You are on page 1of 7

DAMPAK PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP

SELF REGULATED LEARNING SISWA SMP

Boby Engga Putra Damara1 Saleh Haji2


Universitas Bengkulu
Email: bobbyengga32@gmail.com1 salehhaji@unib.ac.id2

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui keterkaitan dari pendidikan matematika
realistik (PMR) terhadap self regulated learning. Penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian yang digunakan adalah kepustakaan (library
research), data diperoleh dari berbagai sumber yang berhubungan dengan hal-hal yang
diteliti berupa buku dan literatur-literatur atau hasil-hasil penelitian maupun tulisan-tulisan
yang berkaitan dengan penelitian ini baik itu jurnal nasional maupun jurnal internasional.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran matematika realistik
dapat berdampak pada self regulated learning siswa. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut,
guru sebaiknya mengetahui dan menguasai berbagai cara membelajarkan siswa dengan
pendekatan pembelajaran matematika realistik yang dapat digunakan untuk membangun self
regulated learning siswa pada pembelajaran matematika.

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Self Regulated Learning

Pendahuluan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulai, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan adalah kegiatan yang
dilakukan secara sengaja dan sistematis dengan tujuan menggali dan mengembangkan
potensi-potensi dalam diri manusia, melalui pendidikan diharapkan terjadi peningkatan
kualitas sumber daya manusia dalam rangka menyikapi perubahan global yang melanda
dunia. Pendidikan salah satu usaha untuk membentuk dan mengembangkan kemampuan
manusia dengan menggunakan pola pikir untuk mencari jawaban dalam menghadapi masalah
dalam kehidupan.
Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak
permasalahan dan kegiatan dalam hidup yang dapat diselesaikan dengan menggunakan ilmu
matematika seperti menghitung, mengukur dan lain-lain. Matematika merupakan ilmu universal
yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Matematika sebagai suatu bidang ilmu yang
merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis yang unsur-
unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitasan individualitas, serta mempunyai
cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri dan analisis (Uno, 2009: 129). Pendapat
tersebut sejalan dengan Baroody (dalam Mohammed and Waheed, 2011: 277) bahwa matematika
memiliki peranan penting dalam perkembangan berpikir, tantangan yang ada dalam kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta menjadi alat dalam pemecahan masalah. Oleh karena itu, untuk
menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat
sejak dini.
Self regulated learning (SRL) atau kemandirian belajar juga merupakan bagian penting dalam
pembelajaran matematika. Konsep tentang belajar matematika telah berubah dari pemberian suatu
konsep dan prosedur secara pasif dan tidak kontekstual menjadi pembentukkan makna secara aktif
sebagai hasil mengaitkan ide-ide baru pada pemahaman terdahulu. Fokus dalam pendidikan
matematika telah berubah dari muatan matematika menjadi bagaimana siswa belajar matematika
secara efektif (Darma, dkk., 2016: 170). Kemandirian belajar berkaitan dengan belajar mandiri
namun bukanlah belajar sendiri atau memisahkan siswa dari siswa lainnya. Siswa boleh bertanya,
berdiskusi ataupun meminta penjelasan dari orang lain. Kemandirian belajar akan terbentuk dari
proses belajar mandiri (Suhartini, 2016: 64). Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Sagala
dan Maulana (Nanang, 2016: 172), bahwa pembelajaran harus diartikan sebagai suatu proses
interaksi antara siswa, guru, bahan ajar dan lingkungannya, dalam rangka mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah, berpikir secara kreatif, yang dapat meningkatkan kemampuannya
dalam mengkonstruksi pengetahuan baru secara mandiri.
Namun pada kenyataannya dilapangan menunjukkan bahwa kemandirian belajar siswa
masih rendah. Hal tersebut diungkapkan dalam hasil studi Iin Suhartini (2016: 64). Dari hasil
wawancara ditemukan bahwa masih banyak siswa yang belum bisa menjadi pembelajar mandiri,
seperti apabila siswa diminta untuk maju ke depan kelas mengerjakan suatu soal siswa
hanya menunggu teman yang lain untuk mengerjakannya.
Berdasarkan hal tersebut, disimpulkan bahwa tingkat kemandirian belajar matematika siswa
masih rendah. Hal tersebut sejalan dengan hasil studi Nasution, dkk. (2015: 1-17) dan Lubis, dkk.
(2015: 98-110) bahwa kemandirian belajar yang saat ini sangat diperlukan oleh siswa dalam
proses pembelajaran belum terisolasi dan berkembang , mereka masih menganggap bahwa guru satu-
satunya sumber informasi. Padahal kemandirian yang sebenarnya dimaksudkan agar siswa dalam
proses pembelajaran di kelas tidak hanya tergantung pada faktor guru dan teman untuk dapat
menyelesaikan permasalahannya, akan tetapi lebih kepada kemampuannya sendiri dalam
mendiagnosis kebutuhan dalam belajarnya.
Hal tersebut sejalan dengan hasil studi yang dikutip oleh Lubis, dkk. (2015: 98-110) bahwa
hasil studi tahun 2000, Education Commission 2000 (dalam Cheng, 2011 : 1) “ One of the most
important in Hongkong is to promote student ability and learning to learn. In order to achieve this
aim, teachers need to teach student both knowledge and skills”. Kemampuan belajar mandiri
berkolerasi tinggi dengan keberhasilan belajar siswa. Pentingnya kemandirian belajar dalam
matematika didukung pula oleh hasil studi Pintrich (dalam Cheng, 2011) dengan temuannya antara
lain: individu yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi cenderung belajar lebih baik, mampu
memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu dalam
menyelesaikan tugasnya, mengatur belajar dan waktu secara efisien.
Salah satu alternatif untuk dapat mengatasi permasalahan tentang rendahnya kemampuan
pemecahan masalah siswa dan rendahnya kemandirian belajar siswa kiranya perlu diterapkan
suatu pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematik dan kemandirian belajar siswa. Salah satu pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan
permasalahan di atas adalah pendekatan pendidikan matematika realistik. Suatu ilmu pengetahuan
akan bermakna bagi pembelajar jika proses belajar melibatkan masalah realistik
(Frendenthal,1973 dalam Wijaya, A., 2011: 3).
Realistic Mathematics Education (RME) is learning and teaching theory in mathematics
education which is firstly presented and developed by Freudenthal Institute in Netherland (Lestari,
2017: 92). Teori Pendekatan Matematika Realistik (PMR) atau Realistic Mathematics Education
(RME) pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institute
Freudenthal. Azizah (2015: 3) mengemukakan bahwa “PMR merupakan suatu pendekatan
pembelajaran matematika yang menggunakan masalah-masalah kontekstual (contextual problem),
sehingga guru dapat membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis
dan kreatif serta kemampuan bekerja sama siswa dapat tercapai”. Dengan demikian, pendekatan
matematika realistik adalah salah satu pendekatan yang dapat meningkatkan pemahaman siswa
terhadap matematika. Pada dasarnya pendekatan pendidikan matematika realistik membimbing siswa
untuk “menemukan kembali” konsep-konsep yang pernah ditemukan oleh para ahli matematika atau
hal yang sam sekali belum pernah ditemukan. Dengan pendekatan pendidikan matematika realistik,
materi yang diajarkan dari peristiwa nyata kehidupan sehari-hari.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (liberary research), data
diperoleh dari berbagai sumber yang berhubungan dengan hal-hal yang diteliti, berupa buku dan
literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini baik itu dari jurnal nasional maupun jurnal
internasional.
Semua data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder serta dianalisis secara
kualitatif. Data disajikan secara deskriptif dengan menjelaskan dan mengumpulkan permasalahn-
permasalahan yang terkait dengan judul penelitian. Berdasarkan hasil pembahasan kemudian diambil
kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.

Pembahasan
a. Kemandirian Belajar
Zimmerman (Muhtadi, D & Sukirwan, 2017: 5) menjelaskan bahwa kemandirian belajar (self
regulated learning) merupakan suatu proses pembelajaran dimana peserta didik menggunakan
keterampilan pengaturan diri (self-regulatory), seperti penilaian diri (self-assessing), self-directing,
pengontrolan (controlling) dan penyesuaian (adjusting), dalam rangka untuk memperoleh
pengetahuan. Menurut Lilik, dkk. (dalam Jumaisyaroh, T. dkk., 2014: 158) Kemandirian belajar
adalah suatu keterampilan belajar yang dalam proses belajar individu didorong, dikendalikan, dan
dinilai oleh diri individu itu sendiri. Dengan demikian, kemanirian belajar merupakan suatu proses
untuk memperoleh pengetahuan, dimana individu pembelajar memiliki kemandirian dalam
merencanakan sendiri program belajarnya yang didasarkan pada hasil belajar dan proses sebelumnya,
memilih strategi belajar serta melaksanakan perencanaan yang sudah dibuat, maupun mengontrol
setiap tindakan, sikap, motivasi serta melakukan evaluasi terhadap hasil belajarnya sendiri.
Menurut Sumarmo (Suhartini, 2016: 64) ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur kemandirian belajar yaitu: (1) Inisiatif belajar; (2) Mendiagnosa kebutuhan belajar; (3)
Menetapkan target dan tujuan belajar; (4) Memonitor, mengatur dan mengontrol kemajuan
belajar; (5) Memandang kesulitan sebagai tantangan; (6) Memanfaatkan dan mencari sumber yang
relevan; (7) Memilih dan menerapkan strategi belajar; (8) Mengevaluasi proses dan hasil belajar; (9)
Memiliki self concept atau konsep diri.

b. Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik


Pendekatan realistik merupakan pandangan realistic mathematics education (RME), jadi
secara umum teori dalam RME juga berlaku dalam pendekatan realistik seperti prinsip-prinsip,
karakteristik dan yang lainnya. Kebermaknaan merupakan konsep dasar dari pendekatan
matematika realistik. Realistic Mathematics Education (RME) is learning and teaching theory
in mathematics education which is firstly presented and developed by Freudenthal Institute in
Netherland (Lestari, 2017: 92). Teori Pendekatan Matematika Realistik (PMR) atau Realistic
Mathematics Education (RME) pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada
tahun 1970 oleh Institute Freudenthal. Menurut Hobri dalam Ningsih (2014: 76) “PMR telah
dikembangkan dan diujicobakan oleh Freudenthal selama 33 tahun di Belanda dan terbukti berhasil
merangsang penalaran dan kegiatan berpikir siswa”. Menurut pandangan Freudenthal dalam Marsella
(2014: 10) menjelaskan “supaya matematika mempunyai nilai kemanusiaan (human value), maka
pembelajarannya harus dikaitkan dengan realita atau kenyataan dan dekat dengan pengalaman siswa
serta relevan untuk kehidupan sehari-hari”. Sejalan dengan Freudenthal (Wijaya, 2012: 20)
bahwa proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan (knowledge) yang dipelajari
bermakna bagi siswa.
Surya (2013: 85) berpendapat bahwa, “PMR atau RME menggunakan konteks sebagai titik
awal bagi siswa dalam mengembangkan pengertian matematika dan sekaligus menggunakan
konteks tersebut sebagai sumber aplikasi matematika”. Marsigit (2010: 1) menjelaskan bahwa
“matematika realistik menekankan kepada konstruksi dari konteks benda-benda konkret sebagai titik
awal bagi siswa guna memperoleh konsep matematika”. Menurut Wijaya (2012: 21) menjelaskan
bahwa “dalam pendidikan matematika realistik, permasalahan realistik digunakan sebagai
fondasi dalam membangun konsep matematika atau disebut juga sebagai sumber untuk
pembelajaran (a source for learning)”. Azizah (2015: 3) mengemukakan bahwa “PMR merupakan
suatu pendekatan pembelajaran matematika yang menggunakan masalah-masalah kontekstual
(contextual problem), sehingga guru dapat membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan bekerja sama siswa dapat tercapai”.
Sintaks model pendekatan pembelajaran matematika realistik menurut Arends dalam
Sumaryanta (Maisarah, 2016: 104) yaitu: “(1) Memahami Masalah Kontekstual; (2)
Menyelesaikan masalah kontekstual; (3) Membandingkan dan mendiskusikan jawaban; dan
(4) Menyimpulkan.
Secara umum langkah-langkah pembelajaran matematika reaistik menurut Zulkardi (Abdullah,
dkk., 2012: 193) adalah sebagai berikut:
1. Tahap kegiatan persiapan
Pada tahap ini selain menyiapkan masalah kontekstual, guru harus benar-benar memahami
masalah dan memiliki berbagai macam cara yang mungkin akan ditempuh siswa dalam
menyelesaikannya.
2. Tahap kegiatan utama
Siswa mencoba berbagai cara untuk menyelesaikan masalah sesuai dengan pengalamanya, dapat
dilakukan secara perorangan maupun secara kelompok. Kemudian setiap siswa atau kelompok
mempresentasekan hasil kerjanya di depan kelas dan siswa atau kelompok lain memberi
tanggapan. Guru mengamati jalanya diskusi kelas dan memberi tanggapan sambil
mengarahkan siswa untuk mendapatkan strategi terbaik serta menemukan aturan atau prinsip
yang bersifat lebih umum.
3. Tahap kegiatan pemantapan
Setelah mencapai kesepakatan tentang cara terbaik melalui diskusi kelas, siswa diajak menarik
kesimpulan dari pelajaran saat itu. Pada akhir pelajaran siswa harus mengerjakan soal evaluasi
dalam bentuk matematika formal.

Dengan demikian pendekatan pembelajaran matematika realistik merupakan pendekatan


proses pembelajaran yang bertitik tolak dari konteks real atau nyata dan lingkungan serta
menekankan keterampilan “process of doing mathematics” dengan karakteristik, yaitu: 1)
menggunakan masalah kontekstual, 2) menggunakan model, 3) menggunakan kontribusi siswa, 4)
interaktivitas dan 5) menggunakan keterkaitan.

c. Keterkaitan Self Regulated Learning Siswa terhadap Pendekatan Pembelajaran


Matematika Realistik (PMR)
Matematika merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai
persoalan praktis yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan
individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri dan analisi
(Uno, 2009: 129). Salah satu komponen yang terdapat dalam kurikulum matematika di Indonesia
adalah kemandirian belajar (self regulated learning) yang merupakan bagian dari metakognisi.
Kemandirian belajar siswa perlu ditumbuh kembangkan agar siswa dapat menggunakan matematika
untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam hidupnya. Pengembangan kemandirian
belajar siswa merupakan tuntutan kurikulum agar siswa dapat menghadapi persoalan di dalam kelas
maupun di luar kelas. Seseorang yang memiliki kemandirian belajar akan mampu menyelesaikan
masalah yang terjadi dalam kehidupan. Sejalan dengan hasil penelitian oleh Ni’mah Khairani
Nasution (2016) yang berjudul peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik dan
kemandirian belajar siswa SMPN 2 Padangsidimpuan melalui pembelajaran berlandaskan pendidikan
matematika realistik menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis serta
kemandirian belajar siswa dalam materi geometri lingkaran yang diberi pembelajaran
berlandaskan pendidikan matematika realistik secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan
siswa yang diberi pembelajaran konvensional.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, keterkaitan kemandirian belajar siswa
melalui pendekatan pembelajaran matematika realistik sangat erat kaitannya. Pendekatan
pembelajaran matematika realistik memiliki karekteristik menggunakan masalah kontekstual di mana
siswa diberi masalah matematika yang berdasarkan yang terjadi di dunia nyata, setelah itu siswa
diberi kesempatan untuk memecahkan masalah dengan menggunakan model sebagai alat peraga
kontekstual, dalam menyelesaikan masalah siswa berkontribusi secara mandiri ataupun kelompok,
saat menyelesaikan masalah siswa akan membentuk pengetahuan barunya berdasarkan pengetahuan
yang sudah ada sebelumnya. Hal ini juga berkaitan jika dilihat dari indikator pemecahan masalah
matematis serta kemandirian belajar siswa. Pendekatan pendidikan matematika realistik menuntut
siswa untuk menemukan matematika dengan cara siswa sendiri. Untuk itu diperlukan sikap
kemandirian siswa ketika seorang guru menggunakan pendekatan matematika realistik saat proses
pembelajaran.

d. Penelitian yang Relevan


Beberapa penelitian yang relevan dengan pendekatan pembelajaran matematika realistik
adalah penelitian oleh Ni’mah Khairani Nasution (2016) yang berjudul Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa SMPN 2 Padangsidimpuan melalui
Pembelajaran Berlandaskan Pendidikan Matematika Realistik menunjukkan bahwa Peningkatan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diberi pembelajaran berlandaskan
pendidikan matematika realistik secara signifikan lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi
pembelajaran konvensional, hal ini terlihat dari hasil anakova untuk Fhitung = 16,38 lebih
tinggidaripada Ftabel = 4,01 serta konstanta persamaan regresi untuk kelas eksperimen yaitu 26,607
lebih tinggi daripada kelas kontrol yaitu 19,898 (2) Peningkatan kemandirian belajar siswa yang
diberi pembelajaran berlandaskan pendidikan matematika realistik secara signifikan lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran konvensional, dengan hasil uji Z sebesar
-2,182 dan nilai Asymp sig(2-tailed) adalah 0,029.
Selain itu, penelitian Iin Suhartini (2016) dengan judul Pengaruh Pembelajaran Kontekstual
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa dI MTs
Miftahussalam Medan menunjukkan bahwa (1) pembelajaran kontekstual berpengaruh lebih
signifikan dibandingkan pengaruh pembelajaran konvensonal terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa, (2) pembelajaran kontekstual berpengaruh lebih signifkan dibandingkan
pembelajaran konvensional terhadap kemandirian belajar siswa.
Begitu juga dengan penelitian Dedi Muhtadi dan Sukirwan (2017) dengan judul
Implementasi Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik dan Kemandirian Belajar Peserta Didik menunjukkan
bahwa: 1) Pencapaian dan peningkatan KBKM kelompok PMR lebih baik dari kelompok
Pembelajaran Konvensional dan 2) Pencapaian dan peningkatan kemandirian belajar kelompok PMR
lebih baik dari kelompok Pembelajaran Konvensional.
Siamsih Nurwidayanti (2013) Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan
Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) untuk Siswa Kelas V SD N Malangrejo Ngemplak
Tahun Pelajaran 2011/2012, hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa
kelas V SD Negeri Malangrejo Kecamatan Ngemplak mengalami peningkatan. Hal ini didukung
dengan penggunaan Pendekatan Matematika Realistik yang menekankan 8 aspek dengan
memperhatikan keefektifan jumlah benda yang dianalisis dan waktu untuk pembelajaran.
Peningkatan persentase hasil belajar siswa untuk setiap siklus, yaitu pada siklus I sebesar 65,52%,
dan untuk siklus II sebesar 86,21%. Selain itu hasil rata-rata persentase lembar observasi
keaktifan belajar matematika siswa untuk tiap siklus, yaitu pada siklus I sebesar 42,28% dan untuk
siklus II sebesar 73,57%.
Dengan demikian dari beberapa hasil studi di atas, ditemukan bahwa pendekatan
pembelajaran matematika realistik tersebut menghasilkan kemandirian belajar yang lebih baik dari
pada kemampuan maupun sikap belajar siswa pada pembelajaran biasa.

Kesimpulan
Pembelajaran matematika realistik adanya keterkaitan antara konsep-konsep matematika dan
kemandirian belajar untuk menyelesaikan soal-soal sehari-hari. Dimana dalam kehidupan kita
menemukan beberapa permasalahan dan permasalahan itu harus dipecahkan atau diselesaikan secara
mandiri terlebih dahulu, begitu juga dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan pembahasan dan
penelitian yang relevan, maka dapat disimpulan bahwa pembelajaran matematika realistik memiliki
signifikan ataupun dampak yang kuat untuk membangun kemandirian belajar siswa.
Daftar Pustaka

Ariyadi Wijaya. (2012). Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan


Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Azizah, DIBN. 2015. Pengaruh Pendekatan Scientific Berbasis Realistic Mathematics Education
(RME) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kreativitas Siswa SMP
Muhammadiyah 1 Kartasura. Artikel. Surakarta: FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Darma, Y., Firdaus, M., & Haryadi, R. 2016. Hubungan Kemandirian Belajar Terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Mahasiswa Calon Guru Matematika. Jurnal
Edukasi, Vol. 14, No. 1, Juni 2016, Hal. 169-178.

Kuzle, A. 2013. Patterns of Metacognitive Behavior During Mathematics Problem- Solving in a


Dynamic Geometry Environment. International Electronic Journal of Mathematics Education,
Vol. 8 , No. 1.

Lestari, L. & Edy Surya. 2017. The Effectiveness of Realistic Mathematics Education Approach
on Ability of Students’ Mathematical Concept Understanding. International Journal of
Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR), Vol. 34, No 1, Hal. 91-100. ISSN 2307-
4531.

Lubis, SD., Surya, E, & Minarni, A. 2015. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Berbasis
Masalah. Jurnal Paradikma, Vol. 8, Nomor 3, Desember 2015,Hal. 98-111.

Hasanah, Mar’atun. 2017. Differences in the Abilities of Creative Thinking and Problem Solving of
Students in Mathematics by Using Cooperative Learning and Learning of Problem Solving.
IJSBAR, VoL. 34, No 1,Hal. 286-299.

Muhtadi, D & Sukirwan. 2017. Implementasi Pendidikan Matematika Realistik (Pmr) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik dan Kemandirian Belajar Peserta
Didik. Jurnal Mosharafa, Vol. 6, No. 1, Januari 2017. Hal. 1-12.\

Nanang, A. 2016. Berpikir Kreatif Matematis dan Kemandirian Belajar dalam Pembelajaran
Berbasis Masalah. Jurnal Mimbar Sekolah Dasar, Vol. 3, No. 2, Hal. 171-182.

Nasution, PR., Surya, E., & Syahputra, E.. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif
Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan
Pembelajaran Konvensional di SMPN 4 Padangsidempuan. Jurnal Paradikma, Vol. 8,
Nomor 3, Desember 2015.

NCTM. (2000). Principles and Standars for School Mathematics. Reston, VA: National Council of
Teacchers of Mathematics. Tersedia di: www.4shared.com/office/iCN3JX1s/NC
T_200_Standards.
Nikmatul, dkk. 2014. Keefektifan Pembelajaran Model TAPPS Berbantuan Worksheet terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Lingkaran. Jurnal Penelitian Pendidikan
Matematika dan Sains, Tahun II, No. 1, Juni 2014, Hal. 19-27.

Nissa, Ita Chairun. 2015. Pemecahan Masalah Matematika: Teori dan Contoh Praktik. Mataram:
Duta Pustaka Ilmu.

Noviarni. 2011. Rujukan Filsafat, Teori, dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.

T. Jumaisyaroh1, E.E. Napitupulu, dan Hasratuddin. 2014. Peningkatan Kemampuan Berpikir


Kritis Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Pembelajaran Berbasis
Masalah. Jurnal Kreano, Vol. 5, No. 2 Desember 2014, Hal. 157-169. ISSN : 2086-2334.

Uno, Hamzah B. 2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

You might also like