You are on page 1of 30
Bab II Tinjauan Pustaka IL.1 Sifat-sifat Campuran Alkohol dalam Air Secara umum, alkohol terdiri dari gugus hidroksil (-OH) dan gugus alkenil (-CHs). Gugus hidroksil bersifat polar dan dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air sehingga mempunyai sifat hidrofilik. Gugus alkenil bersifat non polar sehingga sulit melarut dalam air (hidrofobik). Alkohol rantai pendek seperti metanol, etanol, dan propanol mempunyai kelarutan tak terhingga dalam air karena pengaruh gugus hidroksil yang menyebabkan ikatan hidrogen |jauh lebih besar daripada pengaruh sifat hidrofobik gugus alkenil. ‘Semakin panjang gugus alkenil dari suatu alkohol, sifatnya akan semakin hidrofobik. Anggota pertama deret homolog alkohol yang tidak larut dalam air adalah I-butanol. Cabang alkil pada rantai utama hidrokarbon dapat meningkatkan gaya tarik menarik antar molekul C-H sehingga kepolaran molekul bertambah dan kelarutannya dalam air meningkat seperti pada tert-butanol.” Beberapa jenis alkohol juga mempunyai komposisi azeotrop. Pada titik azeotrop, fasa uap Komponen dalam larutan akan mempunyai komposisi yang sama dengan fasa caimya, Sifat-sifat fisik beberapa alkohol dapat dilihat pada tabel I1.1. Tabel 11.1 Sifat-sifat Fisik Alkohol Kelarutan Komposisi atkonor | dating | egw? | datam Air | Azeotrop (- (Latm) | (gr /mL) eno. air/alkohol) Metanol 647 _ [0,792 © : Etanol 83 0,789 © 447956 1-Propanol 97.2 0,786 © 2-Propanol 82,3 0,786 o 12,2878 1-Butanol 117.7 | 0,810 83 Tsobutil alkohol | 108,0__| 0,802 10,0 sec-butil alkohol | 99,5 0,808 26,0 ‘ert-butil alkohol | _ 82,5 0,789 © 11,8 7882 1-Pentanol 138,0_| 0,817 24 1-Heksanol 156,5 | _0,819 06 IL.1.1 Tinjauan Termodinamika Campuran Biner Azeotrop Larutan ideal adalah Jarutan yang mengikuti Hukum Raoult dimana tekanan uap Komponen pada fasa uap akan sama dengan tekanan uap komponen muri dikalikan dengan fraksi mol komponen dalam larutan pada temperatur yang sama. Suatu larutan dapat berkelakuan sebagai larutan ideal jika molekul pelarut dan zat terlarut tersusun secara acak serta proses pencampuran tidak melibatkan panas pencampuran. Secara matematis, Hukum Raoult dapat dinyatakan dengan persamaan II.1." Pa=PPaxa at) dengan : Pa =tekanan uap komponen A dalam larutan Xa = fraksi mol Komponen A P°, =tekanan uap komponen A muri Pada suatu larutan ideal, semua gaya tarik molekul baik intramolekul maupun intermolekul yang terlibat dalam larutan adalah identik dan koefisien aktifitas sama dengan satu. Pada kenyataannya, sebagian besar larutan tidak mengikuti Hukum Raoult atau dengan kata lain menyimpang dari keadaan ideal. Penyimpangan yang terjadi pada sebagian besar larutan adalah penyimpangan positif yang menyebabkan fenomena titik didih minimum azeotrop. Pada larutan yang mengalami penyimpangan positif, tekanan parsial pada suatu komposisi dan temperatur tertentu lebih besar daripada tekanan yang “terhitung dengan Hukum Raoult. Beberapa contoh larutan yang mengalami penyimpangan positif dan titik didih minimum azeotrop diantaranya etanol-air, CClyetanol, dan aseton-CS;, Tekanan parsial Komponen dalam Jarutan yang mengalami penyimpangan positif akan meningkat hingga mencapai maksimum pada komposisi tertentu dimana koefisien aktifitas fasa cair sama dengan fasa uap pada titik azeotrop. Jika gaya tarik antar molekul lebih besar daripada gaya kohesi intramolekul, proses pelarutan akan menghasilkan panas (eksotermik). Pada Jarutan tersebut, tekanan uap larutan bernilai lebih kecil daripada tekanan uap larutan yang dihitung dengan Hukum Raoult. Penyimpangan jenis ini disebut sebagai penyimpangan negatif dari Hukum Raoult dan menyebabkan terjadinya fenomena titik didih maksimum azeotrop seperti pada larutan aseton-klorofom dan ait-HCI! Kurva kesetimbangan dan penyimpangan dari Hukum Raoult ini dapat dilihat pada gambar I.1. Xa @ as YA ( Xa Ya 5 as Ya GambarIL1 Kurva kesetimbangan pada (a) larutan ideal, (b) larutan yang mengalami penyimpangan positif, dan (c)larutan yang mengalami penyimpangan negatif’ 11.1.2 Pemisahan Campuran Biner Azeotrop Metode pemisahan campuran biner fasa cair dengan volatilitas relatif yang besar dapat dilakukan dengan proses distilasi. Volatilitas relatif («) adalah perbandingan antara komposisi fasa uap dan fasa cair pada komponen A dan B dalam suatu campuran biner. Pada campuran dengan komposisi azeotrop, pemisahan secara distilasi biasa tidak dapat dilakukan. Pada titik azeotrop, komposisi fasa uap dan fasa cair komponen dalam larutan adalah identik sehingga volatilitas relatif, oc = 1, sehingga untuk pemisahannya diperlukan energi yang sangat besar atau jumlah fray yang sangat banyak. Pemisahan campuran pada komposisi azeotrop dapat dilakukan dengan distilasi azeotrop atau distilasi ekstraktif. Kedua jenis distilasi ini pada dasarnya menggunakan komponen ketiga sebagai bahan pengekstrak atau pelarut untuk membentuk sistem azeotrop baru dengan salah satu komponen dalam campuran. Salah satu contoh pemisahan campuran azeotrop adalah produksi etanol absolut menggunakan proses distilasi ekstraktif dengan penambahan benzen sebagai pengekstrak air dari sistem azeotrop etanol-air. Kerugian dari proses ini adalah terdapatnya kandungan benzen dalam produk etanol yang berbahaya bagi kesehatan, terutama bila terkonsumsi secara langsung dalam makanan atau kosmetika. Tingginya harga benzen adalah pertimbangan lain yang mendorong berkembangnya proses pemisahan lain yang lebih aman, tanpa bahan aditif, dan hemat energi. Pervaporasi merupakan salah satu proses altematif untuk memisahkan campuran azeotrop. Proses ini merupakan bentuk lain distilasi ekstraktif dengan membran sebagai Komponen ketiga. Unjuk kerja proses pervaporasi diukur dengan parameter selektivitas pemisahan dan fluks produk. Keuntungan pemisahan dengan proses pervaporasi ini diantaranya adalah kebutuhan energi yang relatif rendah serta prosesnya yang aman dan bersih. Walaupun begitu, kelemahan proses pervaporasi jika dibandingkan proses pemisahan konvensional seperti distilasi terletak pada kapasitas produksinya IL2 Proses Pemisahan dengan Membran Membran mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia industri saat ini, Proses membran generasi pertama yang telah banyak digunakan dalam dunia industri diantaranya adalah mikrofiltrasi (MF), ultrafiltrasi (UF), reverse ‘osmosis (RO), elektrodialisis (ED), membran elektrolisis (ME), difusi dialisis (DD), dan dialisis. Selanjutnya perkembangan membran telah melahirkan proses generasi kedua seperti gas separation (GS), vapour permeation (VP), pervaporasi (PV), membran distilasi (MD), dan membran kontaktor (MC). Teknologi membran pada saat ini semakin banyak dikembangkan dan digunakan dalam proses pemisahan secara luas. Beberapa keuntungan proses membran diantaranya adalah: ° * Pemisahan dapat dilakukan secara kontinyu © Konsumsi energi relatif rendah . Mudah dikombinasikan dengan proses pemisahan lain (proses hibrida) _ Pemisahan dapat dilakukan pada kondisi lunak © Sifat-sifat fisik membran mudah dimodifikasi «Tidak diperlukan bahan aditif dalam campuran yang dipisahkan Selain mempunyai kelebihan, proses membran juga memiliki beberapa kelemahan, diantaranya : © Terjadinya polarisasi konsentrasi dan membrane fouling * Umur membran pendek * — Rendahnya selektivitas atau fluks Faktor up-scaling tidak selalu linear — Penelitian terus dilakukan agar kelemahan-| kelemaban proses membran dapat diatasi. Efektivitas dan efisiensi proses pemisahan ditingkatkan dengan modifikasi membran dan modul membran. Hingga saat ini, proses membran telah digunakan dalam industri makanan dan minuman, metalurgi, pulp dan kertas, tekstil, farmasi, otomotif, dairy product, bioteknologi, dan industri kimia. Salah satu hal yang sangat mendorong perkembangan membran adalah pertimbangan lingkungan, dimana teknologi membran merupakan clean technology dan dapat bertindak sebagai cleaning technology. 10 Secara umum, membran adalah lapisan tipis semipermeabel di antara dua fasa yang dapat melewatkan komponen tertentu secara selektif. Sebagai contoh, membran mikrofiltrasi dapat melewatkan air tetapi menahan bakteri dan pada proses desalinasi air laut, membran reverse osmosis dapat melewatkan air tetapi menahan molekul garam. Membran dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa _klasifikasi. Klasifikasi pertama adalah berdasarkan material bahan bakunya yaitu, membran alami (biologis) dan membran sintetik. Selain itu, membran dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan struktumya menjadi beberapa tipe, yaitu : * Membran berpori dan tidak berpori (dense) * Membran organik (polimer) dan anorganik (keramik) * Membran bermuatan dan tidak bermuatan ¢ Membran simetri dan asimetri Membran mempunyai kemampuan untuk melewatkan suatu komponen dengan lebih mudah daripada komponen lainnya karena pengaruh perbedaan sifat fisika atau kimia komponen tersebut. Peristiwa perpindahan dalam membran disebabkan oleh suatu gaya dorong. Pada umumnya, laju permeasi komponen melewati membran berbanding lurus dengan gaya dorongnya seperti dinyatakan oleh persamaan II.2,* aX yee i } (aL.2) dengan 4 adalah faktor proporsional yang menunjukkan kecepatan.perpindahan__ komponen melewati membran dan (dX/dx) adalah gaya dorong perpindahan yang dinyatakan oleh gradien X (temperatur, konsentrasi, tekanan) terhadap koordinat x yang tegak lurus dengan penampang membran. Skema peristiwa perpindahan Komponen melewati membran dapat dapat dilihat pada gambar II.2. FASAL ee umpan | @ oe go % e@o GAYA DORONG AC, AP, AT, AE ° PERMEAT Gambar II.2_ Skema peristiwa perpindahan pada membran Proses pemisahan dengan membran dapat dikelompokkan berdasarkan gaya dorongnya. Pengelompokkan ini dapat dilihat pada tabel 11.2. Tabel II.2 Proses Pemisahan Membran Berdasarkan Gaya Dorongnya Fasal Fasa 2 Tipe Membran Gaya Wmpan) | Permeat) Dorong Cair Cair Pori AP Cair Cair Pori AP. Cair Cair Pori AP Cair Cair ‘Asimetrik AP, Gas Gas Non port Ap Gas Gas Non pori ‘Ap Cair Gas ‘Non pori ‘Ap “Btektrodialisis Cair__| —Cair___| Ton Exchange Membrane | AE —| Membran elektrolisis | Cair Cait _ | fon Exchange Membrane | AE Di Cair Cair Pori Ac Cair Cair Pori de Cair Cair Ac Membran kontaktor | Gas Cair Pori / non pori Ac/Ap Cair Gas ‘AclAp Termo-osmosis Cair air AT/Ap_| Membran distilasi_| _Cair air Pork ‘AT/AD Keterangan : AP =beda tekanan, Ap = beda tekanan parsi ‘Ac = beda konsentrasi, AT = beda temperatur. AE = beda potensial, 113 Pemisahan secara Pervaporasi Pervaporasi adalah salah satu proses membran dengan umpan (upstream side) berupa komponen murni atau campuran berfasa cair pada tekanan atmosferik dikontakkan dengan membran. Tekanan uap parsial pada downstream side diatur serendah mungkin agar lebih rendah daripada tekanan jenuh komponen yang lebih permeabel pada temperatur operasi schingga permeat keluar dari membran dalam fasa uap. Tekanan parsial uap yang rendah dapat diperoleh dengan bantuan pompa vakum atau gas pembawa/carrier gas. Skema proses pervaporasi dapat dilihat pada gambar II.3. Umpan Retentat Umpan Retentat Kondensor. Gas Pembawa Permeat Gambar II.3 Skema Proses Pervaporasi dengan Pompa Vakum dan Gas Pembawa Inert pada Sisi Permeat > 113.1 Peristiwa Perpindahan pada Pervaporasi umpan dan sisi permeat, dimana sisi permeat dipertahankan dalam kondisi vakum. Pada proses pervaporasi, pemisahan dilakukan berdasarkan perbedaan kelarutan dan difusifitas Komponen dalam membran. Hal-hal atau tindakan yang dapat memaksimalkan gaya dorong perpindahan diantaranya : © Umpan harus dipanaskan pada temperatur setinggi mungkin di bawah titik didih umpan yang masih memberikan kompatibilitas yang baik pada membran © Meminimalkan tekanan parsial fasa gas Komponen permeat dengan menurunkan tekanan sisi permeat. antara si 13 Peristiwa perpindahan pada proses pervaporasi cukup rumit karena melibatkan perpindahan massa dan energi secara bersamaan. Perubahan dari fasa cair ke fasa uap mengindikasikan adanya panas yang harus disediakan untuk penguapan permeat. Peristiwa perpindahan komponen melalui membran pervaporasi (non pori) dapat dijelaskan menggunakan mekanisme solution-diffusion, dimana selektivitas ditentukan oleh sorpsi selektif dan/atau difusi selektif. Secara umum, peristiwa perpindahan dalam proses pervaporasi dilakukan melalui tiga tahap, yaitu : 1) Sorpsi komponen secara selektif dari sisi umpan ke arah membran 2) Difusi selektif melalui membran 3) Desorpsi komponen ke fasa uap pada sisi permeat Pada keadaan tunak, peristiwa perpindahan pada proses pervaporasi akan mengikuti hukum Ficks pada persamaan 1.3. * Je =-D{aee) (3) dengan J, = fluks massa komponen A (kg/m?,jam) Da = koefisien difusifitas komponen A (m?/ jam) Ca = konsentrasi komponen A (kg/m’) x = tebal membran (m) Pada proses pervaporasi, konsentrasi cairan dapat dinyatakan sebagai tekanan parsial komponen sesuai dengan hukum Henry pada persamaan I1.4."> C1= Spr dan C2= Sp: a4) dengan: Cy _—_= konsentrasi pada sisi umpan C, — =konsentrasi pada sisi permeat Pi = tekanan pada sisi umpan P2 = tekanan pada sisi permeat S =koefisien kelarutan 14 Substitusi persamaan I1.4 ke persamaan 11.3 Ls) dengan : P=DS (6) P = koefisien permeabilitas D _=koefisien difusifitas S =koefisien kelarutan 1 =tebal membran Koefisien permeabilitas (P) adalah parameter perpindahan massa yang melewati membran, koefisien kelarutan (S) adalah parameter termodinamika yang menyatakan banyaknya penetran yang diserap oleh membran pada keadaan setimbang, sedangkan difusifitas (D) adalah parameter kinetika yang menyatakan kecepatan perpindahan penetran melalui membran. Peristiwa perpindahan melalui membran non pori dapat dibedakan menjadi sistem ideal dan sistem yang tergantung pada konsentrasi. Difusivitas dan solubilitas akan bernilai konstan pada suatu sistem ideal sedangkan untuk sistem yang tergantung pada konsentrasi, difusivitas dan solubilitas merupakan fungsi Konsentrasi penetran. Sistem ideal mengikuti Hukum Henry dengan kurva sorpsi isoterm linier sedangkan sistem non ideal (non linier) mengikuti model volum bebas dan model termodinamika Flory-Huggins."* Kurva sorpsi isoterm untuk berbagai sistem dapat dilihat pada gambar IL.4, @ @) a © P P Gambar II.4 Kurva sorpsi isoterm untuk (1) sistem ideal/linier, (2) sistem polimer glassy, dan (3) sistem dengan interaks kuat antara uap atau cairan organik dengan polimer/tidak linier " 15 Penyimpangan yang terlihat pada sistem polimer glassy (gambar II.4) dapat dijelaskan dengan model dual sorption, dimana terjadi dua mekanisme sorpsi secara bersamaan, yaitu yang sesuai dengan Hukum Henry dan sorpsi tipe Langmuir.’* Kedua mekanisme sorpsi ini dapat dilihat pada gambar I1.5. a) @ co fp P P Gambar II.S_Mekanisme sorpsi pada model dual sorption: (1) mengikuti Hukum Henry, (2) tipe sorpsi Langmuir '* 113.2 Unjuk Kerja Proses Pervaporasi Unjuk kerja proses pervaporasi dapat dinyatakan dengan fluks massa (kg/m? jam) dan selektivitas pemisahan (a). Semakin tinggi fluks massa dan selektivitas pemisahan, semakin baik unjuk kerja proses pervaporasi. Fluks massa membran dapat dinyatakan sebagai laju perpindahan massa per satuan luas permukaan membran per satuan waktu. Kurva laju perubahan massa permeat terhadap waktu dapat dilihat pada gambar II.6 Waktu (Jam) Gambar II.6 Kurva Perubahan Massa Permeat terhadap Waktu 16 Sesuai dengan hukum Ficks, fluks massa dapat dinyatakan dalam laju perubahan massa petmeat pada persamaan II.7. 1(dm s-{#) (aL7) dengan: m= massa permeat (gram) A =luas permukaan membran (m?) t = waktu pengambilan sampel (Jam) ‘dm / dt= slope kurva massa permeat terhadap waktu Selektivitas membran adalah parameter pemisahan yang menyatakan kemampuan membran melewatkan suatu komponen relatif terhadap komponen lain. Definisi selektivitas adalah perbandingan antara rasio fraksi berat komponen 1 dan Komponen 2 di sisi permeat terhadap rasio fraksi berat komponen | dan Komponen 2 di sisi umpan. Selektivitas dapat dinyatakan secara matematis pada persamaan IL8."> (b01/wa) omen Coline 8 dengan w, = fraksi berat komponen 1 dan w2 = fraksi berat komponen 2 114 Membran Pervaporasi Membran yang digunakan dalam proses pervaporasi adalah _membran anisotropik tidak berpori (nonporous/dense) dengan struktur asimetri, yaitu struktur tidak berpori pada lapisan utama dan berpori pada lapisan pendukung (support layer). Penggunaan lapisan berpori pada sublayer membran pervaporasi adalah untuk menyangga/menambah kekuatan mekanik membran dense serta mencegah kondensasi pada kapiler dengan tahanan perpindahan minimal. 17 Peningkatan tekanan parsial karena hilang tekan pada sisi permeat menyebabkan penurunan gaya dorong perpindahan dan mengurangi fluks. Semakin kecil pori membran, hilang tekan pada sisi permeat akan semakin tinggi dan dapat menyebabkan terjadinya kondensasi pada kapiler, tetapi jika diameter pori pada lapisan pendukung terlalu besar, selektivitas pemisahan akan berkurang. Peningkatan unjuk kerja proses pervaporasi dapat dilakukan dengan penggunaan membran tiga lapis yang terdiri dari lapisan pendukung berporositas tinggi, lapisan intermediet non selektif di bagian tengah, dan lapisan non pori di agian atas. Pembuatan atau preparasi membran pervaporasi dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut: . Dip-coating © Polomerisasi plasma © Polimerisasi interfasial IL4.1 Material Membran Pertimbangan pemilihan membran didasarkan pada aplikasi penggunaan dan mekanisme perpindahan komponen dalam membran. Polimer adalah salah satu material yang umum digunakan dalam proses pevaporasi. Pada proses pervaporasi, umpan berada pada fasa cair dan mempunyai afinitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan fasa uap. Semakin tinggi afinitas cairan terhadap polimer, kelarutannya pada polimer akan semakin besar dengan meningkattya konsentrasi. Konsentrasi penetran yang tinggi dalam polimer akan menimbulkan efek plastisasi pada gerak segmental rantai polimer yang menyebabkan peningkatan laju permeasi. - a Pemilihan polimer untuk membran pervaporasi harus didasarkan pada pertimbangan kestabilan kimia, termal, dan efek permukaan seperti adsorpsi dan wettability. Kemampuan mengembang (swelling) atau sorpsi polimer juga tidak boleh terlalu besar untuk menjaga tingginya selektivitas pemisahan dan tidak terlalu Kecil agar dapat menghasilkan fluks yang besar. Kemampuan swelling polimer yang optimum berkisar pada rentang 5 ~ 25 % berat. 18 Sifat-sifat mekanik, termal, kimia, dan perpindahan pada polimer dipengaruhi oleh fasa polimer tersebut. Parameter yang penting dalam menentukan fasa polimer (state of polymer) adalah temperatur transisi gelas (T,) dan kristalinitas. Temperatur transisi gelas adalah temperatur dimana sifat fisik polimer amorf berubah secara drastis dari glassy menjadi rubbery sedangkan kristalinitas menunjukkan derajat Keteraturan susunan molekul rantai-rantai polimer. Parameter-parameter ini ditentukan oleh struktur polimer seperti fleksibilitas rantai, interaksi rantai, dan berat molekul polimer. Kristalinitas yang tinggi pada struktur polimer memberikan tahanan perpindahan yang lebih besar sehingga dapat mengurangi laju permeasi. Karena itu, polimer berstruktur amorf lebih banyak digunakan sebagai material membran pervaporasi. Pemanasan polimer non kristalin atau amorf hingga temperatur di atas Tz, akan mengubah fasa polimer dari glassy menjadi rubbery. Pada fasa rubbery, volume bebas polimer akan bertambah dan menyebabkan swelling. Kemampuan swelling yang terlalu besar dapat meningkatkan fluks tetapi dengan pengurangan selektivitas yang signifikan. Salah satu cara untuk mengurangi derajat swelling suatu polimer untuk mempertahankan sekeltivitas adalah melalui proses crosslinked dengan polimer lain yang mempunyai derajat swelling rendah. Perubahan modulus tarik (E) pada polimer amorf akibat perubahan fasa dapat dilihat pada gambar II.7. Modulus E adalah besamya gaya per satuan luas yang dapat menyebabkan suatu deformasi atau regangan (strain). Glassy State Rubbery State Tt T Gambar II.7 Modulus Tarik Sebagai Fungsi Temperatur pada Polimer Amorf '? 19 Pada gambar II.7 dapat dilihat bahwa pada T > T, (glassy state), modulus E berkurang drastis daripada modulus pada T < Ty (rubbery state). Mobilitas rantai pada daerah glassy sangat terbatas karena gugus samping tidak dapat berotasi dengan bebas pada rantai utamanya. Dengan meningkatnya temperatur, ‘gugus-gugus samping dapat bergerak lebih bebas karena penurunan densitas atau kenaikan volum spesifik walaupun hanya dalam jumlah kecil. Pada T = Ty , energi rantai polimer cukup besar untuk mengatasi hambatan rotasi atau mengurangi interaksi antar rantai sehingga fleksibilitas polimer bertambah. Fleksibilitas rantai dan interaksi rantai polimer sangat menentukan harga ‘temperatur transisi gelas. Pada daerah glassy, gugus samping pada rantai utama dapat berotasi dengan bebas dan mobilitas rantai meningkat. Perubahan sifat fisik dari glassy ke rubbery berlangsung secara diskontinyu. Sifat-sifat fisik yang berubah diantaranya adalah volum spesifik, panas spesifik, indeks bias, dan permeabilitas. Permeabilitas polimer akan meningkat dengan semakin tingginya mobilitas rantai polimer atau meningkatnya elastisitas polimer. Profil volum spesifik dan volum bebas polimer terhadap temperatur dapat dilihat pada gambar IL8. Vs Gambar 11.8 Volum Spesifik dan Volum Bebas Sebagai Fungsi Temperatur pada Polimer Amorf ' 20 Volum bebas adalah bagian volum Kosong yang tidak terisi oleh makromolekul. Fraksi volum kosong cenderung konstan pada daerah glassy dan bertambah secara linear pada daerah rubbery sesuai dengan persamaan IL.9."? Ve= Ve, 1¢+ Ao (T- Ty) (dL9) dengan Ac. adalah perbedaan koefisien ekspansi termal pada temperatur di atas dan di bawah T,. Konsep volum bebas sangat penting untuk pemisahan gas-gas yang inert seperti nitrogen, helium, dan oksigen. Pada pemisahan komponen organik, gerak segmental rantai polimer merupakan fungsi dari konsentrasi penetran. Konsep volum bebas dapat juga diterapkan pada permeasi melalui membran non pori. Pertimbangan lain yang penting untuk pernilihan polimer untuk membran pervaporasi adalah sifat hidrofilik dan hidrofobik. Polimer hidrofilik mempunyai afinitas tinggi terhadap air sehingga dapat mengikat air dengan sangat baik. Kecenderungan hidrofilik ini disebabkan adanya gugus fungsi pada polimer yang mampu berinteraksi dengan molekul air melalui ikatan hidrogen. Contoh polimer yang bersifat hidrofilik dan biasa digunakan dalam proses pervaporasi diantaranya polivinil alkohol, poliakrilonitril, polivinil pirolidin, selulosa asetat, selulosa triasetat, dan etil selulosa. Polimer hidrofobik mempunyai kelakuan yang berkebalikan dari polimer hidrofilik. Polimer hidrofobik mempunyai afinitas yang rendah terhadap air. Contoh polimer hidrofobik yaitu politetrafloroetilen, _polivinilidinflorida, ___polipropiten, dan polietilen. Pada pemisahan komponen organik dari air, polimer yang digunakan sebaiknya bersifat hidrofilik? = : Membran untuk percobaan terbuat dari polimer selulosa asetat/asetil selulosa (CA). Selulosa asetat adalah ester asam organik berupa padatan putih yang tidak berbau, tidak berasa, dan tidak beracun, Selulosa asetat digunakan secara Iuas dalam dunia industri katena kelarutan yang tinggi dalam aseton, salah satu pelarut yang relatif murah dan aman (tidak beracun), Kelebihan lain dari selulosa asetat adalah wamanya yang jernih, stabil, dan tahan lama dalam bentuk film atau plastik. 21 Karakteristik serat selulosa asetat diantaranya adalah: * © Bersifat termoplastik ‘© Mempunyai kekuatan mekanik yang baik dan mudah diproses dengan mesin © Mempunyai ketahanan yang baik terhadap larutan encer asam basa dan garam anorganik, hidrokarbon parafinik, dan alkohol superior. * Kontak dengan alkohol dan pelarut aromatik dapat _menyebabkan pembengkakan dan mengurangi sifat plastis, ¢ Kekuatan mekanik akan berkurang jika dikontakkan dengan Jarutan alkali dan oksidator kuat © Mudah diikat oleh agen plastisasi, panas, dan tekanan © Mudah larut dalam pelarut umum (aseton dan pelarut organik) dan dapat dimodifikasi untuk larut dalam pelarut alternatif termasuk air ‘© Bersifat hidrofilik, mudah terbasahi, mempunyai koefisien perpindahan dan adsorpsi yang baik tethadap fasa cair © Bersifat Aypoallergenic © Luas permukaan yang tinggi © Dapat terurai dan diinsinerasi © Dapat diwamai dan mudah dibentuk dan dicetak © Dapat dibersihkan (dry cleaned) dan pada umumnya tidak mengkerut (shrink). Selulosa asetat dibuat dari campuran asetat anhidrid, asam asetat, dan asam sulfat. Proses ini terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan, asetilasi campuran, hidrolisis, presipitasi, pemurnian, stabilisasi, dan perolehan kembali asam asetat dari campuran. Pada tahap asetilasi, radikal asetil dari asam asetat -disubstitusikan-ke dalam_zat selulosa. Derajat substitusi (DS) radikal asetil dapat _.__ dinyatakan sebagai persen asetil atau persen asam asetat yang tergabungkan ."” Polimer selulosa asetat sangat cocok digunakan sebagai membran karena sifatnya yang semikristalin. Struktur semikristalin memberikan kekuatan mekanik yang baik, bersifat termoplastik dan relatif mudah dibuat. Polimer ini bersifat sangat hidrofilik karena adanya ikatan hidrogen antar gugus hidroksil tetapi tidak larut dalam air karena bersifat semikristalin. Derajat polimerisasi optimum membran selulosa asetat berkisar antara 100-200 dengan berat molekul 25.000- 80.000. Struktur kimia selulosa asetat dapat dilihat pada gambar IL.9. H H3 | oO \—] H OCOCHS 4; H H HH oO oO CH,OCOCH3 H OCOCH3 n CH,OCOCH; H Kekurangan dari polimer selulosa asetat ini yaitu bersifat higroskopis, Gambar [1.9 Struktur kimia selulosa asetat mudah mengalami biodegradasi, temperatur alir yang tinggi, serta keterbatasan Kompatibilitas dengan agen plastisasi yang baik. Beberapa ester selulosa yang banyak digunakan adalah selulosa asetat, selulosa triasetat,dan selulosa asctat butirat. Sifat-sifat fisik selulosa asetat dapat dilihat pada tabel IL3. ‘Tabel IL.3 Sifat-sifat Fisik Ester Selulosa '” Selulosa Selulosa Asetat Selulosa Asetat ‘Triasetat Butirat Asetil, % 37405 43,5 6-31 Butiril, % - : 48-17 Total DS 2,3-2,5 28 2,8-2,9 | Spesific gravity 1,30-1,31 129 117-125 Indeks bias (fim) 148 148 148 Temp. Leleh (Oo) 235-255 265-295 155-255 | Transmisi P an - ~ Transmisi baik baik baik ‘Aseton, dioksan, | Metilen, Klorida- Pelarut metil asetat etanol (9:1) Keton, ester 11.4.2 Modifikasi Membran Pervaporasi Penambahan material tertentu ke dalam matriks membran adalah salah satu bentuk modifikasi yang dapat memperbaiki unjuk kerja membran 23 pervaporasi. Material yang ditambahkan dapat berupa mineral padat sebagai isian yang dideposisikan ke dalam matriks polimer membran. Pada proses dehidrasi campuran etanol-air menggunakan proses pervaporasi, membran polimer harus mempunyai sifat hidrofilik agar dapat menyerap air dengan baik. Untuk meningkatkan karakterisasi membran pervaporasi campuran etanol- air, material isian harus memiliki struktur dan sifat fisik yang sejalan dengan sifat fisik membran, yaitu mempunyai sifat hidrofilik. Material isian membran harus dapat meningkatkan kemudahan transportasi molekul saat melewati membran. Kemudahan transport ini dapat diakomodasi oleh struktur pori dengan mekanisme perpindahan secara semi konvektif Dalam percobaan ini, mineral isian yang ipilih_ untuk modifikasi membran pervaporasi Selulosa Asetat (CA) adalah ‘mineral alam lempung bentonit dan Zeolit Malang. Penggunaan membran zeolit dalam pervaporasi telah cukup banyak digunakan baik dalam skala laboratorium maupun industri. Membran zeolit ‘merupakan lapisan zeolit polikristalin yang terdeposisi pada suatu lapisan support anorganik, Keuntungan membran zeolit dibandingkan membran_ polimer konvensional adalah:? © Membran zeolit membran tidak mengalami pembengkakan (swelling) seperti membran polimer © Membran zeolit mempunyai pori-pori berukuran molekular dengan diameter yang seragam. © Zeolit mempunyai struktur yang cenderung lebih stabil secara kimiawi daripada polimer membran sehingga dapat memisahkan campuran yang _ mempunyai pH sangat rendab. © Zeolit mempunyai kestabilan yang baik pada temperatur tinggi. Kelemahan yang dimiliki membran zeolit diantaranya adalah biaya produksi yang relatif lebih mahal dan sifatnya yang lebih rapuh (brittle) dibandingkan dengan membran polimer. Pemisahan dengan membran zeolit akan baik dilakukan pada komponen yang mempunyai perbedaan ukuran molekul dan kemampuan adsorpsi yang signifikan. Modifikasi lain pada membran pervaporasi adalah dengan mendeposisikan sistal zeolit pada tapisan polimer untuk membuat zeolite filled polymeric 24 membrane atau mixed-matrix membrane. Berbeda dengan membran zeolit, kristal zeolit pada zeolit filled membrane tidak berada dalam lapisan yang kontinyu melainkan terisolasi dalam suatu matriks polimer. Lapisan kristal yang tidak kontinyu ini ternyata memberikan selektivitas atau faktor pemisahan yang lebih rendah daripada pada membran zeolit. Walaupun begitu, zeolite filled membrane bersifat lebih fleksibel dan lebih mudah dibuat daripada membran zeolit. Pada prinsipnya, deposisi kristal zeolit dalam matriks membran dapat meningkatkan mobilitas partikel yang lebih permeabel dalam polimer sckaligus menghambat mobilitas partikel yang tidak/kurang permeabel dalam polimer. Penambahan zeolit dapat meningkatkan perolehan fluks dengan tanpa atau sedikit pengurangan selektivitas atau meningkatkan selektivitas dengan tanpa atau sedikit pengurangan fluks. Penambahan Kristal zeolit temyata meningkatkan baik fluks maupun selektivitas pada beberapa proses pemisahan seperti pemisahan etanol dari air menggunakan Silicalite-1 dan zeolit Y dalam polidimetilsiloksan (PDMS) serta dehidrasi alkohol pada membran poliamid desulfonamid dan PVA yang dideposisi oleh zeolit NaA. Peristiwa perpindahan komponen penetran melalui pori-pori zeolit secara matematis mengikuti persamaan II.10, J -rp4a{ 4) 10) dimana q adalah jumlah Komponen yang teradsorb pada pori zeolit, 2 adalah jarak sepanjang arah perpindahan, D,(q) adalah difusifitas komponen sebagai fungsi 4, dan p adalah densitas zeolit.? Pada temperatur rendah, peristiwa perpindahan melalui pori zeolit terjadi Karena difusi Komponen pada permukaan, Pada temperatur tinggi, peristiwa adsoprsi menjadi tidak signfikan Karena terjadinya difusi Komponen pada fasa gas. Difusi Komponen pada permukaan mengikuti mekanisme adsorpsi-difusi , dengan molekul berdifusi dari ruah cairan ke permukean zeolit. Tahap perpindahan selanjutnya adalah adsorpsi molekul ke pusat aktif pori zeolit. Dalam 25 pori zeolit, molekul berpindah dengan cara ‘melompat’ dari satu pusat aktif ke pusat aktif lainnya, Jika molekul mempunyai ukuran 60% lebih besar daripada diameter pori zeolit, peristiwa perpindahan berlangsung secara difusi konfigural atau difusi permukaan teraktivasi. Peristiwa perpindahan dalam pori disebabkan oleh perbedaan potensial kimia di sepanjang pori dan afinitas molekul yang tinggi. Selanjutnya pada sisi permeat, molekul terdesorpsi dari zeolit dan kemudian berdifisi ke ruah permeat. Mekanisme perpindahan berdasarkan ukuran pori dapat dilihat pada tabel IL-4. Tabel [1.4 Mekanisme perpindahan komponen pada berbagai diameter pori * Diameter Pori ‘Mekanisme Perpindahan 0,1-10 um Aliran konvektif 2-100 nm: Difusi Knudsen 05-2nm ‘Saringan molekular (difusi permukaan) Membran tanpa pork Solution-diffusion Pada proses pervaporasi, adsorpsi Komponen pada zeolit merupakan adsorpsi fisika yang bersifat tidak teraktivasi, eksotermik dan reversibel. Molekul dapat teradsorp ke dalam pori zeolit karena gaya tarik intermolekular antar adsorben dan adsorbat. Semakin besar momen dipol dari suatu komponen, panas adsorpsinya akan semakin besar. Selain itu, gaya dispersi komponen akan meningkat dengan bertambahnya ukuran atau berat molekul dan berkurang dengan bertambahnya jumlah cabang akibat penurunan luas permukaan kontak. Pada membran komposit, zeolit berperan sebagai saringan selektif lanjutan bagi Komponen yang dapat melewatt membran. Zeolit adalah struktwt mikroport berupa padatan kristalin yang mengandung aluminum, silikon, dan oksigen yang tersusun dalam suatu kerangka tertentu. Atom silikon dan aluminum tersusun secara tetrahedral dengan dikelilingi oleh atom oksigen. Faktor lain yang berpengaruh pada penggunaan zeolit sebagai membran atau isian membran polimer adalah sifat hidrofobisitas dan hidrofilisitas, Faktor pemisahan yang tinggi akan didapat dengan penggunaan zeolit hidrofilik pada proses dehidrasi alkohol dan penggunaan zcolit hidrofobik pada pemisahan 26 senyawa organik dari air. Pemilihan jenis zeolit yang akan digunakan untuk modifikasi polimer dapat ditentukan dari perbandingan ukuran pori zeolit relatif tethadap molekul yang akan dipisahkan, Ukuran pori berbagai tipe zeolit dan diameter kinetik molekul yang akan dipisahkan dapat dilihat pada tabel I1.5 dan 16. Tabel I1.5 Ukuran Pori Berbagai Tipe Zeolit No. | _ Zeolit Ukuran Pori (X=0,1 nm) | __SV/AI Struktur I Tipe A 32-43, 1 3D. 2 ZSM-5 51 -5,6 10-500 2D 3 | Silikalit-1 5,1 -5,6 © 2D 4 Theta-1 44-55 >It 1D 3_|__ Offretite 3,6—6,7 3-4 3D 6 | Mordenite 2,6—7.0 5-6 2D 7_{_ Faujasite TA 15-3 3D Tabel II.6 Diameter Kinetik Molekul Polar? No. ‘Molekul Formula Diameter Kinetik (am) 1 Air HO. 0,296 2 Metanol CHAO 0,380 3 Etanol CHO. 0,430 4 2-propanol CHO 0,470 3 2-butanol CaO 0,504 Dari kedua tabel tersebut dapat dilihat bahwa ukuran pori zeolit lebih besar daripada diameter kinetik molekul air. Zeolit tipe A mempunyai ukuran pori lebih kecil daripada molekul etanol, 2-propanol, dan 2-butanol tetapi tipe zeolit lain — friemipuiniyai ukuran “port yang lebih besar daripada “diameter kinetik motekul~ ~ alkohol, Pada proses pervaporasi dengan membran selulosa asetat, air merupakan Komponen penetran utama karena membran selulosa asetat bersifat hidrofilik. Agar fluks penetran dapat dipisahkan, membran dimodifikasi dengan penambahan zeolit dengan kapasitas adsorpsi air yang tinggi tetapi relatif rendah untuk alkohol. Kapasitas adsorpsi campuran alkohol-air dapat dilihat pada tabel 1.7. 27 abel IJ.7 Kapasitas Adsorpsi Maksimum Komponen dalam Pervaporasi * Tumiah teradsorp (mmol gram zeolif) - Zeolit | “sie T Metanol | Etanol Zpropanol| _Metode Analisis ‘Silicalite-T |_2,6 | 48 : 2.8 Volumetrik (Uap) NaY | 62 | 1,2 : 5 Kromatografi (Uap) Ge-ZSM5 [21 5 5 30 Volumetric (Uap) _| Na-ZSM-5 | _2.7_| 06 : : Kromatografi (Uap) _| NaA 1s | 62 | 40 : Volumetrik (Uap) Mordenite | 58 | 16 - : Kromatografi (Uap) Pada tabel II.7 dapat dilihat bahwa kapasitas adsorpsi zeolit NaA terhadap molekul air dan alkohol relatif lebih tinggi dibandingkan zeolit lainnya. Adsorpsi air yang tinggi akan sangat menguntungkan karena dapat meningkatkan fluks permeat yang melewati membran, sebaliknya adsorpsi alkohol yang tinggi dapat mengurangi selektivitas pemisahan. Walaupun mempunyai pori yang berukuran lebih besar daripada molekul dalam campuran yang akan dipisahkan, zeolit NaY mempunyai kapasitas adsorpsi air yang tinggi dan kapasitas adsorbsi alkohol yang relatif rendah. Penambahan zeolit NaY sebesar 20% berat polimer ke dalam matriks membran selulosa asetat (16) temnyata dapat memperbaiki fluks dan selektivitas membran pervaporasi campuran etanol-air dibandingkan membran selulosa asetat homogen (tanpa penambahan zeolit). Selain itu, modifikasi membran selulosa asetat dengan penambahan zeolit memberikan kestabilan yang lebih baik pada proses pervaporasi. Zeolit lain yang mempunyai adsorptivitas yang baik terhadap air adalah mordenite. 11.4.3 Penggunaan Mineral Alam untuk Memodifikasi Membran Pervaporasi Mineral alam yang berasal dari tanah seperti lempung dan zeolit telah banyak dikembangkan sebagai material katalis sintetik dalam berbagai industri kimia. Keuntungan utama penggunaan mineral alam ini adalah sifatnya yang ramah lingkungan dan bebas polusi. Hal ini sejalan dengan isu yang sedang berkembang mengenai “green chemistry” atau bahan kimia yang tidak membahayakan keschatan masyarakat dan kelestarian lingkungan."* Mineral alam 28 yang digunakan untuk modifikasi membran pervaporasi dalam percobaan ini adalah zeolit alam Malang dan lempung bentonit. 1143.1 Zeolit Alam Zeolit alam yang digunakan dalam percobaan ini adalah zeolit Malang yang sebagian besar Komponen penyusunnya adalah mordenite. Mordenite mempunyai sifat hidrofilik dan mempunyai struktur pori sehingga selaras dengan karakterisasi proses dehidrasi campuran etanol-air dengan proses pervaporasi. Mordenite dapat terbentuk baik dari alterasi hidrotermal maupun transformasi temperatur rendah dari abu vulkanik. Sifat-sifat dari mordenite sebagai unsur penyusun utama zeolit alam Malang dapat dilihat pada tabel I1.8. Struktur kristal mordenite terbentuk dari rangkaian S-cincin, terdiri dari ion kompleks SiO, dan AlO,. Kelima cincin ini saling terhubungkan oleh 4-cinein tetrahedral dan membentuk 12-cincin tetrahedral yang mengelilingi saluran berbentuk silinder paralel dengan sumbu c."* Struktur kristal mordenite dapat dilihat pada gambar 11.10. Gambar II.10 Struktur kristal (a) dan sistem pori (b) mordenite "* 29 1143.2 Lempung Bentonit Lempung adalah struktur tanah yang mempunyai diameter partikel lebih kecil dari 2 ym. Karakteristik fisik dari lempung adalah bersifat lengket dan plastis dalam keadaan basah, tetapi keras dan kohesif dalam keadaan kering. Struktur lempung terdiri dari krista! aluminosilikat yang terhidrasi dan mengandung beberapa kation, Berdasarkan komposisi kimiawi dan struktur kristalnya, lempung dibagi menjadi empat kelompok utama yaitu: illite, smectite, vermiculite, dan kaolinite. Lempung yang paling sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan’katalis adalah salah satu jenis dari kelompok smectite yaitu ‘montmorillonite. Montmorillonite ini merupakan material penyusun utama dari lempung bentonit.”” Montmorillonite tersusun dari lapisan ion kompleks oktahedral gibbsite {Al(OH).] dan tetrahedral silikat [SiO,]". Lapisan oktahedral gibbsite (O) tersusun diantara dua lapisan tetahedral silikat (T) membentuk susunan berulang tiga lapis. Diantara tiap susunan berulang terdapat ruang interlayer (1) yang menentukan sifat fisik dan kimia dari lempung (vide infra). Struktur lempung montmorillonite dapat dilihat pada gambar 11.11. 40+2(0H)- 4at 4042(0K) 0 = Octahedcal (AIxOH),] sheet = Interstitial space 4st L= Layered shests 60 Gambar II.11 Struktur Lempung Montmorillonite “ 30 Kontak dengan air menyebabkan lapisan L akan bergeser dan molekul air masuk ke dalam interlayer. Hal tersebut menyebabkan swelling pada lempung dan pertukaran kation-kation pada interlayer lebih mudah terjadi. Sifat-sifat montmorillonite sebagai unsur penyusun utama lempung bentonit dapat dilihat pada tabel 11.8. ‘Tabel 11.8 Sifat-sifat Mineral Alam Montmorillonite '"'? dan Mordenite '* Mineral Lempung Montmorillonite ] Rumus Molekul (Na,Ca)ax(ALMg),SisO(OH)'n(H:0) Rumus Empirik Nag2 Caos AbSisO(OH)(HO)i0 Berat Molekul 549,07 Kristalografi Dimensi (A) a=5,200 A b=9,200 A c=9,600 A 090,00 B=99,00 7 =90,00 Struktur Kristal Monoklinik Dimensi Pori (A) 1,0475 (lapisan interlayer tak terhidrasi) Sistem pori 2.dimensi Densitas (gm/ec) 2,01 Ukuran Partikel (um) | < 0,002 Sifat Fisik | Densitas elektron (mg/ec) | 2,08 Ratio SVAL 2 Wama Putih, kuning, kuning/hijau kecoklatan ‘Mineral Zeolit Mordenite Alam Rumus Molekul (Ca.Nay.K2)ALSiO2e7L0) Rumus Empirik Na 11 CagsKos Alz2Sios020'5.9(H20) Berat Molekut 874,11 Kristalografi Dimensi (A) _ 18,096 A, 6=20,473 A, c=7,515 A | a=f=y=90,00;Z-8 ‘Struktur Kristal Orthorombik Dimensi Pori (A) Sistem por 1 dimensi Densitas (gm/cc) 2,14 Ukuran Partikel (mm) 0,05 «0,05 « 0,30 Sifat Fisk | Densitas elektron (mg/cc) | 2,13 Ratio Si/Al 6 Wama Putih, kekuningan, merah muda 31 11.4.3 Preparasi Membran Berdasarkan tabel 11.2, membran untuk pervaporasi adalah membran non pori yang dapat disiapkan dengan teknik inversi fasa (phase inversion) dan solution coating. Teknik inversi fasa adalah proses perubahan fasa polimer secara terkendali dari fasa cair ke fasa solid. Proses solidifikasi ini biasanya bermula dari transisi cairan satu fasa menjadi cairan dua fasa (liquid-liquid demixing). Pada tahap tertentu selama proses demixing, cairan polimer konsentrasi tinggi mengalami solidifikasi dan menghasilkan matriks padatan."> Morfologi membran dapat diatur dengan pengendalian tahap awal transisi fasa, Inversi fasa dapat dibedakan menjadi beberapa teknik , yaitu : © Presipitasi dengan penguapan pelarut © Presipitasi dari fasa uap ¢ —_ Presipitas dengan penguapan terkendali © Presipitasi termal © Immersion precipitations Teknik presipitasi dengan penguapan pelarut adalah teknik yang paling sederhana dibandingkan dengan teknik-teknik inversi fasa lainnya. Pada teknik ini, polimer dilarutkan dalam suatu pelarut kemudian di-casting pada lapisan support tanpa anyam (nonwoven). Lapisan ini dapat berupa lapisan berpori seperti pada poliester nonwoven atau lapisan non pori seperti logam, kaca, atau teflon. Pelarut kemudian diuapkan dalam suatu inert udara atmosferik agar molekul air ikut teruapkan dan membran homogen non pori dapat diperoleh. ‘Teknik immersion precipitation adalah teknik yang paling banyak digunakan dalam preparasi membran komersial, Pada teknik ini, larutan potimer di-casting pada lapisan support yang sesuai dan diimersikan dalam bak koagulasi yang berisi cairan nonsolvent. 32, 11.4.3.1 Pemilihan Pelarut dalam Preparasi Membran Pemilihan pelarut dalam preparasi membran merupakan tahap yang penting untuk menghasilkan membran dengan unjuk kerja yang baik. Berdasarkan beberapa studi yang berakar dari prinsip-prinsip termodinamika, kelarutan suatu polimer dalam suatu pelarut dapat diperkirakan dengan suatu parameter empirik. Parameter ini adalah parameter kelarutan (8) yang menggambarkan gaya tarik antar molekul pelarut dan polimer. Kelarutan suatu polimer dalam pelarut akan semakin baik jika selisih antara parameter kelarutan polimer dan pelarut (8p-8s)’ semakin kecil. Penentuan parameter kelarutan ini dihitung berdasarkan panas penguapan komponen polimer atau pelarut. Hubungan parameter kelarutan total komponen dengan parameter kelarutan berdasarkan gaya dispersi, gaya polar, dan ikatan hidrogen dinyatakan secara matematis oleh Hansen pada persamaan IL11.9 807 = 82 +8, + Bi? dq.) dengan: 30° = parameter kelarutan total komponen, 8.° = parameter kelarutan berdasarkan gaya dispersi 6,? = parameter berdasarkan gaya polar 8,7 = parameter berdasarkan ikatan hidrogen Parameter kelarutan (5g, 8;, 5s) pada persamaan 1.11 merupakan vektor pada suatu bidang tiga dimensi. Kelarutan polimer dapat dilihat dari jarak vektor antara polimer dan pelarut yang dinyatakan sebagai A pada persamaan II.12.'° A= {Gay 84s)? + par Bps) + Brg Sas} (a.12) Afffiias antara polimer dan pelarut akan meningkat dengan berkurangnya nilai A. Parameter kelarutan polimer selulosa asetat dan A tethadap beberapa pelarut dapat dilihat pada tabel 11.9. 33 Tabel II.9 Parameter Kelarutan Selulosa Asetat dalam berbagai pelarut * No. Komponen 8 (caem’y'* A & | & | & | & 1_ [Selulosa Asetat 19,70 | 7,90 | 3,50 | 630 2_[Aseton 9,77_| 7,58 | 5.10 | 3,40 | 11,07 3 [Dioksan 10,00 | 9,30 | 0,90 | 3,60 | 16,01 4 |Dimetil Formamide (DMF)|_12,14 | 8,52 | 6,70 | 5,50 | 11,26 Berdasarkan tabel IL, aseton memberikan nilai A terkecil dibandingkan dengan pelarut sclulosa asetat lain. Hal ini mengindikasikan bahwa aseton mempunyai afinitas yang paling besar dan paling mudah melarutkan polimer selulosa asetat. Pemilihan aseton sebagai pelarut selulosa asetat juga didasarkan pada pertimbangan harga yang relatif lebih murah, mudah didapat, dan lebih aman dibandingkan dengan pelarut lainnya. 1.4.3.2 Aspek Pencampuran dalam Preparasi Membran Pencampuran yang baik adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk membuat membran dengan unjuk kerja yang handal dan stabil. Beberapa Komponen dapat saling melarut dengan baik jika komponen-komponen tersebut mempunyai gaya tarik molekul yang relatif sama. Komponen polar hanya dapat melarut dengan baik pada pelarut polar dan begitu juga sebaliknya. Polimer selulosa asetat dapat melarut dengan baik dengan ascton menghasilkan dope ~ Seluifosa asetat karéna kedua Komponen tersebut bersifar polar. Penambahan isian— fasa padat ke dalam larutan dope selulosa asetat juga memerlukan perhatian khusus, terutama jika ukuran partikel cukup besar dan isian sulit terdispersi dalam larutan dope. Faktor yang perlu diperhatikan adalah kecepatan putaran pengaduk dan waktu pencampuran. Proses pencampuran dapat dihentikan jika campuran telah homogen. 34 ILS Metode Analisis Komposisi Campuran Analisis komposisi campuran umpan dan permeat dalam percobaan ini secara kuantitatif dilakukan dengan metode kromatografi. Prinsip kerja kromatografi didasarkan pada perbedaan proses migrasi diferensial tiap komponen dalam campuran terhadap fasa diam (stasioner). Jenis kromatografi yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah kromatografi gas. Pada analisis dengan kromatografi, sampel disuntikkan ke dalam kolom pada temperatur tertentu sehingga berubah fasa menjadi fasa uap. Sampel dalam fasa uap ini kemudian dielusi oleh suatu gas pembawa yang bersifat inert. Fasa diam dalam kolom kromatografi gas merupakan cairan yang tidak mudah menguap dengan penyangga padatan inert. Kecepatan elusi tiap-tiap komponen pada gas pembawa akan berbeda tergantung pada kecepatan absorpsi-desorpsi komponen yang bersangkutan. Bagian-bagian penting dari alat kromatografi gas ini diantaranya adalah gas pembawa (carrier gas), fasa diam (stationary phase), detektor, temperatur injeksi, temperatur kolom, dan jenis kolom. Fasa gerak yang umum digunakan dalam kromatografi gas diantaranya hidrogen, helium, dan nitrogen. Detektor dalam alat kromatografi salah satu jenisnya adalah detektor konduktivitas termal (TCD) yang mendeteksi perbedaan konduktivitas termal tiap komponen yang melewati kolom tethadap konduktivitas komponen acuan (6). Pada percobaan ini, gas pembawa yang digunakan adalah gas nitrogen. Jenis dan temperatur kolom kromatografi gas untuk analisis campuran etanol-air dapat dilihat pada lampiran Ad.

You might also like