti serologi dan imaging dirasa cukup untuk

membuat diagnosa presumptive. Biopsi otak sangat sensitif tetapi berisiko

perdarahan, merusak jaringan sekitar, dan menyebarkan infeksi. Sehingga biopsi

hanya direkomendasikan bila diagnosis meragukan atau pasien tidak berespon

atau memburuk terhadap pengobatan empirik.

Terapi lini pertama pada toxoplasmosis akut pada pasien HIV ialah

pyrimethamine dan sulfadiazine, tetapi kombinasi keduanya menyebabkan

terhambatnya sintesis asam folat, karenanya ditambahkan leucovorin untuk

mencegah komplikasi hematologi. Sulfadiazine memiliki efek samping seperti


ruam kulit hingga nefropati. Pada kondisi kritis, pasien yang tidak dapat

menerima obat secara oral dapat diberikan trimethoprim (TMP) 10 mg/kg/hr dan

sulfamethoxazole (SMX) 50 mg/kg/hr.

Infeksi akut diterapi minimal selama 3 minggu dan ditoleransi dalam 6

minggu. Pada pasien yang tidak respon terhadap pengobatan dalam 10 – 14 hari,

atau menunjukkan penurunan klinis dalam 3 hari pengobatan, dianjurkan untuk

melakukan biopsi untuk menyingkirkan kemungknan limfoma.

Pengobatan dengan antiretroviral, kortikosteroid, dexamethasone,

antikovulsan merupakan terapi yang tidak rutin tetapi tergantung pada kebijakan

dari dokter dan diskusi dengan pasien untuk mencegah gejala yang mungkin

muncul.

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan skrining antitoxoplasma

IgG antibodi terutama pada pasien yang telah terdiagnosa HIV. Selain itu menjaga

kebersihan seperti mencuci tangan setelah mencuci atau memasak daging mentah,

juga mencuci buah dan sayuran sebelum dikonsumsi juga memasak daging hingga

matang perlu dilakukan. Pada pasien penderita HIV perlu diedukasi untuk

menerima profilaksis primer dan sekunder dengan meminum TMP-SMX.

Profilaksis primer dilakukan pada pasien HIV dengan CD4+ yang kurang dari 100

sel/µL.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sri Wahyuni (2013) 'Toxoplasmosis dalam Kehamilan', BALABA, 9(01),

pp. 27-32.

2. Deepak Madi, Basavaprabhu Achappa, Satish Rao, John T. Ramapuram,

and Soundarya Mahalingam (2012) 'Successful Treatment of Cerebral

Toxoplasmosis with Clindamycin: A Case Report', Oman Medical, 27(5),

pp. 411-412 [Online]. Available at:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3472581/ (Accessed: 14th

July 2014).

3. Alain Lekoubou, Rodrigue Njouoguep, Callixte Kuate and André Pascal

Kengne (2010) 'Cerebral toxoplasmosis in Acquired Immunodeficiency

Syndrome (AIDS) patients also provides unifying pathophysiologic

hypotheses for Holmes tremor', BMC Neurology, 10(37), pp. 1471-2377

[Online]. Available at: http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1471-

2377-10-37.pdf (Accessed: 14th July 2014).

4. Rohana Naqi, Muhammad Azeemuddin, Humera Ahsan (2010) 'Cerebral

toxoplasmosis in a patient with acquired immunodeficiency syndrome',

60(4), pp. 316-318.

5. Ropper Allan H., Brown Robert H. (2005) ‘Adams and Victor’s Principles

of Neurology Eight Edition’, pp. 623-624

You might also like