You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Endofit secara alami merupakan bagian dari tanaman sehat, karena itulah
endofit didefinisikan sebagai mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan
tanaman tanpa menimbulkan efek negatif (Ghimire dan Hyde, 2004; Schulz dan
Boyle, 2006). Meskipun pada perkembangannya saat ini yang dikategorikan
endofit adalah semua mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan tanaman
baik bersifat netral, menguntungkan maupun merugikan (Backman dan Sikora,
2008).
Endofit umumnya berasal dari golongan jamur ataupun bakteri. Sekitar
300.000 spesies tanaman diketahui merupakan inang endofit (Strobel et al.,
2004) dengan berbagai bentuk hubungan seperti simbiosis mutualistik,
komensalistik, dan parasitik (Aly et al, 2011). Dalam satu tanaman bisa
terdapat beberapa spesies bakteri endofit baik gram positif maupun gram negatif
(Kobayashi dan Palumbo, 2000). Sedangkan jamur endofit umumnya memiliki
inang yang spesifik, meskipun ada juga genus-genus seperti Phomopsis, Phoma,
Colletotrichum, dan Phyllosticta memiliki inang yang cukup luas (Aly et al.,
2011).
Isolasi jamur endofit dari berbagai jenis tanaman yang tumbuh mulai
dataran rendah hutan tropik Panama sampai hutan semi kutub (borealis) di
Quebec diperoleh sekitar 1202 isolat jamur endofit (Arnold dan Lutzoni, 2007
dalam Aly et al. 2011) . Endofit dapat berperan sebagai perangsang pertumbuhan
tanaman dan meningkatkan hasil melalui produksi fitohormon dan penyedia hara;
sebagai penetral kontaminan tanah sehingga meningkatkan fitoremidiasi, dan
agensia pengendali hayati.
Ghimire dan Hyde (2004) dalam reviewnya mencatat beberapa fungsi
endofit selain yang tersebut di atas, yaitu: mengurangi infeksi nematoda,
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stress, memproduksi metabolit
sekunder seperti alkaloid, paxilline, lolitrems dan steroid-steroid kelompok
tertraenone. Melalui kemajuan bioteknologi, saat ini endofit dimanfaatkan sebagai
sarana produksi antibiotik untuk keperluan obat dan farmasi, biomasa dan biofuel
serta sarana transgenik gen-gen ketahanan. Zhao et al. (2010) mendaftar sejumlah

1
jamur endofit yang berpotensi menghasilkan senyawa-senyawa antikanker
maupun antimikroba seperti paclitaxel, podophyllotoxin, camptothecine,
vinblastine, hypericin dan diosgenin secara lengkap sehingga sangat bermanfaat
bagi dunia farmasi dan kedokteran. Sementara Aly et al (2011) mencatat sekitar
100 senyawa metabolit dihasilkan oleh endofit yang bermanfaat bagi dunia
farmasi maupun pertanian selama selama kurun 2000-2007, dan meningkat
dengan jumlah yang sama hanya dalam satu tahun (2008-2009).
Meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap tekanan
abiotic, Mekanisme endofit dalam merangsang pertumbuhan tanaman belum
jelas, kecuali beberapa spesies memiliki kemampuan dalam memproduksi
fitohormon seperti etielen, auksin,sitokinin (Bacon dan Hinton 2002) atau
meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap hara (Hallmann et al.,
1997). Kelompok bakteri yang dikenal menghasilkan fitohormon tersebut antara
lain adalah: Pseudomonas, Enterobacter, Staphylococcus, Azotobacter dan
Azospirillum (Lodewyckx et al., 2002). Nassar et al (2005) melaporkan endofit
jagung dari kelompok khamir, Williopsis saturnus mampu menghasilkan hormon
perangsang pertumbuhan tanaman, indole-3-acetic acid (IAA) dan indole-3-
pyruvic acid (IPYA). Bakteri endofit mampu mempertahankan dan meningkatkan
kesuburan tanah melalui penyediaan P dan fiksasi N2 (Sturz et al, 2000.,
Surette et al. 2003, Shishido et al., 1999).
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Apa itu Bakteri Endofit?
2. Bagaimana Proses isolasi Bakteri Endofit?
3. Bagaimana peranan Bakteri Endofit dalam bidang medis?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa itu Bakteri Endofit.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara mengisolasi Bakteri Endofit.
3. Untuk mengetahui peranan Bakteri Endofit dalam bidang medis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Bakteri Endofit

Bakteri endofit merupakan sumber keanekaragaman genetik yang akan dan


dapat diandalkan, dengan sumber berbagai jenis baru yang belum dideskripsikan
(Prasetyo putri & Ines, 2006). Bakteri endofit pertama kali dilaporkan oleh Darnel et
al pada tahun 1904. Sejak itu, definisi mikroba endofit telah disepakati sebuah
mikroba yang hidup di dalam jaringan internal tumbuhan hidup tanpa menyebebkan
efek negatif langsung yang nyata. Sifat mikroba endofit yang tidak berdampak negatif
pada jaringan tumbuhan menunjukkan kemungkinan adanya hubungan simbiosis
mutualisme antara mikroba endofit dan inangnya (Store et al, dalam Strobel & Daisy,
2003).
Mikroorganisme disebut sebagai endofit jika berada dalam tubuh tumbuhan
setidaknya satu bagian dari siklus hidupnya, sehingga mikroorganisme ini tidak
hanya numpang lewat atau menyebabkan penyakit (patogen). Mikroba endofit yang
umum ditemukan adalah berupa bakteri dan jamur namun jamur lebih sering
diisolasikan. Beberapa pihak bahkan berspekulasi bahwa masih dimungkinkan
adanya beberapa jenis bakteri endofit lain, seperti ricketsia, dan archaebacteria.
Karena tumbuh dalam jaringan tanaman, dimana tanaman yang satu tentunya berbeda
dengan tanaman lainnya, maka tempat hidup bakteri sangat unik sifatnya. Bahkan
fisiologi tumbuhan tinggi termasuk yang berasal dari spesies yang sama akan beda di
lingkungan yang berbeda. Karena itu, keanekaragaman bakteri endofit sangatlah
tinggi. Berdasarkan pertimbangan tersebut endofit dapat menjadi sumber berbagai
metabolit sekunder baru yang berpotensi untuk dikembangkan dalam bidang medis,
pertanian, dan industri (Prasetyo putri & Ines, 2006).
Tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa bakteri endofit yang
mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai
akibat koevolusi atau transfer genetik ( genetic recombination) dari tanaman
inangnya ke dalam bakteri endofit sepanjang waktu evolusinya (Tan & Zhou, 2001
dalam Radji, 2005). Sejumlah mikroba endofit telah diisolasi dari bagian dalam
beberapa tanaman pangan, yaitu pada tanaman padi, jagung, sorgum dan tebu (James
dan Olivares, 1996). Ada beberapa bakteri penghasil hormon IAA yang terdapat pada
tanaman tertentu menghasilkan fito hormon yang bermanfaat bagi pertumbuhan

3
tanaman tersebut, (Hoflich, 1995 dalam Aryantha, 2005). Tumbuhan yang telah
diteliti bakteri endofitnya masih sedikit. Oleh karena itu, masih ada banyak
kesempatan untuk menemukan berbagai jenis, taksa endofit baru (Prasetyo putri &
Ines, 2006).
1.2. Phomol
Erythrina crista-galli (Fabaceae) terdistribusi secara luas pada wilayah tropis
dan subtropis di Benua Amerika dan terkenal sebagai tanaman hias di daerah
subtropis. Di Argentina kayu tanaman obat ini digunakan dalam infus atau rebusan
sebagai astringen, narkotik dan penenang. Aktivitas antibakteri dan antiinflamasi
telah dilaporkan untuk tanaman ini. Karena E. crista-galli seperti tanaman lainnya
memiliki jamur endofit, penulis menjadi tertarik pada kemungkinan kontribusi
metabolit jamur terhadap aktivitas farmakologis. Sebagian besar endofit yang
diisolasi sejauh ini dari berbagai jenis E. crista-galli adalah spesies dari genus
Phomopsis, yang mengandung sejumlah besar spesies tanaman inang. Skrining fungi
ini menghasilkan isolasi komponen baru dengan aktivitas antiinflamasi dari
fermentasi Phompopsis sp.E02018. Penulis menggambarkan taksnonomi dari
menghasilkan tegangan/strain, fermentasi, isolasi, aktivitas biologi dan elusidasi
struktur metabolit ini di mana dinamakan phomol.

1.3. Inflamasi
Inflamasi adalah respon biologis kompleks dari jaringan vaskuler atas adanya
bahaya seperti patogen, kerusakan sel, atau iritasi. Ini adalah usaha perlindungan diri
tubuh kita untuk menghilangkan rangsangan penyebab luka dan insiasi proses
penyembuhan jaringan. Jika inflamasi tidak ada, maka luka dan infeksi tidak akan
sembuh dan akan mengalami kerusakan sel yang lebih parah. Namun, inflamasi yang
tidak terkendalikan juga dapat menyebabkan penyakit seperti demam, atherosclerosis
dan reumathoid arthritis (Gard 2001).
Inflamasi dapat dibedakan atas inflamasi akut dan kronis.
1. Inflamasi akut adalah respon awal oleh benda berbahaya dan terus meningkat
sejalan dengan meningkatnya pergerakkan plasma dan leukosit dari darah ke
jaringan luka. Reaksi biokimia berantai yang mempropagasi dan pematangan
respon imun, termasuk sistem vaskular, sistem imun, dan berbagai sel yang ada
pada jaringan luka.
2. Inflamasi kronis merupakan inflamasi yang berkepanjangan, memicu peningkatan
pergantian tipe sel yang ada pada tempat inflamasi dan dicirikan dengan kerusakan
dan penutupan jaringan dari proses inflamasi.

4
Inflamasi merupakan respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau kimiawi yang
merusak sel tubuh. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi seperti
histamine, serotonin, bradykinin dan prostaglandin yang menimbulkan reaksi radang
berupa panas, nyeri, merah, bengkak dan disertai gangguan fungsi.
Radang sendiri dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Inflamasi non-imunologis: tidak melibatkan sistem imun (tidak ada reaksi alergi),
misalnya karena luka, cedera fisik, dan sebagainya.
2. Inflamasi imunologis: melibatkan sistem imun, terjadi reaksi antigen antibody.
Misalnya pada asma.
Kerusakan sel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh pada selaput membrane sel
yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim lisosomal dan asam
arakidonat, selanjutnya dilepaskan dari persenyawaan-persenyawaan terdahulu. Di
membrane sel terdapat phosphatidylcholine dan phosphatidylinositol. Saat terjadi
luka, membran tersebut akan terkena dampaknya juga. Phosphatidylcholine dan
phosphatidylinositol diubah menjadi asam arakidonat. Asam arakidonat selanjutnya
bercabang menjadi dua yaitu jalur siklooksigenasi (COX) dan lipooksigenase. Jalur
siklooksigenasi (COX) dari metabolism arakidonat menghasilkan prostaglandin yang
mempunyai efek pada pembuluh darah, ujung saraf dan pada sel-sel yang terlibat
dalam inflamasi. Itulah sebabknya tubuh kita merasa nyeri apabila terjadi peradangan.
Pada jalur COX ini terbentuk prostaglandin dan thromboxanes, sedangkan pada jalur
lipooksigenase terbentuk leukotriene.
1. Prostaglandin sebagai mediator inflamasi dan nyeri. Juga menyebabkan
vasodilatasi dan edema (pembengkakan).
2. Thromboxane menyebabkan vasokonstriksi dan agregasi (penggumpalan) platelet.
3. Leukotriene menyebabkan vasokontriksi, bronkokonstriksi.
Radang mempunyai 3 peranan penting dalam perlawanan terhadap infeksi:
1. Memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk
meningkatkan performa makrofaga
2. Menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi
3. Mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.
Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit. Kulit lebam, demam dan lain-lain
yang disebabkan karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area infeksi:
1. Pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di daerah
infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan penurunan
tekanan darah terutama pada pembuluh kecil.

5
2. Aktivitas molekul adhesi untuk merekatkan endothelia dengan pembuluh darah
3. Kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivitas molekul adhesim akan
memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endothelium dan masuk ke dalam
jaringan. Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi.

1.4. Antiinflamasi

Antiinflamasi adalah obat yang dapat menghilangkan radang yang disebabkan


bukan karena mikroorganisme (non-infeksi), namun yang timbul sebagai respon
cedera jaringan dan infeksi. Agen-agen anti-inflamasi mempunyai khasiat tambahan
seperti meredakan rasa nyeri (analgesic) dan penurunan panas (antipiretik). Setelah
dilakukan riset untuk obat yang mempunyai efektivitas baik dan efek samping
minimal, maka dikenalkan obat-obat Anti-inflamasi Non Steroid atau NSAID (Non
Steroidal Antiinflamatory Drug) yang mempunyai efek-efek anti-inflamsi kuat.
NSAID memiliki khasiat analgesik (Pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan
anti-inflamasi (anti radang). Istilah non-steroid digunakan untuk membedakan jenis
obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan
tergolong obat-obatan jenis narkotika.

1.5. Material dan Metode

1.5.1. Memproduksi Organisme


Strain Phomopsis sp. E02018 diisolasi dari ranting mati Erythrina crista-galli.
Bahan tanaman dikumpulkan di Boraso Stream-Delta del Parana, Argentina. Tiga
tahap perlakuan dengan etanol, sodium hipoklorida, etanol digunakan untuk isolasi
fungi endofit. Phomopsis sp. E02018 menunjukkan semua sifat dari genus, spesies,
namun tidak dapat ditentukan dengan tegas. Strain menunjukkan conidiomata
pycnidial gelap, di mana diproduksi - dan - conidia. -conidia adalah hialin,
nonseptat dan elliptic, sementara yang paling utama pada - conidia adalah hialin,
nonseptat, filiform dan melengkung. Kultur Mycelial disimpan di dalam kumpulan
kultur pada LB Biotechnologie, Universitat Kaiserslautern.
1.5.2. Fermentasi
Fermentasi dilakukan dengan 1 liter medium KGA yang tersusun dari:
 Kentang tumbuk kering (dried mashed potatoes) 0.4%
 Glukosa 2%
 pH 5.5
 Tambahkan media padat agar 1.5%

6
Fermentasi dilakukan di labu erlemeyer pada temperatur kamar pada alat rotary
shaker (120 rpm). 5 ~ 10 pieces miselium/mycelium dari petri dish yang baik
digunakan sebagai inoculum. Selama fermentasi 50 sample diambil dan sari kultru
dipisahkan dengan filtrasi. Sari kultur diekstraksi dengan Etil Asetat, fase kering
organic dengan Na2SO4, dipekatkan di dalam vacuo dan residu dilarutkan dalam
Metanol dengan konsentrasi 10mg/ml. Kandungan phomol (1) ditentukan dengan
analisis HPLC pada sample 25 µm(Merck Li Chrospher ® 100 RP 18,5 µm; kolom
125x4 mm, kecepatan: 1.5 ml/menit, gradian: H2O-metanol 0 – 70% dalam 20 menit,
70 – 100% dalam 30 menit; Rt phomol (1) = 23,9 menit.
1.6. Isolasi Komponen
Miselia dipisahkan dari kultur fermentasi setelah 39 hari. Cairan kultur
diekstraksi dengan etilasetat dengan volume yang sama. Fase organic dikeringkan
dengan Na2SO4 dan dipekatkan di dalam vacuo. Ekstrak kasar (282 mg) diaplikasikan
pada kolom silica gel (10 x 2,5 cm) (Merck 60, 0.063 ~ 0.2 mm). Produk yang subur
(enriched product) (112,1 mg) diperoleh setelah elusi dengan 100% etil asetat.
Preparatif HPLC (Merck Lichrosorb, RP 18, 7 µm, kolom 250 x 25 mm, kecepatan
7,5 ml/menit; gradian: H2O-metanol 0 – 70% dalam 40 menit, 70 – 100% dalam 60
menit) menghasilkan 22 mg phomol (1) (Rt = 57,87 menit).
1.6.1. Hasil pengukuran phomol menggunakan instrument
Phomol dihasilkan sebagai minyak tidaak berwarna. []D + 37o (c 0.5 dalam CHCl3).
IR (KBr) 3420. 2960, 2930, 1710, 1270, 1230, 1150, 1100 dan 750 cm-1.
H NMR pada 500 MHz dalam CDCl3 (δ, mult., J dalam Hx) 6,60, dd. 7.6 dan 15,7. 5-
H; 5.34, ddd, 2,8, 8,6 dan 10,3, 9-H; 4,90 dd, 1,7 dan 10,3, 8-H; 4,58, m 7-H; 3,96, m,
4-H; 3,95, m, 3-H; 2,62, d, 12,8, 2-Ha; 2,43, m, 4’-H; 2,29, dd, 11.0 dan 12,8, 2-Hb;
1,86, s, 7’-H; 1,55, m, 10-H; 1,45, M, 10-Hb; 1,44, m, 5’-Ha; 1.36, m, 5’-Hb; 1,26,
m, 11-H2, 12-H2 dan 13-H2, 1,01, d, 6,6, 8’-H3; 0.87, t, 7.3, 6’-H3; 0.85, t, 7.0, 14-
H3.
C NMR pada 125 MHz dalam CDCl3 (δ) 171,4 C-1, 167.0 C-1’, 15-.0 C-3’. 132.6 C-
6, 125,8 C-2’, 124,6 C-5, 79,4 C-4, 74.2 C-8, 72.6 C-3, 70.2 C-7, 68.1 C-9, 39.9 C-2,
35.0 C-4’, 31.4 C-13, 31.0 C-10, 29.5 C-5’, 23.8 C-11, 22.3 C-12, 19.5 C-8’, 13.9 C-
14, 12.6 C-7’, 11.9 C-6’.
HRFABMS [M+H]+ m/z 4132544 (diperlukan untuk C22H37O7, 413,2539).

7
Gambar 1. Struktur Phomol (1)
1.6.2. Uji Biologi
Aktivitas antibiotik ditentukan dalam urutan larutan seperti yang telah
dijelaskan. Penghambatan pertumbuhan bibit Setaria italic dan Lepidium sativum
diuji seperti yang dijelaskan oleh ANKE et al.
Aktivitas sitotoksik diuji seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dengan sedikit
modifikasi. L1210 (ATCC CCl 219) dan sel Colo-320 (DSMZ ACC144) tumbuh di
dalam media RPMI 1640 (GIBCO, BRL), MDA-MB-231 (ATCC HTB26) sel dalam
D-MEM (BIGCO, BRL) dilengkapi dengan 10% serum betis jantan (Fetal Calf
serum/FCS) (GIBCO, BRL), 65 µg/ml Penisilin G dan 100 µg/ml streptomisin sulfat.
Pengujian di dalam media 1x105 sel/ml.
Laporan Uji Gen: STAT1/STAT2 transduksi signal dependent diuji dalam sel HeLa-
S3 (ATCC CCL2.2). Laporan plasmid pGE3-GAS/ISRE berisi 5 duplikat GAS/ISRE
consensus oligonukleotida segera di hulu promotor timidin kinase yang digerakkan
SEAP gen reporter. TNF- menggerakkan lusiferasi reporter plasmid pJR-TNF-pro
diuji dalam sel Jurkat (ATCC TIB 152) seperti yang dijelaskan oleh WIEDLER et al.
Uji menggunakan NF-KB menggerakan lusiferase reporter plasmid pNFKB-Luc
vector. Setelah elektroporasi sel dibibitkan dalam plate 24 lubang (5 x 107) ~ 1 x 108
sel/ml dalam OPTIMEM mengandung `0% FCS). Aktifitas lusiferase ditentukan 24
jam setelah transfeksi menggunakan sistem pengujian Luciferase (Promega,
Mannheim) menurut pembuat instruksi dengan luminometer.
Edema/pembengkakan pada telinga tikus diinduksi dengan TPA menurut Carlson et
al dan De Young et al. Menggunakan Tikus Jantan (25~30 gram). Hewan percobaan
dipelihara dengan kondisi lingkungan standar (25±1oC, dengan siklus
penerangan/gelap selama 12 jam) dengan akses bebas pada standar diet komersil dan
air ad libitum. Setiap kelompok menggunakan 12 hewan perbocaan. Telinga sebelah
kanan menerima 2,5 µg `1-O-tetradekanoylphorbol-13-acetate (TPA) secara topical
sebagai 0.125 µg/µl larutan aseton (10 µl setiap sisi telinga). Senyawa 1 dilarutkan
dalam aseton, diaplikasikan secara topical langsung setelah TPA pada dosis

8
1mg/telinga. Telinga sebelah kiri, menggunakan control, menerima hanya perantara.
Indometasin, inhibitor sintesis prostaglandin, digunakan sebagai obat referensi
(0.5mg/telinga). Setelah 4 jam, hewan dibunuh dengan cara dislokasi servik. Disk
dengan diameter 6mm dipindahkan dari setiap telinga dan ditumbang untuk
ditentukan. Pembengkakan diukur sebagai perbedaan dalam berat antara lubang-
lubang dari telinga kanan ke kiri. Hasilnya sebagai ±SEM. Perbedaan antara control
dan kelompok yang diobati diuji untuk penggunaan signifikaan dengan menggunakan
analisis satu arah dari variasi (ANOVA) dan diikuti dengan uji Dunnett’s.

9
BAB III

HASIL DAN KESIMPULAN

Fermentasi Phomopsis sp. E02018 dilakukan dalam medium KGA seperti


yang dijelaskan pada bagian percobaan. Fermentasi dihentikan setelah 39 hari ketika
glukosa bebas habis. Komponen aktif diisolasi oleh fraksinasi seperti yang dijelaskan
di atas, dan dikarakteristik oleh spektroskopi NMR dan mass spektrometri. Di dalam
spectra LCMS diperoleh dengan APCI, ion m/z 413 diperoleh pada mode positif dan
411 mode negative, menunjukkan bahwa berat molekul phomo (1) adalah 412. Hal
ini dikonfirmasi oleh HRFABMS, di mana selain disarankan bahwa komposisi dari
senyawa adalah C22H36O7. Pengujian spektrum ID NMR menetapkan ini, sebagai
Carbon 22 dan signal mengintegrasi untuk 33 proton ditemukan.
Struktur ditentukan oleh pengujian 2D NMR. Pemutaran sistem proton terbentang
dari 2-H2 sepanjang jalan menuju 14-H3 ditunjukkan dalam spectrum COSY,
walaupun beberapa konstanta agak kecil pada beberapa jarak. 7-H sebagai contohnya
memberikan sangat sedikit 1H-1H konstanta pada 6-H dan 8-H dan untuk
pengecualian kemungkinan kelompok yang terprotonisasi disisipkan di antara C-6
dan C-7 atau C-7 dan C-8, korelasi HMBC dalam bagian ini diselidiki. 5-H dan 6-H
memberikan korelasi HMBC pada C-7, 7-H memberikan korelasi HMBC pada C-7,
C-9 dan C-10. Sebagai tambahan, 8-H memberikan korelasi HMBC pada C-1,
menunjukkan bahwa 8-OH terasilasi dan ini diduung oleh pergeseran kimia pada 8-H
(4,90 ppm). Sifat kelompok asil ini jelas dari korelasi HMBC dari 7’-H3 ke C-1’, C-
2’ / C-3’, sama seperti korelasi COSY/HMBC dalam bagian dari rantai cabang yang
lainnya. Konfigurasi C-2’/C-3’ ikatan rangkap ditunjukkan menjadi Z oleh korelasi
NOESY antara 7’-H3 dan 4’-H dan kekurangan dari korelasi NOESY antara 7’-H3
dan 3’-H. 9’H seperti yang diharapkan, memberikan korelasi pada C-7, C-8, C-10 dan
C-11, tetapi juga pada C-1. Pergeseran kimia untuk 9-H/C-9 (5,34/68,1 ppm)
menyarankan bahwa C-9 terasiloksilasi dan juga 2-H2 korelasi pada C-1 ini sudah
jelas bahwa Phomol (1) mengandung tidak kurang dari 6 stereosentra dan meskipun
upaya untuk menentukan konfigurasi relatif senyawa dengan percobaan NOESY,
konfigurasi C-4 tidak mungkin ditentukan. Struktur 1 (gambar 1) diberikan tanpa
adanya rincian stereo kimia.
Sifat Biologi

10
Phomol (1) menunjukkan aktivitas pada model/sampel telinga tikus (tabel 1), tetapi
pada 50µl/ml tidak menunjukkan aktivitas pada setiap laporan 3 uji gen (data tidak
ditunjukkan).

Tabel 1. Aktivitas antiinflamasi topical dari 1 dalam TPA menginduksi edema telinga
tikus

11
Komponen aktivitas antibakteri dan antifungi ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel 2. Aktivitas antimikroba dari 1 dalam uji rangkaian larutan yang diencerkan
Perkembangbiakan sel dikurangi menjadi 50% antara 20µl/ml (L1210) dan 50µl/ml
(Colo-320, MDA-MB-231). Tidak ada efek fitotoksik ditemukan terhadap Setaria
italica dan Lepidium sativum. Meskipun demikian, penghambatan pertumbuhan
ditemukan pada konsentrasi dimulai dari 330µl/ml.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aly A. H., A. Debbab, and P. Proksch. 2011. Fungal endophytes: unique plant
inhabitants with great promises. Appl Microbiol Biotechnol. 90:1829–1845.

Backman PA, Sikora RA. 2008. Endophytes: an emerging tool for biological control.
Biol Control. 46(1):1-3. doi:10.1016/j.biocontrol.2008.03.009.

Ghimire, S.R., dan Hyde, K.D., 2004, Fungal Endophytes, dalam Varma, A., Abbott,
L., Werner, D., Hampp, R., (Eds.), Plant Surface Microbiology, 281-288,
Springer, Verlin Berlin Heidelberg.

Kobayashi, D.Y. and Palumbo, J.D. 2000. Bacterial Endophytes and Their Effects
on Plants and Uses in Agriculture.Bacon, C.W. and White, J.F. Jr., Eds.,
Marcel Dekker, New York.

Prestyoputri, A dan Ines Atmosukarto. (2006). “Biotrend”. Mikroba Endofit Sumber


Acuan Baru yang Berpotensi. Vol I, No. 2, P.13-15.

Strobel, G., Daisy, B., Castillo, U., dan Harper, J., 2004, Natural Products
from Endophytic Microorganisms, Journal of Natural Products, 67,
257-268.

Sturz A V, Christie BR, and Nowak J. 2000. Bacterial endophytes: Potential role in
developing sustainable systems of crop production. Crit Rev Plant Sci.
19(1):1-30. doi: 10.1080/07352680091139169.

The Journal of Antibiotics, Phomol a New Antiinflammatory Metabolite from an


Endophyte of the Medicinal Plant Erythrina crista-galli, Weber, Daniela,
Sterner, Olov, Anke, Timm, Gorzalczancy, Susanna, Martino, Virginia and
Acevedo, Christina, Institute of Biotechnology and Drug Research, Erwin –
Schrodinger-Str. 56, D-67663 Kaiserslautern, Germany, Division of Organic
Chemistry 2, Chemical Center, Univerity of Lund, S-22100 Lund, Sweden,
(Received for publication June 15, 2004) yang diunduh dari
https://www.jstage.jst.go.jp/article/antibiotics1968/57/9/57_9_559/_pdf/-
char/ja.

13

You might also like