You are on page 1of 6

1.

ASFIKSIA NEONATORUM
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nepas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 didalam darah rendah
(hipoksemia), hiperkarbia (PaCO2 meningkat) dan asidosis.
Merupakan penyebab kematian paling tinggi.

- Kejadian : sekitar 25,2% bayi baru lahir menderita asfiksia di RS provinsi di Indonesia
(jawa barat)
- Angka kematian sekitar 41,94% di RS pusat rujukan provinsi.
- Penyebab asfiksia dapat berasal dari factor ibu, janin dan plasenta
- Asfiksia perinatal dapat terjadi selama antepartum, intrapartum maupun postpartum.

1.1 LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF


- Pemeriksaan kehamilan yang berkualitas secara teratur
- Meningkatkan status nutrisi ibu.
- Manajemen persalinan yang baik dan benar.
- Melaksanakan pelayanan neonatal esensial terutama dengan melakukan resusistasi
yang baik dan benar sesuai standart.

1.2 LANGKAH DIAGNOSTIK


1.2.1 Anamnesis
- gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang, ekstraksi vakum,
ekstraksi forsep, dll).
- Lahir tidak bernafas/menangis.
- Air ketuban bercampur mekonium.
1.2.2 Pemeriksaan fisik
- Bayi tidak bernapas atau megap-megap
- Denyut jantung kurang dari 100x/menit
- Kulit sianosis, pucat.
- Tonus otot menurun.
1.2.3 Pemeriksaan penunjang
Laboratorium : analisis gas darah, menunjukkan hasil:
- PaO2 < 50 mmH2O
- PaCO2 > 50 mmH2O
- Ph < 7,30
1.3 TERAPI
1.3.1 Resusitasi (tahapan resusitasi lihat bagan)
Begitu bayi lahir tidak menangis, meka dilakukan langkah awal yang terdiri atas:
 Hangatkan bayi dibawah pemancar panas.
 Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi.
 Isap lender dari mulut kemudian hidung.
 Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung atau
menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan yang kering.
 Reposisi kepala bayi.
 Nilai bayi: usaha, warna kulit dan denyut jantung.
 Bila bayi tidak bernapas lakukan ventilasi tekanan positip (VTP) dengan
memakai balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 kali per
menit.
 Nilai bayi: usaha, warna kulit dan denyut jantung.
 Bila belum bernapas dan denyut jantung < 60x/menit lanjutkan VTP dengan
kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik.
 Nilai bayi: usaha, warna kulit dan denyut jantung.
 Bila denyut jantung < 60x/menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan
kompresi dada.
 Bila denyut jantung > 60x/menit kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan.
 Pemasangan pipa ET bias dilakukan pada setiap tahapan resusitasi.
 Selanjutnya lihat bagan.
1.3.2 Terapi medikamentosa
Epinefrin
Indikasi:
 Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat da kompresi dada belum ada respon.
 Asistolik.
Dosis : 0,1-0,3 ml/kgBB dalam larutan 1: 10.000 (0,01 mg- 0,03 mg/kgBB) cara: iv
atau endotrakeal. Dapat diulangi setiap 3-5 menit bila perlu.

Volume ekspander
Indikasi :
 Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respon dengan resusitasi.
 Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai
adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil lemah dan pada resusitasi tidak
memberikan respon yang adekuat.
Jenis cairan :

 Larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, ringer laktat)


Dosis : dosis awal 10 ml/kgBB i.v pelan selama 10 menit.
 Tranfusi darah golongan darah O negative jika diduga kehilangan darah
banyak.

Bikarbonat
Indikasi:

 Asidosis metabolic, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi.


Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
 Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia
harus disertai dengan pemeriksaan analisi gas darah dan kimiawi.
Dosis : 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (8,4%)
Cara :

- Diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak diberikan secara


intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping :

Pada keadaan hiperosmolaritas, kandungan CO2 dari bikarbonat dapat merusak fungsi
miokardium dan otak.

Naloksan
Naloksan hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan depresi
pernapasan.
Indikasi:

- Depresi pernapasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam
sebelum persalinan.
- Sebelum diberikan naloksan ventilasi harus adekuat dan stabil.
- Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai obat
narkotika sebab akan menyebabkan with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mg/kgBB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
Cara : IV, endotrakeal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c

1.3.3 Bedah
Tidak ada tindakan bedah pada kasus bayi baru lahir dengan asfiksia.
1.3.4 Suportif
 Jaga kehangatan
 Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
 Koreksi gangguan metabolic (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

1.4 PEMANTAUAN (MONITORING)


1.4.1 Terapi
 Resusitasi dinilai berhasil bila telah terjadi pernapasan spontan dan teratur serta
kulit kemerahan.
 Resusitasi dinilai tidak berhasil jika :
Bayi tidak bernapas spontan dan tidak terdengar denyut jatung setelah
dilakukan resuistasi secara efektif selama 10 menit.
1.4.2 Tumbung kembang
- Pada bayi-bayi baru lahir yang mengalami asfiksi berat, setelah pulang dari RS perlu
pemantauan selanjutnya di poliklinik neonatologi selama bulan pertama dan
selanjutnya di Poliklinik tumbuh kembang untuk pemantauan tumbuh kemabnag
selama masih bayi maupun balita.
- Paska perawatan bayi yang mendapatkan terapi ventilasi mekanik terutama yang lebih
dari 2 minggu, rujuk ke dokter mata/RS mata untuk mengetahui ada/tidaknya
komplikasi di retina (retinopathy of premature) dan konsultasi ke Spesialis THT untuk
kemungkinan gangguan pendengaran.
- Bayi-bayi yang gejala sisa neurologis, rujuk ke unit rehabilitasi medis untuk fisioterapi.
1.4.3 Lain-lain
- Paska resusitasi jika bayi baru lahir ada gangguan napas yang membutuhkan ventilasi
mekaik, rujuk ke RS rujukan yang ada fasilitas perawatan intensive (NICU) atau yang
ada fasilitas pemakian ventilator.
- Pemantauan tumbuh kembang lebih lanjut bila fasilitas memungkinkan USG dan
scaning kepala, (porensefali, perdarahan peri/intraventrikel, hidrosefalus).
Hipoksia akut maupun kronik dapat mengakibatkan keluarnya mekonium
intrauterin. Sindrom aspirasi mekonium disebablan aspirasi cairan amnion yang
mengandung mekonium.
Derajat keparahan berkaitan dengan derajat asfiksia dan jumlah mekonium yang
teraspirasi. Mekonium yang teraspirasi juga menyebabkan obstruksi jalan nafas akut,
peningkatan resistensi jalan nafas, atelectasis, dan hiperekspansi yang disebabkan oleh
mekanisme ball-valve. Fase obstruksi diikuti dengan fase inflamasi 12-24 jam sesudahnya
yang mengakibatkan kerusakan lebih lanjut. Aspirasi cairan lain (darah atau cairan amnion)
mengakibatkan kerusakan yang sama tetapi lebih ringan.

You might also like