Professional Documents
Culture Documents
Perkembangan teknologi dunia yang melesat akibat Revolusi Industri abad 18 sedikit banyak
mempengaruhi budaya yang ada di dunia saat itu. Penggantian tenaga kerja manusia dengan
mesin-mesin industri besar, menyebabkan PHK dimana-mana. Namun demikian, dunia kerja
saat itu tetap membutuhkan pekerja manusia. Bukan lagi sebagai pekerja yang menggunakan
tenaga kasar, akan tetapi diperlukanlah tenaga-tenaga terdidik yang berfungsi sebagai
operator mesin industri.
Pengaruh ini tidak hanya dirasakan di Inggris, tetapi juga oleh Belanda terutama di Indonesia.
Pengaruh yang pertama dari revolusi industri di Indonesia adalah diberlakukannya tanam
paksa. Hal ini karena industri-industri di Eropa memerlukan bahan baku yang lebih banyak
akibat digantinya tenaga buruh dengan mesin Industri. Karenanya dengan diberlakukannya
tanam paksa, maka akan meningkatkan kas Belanda dari hasil penjualan ekspor tanaman
Industri yang ditanam oleh rakyat Indonesia.
Tidak hanya STOVIA saja yang didirikan oleh Pemerintah Kolonial, selain itu mereka juga
mendirikan berbagai macam sekolah sebagai ‘Politik Balas Budi’. Walaupun demikian, hal
ini tidak sepenuhnya balas budi melainkan sebagai pemenuhan kebutuhan akan pekerja
terdidik yang dibayar murah. Maka dimana-mana didirikan sekolah oleh Belanda dengan
harapan lahirnya generasi pekerja terdidik yang dibayar murah.
Namun harapan Belanda tidak sepenuhnya tercapai. Hasil dari politik etis ini justru
melahirkan generasi terdidik yang berempati dengan kondisi bangsanya seperti : RA Kartini,
Dewi Sartika, HOS Tjokroaminoto, Agus Salim, Soetomo, Soewardi Soerjaningrat, Dr Tjipto
Mangunkusumo dan lain-lain.
Penderitaan rakyat yang sangat berat dan pendidikan yang mereka peroleh telah membukakan
mata para pendahulu kita tersebut untuk bangkit memperbaiki nasib bangsa dan bisa mandiri
mengatur negara sendiri. Tujuan pergerakan para pejuang bangsa ini, bermuara pada satu
kata. MERDEKA!
Yang membedakan perlawanan para pejuang di awal abad 20 jika dibanding dengan
pergerakan sebelumnya adalah bahwa perjuangan yang sekarang lebih terorganisasi dengan
baik dan memiliki visi dan misi yang terkonsep secara jelas yaitu INDONESIA MERDEKA.
Karenanya pada tanggal 20 Mei 1908, beranjak dari keprihatinan kaum terdidik di STOVIA
terhadap penderitaan rakyat Indonesia, maka didirikanlah sebuah organisasi yang diberi nama
Boedi Oetomo.
Organisasi yang hari lahirnya di jadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional ini memang
hanya diperuntukkan bagi priyayi Jawa saja. Namun demikian organisasi yang didirikan oleh
dokter Soetomo ini telah memberikan inspirasi bagi lahirnya organisasi-organisasi yang
memperjuangkan INDONESIA MERDEKA lainnya.
Tidak lama setelah Boedi Oetomo didirikan di STOVIA, para pelajar Indonesia di Belanda
mendirikan Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) oleh Sutan Kasayangan Soripada.
Organisasi Pelajar inilah yang 20 tahun kemudian berperan penting dalam pelaksanaan
Kongress Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda.
Organisasi lain yang berdiri adalah Sarekat Dagang Islam pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh
H Samanhudi di Surakarta. Merupakan organisasi pedagang batik Laweyan Solo yang
menentang politik Belanda yang mengizinkan masuknya pedagang asing untuk menguasai
ekonomi rakyat pada masa itu. Pada tahun 1912 atas prakarsa ketuanya yang baru, yaitu HOS
Tjokroaminoto nama Sarekat Dagang Islam diganti menjadi Sarekat Islam saja.
Sementara partai politik yang didirikan pertama kali oleh anak bangsa Indonesia adalah
Indishche Partij oleh Tjipto Mangunkusumo, Douwes Dekker dan Soewardi Soerjaningrat
pada 25 Desember 1912. Tentu saja ini bagi pemerintah kolonial partai merupakan organisasi
terlarang karena secara frontal menuntut kemerdekaan Indonesia.
Tentu yang tidak boleh kita lupakan adalah peran serta lembaga-lembaga pendidikan yang
didirikan oleh RA Kartini, Dewi Sartika dan Taman Siswanya Ki Hajar Dewantara. Semua itu
juga memberikan sumbangan besar bagi bangkitnya Bangsa Indonesia untuk merdeka.
Setiap zaman ada tokohnya. Tentu visi INDONESIA MERDEKA tidak tepat kita pakai
sekarang karena tantangannya sudah berbeda. Akan tetapi kiprah para pendahulu merupakan
inspirasi yang tidak pernah kering untuk dijadikan teladan.
Peristiwa sejarah Soempah Pemoeda atau Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan dari
Pemuda-Pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa.
Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan dari Kerapatan
Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap tahunnya
diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.
Kongres Pemuda II dilaksanakan tiga sesi di tiga tempat berbeda oleh organisasi
Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan pelajar dari seluruh
wilayah Indonesia. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan
yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond,
Jong Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda tiong hoa seperti Kwee Thiam Hong, John
Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie.
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar
Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Indonesia.
Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga
kali rapat.
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB),
Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI Sugondo
Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari
para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan
hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat
persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah
pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, berpendapat
bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara
pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario
menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan
Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.
Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang
dibutuhkan dalam perjuangan.
Peserta :
• Ramelan • Joesoepadi
• Amir (Dienaren van Indie) • Soekowati (Volksraad)
• Saerun (Keng Po) • Jos Masdani
• Anta Permana • Soemanang
• Sahardjo • Kadir
• Anwari • Soemarto
• Sarbini • Karto Menggolo
• Arnold Manonutu • Soenario (PAPI & INPO)
• Sarmidi Mangunsarkoro • Kasman Singodimedjo
• Assaat • Soerjadi
• Sartono • Koentjoro Poerbopranoto
• Bahder Djohan • Soewadji Prawirohardjo
• S.M. Kartosoewirjo • Martakusuma
• Dali • Soewirjo
• Setiawan • Masmoen Rasid
• Darsa • Soeworo
• Sigit (Indonesische Studieclub) • Mohammad Ali Hanafiah
• Dien Pantouw • Suhara
• Siti Sundari • Mohammad Nazif
• Djuanda • Sujono (Volksraad)
• Sjahpuddin Latif • Mohammad Roem
• Dr.Pijper • Sulaeman
• Sjahrial (Adviseur voor inlandsch • Mohammad Tabrani
Zaken) • Suwarni
• Emma Puradiredja • Mohammad Tamzil
• Soejono Djoenoed Poeponegoro • Tjahija
• Halim • Muhidin (Pasundan)
• R.M. Djoko Marsaid • Van der Plaas (Pemerintah Belanda)
• Hamami • Mukarno
• Soekamto • Wilopo
• Jo Tumbuhan • Muwardi
• Soekmono
• Wage Rudolf Soepratman
• Nona Tumbel
Rumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr.
Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah
tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh
Yamin
Isi Dari Sumpah Pemuda Hasil Kongres Pemuda Kedua adalah sebagai berikut :
PERTAMA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe,
Tanah Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu,
Tanah Indonesia).
KEDOEA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa
Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa
Indonesia).
KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa
Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa
Indonesia).
Dalam peristiwa sumpah pemuda yang bersejarah tersebut diperdengarkan lagu kebangsaan
Indonesia untuk yang pertama kali yang diciptakan oleh W.R. Soepratman. Lagu Indonesia
Raya dipublikasikan pertama kali pada tahun 1928 pada media cetak surat kabar Sin Po
dengan mencantumkan teks yang menegaskan bahwa lagu itu adalah lagu kebangsaan. Lagu
itu sempat dilarang oleh pemerintah kolonial hindia belanda, namun para pemuda tetap terus
menyanyikannya.
Apabila kita ingin mengetahui lebih lanjut mengenai banyak hal tentang Sumpah Pemuda kita
bisa menunjungi Museum Sumpah Pemuda yang berada di Gedung Sekretariat PPI Jl.
Kramat Raya 106 Jakarta Pusat. Museum ini memiliki koleksi utama seperti biola asli milik
Wage Rudolf Supratman yang menciptakan lagu kebangsaan Indonesia Raya serta foto-foto
bersejarah peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 yang menjadi tonggak sejarah
pergerakan pemuda-pemudi Indonesia.