You are on page 1of 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Dengan bertambahnya usia harapan hidup orang Indonesia, jumlah
manusia lanjut usia di Indonesia akan bertambah banyak pula. Dengan
demikian, masalah penyakit akibat penuaan akan semakin banyak kita hadapi.
Salah satu penyakit yang harus diantisipasi adalah penyakit osteoporosis dan
patah tulang. Pada situasi mendatang, akan terjadi perubahan demografis yang
akan meningkatkan populasi lanjut usia dan meningkatkan terjadinya patah
tulang karena osteoporosis.
Kelainan ini 2-4 klien lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.
Dari seluruh klien, satu antara tiga wanita yang berusia di atas 60 tahun Dan
satu diantara enam pria yang berusia di atas 75 tahun akan mengalami patah
tulang akibat kelainan ini.
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif,
sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-
mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat.
Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan
kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon
dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan,
kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron pada pria). Juga persediaan
vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap kalsium dari
makanan dan memasukkan ke dalam tulang.
Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai
kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan
berkurang secara perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan
mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh,
sehingga terjadilah osteoporosis. Sekitar 80% persen penderita penyakit
osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami

1
penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen
setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.

1.2.Rumusan Masalah
- Apa Pengertian dari Muskulokeletal ?
- Jelaskan Anatomi dan Fisiologi Muskulokeletal ?
- Jelaskan Pengertian dari Osteoporosis ?
- Apa saja etiologi Osteoporosis ?
- Apa saja faktor resiko Osteoporosis ?
- Bagaimana klasifikasi Osteoporosis ?
- Apa saja manifestasi klinik dari Osteoporosis ?
- Apa saja komplikasi yang terjadi pada Osteoporosis ?
- Apa saja pemeriksaan penunjang pada Osteoporosis ?
- Bagaimana patofisiologi osteoporosis ?
- Bagaimana penatalaksanaan pada pasien osteoporosis ?
- Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan Osteoporosis ?

1.3.Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini diharapkan dapat memahami tentang konsep
osteoporosis serta bagaimana proses keperawatan pada penyakit tersebut
dan mampu menerapkannya dalam memberikan pelayanan kesehatan
nyata.
1.3.2. Tujuan Khusus
- Memahami pengertian dari Muskulokeletal
- Mampu menjelaskan Anatomi dan Fisiologi Muskulokeletal
- Memahami pengertian dari Osteoporosis
- Memahami etiologi Osteoporosis
- Mengetahui faktor resiko Osteoporosis
- Mengetahui klasifikasi Osteoporosis
- Mengetahui manifestasi klinik dari Osteoporosis
- Mengetahui komplikasi yang terjadi pada Osteoporosis

2
- Mengetahui pemeriksaan penunjang pada Osteoporosis
- Memahami patofisiologi osteoporosis
- Mengetahui penatalaksanaan pada pasien osteoporosis
- Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan Osteoporosis

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Gangguan Muskuloskeletal pada Lansia


2.1.1. Pengertian Muskulokeletal
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan –
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang di derita. (Nugroho, 2000)
Perubahan normal muskuloskeletal adalah perubahan yang terkait usia
pada lansia termasuk penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan
lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang
lambat, pengurangan kekuatan dan kekakuan sendi - sendi. Adanya
gangguan pada sistem muskuloskeletal dapat mengakibatkan perubahan
otot, hingga fungsinya dapat menurun bila otot pada bagian yang
menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi otot. Didaerah urban,
dilaporkan bahwa keluhan nyeri otot sendi-tulang (gangguan sistem
musculoskeletal) merupakan keluhan terbanyak pada usia lanjut.
Adapun sebab-sebab gangguan muskuloskeletal pada lansia dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Mekanik : penyakit sendi degeneratif (osteoarthritis), stenosis
spinal
b. Metabolik : osteoporosis, myxedema, penyakit paget
c. Berkaitan dengan keganasan : dermatomyositis, neuromiopati
d. Radang : polymyalgia rheumatica, temporal (giant cell) arthritis,
gout
e. Pengaruh obat
Dari sekian banyak jenis gangguan sistem muskuloskelatal, dalam
pembahasan refarat ini akan dibahas lebih lanjut gangguan
Muskuloskeletal pada Lansia : Osteoporosis.

4
2.1.2. Anatomi dan Fisiologi
Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan
dalam pergerakan. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon,
ligament, bursa, dan jaringan - jaringan khususyang menghubungkan
struktur tersebut.
a. Sendi
Sendi adalah pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang - tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita
fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Ada tiga tipe sendi, yaitu :
1) Sendi fibrosa (sinarthroidal), merupakan sendi yang tidak dapat
bergerak. Contohnya ialah perlekatan tulang tibia dan fibula
bagian distal.
2) Sendi kartilaginosa (amphiarthroidal), merupakan sendi yang
sedikit bergerak. Contohnya Simfisis pubis dan sendi-sendi pada
tulang punggung
3) Sendi sinovial (diarthroidal), merupakan sendi yang dapat
bergerak dengan bebas.

b. Jaringan Penyambung
Jaringan yang ditemukan pada sendi dan daerah-daerah yang
berdekatan terutama adalah jaringan penyambung yang tersusun dari
sel-sel dan substansi dasar. Dua macam sel yangditemukan pada
jaringan penyambung adalah sel-sel yang tidak dibuat dan tetap
berada padapada jaringan penyambung seperti pada sel mast, sel
plasma, limfosit, monosit, dan leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini
memegang peranan penting pada reaksi-reaksi imunitas dan
peradangan yang terlihat pada penyakit-penyakit rheumatik. Jenis sel
yang kedua dalam jaringanpenyambung ini adalah sel-sel yang tetap
berada dalam jaringan, seperti kondrosit, fibroblas, danosteoblas. Sel-
sel ini mensintesis berbagai macam serat dan proteoglikan dari
substansi dasar danmembuat tiap jenis jaringan penyambung
memiliki susunan sel yang tersendiri.

5
Serat-serat yang didapatkan di dalam substansi dasar adalah
kolagen dan elastin. Setidaknya terdapat 11 bentuk kolagen yang
dapat diklasifikasikan menurut rantai molekul, lokasi dan fungsinya.
Kolagen dapat dipecahkan oleh kerja kolagenase. Enzim proteolitik
ini membuatmolekul stabil berubah menjadi molekul tidak stabil pada
suhu fisiologik dan selanjutnya dihidrolisis oleh proses lain.
Perubahan sintesis kolagen tulang rawan terjadi pada orang-
orangyang usianya makin lanjut. Peningkatan aktivitas kolagenase
terlihat pada bentuk-bentuk penyakit reumatik yang diperantarai oleh
imunitas seperti pada arthritis reumatoid.
Serat-serat elastin memiliki sifat elastin yang penting. Serat ini
didapat dalam ligamen, dindingpembuluh darah besar dan kulit.
Elastin dipecah-pecah oleh enzim yang disebut elastase.Elastase
dapat menjadi penting pada proses pembentukan arteriosklerosis dan
emfisema. Ada bukti - bukti yang menunjukkan bahwa perubahan
dalam sistem kardiovaskuler karena penuaan,dapat terjadi oleh
karena peningkatan pemecahan serat elastin.
Selain serat-serat, proteoglikan adalah zat penting yang
ditemukan dalam substansi dasar.Proteoglikan adalah molekul besar
terbuat dari rantai polisakarida panjang yang melekat padapusat
polipeptida. Proteoglikan pada tulang rawan sendi berfungsi sebagai
bantalan pada sendisehingga sendi dapat menahan beban-beban fisik
yang berat. Hubungan proteoglikan dan denganproses imunologi
dengan proses peradangan adalah kompleks. Limfokin dapat
menginduksi sel-sel jaringan penyambung untuk memproduksi
proteoglikan baru, menghambat produksi, ataumeningkatkan
pemecahan. Proteoglikan dapat menjadi fokus aksi autoimun pada
gangguans eperti arthritis reumatoid. Pertambahan usia mengubah
proteoglikan di dalam tulang rawan, proteoglikan ini akan kurang
melekat satu dengan lainnya dan berinteraksi dengan kolagen.
Perubahan fungsional dan struktural utama yang menjadi bagian dari
proses penuaan normal menyebabkan perubahan biokimia dari

6
jaringan penyambung dan terjadi terutama pada serat dan
proteoglikan.

2.2.Osteoporosis
2.2.1. Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis adalah kelainan metabolic tulang dimana terdapat
penurunan masa tulang tanpa disertai pada matriks tulang. (Chairuddin
Rasjad)
Osteoporosis adalah kelainan di mana terjadi penurunan massa tulang
total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis normal,
kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang
sehingga mengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah, tulang menjadi mudah
fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang
normal. (Brunner & Suddarth, 2000).
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang kronik dan
progresif, yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan
struktural jaringan tulang, yang dapat mengakibatkan kerapuhan tulang.
(Sharon L. Lewis, 2007)
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/
matriks/ massa tulang, peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses
mineralisasi deisertai dengan kerusakakn arsitektur mikro jaringan tulang
yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang
menjadi mudah patah.

2.2.2. Etiologi Osteoporosis


Osteoporosis ( Sekunder dan Fraktur Osteoporotic ) disebabkan
oleh glukokortikoid yang mengganggu absorbsi kalsium di usus dan
peningkatan ekstraksi kalsium lewat ginjal sehingga akan menyebabkan
hipokalsemia, hiperparatiroidisme sekunder dan peningkatan kerja
osteoklas. Terhadap osteoblas glukokortikoid akan menghambat kerjanya,
sehingga formasi tulang menurun. Dengan adanya peningkatan resorpsi

7
tulang oleh osteoklas dan penuruna formasi tulang oleh osteoblas, maka
akan terjadi osteoporosis yang progresif. (Sudoyo Aru)

2.2.3. Faktor Resiko Osteoporosis


Faktor-faktor resiko terjadinya Osteoporosis adalah :
1. Usia, sering terjadi pada usia lanjut
2. Ras, Kulit putih mempunyai resiko paling tinggi
3. Genetik atau faktor keturunan
 Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
 Seks (wanita > pria)
 Riwayat keluarga
4. Adanya kerangka tubuh yang lemah dan skoliosis vertebra. Terutama
terjadi pada wanita umur 50-60 tahun dengan densitas tulang yang
rendah dan diatas usia 70 tahun dengan BMI rendah.
5. Aktivitas fisik yang kurang
6. Menopause dini ( menopause yang terjadi pada umur 46 tahun )
7. Gizi ( kekurangan protein dan kalsium dalam masa kanak-kanak dan
remaja )
8. Hormonal yaitu kadar esterogen plasma yang kurang
9. Obat misalnya kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin
10. Kerusakan tulang akibat kelelahan fisik
11. Merokok, alcohol
12. Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin,
gangguan penglihatan).

2.2.4. Klasifikasi Osteoporosis


1. Osteoporosis primer
Kondisi ini lebih sering terjadi, dan bukan karena kondisi
patologis. Osteoporosis primer dapat terjadi pada pria dan wanita pada
berbagai usia tetapi lebih sering terjadi pada wanita setelah menopause
dan pria pada usia lanjut.

8
Osteoporosis primer terbagi menjadi 2 tipe yaitu :
a. Tipe I (postmenopause)
Tipe yang timbul pada wanita pasca menopause atau terjadi pada
wanita antara usia 55 dan 65 tahun.
b. Tipe II (senile)
Terjadi pada orang lanjut usia baik pada pria maupun wanita atau
terjadi pada usia lebih dari 65 tahun.
2. Osteoporosis sekunder
Disebabkan karena kondisi medis/penyakit-penyakit tulang erosive
(seperti hiperparatiroidisme, myeloma multiple, hipertiroidisme) Dan
akibat terapi obat-obatan jangka panjang seperti kortikosteroid ataupun
karena imobilisasi yang lama, seperti pada pasien dengan injuri spinal
cord.
3. Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis Idiopatik adalah osteoporosis yang tidak diketahui
penyebabnya dan ditemukan pada usia anak-anak (juvenile), usia
remaja (adolesen), wanita pra-menopause dan pada pria usia
pertengahan.

2.2.5. Manifestasi Klinik Osteoporosis


Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteoporosis
adalah :
1. Manifestasi umum : penurunan tinggi badan, lordosis, nyeri pada
tulang, atau fraktur, biasanya pada vertebra, pinggul atau lengan bagian
bawah.
2. Nyeri Tulang : terutama pada tulang belakang yang intensitas
serangannya meningkat pada malam hari.
3. Deformitas tulang. Dapat terjadi traumatik pada vertebra Dan
menyebabkan kifosis angular yang dapat menyebabkan medulla
spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis.

9
4. Nyeri fraktur akut dapat diatasi dalam 2 hingga 3 bulan. Nyeri fraktur
kronis dimanifestasikan sebagai rasa nyeri yang dalam dan dekat
dengan tempat patahan.
5. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
6. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
7. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan bertambah oleh
karena melakukan aktivitas

2.2.6. Komplikasi Osteoporosis


Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi
ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet.

2.2.7. Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis


Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1. BMD (Bone Mineralo Densitometry)
Bone Mineralomentry atau Bone Mineralo Densitometry (BMD)
merupakan suatu pemeriksaan kuantitatif untuk mengukur kandungan
mineral tulang. Alat ini sangat membantu seseorang yang hendak
mengetahui, secara sederhana, apakah seseorang mengalami
osteoporosis atau tidak.
2. Pemeriksaan radioisotop
a. Single Photon Absorbtimetry (SPA)
Sumber sinyal berasal dari foton dari sinar 1-125 dengan dosis 200
mci, yang diperiksa pada tulang perifer radius dan calcaneus.
b. Dual Photon Absorpmetry (DPA)
Sumber sinar berasal dari radionuklida GA-135 sebanyak 1,5 CI
yang mempunyai energi (44 kev dan 100 kev) digunakan untuk
mengukur vertebra dan kolum femoris.
3. Quantitative Computerized Tomography
Merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai
mineral tulang secara volumetrik dan trabekulasi tulang radius, tibia
dan vertebra.

10
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Dapat mengukur struktur trabekulasi dan kepadatannya. Tidak
memakai radiasi, hanya dengan lapangan magnet yang sangat kuat,
tetapi pemeriksaan ini mahal dan memerlukan sarana yang banyak.
5. Dual-energy X Ray Absorbtiometry
Pemeriksaan ini prinsip kerjanya hampir sama dengan SPA dan DPA.
Bedanya pemeriksaan ini menggunakan radiasi sinar X yang sangat
rendah. Pemeriksaan ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu SXA Single X-
ray Absorbtiometry dan SXA-DEXA-Dual Energy X-Ray
Absorbtiometry. Metode ini sangat sering digunakan untuk
pemeriksaan osteoporosis baik pada pria maupun wanita, mempunyai
presisi dan akurasi yang tinggi. Hasil yang diberikan pada pemeriksaan
DEXA berupa:
 Densitas massa tulang. Mineral tulang yang pada area yang dinilai
satuan bentuk gram per cm.
 Kandungan mineral tulang, dalam satuan gram.
 Perbandingan hasil densitas mineral tulang dengan nilai normal
rata-rata densitas pada orang seusia dan sewasa muda yang
dinyatakan dalam skor standar deviasi (Z score atau T-score).
6. Ultra Sono Densitometer (USG) metode Quantitative Ultrasound
(QUS)
Salah satu metode yang lebih murah dengan menilai densitas
massa tulang perifer menggunakan gelombang ultrasound yang
menembus tulang. Dalam pemeriksaan ini, yang dinilai adalah
kekuatan dan daya tembus gelombang yang melewati tulang dengan
ultra broad band tanpa risiko radiasi.
7. Pemeriksaan Biopsi
Bersifat invasif dan berguna untuk memberikan informasi
mengenai keadaan osteoklas, osteoblas, ketebalan trabekula dan
kualitas meneralisasi tulang. Biopsi dilakukan pada tulang sternum
atau krista iliaka.

11
2.2.8. Patofisiologi
Osteoporosis menunjukan adanya penurunan absolut dari jumlah
tulang yang diperlukan sebagai kekuatan penyanggah mekanik.
Berkurangnya masa tulang, dan demikian pula dengan massa otot
sesungguhnya berkaitan dengan proses menua (penuaan). Hanya apabila
berkurangnya (hilangnya) jaringan tulang cukup luas sampai menimbulkan
gejala maka disebut osteoporosis.

Usia lanjut (Menopause)

Defisiensi Vitamin D, Sekresi Esterogen Aktivita Fisik Menurun


Penurunan Aktivitas 1-
hidroksilase, resistensi
vitamin D - Bonne marrow
stroma cell dan sel
mononuclear (IL-1,
- Penurunan IL-6, dan TNF-a)
reabsorbsi kalsium di
- Sekresi GH dan IGF-1
ginjal
menurun
- Penurunan absorpsi
kalsium di usus

Gangguan fungsi
Hipokalsemia osteoblast

PTH (Paratiroid
Hormone) meningkat

Hiperparatiroidisme
sekunder

Peningkatan Resorpsi Tulang

Osteoporosis

Fraktur Kurang Informasi Gangguan keseimbangan,


penurunan aktivitas dan
Pergeseran frakmen Defisit Pengetahuan ansietas kekuatan otot
tulang
Resiko Jatuh
Gangguan fungsi
Nyeri Akut Deformitas
12 ekstermitas
Hambatan mobilitas fisik deficit perawatan diri
2.2.9. Penatalaksanaan
The National Osteoporosis Guideline Grup (NOGG) telah
memperbaharui guideline 2009 pada hal penegakkan diagnosis dan
tatalaksana osteoporosis wanita postmenopause dan pria sekurang-
kurangnya 50 tahun di Inggris. Sejak tahun 2009 telah terjadi banyak
pembaharuan dilapangan terutama dalam tatalaksana osteoporosis yang
diinduksi glukokortikoid, lalu peran calcium dan Vitamin D serta
keuntungan dan risiko terapi bisphosphonate, seperti yang dikatakan oleh
J.Compston, MD dari university of Cambrige School of Clinical Medicine,
United Kingdom, dan kolega dari the NOGG.
Beberapa hal yang disorot dalam guideline NOGG 2013 :
1. Terapi Farmakologi yang dapat menurunkan risiko terjadinya fraktur
vertebra (dan beberapa kasus fraktur tulang panggul) seperti
bisphosphonate, denosumb, rekombinan hormon parathyroid,
raloxifene, dan strontium renelate. Pada NOGG 2009, terapi yang
diakui untuk kasus fraktur vertebra, non vertebra dan fraktur tulang
panggul hanya alendronate, risedronate, zoledronate dan terapi sulih
hormon.
2. Alendronate generik direkomendasikan sebagai terapi lini pertama
karena kerja spektrum luasnya sebagai agen antifraktur dengan harga
terjangkau.
3. Ibandronate, Risedronate, zoledronate acid, Denosumab, raloxifene
atau Strontium ranelate digunakan sebagai terapi pilihan jika
alendronate dikontraindikasikan atau tidak dapat ditoleransi dengan
baik oleh pasien.
4. Karena harga yang mahal, maka rekombinan hormon parathyroid
hanya diberikan pada pasien dengan resiko sangat tinggi fraktur
terutama pada vertebra.
5. Terapi untuk pria dengan resiko tinggi terjadi fraktur harus dimulai
dengan alendronate, risedronate, zoledronate, atau teriparatide.
6. Bagi wanita postmenopause, terapi yang diakui untuk pencegahan dan
pengobatan osteoporosis akibat glukokortiroid yaitu alendronate,

13
atodronate dan risedronate, sementara itu terapi pilihan yang diakui
baik untuk wanita dan juga pria adalah teriparatide dan zoledronate.
7. Suplemen calcium dan Vitamin D secara luas direkomendasikan untuk
para lansia dan sebagaia terapi osteoporosis.
8. Efek potensial pada kardiovaskuler akibat pemberian suplemen
calcium masih kontroversial, namun sangat bijaksana jika asupan
calcium melalui makanan ditingkatkan dan menggunakan suplemen
vitamin D saja daripada mengkonsumsi suplemen calcium dan Vitamin
D bersamaan.
Penanganan yang dapat dilakukan pada klien dengan osteoporosis
adalah antara lain :
1. Diet
2. Pemberian kalsium
3. Pemberian vitamin D
4. Pemasangan penyangga tulang belakang (spiral brace) untuk
mengurangi nyeri punggung
5. Pencegahan dengan menghindari faktor risiko osteoporosis (misalnya
merokok, mengurangi konsumsi alkohol, berhati-hati dalam aktivitas
fisik)
6. Penanganan terhadap deformitas serta fraktur yang terjadi.

Keterangan :
- Bisphosphonate adalah obat yang menjaga kepadatan tulang dan
mengurangi resiko keretakan, biasa diberikan secara IV maupun Oral.
Seperti alendronate, Atidronate, risedronate, dan zoledronate
- Denosumb untuk memperlambat kehilangan tulang dan meningkatkan
kekuatan tulang
- Rekombinan hormon parathyroid. Sekresi Hormon parathyroid
ditujukan untuk tulang, ginjal dan usus. Mobilisasi kalsium dari tulang,
pada mekanisme yang tidak jelas, efek hormon paratiroid adalah
menstimulasi osteoclast terhadap readsorpsi mineral pada tulang, dan
liberasi kalsium dalam darah.

14
- Raloxifene untuk mencegah dan mengobati tulang keropos
(Osteoporosis) pada wanita menopause. Membangun tulang keropos
membantu mengurangi resiko patah tulang.
- Strontium renelate adalah obat yang meningkatkan pembentukan
tulang, pembuatan kolagen, memicu sel-sel membentuk jaringan tulang
baru dan menekan kerja sel-sel peluruh tulang.
- Fraktur vertebra adalah fraktur tulang belakang
- Alendronate generik adalah pengobatan yang aman dan efektif untuk
mengurangi penurunan kepadatan mineral tulang.
- Ibandronate digunakan dalam perawatan tulang lemah dan rapuh pada
wanita menopouse dan mencegah kerusakan tulang serta meningkatkan
kepadatan tulang.
- Risedronate adalah obat yang digunakan untuk memperkuat tulang.
Mekanisme kerja yaitu dengan cara manghambat resorpsi tulang
melalui tindakan pada osteoklas atau pada prekursor osteoklas.
- Denosumab untuk memperlambat kehilangan tulang dan meningkatkan
kekuatan tulang
- Strontium ranelate yaitu terapi pada kasus osteoporosis yang dapat di
uptake ke dalam tulang karena strukturnya lebih mirip dengan kalsium
untuk menstimulasi pembentukan tulang.
- Teriparatide adalah oabat untuk mengobati kerapuhan tulang, obat ini
mirip dnegan hormon alami dalam tubuh (Hormon Paratiroid),
Teriparatide bekerja dengan meningkatkan massa dan kekuatan tulang.

15
BAB III
Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Osteoporosis

A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 60 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah, 3 anak, 4 cucu
Alamat : Jl. kenangan no.45
Diagnosa Medis : Osteoporosis
Waktu/Tanggal Masuk RS : 16 Oktober 2015 jam 20.45

Penanggung Jawab
Nama : Ny. I
Usia : 35 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Status pernikahan : Menikah
Alamat : Jl. kenangan no.45
Hubungan dengan klien : Anak klien

2. Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri pada punggung dan pinggang bagian kiri.

3. Riwayat Kesehatan:
a. Riwayat penyakit sekarang
Ny. S umur 60 tahun datang ke RS Haji Surabaya dengan keluhan
nyeri yang sering dirasakannya pada punggung dan pinggang bagian

16
kiri sejak 3 bulan yang lalu, rasa nyeri itu sudah dirasakan sejak
beberapa tahun yang lalu, namun Ny. S tidak memperdulikannya.
Ketika memeriksakan diri ke dokter, Ny. S dianjurkan untuk tes darah
dan rongent punggung dan pinggang bagian kiri. Hasil
rongent menunjukkan bahwa Ny. S menderita osteoporosis.

Hasil TTV klien:


TD : 130/90 mmHg
N : 80x/menit
S : 36,50c
RR : 20x/mnt

b. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat kesehatan sebelumnya diketahui bahwa klien tidak pernah
mengalami penyakit seperti DM dan hipertensi dan tidak pernah
dirawat di RS sebelumnya.

c. Riwayat penyakit keluarga


Pasien mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit keluarga seperti
yang dialami pasien sekarang.

d. Riwayat Pekerjaan
Klien mengatakan saat masih muda bekerja sebagai ibu rumah tangga
dan suami pasien sudah meninggal, sekarang ini klien hanya tinggal
dirumah bersama anak ke-2nya. Pasien mengisi waktunya dengan
menanam bunga di halaman rumah. Namun saat ini pasien hanya bisa
duduk dan berbaring dikarenakan kondisi fisiknya yang semakin
melemah serta faktor usia yang semakin tua.

e. Riwayat Lingkungan Hidup


Klien tinggal di Desa Jatisehat, kondisi rumah cukup bersih, ada
ventilasi, ada jendela, kamar pasien cukup bersih, kamar mandi dan
WC tertutup, dan ada tempat pembuangan sampah.

17
f. Riwayat Rekreasi
Klien mengatakan bahwa dirinya jarang pergi untuk rekreasi.
Waktunya hanya dihabiskan di rumah untuk berkumpul dengan anak
dan cucunya.

g. Sumber/Sistem Pendukung yang Digunakan


Klien mengatakan jika dirinya sakit biasanya pergi ke puskesmas
karena merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang terdekat
dengan rumahnya.

4. Psiko-Sosio Budaya dan spiritual


a. Riwayat Psikososial
Keluarga pasien mengatakan bahwa Ny.S agak pendiam dan sering
murung. Pasien selalu di dalam kamar karena bentuk tubuh yang
berubah dan pasien mengalami keterbatasan fisik sehingga tidak
mampu beraktivitas secara mandiri. Pasien merasa cemas karena
hawatir dengan kondisi kesehatannya saat ini.
b. Sosial
Sebelum sakit klien sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan selalu
berbincang-bincang dengan anak dan cucunya.
c. Budaya
Pasien menganut budaya jawa dan tidak ada aspek budaya yang
merugikan kesehatan pasien.
d. Spiritual
Klien mengatakan sholat 5 waktu, terkadang ikut puasa di bulan
Ramadhan dengan penuh, klien juga ikut pengajian setiap minggunya
jika kondisinya sehat.

18
5. Pengkajian Kebutuhan Dasar Klien
a. Aktifitas dan Latihan
Klien mengatakan tidak bisa mandi sendiri dan tidak bisa melakukan
aktivitas sendiri karena merasa nyeri. Aktivitas dan Latihan dibantu
oleh keluarga.
b. Tidur dan istirahat
 Sebelum sakit: pasien sebelum sakit dapat tidur selama 8 jam pada
malam hari dan 2 jam pada siang hari.
 Selama sakit: pasien hanya dapat tidur selama 5 jam pada malam
hari dan 2 jam pada siang hari. Pasien mengatakan nyeri
berkurang saat istirahat dan meningkat saat beraktivitas.
c. Kenyamanan dan Nyeri
P : pasien mengatakan nyerinya bertambah ketika berjalan.
Q : pasien mengatakan nyerinya terasa seperti ditusuk-tusuk.
R : punggung dan pinggul kiri.
S : skala nyeri 5
T : pasien mengatakan nyerinya hilang timbul
d. Nutrisi
Pada saat dikaji pasien mengatakan tidak mengalami penurunan nafsu
makan. Pasien mengatakan tidak ada pantangan terhadap makanan
tertentu pasien makan di bantu oleh keluarganya. Jenis makanan yang
di konsumsi adalah nasi, ikan, dan sayur. Pasien makan 2x sehari
dengan porsi makanan sedikit.
e. Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa
Pasien mengatakan bisa minum atau mampu menghabiskan 4 gelas air
minum dan pasien tidak mengalami dehidrasi.
f. Oksigenasi
Pasien tidak menggunakan alat bantu bernapas. Pasien tidak mengeluh
batuk.
g. Eliminasi Fekal/ Bowel

19
Klien mengatakan ketika buang air besar di bantu oleh keluarganya,
saat dikaji oleh perawat BAB klien padat dan berwarna coklat dan
berbau kas. Pasien mengatakan BAB 2x dalam seminggu. Pasien juga
mengatakan sulit ketika BAB.
h. Eliminasi Urine
Pasien mengatakan bisa berkemih 2-3x/hari, pasien tidak
menggunakan kateter, pasien bisa BAK dengan di bantu oleh
keluarganya.
i. Sensori, Persepsi dan Kognitif
Pasien tidak menggunakan alat bantu pendengaran, dan pasien tidak
mengalami gangguan penglihatan, penciuman, pengecapan maupun
sensasi taktil.

6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran: composmentis
TD : 130/90 mmHg N : 80x/menit
S : 36,50c RR : 20x/mnt

b. Kepala
Bentuk kepala simetris, tidak terdapat kemerahan/lebam. Mata simetris,
konjungtiva anemis, hidung simetris tidak menggunakan pernapasan
cuping hidung.

c. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan tidak ada peningkatan JVP,
tidak ada nyeri tekan.

d. Dada
Bentuk dada simetris
Pulmo : Inspeksi : bentuk pengembangan paru simetris
Palpasi : premitus taktil kiri dan kanan sama
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler

20
Cardio : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba pada midclavicula ICS 5
Perkusi : pekak/redup
Auskultasi : tidak ada suara jantung tambahan

e. Abdomen
Inspeksi : Tidak terdapat kemerahan, tidak terdapat pembesaran
abdomen dan tidak terdapat luka.
Auskultasi : suara peristaltik usus 7x/ mnit.
Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat massa dan tidak
terdapat asites.
Perkusi : Timpani

f. Genetalia
Tidak terkaji

g. Rectum
Tidak terkaji

h. Ekstremitas:
Atas : ROM ka/ki: 5/5 CRT: 3 detik Akral: hangat
Bawah : ROM ka/ki: 3/4 CRT: 3 detik Akral: hangat

Skala kekuatan otot

5 5

3 4

i. Muskulokeletal
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumnavertebralis. Punggung pasien
kifosis atau gibbus (dowager’shump) dan penurunan tinggi badan dan
berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-

21
lenghtine quality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur antara vertebra
torakalis 8 dan lumbalis 3.
7. Pengkajian Status Intelektual, Kognitif, Afektif, Psikologis dan Sosial
a. Pengkajian INDEKS KATZ (Indeks Kemandirian Pada Aktivitas
Kehidupan Sehari-hari)

INDEKS KATZ
SKORE KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar
kecil, berpakaian dan mandi.
B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali satu
dari fungsi tersebut.

C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali


mandi dan satu fungsi tambahan.
D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan.
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan.
F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian, berpindah, dan satu fungsi tambahan.
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut.
Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi, tidak dapat
diklasifikasikan sebagai C, D, E, F dan G.

Berdasarkan data, maka Ny.S memperoleh skor C. Maka lansia


tersebut mempunyai kemandirian dalam aktivitas sehari-hari meski
terdapat bantuan ketika beraktivitas.

22
b. Pengkajian Kemampuan Intelektual
Menggunakan SPMSQ (Short Portable Mental Status Quesioner)
Ajukan beberapa pertanyaan pada daftar dibawah ini :
NO PERTANYAAN JAWABAN BENAR SALAH
1 Tanggal berapa hari ini ? Tidak tahu 
2 Hari apa sekarang ? Senin 
3 Apa nama tempat ini ? Rumah Sakit Haji 
4 Dimana alamat anda ? Jl. Kenangan 
5 Berapa umur anda ? 60 tahun 
6 Kapan anda lahir ? Tidak tahu 
7 Siapa presiden Indonesia ? Joko Widodo 
8 Siapa presiden Indonesia Tidak tahu 
sebelumnya ?
9 Siapa nama Ibu anda ? Tukiyem 
10 Kurang 3 dari 20 dan tetap Tidak tahu 
perguruan 3 dari setiap
angka baru, secara
menurun ?
JUMLAH 5 4

Interpretasi :
Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh
Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan
Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang
Salah 9 – 10 : Fungsi intelektual kerusakan berat
Setelah diajukan beberapa pertanyaan (10 pertanyaan) sesuai
dengan format SPMSQ pasien dapat menjawab semua pertanyaan dengan
jumlah nilai jawaban yang benar 6 dan jawaban yang salah 4. Dapat
diambil kesimpulan fungsi intelektual kerusakan ringan.

23
8. Pengkajian Kemampuan Aspek Kognitif
Menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam)
No Aspek Kognitif Nilai Maks Nilai Klien KRITERIA
1 Orientasi 5 2 Menyebutkan dengan benar:
Tahun : 2015
Musim : -
Tanggal : -
Hari : Senin
Bulan : -
2 Orientasi 5 4 Dimana sekarang kita berada ?
Negara : Indonesia
Propinsi : Jawa timur
Kabupaten/kota : Surabaya
Rumah sakit : Haji
Panti : -
3 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 nama objek (misal:
kursi, meja, bulpen) kemudian
ditanyakan kepada klien,
menjawab :
1. Kursi (B)
2. Meja (B)
3. Bulpen (B)
4 Perhatian dan 5 1 Meminta klien berhitung mulai
kalkulasi dari 100 kemudian kurang 7
sampai 5 tingkat.
Jawaban:
1. 93
2. 80
3. 75

24
4. Tidak tahu
5. Tidak tahu
No Aspek Kognitif Nilai Maks Nilai Klien KRITERIA
5 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga objek pada point ke-2
(tiap poin nilai 1)
6 Bahasa 9 2 Menanyakan pada klien tentang
benda (sambil menunjukkan
benda tersebut)
1. Pintu
2. Meja
3 Minta klien untuk mengulang
kata berikut (poin 3):
(tidak ada jika, dan, atau tetapi)
3 Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri 3
langkah.
Ambil kertas di tangan anda,
lipat dua dan taruh dilantai,
(poin 3)
1. ambil kertas (bisa)
2. lipat dua (bisa)
3. taruh dilantai (bisa)
1 Perhatikan pada klien untuk hal
berikut “ Tutup mata anda “
(bila aktifitas sesuai nilai 1 poin)
TOTAL NILAI 30 22

Interpretasi hasil :
24 – 30 : Tidak ada gangguan kognitif
0 – 23 : Gangguan kognitif sedang
0 – 17 : Gangguan kognitif berat

25
Untuk aspek kognitif klien yang meliputi orientasi, registrasi,
perhatian dan kalkulasi, mengingat dan bahasa klien tidak ada gangguan
kognitif berat. Klien mampu menjawab semua pertanyaan dengan nilai 22
dan skor klien 18 – 23 yaitu Gangguan kognitif sedang.

9. Inventaris Depresi Beck untuk mengetahui tingkat depresi lansia dari


Beck & Deck (1972)

Skore Uraian
A. Kesedihan
3 Saya sangat sedih / tidak bahagia dimana saya tak dapat menghadapinya
2 Saya galau / sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar darinya

1
Saya merasa sedih
0 Saya tidak merasa sedih
B. Pesimisme
3 Saya merasa bahwa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat
membaik.
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang kedepan
1 Saya merasberkecil hati mengenai masa depan

0 Saya tidak pesimis atau kecil hati tentang masa depan


C. Rasa Kegagalan
3 Saya merasa benar-benar gagal sebagai orang tua (suami/istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat saya lihat hanya
kegagalan
1 Saya merasa telah gagal melebihi orang tua pada umumnya

0 Saya tidak merasa gagal


D. KetidakPuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan

0 Saya merasa puas dengan yang saya miliki

26
E. Rasa bersalah
3 Saya merasa seolah – olah tak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
1 Saya merasa buruk / tak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik.
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
F. Tidak Menyukai Diri Sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri

1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri


0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri
G. Membahayakan Diri Sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan diri
0
sendiri
H. Menarik Diri dari Sosial
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak peduli
pada mereka semuanya
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan mempunyai
sedikit perasaan pada mereka

1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya


0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain
I. Keragu-raguan
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali

2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan


1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik
J. Perubahan Gambaran Diri

27
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan
D
2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanen dalam
a penampilan saya dan ini membuat saya tak menarik
r
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tak menarik
i
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk dari pada sebelumnya
K. Kesulitan kerja
h
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
a
s Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan
2
i sesuatu

l 1 Saya memerlukan upaya tambahan untuk mulai melakukan sesuatu


0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya
pL. Keletihan
e 3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
n
22 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
g
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya
k
0 Saya tidak merasa lebih lelah dari biasanya
D
M. Anoreksia
a
r 3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali

i 2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang

1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya


h 0 Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya
a PENILAIAN
s 0–4 Depresi tidak ada atau minimal
i
5–7 Depresi ringan
l
8 – 15 Depresi sedang
16+ Depresi berat
P
engkajian Inventaris Depresi Beckpasien mengalami depresi sedang. Total
penilaiannya pasien dalam batas depresisedang (8-15).

28
10. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan laboratorium
Jam/Tgl : 08.00/ 18 Oktober 2015

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI INTERPRETASI


NORMAL
Darah Lengkap:
N, 14 gr% 14-16 Normal
Hb 11 ribu/ul 4-11 Normal
AL (angka 4,76 juta/ul 4,5-5,5 Normal
leukosit)
AE (angka 350 ribu/ul 150-450 Normal
eritrosit)
AT (angka 42,4 gr% 42-52 Normal
trombosit) 2,74 mg/dl 3,5-5,5 Normal
HMT 137,2 mmol/l 135-148 Normal
Albumin 4,32 mmol/l 3,5-5,3 Normal
Natrium 102,0 mmol/l 98-107 Normal
Kalium 95 gr/dl <105 Normal

Foto polos sendi (rontgen):


a. Pemeriksaan cairan sendi : Dijumpai peningkatan kekentalan cairan
sendi.
b. Pemeriksaan BMD (Bone Mineral Density): T- score - 3 (Penyusutan
massa tulang).

Keterangan:
- Kadar Ca, P, dan fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang
nyata
- Kadar HPT (pada pascamenopause kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi estrogen merangsang pembentukan Ct)
- Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorpsi Ca menurun

29
- Ekskresi fosfat dan hidroksiprolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya.
- Pemeriksaan Bone Densitometry DEXA menunjukkan hasil -2,3
normalnya berada diatasscore -1

a. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau massa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat
korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat.
Penipisan korteks dan hilangnya trabekula transversal merupakan
kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae
menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus polposus
ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.

b. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow-up.
Mineral vertebra di atas 110 mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan
fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra di bawah
65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.

30
B. ANALISA DATA

No DATA ETIOLOGI MASALAH

1. DS: Tulang menjadi rapuh Nyeri kronis


- Pasien mengeluh nyeri di dan mudah patah
punggung.
Fraktur
- Pasien mengatakan nyeri
berkurang jika istirahat dan Gangguan fungsi
meningkat jika beraktivitas. ekstremitas atas dan
- Pasien mengatakan nyeri bawah
dirasakan sejak setahun yang
Spasme otot
lalu.
Nyeri Kronis

DO:
- Skala nyeri 8
- TD: 130/90 mmHg
- N: 80x/menit
- S : 36,50c
- RR: 20x/mnt
- Wajah klien tampak menyeringai
kesakitan karena nyeri.
- P : pasien mengatakan nyerinya
bertambah ketika berjalan.
- Q : pasien mengatakan nyerinya
terasa seperti ditusuk-tusuk.
- R : punggung dan pinggul kiri.
- S : skala nyeri 8.
- T : pasien mengatakan nyerinya
terus menerus
- Pengkajian nyeri PQRST:
a) Pain: nyeri dirasa ketika
melakukan aktivitas fisik.

31
b) Quality of pain: nyeri yang
dirasakan bersifat menusuk.
c) Region: redation, relief nyeri
pada tulang vertebra dan
pinggul kiri. Nyeri dapat
menjalar atau menyebar, dan
nyeri terjadi ditulang yang
mengalami masalah.
d) Severity (scale) of pain: nyeri
pada skala 8 (yaitu nyeri berat)
pada rentang pengukuran 0-10.
e) Time: nyeri berlangsung secara
tiba-tiba dan durasinya tidak
menentu, biasanya pada
malam hari dan bertambah
buruk saat digerakkan atau
ditekan.
2. DS: Tulang menjadi rapuh Hambatan mobilitas
- Pasien mengatakan tidak bisa dan mudah patah fisik
berjalan ke kamar mandi.
Fraktur kompresi
DO:
bertebralumbalis dan
- Skala kekuatan otot
torakalis
3 3
Kerusakan integritas
2 2
struktur tulang

Hambatan mobilitas
fisik

3. DS: klien mengatakan susah Tulang rapuh Resiko cedera


berjalan karena takut jatuh.
Fraktur kompresi
DO: vertebra
- Klien tampak berhati-hati saat

32
berjalan. Penurunan
- Klien tidak bisa bergerak bebas. kemampuan fisik

Resiko cedera

4. Ds: pasien mengatakan setelah sakit Kolaps bertahap Defisit perawatan diri
mandi hanya 1x/hari pada pagi hari tulang vertrebra
dengan air hangat.
Kifosis progresif
Do: wajah pasien nampak
Penurunan berat
berminyak, dan tercium bau badan.
badan

Perubahan postural

Gangguan
muskuloskeletal

Defisit perawatan diri

5. Ds: pasien mengatakan selama sakit Fraktur kompresi Konstipasi


BAB 2x/minggu dengan vertebra lumbalis
konsistensi agak keras, berbau
Kompresi saraf
khas, warna coklat dan susah untuk
pencernaan ileus
dikeluarkan.
paralitik
Do: BAB konsistensi keras, berbau
khas dan berwarna kuning tua Konstipasi
Peristatik berlebih (Hipoperistaltik)
Perubahan fisiologis
: 7 x/menit (normal 15-30x/menit)
tubuh

Konstipasi

6. DS: Fraktur kompresi Gangguan citra tubuh


- Klien mengatakan tidak bisa vertebra torakalis
berinteraksi dengan
Perubahan postural
lingkungannya.

33
- Klien mengatakan tidak keluar Deformitas skelet
rumah hanya istirahat dikamar
Gangguan citra tubuh
saja.
Osteoporosis
DO:
- Klien tampak cemas dan gelisah Gangguan citra tubuh
- Klien bertanya tentang
penyakitnya

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan spasme otot.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas


struktur tulang.
3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kemampuan fisik.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal.
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan fisiologis tubuh.
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan osteoporosis.

34
D. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Rasional
Tujuan dan Intervensi
No Keperawa
Kriteria Hasil Keperawatan
tan

1. Nyeri Tujuan: setelah 1. Pantau tingkat 1. Mempengaruhi


kronis dilakukan tindakan kepuasan pasien pemilihan atau
berhubung keperawatan selama terhadap pengawasan
an dengan 1x24 jam, nyeri manajemen nyeri keefektifan
spasme klien berkurang pada interval intervensi
otot. dengan Kriteria hasil tertentu. 2. Menghilangkan
: 2. Bantu pasien nyeri dan
- Pasien akan mengidentifikasi mencegah
melaporkan atau tingkat nyeri kesalahan posisi
mengenali faktor- tulang atau
faktor yang tegangan
meningkatkan jaringan yang
nyeri dan cedera.
melakukan 3. Manajemen 3. Tingkat ansietas
tindakan nyeri: -tingkatkan dapat
pencegahan istirahat dan tidur mempengaruhi
nyeri. yang adekuat persepsi atau
untuk reaksi terhadap
memfasilitsi nyeri.
peredaan nyeri.
4. Kolaborasi 4. Diberikan
Pemberian untuk
analgesik. menurunkan
nyeri dan atau
spasme otot.
5. Ajarkan pasien 5. Teknik
teknik distraksi distraksi dan

35
dan relaksasi. relaksasi dapat
menurunkan
nyeri yang
dirasakan
pasien.
2. Hambatan Tujuan: setelah 1. Ajarkan teknik 1. Mengetahui
mobilitas dilakukan tindakan ambulasi dan efektifnya
fisik keperawatan berpindah yang latihan gerak
berhubung selama 2x24 jam, aman. yang
an dengan klien menunjukan dilakukan
kerusakan mobilitas fisik perawat
integritas dengan kriteria terhadap
struktur hasil: pasien.
tulang. a. Pasien dapat 2. Ajarkan dan 2. Membantu
menyangga pantau pasien pasien dalam
berat badan. tentang melakukan
b. Berjalan dengan penggunaan alat mobilisasi.
menggunakan bantu mobilitas.
langkah- 3. Dukung latihan 3. Agar tidak
langkah yang ROM aktif atau terjadi
benar. pasif. kekakuan
c. Melakukan otot.
aktivitas 4. Awasi seluruh 4. Melatih
kehidupan upaya mobilitas pasien
sehari-hari dan bantu klien. bergerak
secara mandiri aktif.
dengan
menggunakan
alat bantu.
3. Resiko Tujuan: setelah 1. Identifikasi 1. Menghindari
cedera dilakukan tindakan faktor resiko terjatuh
berhubung keperawatan selama lingkungan yang saat

36
an dengan 2x24 jam, klien tidak memungkinkan melakukan
penurunan terjadi cedera risiko terjatuh pergerakan.
kemampua dengan kriteria hasil: 2. Berikan materi 2. Mencegah
n fisik. - Risiko cedera akan edukasi pada terjadinya
menurun, yang pasien dan resiko terjatuh
dibuktikan oleh keluarga pasien pada pasien.
keamanan 3. Bantu ambulasi 3. Untuk
personal, pasien meningkatkan
pengendalian mobilitas dan
risiko, dan kekuatan otot.
lingkungan yang 4. Sediakan alat 4. Mempermuda
aman. bantu berjalan h pasien saat
- Menghindari (seperti tongkat melakukan
cedera fisik. dan walker). aktivitas

4. Defisit Tujuan: setelah 1. Kaji membran 1. Agar badan


perawatan dilakukan tindakan mukosa oral dan menjadi lebih
diri keperawatan selama kebersihan tubuh segar,
berhubung 2x24 jam, klien setiap hari. melancarkan
an dengan mampu: peredaran
gangguan a. Melakukan darah, dan
muskulosk perawatan diri: meningkatkan
eletal. toileting. kesehatan.
b. Mengungkapkan 2. Ajarkan 2. Agar klien dan
secara verbal pasien/keluarga keluarga dapat
kepuasan tentang penggunaan termotivasi
kebersihan tubuh metode alternatif melakukan
dan kebersihan untuk mandi dan personal
mulut. higiene oral. hygiene.
c. Mempertahankan 3. Dukung 3. Agar
mobilitas yang kemandirian ketrampilan
diperlukan untuk dalam melakukan mandiri dapat

37
ke kamar mandi mandi dan higiene diterapkan
dan menyediakan oral, bantu pasien oleh klien.
perlengkapan jika diperlukan.
mandi.
5. Konstipasi Tujuan: setelah 1. Kaji dan 1. Membantu
berhubung dilakukan tindakan dokumentasikan: menentukan
an dengan keperawatan selama frekuensi, warna adanya
perubahan 1x24 jam, pola dan konsistensi komplikasi
fisiologis defekasi klien feses, keluarnya penyakit
tubuh menurun dengan flatus, dan lainnya.
kriteria hasil: adanya impaksi.
- Defekasi 3x 2. Ajarkan pada 2. Meningkatkan
seminggu. klien tentang penggunaan
- Konsistensi feses efek diet (mis, optimal otot
lunak. cairan dan serat) abdomen
pada eliminasi.

3. Tekankan
3. Mencegah
pentingnya
perubahan
menghindari
pada tanda
mengejan selama
vital, lambung,
defekasi.
atau
perdarahan.
4. Indikasi: untuk
4. kolaborasi
konstipasi
dengan ahli gizi
kronis maupun
untuk
yang baru
meningkatkan
terjadi (akut).
serat dan cairan
dalam diet.
6. Gangguan Tujuan: setelah 1. Kaji dan 1. Dapat
citra tubuh dilakukan tindakan dokumentasikan menunjukkan

38
berhubung keperawatan selama respons verbal depresi atau
an dengan 1x24 jam, gangguan dan non-verbal keputusasaan,
osteoporos citra tubuh klien klien terhadap kebutuhan
is. berkurang dengan tubuh klien. untuk
kriteria hasil: pengkajian
- Menunjukan lanjut atau
penerimaan intervensi
penampilan. lebih intensif.
- Mengenali 2. Dengarkan klien 2. Alat dalam
perubahan aktual dan keluarga mengidentifik
pada penampilan secara aktif dan asi atau
tubuh. akui realitas mengartikan
- Memelihara kekhawatiran masalah untuk
interaksi sosial terhadap memfokuskan
yang dekat dan perawatan, dan perhatian dan
hubungan kemajuan intervensi
personal. secara
konstruktif.
3. Dukung 3. Penerimaan
mekanisme perubahan
koping yang biasa tidak dapat
digunakan klien. dipaksakan
dan proses
kehilangan
membutuhkan
waktu untuk
membaik.
4. Berikan 4. Penolakan
perawatan dengan dapat
cara yang tidak mengakibatka
menghakimi, jaga n penurunan
privasi, dan harga diri dan

39
martabat klien. memengaruhi
penerimaan
gambaran diri
yang baru

E. Implementasi
Pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-
aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan pasien. Fase
implementasi atau pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu validasi
rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana perawatan, memberikan
asuhan keperawatan, dan pengumpulan data.

F. Evaluasi
Hasil yang diharapkan meliputi:
1. Nyeri berkurang
2. Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
3. Tidak terjadi cedera
4. Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
5. Status psikologis yang seimbang
6. Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi.

40
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/
matriks/massa tulang, peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses
mineralisasi deisertai dengan kerusakakn arsitektur mikro jaringan tulang yang
mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang menjadi mudah
patah.
Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik,
defisiensi kalsium, aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti
konvulsan, heparin, siklosporin), merokok, alcohol serta sifat fisik tulang
(densitas atau massa tulang) dan lain sebagainya.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi
ganda vertebra mengakibatkan deformitas skelet

3.2.Saran
1. Lansia
Harus lebih memperhatikan kesehatan dengan menghindari faktor-faktor
resiko osteoporosis serta memenuhi asupan gizi yang lengkap terutama
untuk tulang.
2. Tenaga medis
Sebagai seorang tenaga medis harus mampu memberikan pendidikan
kesehatan yang baik terutama bagi lansia sehingga dapat menghindarkan
atau mencegah terjadinya penyakit osteoporosis.
3. Mahasiswa
Mahasiswa bisa lebih memahami tentang asuhan keperaawatan pada
gangguan system musculoskeletal “osteoporosis” sehingga mampu
menerapkannya di lhan praktik demi memberi pelayanan kesehatan yang
baik bagi klien.

41
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan KeperawatanKlien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Kumar, Vinay, Abul K. Abbas dan Nelson Fausto. 2005. Robbins and Cotran Pathologic
Basis of Disease. Seventh Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders.

Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of


Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005.
Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6. Jakarta :
EGC.
http://ronifansyuri.blogspot.co.id/2014/05/askep-pada-pasien-denganosteporosis.html?m=1

42

You might also like