You are on page 1of 12

REVIEW JURNAL FISIKA INTI

NAMA MAHASISWA : LINDA RAHMADHANI

NIM : 4152240005

KELAS : FISIKA ND 2015

MATA KULIAH : FISIKA INTI

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

MEDAN

2017

1
JURNAL 1
Judul : Studi Karakteristik Detektor Sodium Iodide Dalam Pemanfaatannya Sebagai
Segmented Gamma Scanner Limbah Radioaktif.
Penulis : Hendro, Mohamad Nur Yahya
Jurnal : Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah (Journal of Waste Management
Technology)
Tempat : Pusat Teknologi Limbah Radioaktif - BATAN ,Pusat Teknologi Keselamatan
dan Metrologi Radiasi – BATAN
Volume : Volume 17 Nomor 2
Tahun : 2014
ISSN : ISSN 1410-9565
Ringkasan Jurnal :
Perkembangan aplikasi teknik nuklir di Indonesia baik aplikasi radiasi maupun
radioisotop berkembang sangat pesat. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya pemanfaatan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (iptek) nuklir tersebut dalam bidang industri, kesehatan, serta
penelitian dan pengembangan (Litbang) iptek nuklir itu sendiri, hal ini akan meningkatkan jenis
maupun jumlah limbah radioaktif aktivitas rendah dan sedang. Berdasarkan PP No. 61 Tahun
2013 BATAN merupakan satu-satunya institusi resmi di Indonesia yang melaksanakan
pengelolaan limbah radioaktif. Sesuai dengan prinsip dasar pengelolaan limbah radioaktif yang
memastikan perlindungan kesehatan manusia dan lingkungan serta tidak membebani generasi
yang akan datang maka dibutuhkan suatu pengelolaan yang efektif dan efisien.
Limbah yang masuk dari penghasil limbah mempunyai karakteristik yang beragam.
Untuk keperluan pengelolaan harus di identifikasi kandungan dan jenis limbah yang merupakan
tahapan awal dari pengelolaan limbah radioaktif salah satunya dengan menggunakan sistem
gamma scanner. Detektor yang digunakan untuk gamma scanner sudah banyak jenisnya baik
yang terbuat dari semikonduktor, sintilasi maupun isian gas. Namun demikian dalam berbagai
pengelompokannya semua detektor tersebut digunakan untuk tujuan yang sama, yaitu untuk
mengidentifikasi radionuklida. Dalam pemanfaatannya gamma scanner yang dipasang pada
instalasi Pusat Teknologi Limbah Radioaktif BATAN akan menggunakan detektor sodium
iodide.

2
Desain gamma scanner yang diaplikasikan pada instalasi pengolahan limbah mengadopsi
system Segmented Gamma-ray Scanner (SGS) dengan menggunakan detektor sodium iodide
sebagai pencacah radiasinya. SGS di desain sebagai sebuah uji tak rusak untuk mengukur
radionuklida yang terkandung pada drum limbah radioaktif dalam berbagai matriks. Pada
umumnya system SGS ini menggunakan detektor High Purity Germanium ( HPGe ) namun
detektor HPGe membutuhkan perawatan khusus dan sangat sensitif terhadap gangguan.
Sistem SGS adalah teknik yang paling banyak digunakan untuk mengidentifikasi drum
limbah radioaktif sebelum dilakukan pengolahan limbah. Drum dibagi menjadi beberapa segmen
dan setiap segmen akan tercacah pada saat drum berotasi dan berelevasi. Dengan asumsi bahwa
pada setiap segmen matriks dan densitas sampel adalah konstan dan homogen serta distribusi
pancaran radiasinya sama. Pemanfaatan detektor sodium iodide sebagai pencacah pada system
SGS merupakan salah satu opsi yang bisa pilih selain menggunakan detektor jenis HPGe.
Detektor sodium iodide dipilih sebagai detektor dalam system SGS ini karena memiliki beberapa
keunggulan diantaranya konsumsi daya rendah dan memiliki efisiensi yang lebih tinggi
dibandingkan detektor HPGe
Metode Penelitian
Pemanfaatan detektor sodium iodide sebagai pencacah pada sistem SGS merupakan salah
satu opsi yang bisa pilih selain menggunakan detektor jenis HPGe Studi karakteristik ini
dilakukan dengan pengujian beberapa parameter menggunakan sumber radiasi standard Cs-137
dan Co-60. Detektor NaI(Tl) yang digunakan adalah model 3MW3 produksi BICRON Saint-
Gobain Crystals USA. Untuk memenuhi semua kebutuhan detektor mulai dari tegangan tinggi,
preamp, amplifier, counter, timer, stabilizer, memory, signal discriminator dan ADC digunakan
ASA-100 produksi Canberra.
Hasil dan Pembahasan
1. Tegangan Operasi
Photomultiplier tube yang terpasang pada detektor NaI(Tl) memiliki tegangan operasi berbeda-
beda berkisar antara 500 – 1100 Volt. Tegangan operasi yang maksimal bisa diketahui dengan
membuat grafik data pengamatan antara tegangan operasi vs cacahan.
Tegangan operasi terpasang pada variasi tertentu akan didapat cacahan bervariasi pula.
Untuk menentukan tegangan kerja detektor yang optimal adalah dengan cara mencari
perbandingan cacahan sumber terhadap cacahan latar belakang yang terbaik.

3
Gambar 1. Grafik tegangan operasi vs cacahan perdetik
Dari Gambar diatas dapat dilihat bahwa detektor sintilasi NaI(Tl) ini memiliki cacahan
yang terbaik jika diberikan tegangan operasi sebesar 800 volt, dengan demikian tegangan operasi
yang digunakan pada system SGS adalah sebesar 800 volt.
2. Amplifikasi detector

Kemampuan optimal dari detektor NaI(Tl) dalam mengukur intensitas radiasi dipengaruhi oleh
efisiensi dari detektor tersebut. Dalam instrument pengukuran nuklir amplifikasi bersifat
eksponensial mengikuti sifat radiasi yang memiliki probabilitas sehingga penguatan akan terlihat
eksponensial. Berikut ini akan ditampilkan dua buah grafik yaitu grafik penguatan terhadap
posisi channel dan grafik intensitas cacahan terhadap besar penguatan.

Gambar 2. Faktor amplifikasi vs channel

Dari respon grafik pada Gambar 2 dapat diperoleh bahwa semakin tinggi penguatan maka
channel akan semakin bergeser ke channel yang lebih besar yang merupakan posisi channel-
channel dengan resolusi yang kurang bagus. Bentuk respon grafik penguatan tidak linear akan
tetapi berbentuk eksponensial karena sifat radiasi yang memiliki probabilitas sehingga tidak

4
terlihat respon linear selain itu didapat juga grafik perbandingan antara besar penguatan dengan
jumlah cacahan.

Gambar 3. Grafik Amplifikasi vs Intensitas cacahan


Pada Gambar 3 bisa diperoleh bahwa respon intensitas cacahan terhadap besar
amplifikasi menghasilkan eksponensial menurun. Semakin tinggi amplifikasi semakin rendah
cacahan yang didapat, hal ini dikarenakan semakin besar penguatan channel akan bergeser ke
channel kanan, berdasarkan data yang telah didapat cacahan akan semakin buruk jika bergeser ke
channel sebelah kanan atau channel tinggi.
KESIMPULAN
Detektor sodium iodide ini dapat bekerja secara optimal dengan pengaturan tegangan
sebesar 800 volt dengan faktor amplifikasi 8 kali. Karakteristik detektor sodium iodide memiliki
ADC yang linier dan amplifier yang bersifat eksponensial dengan resolusi puncak energi Cs-137
10,5% dan Co-60 7,1%. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan sistem pengukuran NaI(Tl)
menghasilkan cacahan yang stabil sehingga layak digunakan sebagai detektor pada Sistem
Segmented Gamma Scanner serta pengaturan operasi yang bisa digunakan sebagai referensi.

5
JURNAL 2
Judul : Studi Cacahan Radiasi Sr-90 dan Am-241 untuk Beberapa Filter Rokok
Komersial Menggunakan Detektor Geiger-Muller
Penulis : Hendro, Mohamad Nur Yahya
Jurnal : Journal of Aceh Physics Society (JAcPS)
Tempat : Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam, Universitas
Syiah Kuala, Indonesia
Volume : Vol. 5, No. 2 pp.1-6
Tahun : 2016
ISSN : ISSN: 2355-8229
Ringkasan Jurnal :
Tanaman tembakau merupakan bahan utama dalam pembuatan rokok. Tembakau yang
terdapat pada rokok tidak hanya mengandung racun seperti nikotin dan tar, akan tetapi pada
tanaman ini juga dapat mengandung zat radioaktif seperti Pb-210, Po- 210, dan Ra-226 yang
merupakan jenis radiasi pengion. Mekanisme pengendapan zat radioaktif pada tumbuhan
tembakau terjadi akibat serapan akar dari tanah. Tanah yang mengandung Radium (Ra- 226)
menjadi media tumbuh bagi tanaman tembakau yang merupakan bahan utama dari rokok
tersebut. Radium merupakan induk unsur radioaktif yang nantinya akan meluruh menjadi Radon
(Rn-222) dan berakhir pada Pb-210. Zat radioaktif Pb-210 juga dapat terserap oleh tanaman
tembakau melalui akar tanaman tembakau tersebut. Mekanisme lainnya adalah melalui daun.
Zat radioaktif Pb-210mengendap pada permukaan daun tembakau sebagai hasil luruhan
dari gas radon (Rn-222) yang berasal dari kerak bumi dan selanjutnya lolos ke atmosfer. Daun
tembakau mempunyai kemampuan untuk menahan zat radioaktif tersebut, kemudian
mengakumulasikan unsur radioaktif Pb-210 dikarenakan adanya bulu-bulu tipis pada daun yang
disebut trichoma yang berfungsi sebagai kolektor dari partikel kecil (Afif dkk, 2014). Radium
(Ra- 226) dan yang berakhir pada Pb-210 akan terakumulasi dalam tembakau dapat
memancarkan radiasi beta dan gamma dengan waktu paruh 19,4 tahun yang dapat menumpuk di
paru-paru perokok selama puluhan tahun. Selain Pb-210 pada tembakau juga terdapat zat
radioaktif Po-210 yang memiliki waktu paruh 13,3 hari dan memancarkan radiasi alpha dengan
energi sebesar 5,305 MeV. Pb-210 dan Po-210 sama-sama berasal dari unsur-unsur radioaktif

6
yang terdapat dalam deret Uranium. Kedua unsur radioaktif tersebut bersifat radiotoksik bagi sel-
sel di dalam tubuh sehingga menyebabkan kanker (Carvalho, 2006).
Hasil yang diperoleh dari penelitian sebelumnya didapatkan bahwa besarnya estimasi
dosis efektif dari menghisap asap rokok untuk perokok dewasa pertahunnya untuk Pb-210 dari
47.0 µSv/tahun hingga 134.9 µSv/tahun (rata-rata 104.7 µSv/tahun) sedangkan dosis efektif
untuk K-40 tidak diperhitungkan karena K-40 merupakan zat radioaktif yang melimpah di alam
dan lazimnya terdapat dalam makanan (Papastefanou, 2009). Berdasarkan penelitian Afif dkk
(2014), pembagian konsentrasi aktivitas radionuklida kira-kira 75% radioisotop pada rokok
terkandung pada asap rokok yang sebagian terhirup dan tersimpan pada jaringan paru-paru dan
kira-kira 25% tersimpan pada filter dan abu rokok. Apabila perokok aktif maupun pasif
menghirup asap rokok secara terus menerus, maka akan menimbulkan berbagai gangguan
kesehatan bagi tubuh. Asap rokok yang mengandung radiasi dari zat radioaktif Po-210 dapat
menyebabkan rusaknya sel-sel di dalam tubuh. Seiring berjalannya waktu partikel ini dapat
merusak paru-paru dan menyebabkan kanker (Papastefanou, 2009).
Metode
Sampel filter rokok didapatkan dari rokok yang dijual secara bebas pada toko di sekitar
Darussalam, Banda Aceh-Indonesia. Proses pembuatan sampel filter rokok sebagai material
penyerap radiasi dilakukan di Laboratorium Material Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Syiah
Kuala. Pengujian filterrokok sebagai material penyerap radiasi dilakukan di Laboratorium Fisika,
Program studi Pendidikan Fisika, FKIP, Unversitas Syiah Kuala, untuk kemudian dicacah
menggunakan detektor Geiger- Muller (@Phywe). Sampel yang digunakan pada penelitian ini
terdiri atas filter rokok dari tiga jenis rokok (A, B dan C) dengan merek dagang tertentu
digunakan sebagai simulasi dari keadaan sebenarny yang dijual secara komersial di daerah
Banda Aceh. Sampel mendapat perlakuan tanpa press (kondisi normal) dan pres. Pengujian yang
dilakukan adalah mengukur cacahan intensitas radiasi (I) yang dihasilkan dari sumber radioaktif
Sr-90 dan Am-241 setelah dilewati oleh filter rokok sebagai material penyerap radiasi. Bahan
radioaktif buatan Sr-90 dan Am-241 dipilih sebagai simulasi untuk menggantikan radiasi
sebenarnya yaitu Pb-210 dan Po-210. Filter rokok diletakkan pada sebuah pelat berbahan Pb
yang berukuran 10x5 cm dan dilubungi pada bagian tengah dengan ukuran sesuai diameter
sampel filter tersebut. Perisai Pb disini bertindak sebagai holder bagi sampel filter. Masing-

7
masing pengujian dilakukan pengulangan untuk setiap zat radioaktif dengan variasi jarak antara
sampel dan sumber radiasi sejauh 6, 7 dan 8 cm.
Hasil dan Pembahasan
Hasil Penelitian menunjukkan pengaruh dari peletakan bahan perisai Pb sebelum dan
sesudah dilubangi terhadap intensitas dari sumber Sr-90 dan Am-241 berdasarkan perbedaan
jarak sampel dan sumber radiasi. Berdasarkan Gambar 3 didapatkan bahwa intensitas radiasi
setelah melewati perisai Pb tanpa lubang lebih kecil dibandingkan dengan intensitas radiasi
setelah melewati perisai yang telah diberi lubang. Intensitas radiasi sangat dipengaruhi oleh jenis
radiasinya Sumber Sr-90 memiliki intensitas yang lebih besar dibandingkan dengan sumber Am-
241 kerena Sr-90 memancarkan radiasi β sedangkan Am-241 memancarkan radiasi α. Radiasi β
memiliki daya tembus yang lebih besar dibandingkan radiasi α sehingga untuk sumber Sr-90
memiliki intensitas radiasi yang lebih tinggi. Dengan demikian keberadaan perisai Pb sebagai
holder dapat mempengaruhi nilai intensitas radiasi yang akan diukur pada penelitian ini. Gambar
4 dan 5 menjelaskan hubungan cacahan intensitas radiasi dari sumber terhadap jenis filter rokok
pada kondisi normal dan pres. Untuk data yang ditampilkan, faktor koreksi dari cacahan
intensitas radiasi latar telah dikurangkan dalam perhitungan. Berdasarkan Gambar dan Gambar 4
didapatkan bahwa dengan adanya filter rokok maka dapat menyebabkan penyerapan radiasi dari
sumber oleh filter sehingga nilai cacahan maksimum dapat berkurang menjadi sekitar 100
count/min untuk sumber radisi beta (sumber Sr-90) dan sekitar 40 count.min untuk radiasi alfa
(Am-241).
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa perisai Pb sangat efektif untuk menyerap
bahan radioaktif dan semakin jauh jarak sumber radiasi terhadap target paparan maka nilai
cacahan intensitas yang didapatkan akan semakin berkurang. Cacahan intensitas radiasi (I) yang
paling rendah untuk filter rokok pada kondisi normal diperoleh oleh filter rokok C, sedangkan
untuk filter rokok yang telah dipres diperoleh oleh filter A. Hal ini terjadi karena pada kondisi
normal, filter rokok C memiliki ketebalan tertinggi sebesar 2,6 cm dan dalam kondisi dipress,
filter rokok A memiliki ketebalan yang tertinggi yakni sebesar 0,016 cm. Berdasarkan sifat fisis
dari filter rokok didapatkan bahwa filter rokok yang memiliki ketebalan yang besar maka akan
mengurangi besarnya cacahan intensitas yang masuk tanpa dipengaruhi oleh kerapatannya.
Kerapatan dari filter sulit ditentukan korelasinya terhadap intensitas, berdasarkan studi ini

8
didapat bahwa kerapatan tidak mempengaruhi besar kecilnya intensitas secara langsung namun
akan berpengaruh terhadap nilai koefisien serapan massa bahan filter tersebut. Ketebalan
daripada filter rokok sangat berpengaruh terhadap nilai cacahan intensitas radiasi dari sumber
alfa dan beta.

JURNAL 3
Judul : Determination of radioac tivity concen trations in soil sample s and dose
assessmen t for Rize Province , Turkey
Penulis : Ay s¸ e Durusoy*, Meryem Yildirim
Jurnal : Journal of RadiationReaserch and Applied Sciences
Tempat : Yildiz Technical University, Department of Physics, Davutpasa Campus,
Topkapi, 34210 Istanbul, TurkeyVolume :
Tahun : 2017
Ringkasan
Sejak genesisnya, kerak Bumi mengandung radionuklida dengan waktu paruh yang
panjang, seperti 40K, 238U, dan 232Th. Sebagai hasil dari mereka radioaktivitas, radionuklida
tersebut menyebabkan radiasi alami. Penentuan tingkat aktivitas radionuklid disebutkan di atas di
tanah, perairan, vegetasi lokal, dan udara wilayah dapat membantu menentukan radioaktivitas
alami di suatu wilayah. Tanahadalah salah satu sumber utama paparan radiasi pada suatu
populasi melaluitransfer radionuklida ke lingkungan (Ahmad, Jaafar,Bakhash, & Rahim, 2015).
Wilayah Laut Hitam timur bertemu100% dari pasokan teh Turki, 60% di antaranya
berasal dari Provinsi Rize,mencerminkan fakta bahwa tanaman teh adalah tipe vegetasi utama di
Indonesiawilayah. Oleh karena itu, menganalisis sampel tanah sangat baguskepentingan untuk
teh dan produk pertanian lainnya seperti kemiri, jagung, dll.Pengukuran radiasi lingkungan
bertujuan untuk menentukandosis paparan radiasi dari sumber-sumber lingkungan, dan untuk
mengevaluasi risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh radiasi. Penelitian serupa telah dilakukan
secara berkala di wilayah yang sama untuk memperbarui studi sebelumnya dan untuk
menyelidiki perubahan apa pun (Dizman, Gorür, €& Keser, 2016; Keser et al., 2011; Kurnaz et
al., 2007; TAEK, 2007;Turhan et al., 2012; Çelik, Çevik, Çelik, & Koz, 2009). Ini sangat penting

9
untuk menentukan radioaktivitas alami dari 40K, 238U, dan 232 Thradionuklida, dan khususnya,
radioaktivitas 137Cs terjadi di tanah sebagai akibat dari kecelakaan pembangkit listrik tenaga
nuklir pada tahun 1986 di kota Chernobyl di Provinsi Kiev, Ukraina. The Black bagian timur
Wilayah laut dipilih untuk studi karena dekat dengan Chernobyl dan kontribusinya terhadap
produksi teh di Turki Mengulangi studi di wilayah yang sama juga memungkinkan para peneliti
untuk memantau perubahan tergantung waktu pada konsentrasi 137Cs isotop dan untuk menilai
risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh radioaktivitasnya (TAEK, 1988).
Konsentrasi aktivitas, 238U, 232Th dan 40K radionuklida alami dan radionuklida
137Cs dihitung menggunakan menganalisis nilai radionuklida dan data lain yang dibutuhkan. Itu
Hasilnya dibandingkan dengan data yang dilaporkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa Komite
Ilmiah tentang Pengaruh Radiasi Atom (UNSCEAR, 2000) dan studi sebelumnya untuk
konsentrasi massa rata-rata radionuklida 40K, 238U, dan 232Th di tanah (Tabel 2). Sebagai
tambahan, tingkat dosis paparan gamma, tingkat dosis efektif total,radium aktivitas setara dan
indeks bahaya eksternal maksimumdihitung sesuai dengan model yang direkomendasikan oleh
UNSCEAR (2000)
Metode
1. Area Wilayah
Rize adalah provinsi Turki yang terletak di ujung timur Garis pantai Laut Hitam Timur
di Anatolia timur laut (Lihat Gbr. 1),antara 40 220 dan 41 280N garis lintang dan 40 200E dan
41 200E darigaris bujur. Tidak termasuk danau, luas permukaan Rize adalah 3922 km2, dan
populasinya adalah 328.979. (ÇED Report, 2006). Daerah studi ditandai dengan sangat curam
dan kasar dataran, dengan 78% wilayahnya bergunung-gunung dan tinggi mulai dari 0 hingga
2000 m. Medan yang keras mendominasi provinsi ini, dan pegunungan mulai meningkat dari
bagian pesisir laut Hitam. Ada beberapa wilayah datar di wilayah ini, yang terletak di pantai,
atau di mana sungai mendekati pantai. Ini wilayah menerima jumlah curah hujan terbesar di
seluruh tahun. Untuk alasan ini, pengangkutan material di dalam tanah oleh curah hujan dan air
tanah itu penting. Lokasi distrik di mana sampel dikumpulkan memungkinkan kami untuk
mensurvei radiasi alami dan buatan baik di daerah pesisir dan dataran tinggi Rize.
2. Sampling
Sampel tanah, yang dikumpulkan secara konvensional metode dari kabupaten tersebut,
dibiarkan kering untuk satu bulan di bawah kondisi laboratorium untuk menghilangkan beberapa

10
kelembaban. Setelah periode pengeringan, sampel tanah kering dan bergumpal dihancurkan dan
diayak melalui mesh 30 0-mm untuk mendapatkan partikel homogen dan berukuran halus.
Sampel dikeringkan untuk terakhir kali dalam tungku yang dikontrol suhu pada 100 C selama
sehari. Berat bersih dari sampel adalah sekitar 1000 g. Itu sampel kemudian ditransfer ke gelas
ukur Marinelli, yang ditutup dan disegel dengan film parafin untuk mencegah melarikan diri dari
gas radon. Sampel tanah diistirahatkan selama 30 haribiarkan gas radon di tanah mencapai
kesetimbangan
Pembahasan
Konsentrasi aktivitas (Bq kg 1) dari yang terjadi secara alami 238 U, 232Th dan 40K,
radionuklida dan yang terjadi secara artifisial Radionuklida 137Cs ditentukan dalam sampel
tanah dari Central Rize dan distriknya,Gambar berikut menunjukkan distribusi aktivitas 238U,
232Th, 40K dan 137Cs konsentrasi di masing-masing dari 24 sampel tanah dari 12 distrik
di Rize.Konsentrasi aktivitas dalam sampel tanah bervariasi dalam kisaran 7.4e79.8 Bq kg 1
untuk 238U, 9.5e170.8 Bq kg 1 untuk 232Th, 35.7e913.8 Bq kg 1 untuk 40K, dan 0.6e154.3 Bq
kg 1 untuk 137Cs.

penelitian adalah 24,5 Bq kg 1, dan dengan demikian lebih rendah dari rata-rata dunia 35Bq kg
1. Konsentrasi aktivitas rata-rata 232Th diperkirakan dalam penelitian ini adalah 51,8 Bq kg 1,

11
yang lebih tinggi dari rata-rata dunia 30 Bq kg 1. Konsentrasi aktivitas rata-rata 40K
diperkirakan dalam penelitian ini adalah 344,9 Bq kg 1, yang lebih rendah dari rata-rata dunia
400 Bq kg 1. Nilai-nilai yang diukur dalam penelitian ini tampaknya menurun bila dibandingkan
dengan studi sebelumnya dari wilayah studi. Perbedaan nilai aktivitas terjadi secara alami
Radionuklida 40K mungkin disebabkan oleh residu tanaman dan batu di dalam tanah dari daerah.
Lagipula, sampel tanah mungkin sudah ada dipupuk dengan pupuk buatan dan mengandung
residu karkas hewan, yang dapat menyebabkan perubahan nilai aktivitas mereka.
Kesimpulan
Untuk menyimpulkan, nilai aktivitas radionuklida berbeda antara kabupaten,
tergantung pada struktur geografis, curah hujan jumlah, dan ketinggian distrik. Selanjutnya,
komposisi tanah dan apakah tanah itu pra-dibuahi atau tidak juga variabel penting. Kegiatan
yang ditentukan dalam penelitian ini adalah umumnya lebih rendah dari nilai rata-rata dari
seluruh dunia. Ini
menunjukkan bahwa radiasi di area penelitian berada dalam batas alami dan tidak berbeda secara
signifikan dari wilayah lain di dunia.Namun, mengulangi penelitian serupa secara berkala untuk
melakukan pengukuran radiasi alami, dan radiasi buatan dari Radionuklida 137mik yang
diinduksi oleh Chernobyl sangat penting dalam hal ini memantau wilayah untuk kesehatan
manusia. Hasilnya menunjukkan itu meskipun konsentrasi aktivitas 137Cs telah menurun,
radionuklida masih tetap ada di wilayah ini.Studi ini dapat dianggap sebagai sumber yang
berguna untuk studi masa depan pada pemetaan radioaktivitas alami.

12

You might also like