You are on page 1of 45

LAPORAN KASUS

PREEKLAMPSIA BERAT

Oleh :
Lambok Yohanna Flowrentina Br Panjaitan

PROGRAM INTERNSHIP
PERIODE JUNI 2017 – JUNI 2018
RS CIREMAI
STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Wanita
Umur : 34 tahun
Alamat : Jl. Ciremai Raya No. 445
No. Rekam Medik : 8151XX
Tgl. Masuk RS : 04 Januari 2018

II. ANAMNESIS

1. Keluhan utama : Sering merasa pusing dan bengkak pada kedua kaki
2. Riwayat penyakit sekarang :
G2P1A0 mengaku hamil 7 bulan lebih, datang dengan keluhan pusing sejak 1
minggu yang lalu dan bengkak pada kedua kaki. Pusing dirasakan setiap hari.
Keluhan tidak disertai mual dan muntah. Pasien menyangkal ada nya darah,
kenceng-kenceng, keputihan, gatal. BAB & BAK normal.
USG terakhir (bulan lalu) : THIU, Bayi sehat, perempuan, kepala di bawah,
TBBA : 2500 gram.
HPHT : 10 Mei 2017
TTP : 17 Maret 2018
R. Mens : teratur, siklus 28 hari, lama 7 hari
R. PNC : bidan
R. KB : (-)
RPD : HT (-), DM (-), asma (-), alergi (-)
RPK : HT (-), DM (-), asma (-), alergi (-)
R. operasi : (-)
Golongan darah : O
Lama pernikahan 4 tahun

Riwayat Obstetri
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik, compos mentis
TD : 170/100 mmHg
N : 84x/menit
RR : 20x/ menit
S : 36,5
Kepala : konjunctiva anemis : -/-; sclera ikterik : -/-
Thorax : cor : Bj s1s2 reguler, murmur (-); Pulmo : VBS ki=ka, rh -/-, wh -/-
Abdomen : cembung ( gravida )
Extremitas : oedem +/+, akral hangat, CRT <2

Status Obstetrikus
 TFU : 22cm
 LP : 85 cm
 Letak janin : kepala, puka
 His : (-)
 BJA : 12-12-12
 TBBA : 2500 gram
 Pemeriksaan dalam : tidak dilakukan
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap
Leukosit 10,2 10x3/uL

Eritrosit 4,46 10x3/Ul

Haemoglobin 13,8 g/Dl

Hematokrit 43,2 %

MCV 96,9 Fl

MCH 30,9 pg

MCHC 31,9 g/Dl

Trombosit 160 10x3/Ul

Hitung Jenis
Basinofil 0 %

Eosinofil 0 %

Neutrofil 84 %

Limfosit 0 %

Monosit 0 %

GDS 139

Ureum 16
Kreatinin 0,9

SGOT 34

SGPT 21

Urine Protein +++

IV. RESUME
1. Anamnesis
a. Pusing
b. Bengkak pada kaki
c. RPD: riwayat trauma sebelumnya, HT (+), DM (-).
d. RPK: riwayat HT (-)

2. Pemeriksaan Fisik
a. KU : Cukup
b. Vital Sign : TD: 170/100, N: 84 x/mnt, RR : 20 x/mnt, S : 36,5
c. Kepala : konjunctiva anemis : -/-; sclera ikterik : -/-
d. Thorax : cor : BK:m, murmur (-); Pulmo : VBS ki=ka, rh -/-, wh -/-
e. Abdomen : cembung, gravida
f. Extremitas : oedem +/+, akral hangat, CRT <2
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium Darah lengkap: Proteinuria +++

V. DIAGNOSIS
G2P1A0 Gravida 30-31 minggu + PEB
VI. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan : Konsultasi dr.SpOG
a. IVFD RL 20tpm
b. Cek NST
c. Tes Lakmus
d. Injeksi Dexametason 2
e. Nifedipin 2 x 10 mg
f. Antikonvulsan : MgSO 10cc/4ml dalam infus RL 100cc di grojog dalam 15
menit, sisa 6 ml dalam Inful RL 1000cc 20tpm

VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam

Klasifikasi

Berdasarkan Etiologi hipertensi dibagi menjadi;

 Hipertensi yang tak diketahui penyebabnya/ Hipertensi esensial (Hipertensi Primer) dengan
frekuensi 95-98%
 Hipertensi yang penyebabnya diketahui/ Hipertensi sekunder

Hipertensi yang Menurut JNC VII (The Seventh Joint National Committee on Prevention Detection,
Evaluation, and treatment of High Blood Preassure) 2003 dan

NIH (National Heart, Lung, and Blood Institute, November 2008

Systolic Diastolic
Category
(top number) (bottom number)

Normal Less than 120 And Less than 80

Prehypertension 120–139 Or 80–89

High blood pressure

Stage 1 140–159 Or 90–99


Stage 2 160 or higher Or 100 or higher

Menurut WHO (World Health Organitation) 2003

Category Systolic (mm Hg) Diastolic (mm Hg)

Optimal <120 and <80

Normal <130 and <85

High normal 130-139 or 85-89

Hypertension

Stage 1 140-159 or 90-99

Stage 2 160-179 or 100-109

Stage 3 ≥180 or ≥110

Hipertensi pada kehamilan

Hipertensi merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pada saat kehamilan, terjadi
pada 2-3% kehamilan. Hipertensi pada kehamilan dikategorikan menjadi:

1. Gestational hypertension (dahulu disebut pregnancy-induced hypertension (PIH), yang


mencakup transient hypertension).
Gestational hypertension, terjadi bila tekanan darah > 140/90 mmHg untuk pertama
kalinya selama kehamilan, tetapi tidak ditemukan proteinuria. Gestasional hypertension
disebut juga transient hypertension jika tidak terjadi preeclampsia dan tekanan darah
kembali normal pada minggu ke 12 postpartum. Gestasional hypertension hanya dapat
didiagnosis secara pasti beberapa minggu setelah kelahiran.
2. Preeclampsia.
Preeclampsia digambarkan sebagai pregnancy-spesific syndrome yang ditandai dengan
pengurangan perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. Preeclampsia
ditandai terutama oleh peningkatan tekanan darah untuk pertama kalinya (new onset) >
140/90 mmHg yang muncul setelah 20 minggu kehamilan dan proteinuria. Proteinuria
merupakan tanda penting dari preeclampsia, bila tidak ditemukan proteiuria maka
diagosis preeclampsia menjadi diragukan. Proteinuria signifikan bila ditemukan protein
pada urine 24 jam, > 300 mg/ 24 jam atau persisten 30 mg/dL (1+ dipstick) pada urine
sewaktu. Preeclampsia biasa ditemukan setelah minggu ke-20 kehamilan. Diagnosis
preeclampsia dapat ditegakkan dengan lebih pasti ketika ditemukan hipertensi dan
proteinuria yang lebih berat, hasil laboratorium hepar, ginjal, dan darah yang abnormal,
sakit kepala dan nyeri epigastrium.
Berdasarkan beratnya, preeclampsia juga dibagi menjadi mild dan severe preeclampsia.
Table 34–2. Indications of Severity of Hypertensive Disorders during Pregnancy

Abnormality Mild Severe

Diastolic blood pressure < 100 mm Hg 110 mm Hg or higher

Proteinuria Trace to 1+ Persistent 2+ or more

Headache Absent Present

Visual disturbances Absent Present

Upper abdominal pain Absent Present

Oliguria Absent Present

Convulsion (eclampsia) Absent Present

Serum creatinine Normal Elevated

Thrombocytopenia Absent Present

Liver enzyme elevation Minimal Marked

Fetal growth restriction Absent Obvious

Pulmonary edema Absent Present

Preeclampsia terjadi pada 5% dari semua kehamilan, 10% pada kehamilan pertama,
20-25% pada wanita dengan riwayat hipertensi kronik. Insidensi preeclampsia adalah

23.6 kasus per 1,000 kelahiran di United States. Insidensi global preeclampsia
diperkirakan 5-14% dari semua kehamilan. Preeclampsia merupakan penyebab
kematiaan pada kehamilan ketiga, setelah perdarahan dan emboli. Preeclampsia
diduga menyebabkan 790 kematian ibu per 100,000 kelahiran hidup. Frekuensi
mortalitas berbeda pada berbagai ras, dimana lebih banyak terjadi pada wanita kulit
hitam daripada kulit putih. Preeclampsia terutama terjadi pada wanita di usia
reproduksi

 Wanita muda (<20 tahun) mempunyai risiko yang lebih tingggi. Terutama
wanita yang primigravida.

 Wanita yang lebih tua (>35 tahun) juga memiliki risiko sangat tinggi.
3. Eclampsia.

Eclampsia didefinisikan sebagai grand mal seizure yang pertama kali terjadi dan atau
koma yang tidak dapat dijelaskan selama kehamilan atau postpartum pada wanita
dengan tanda dan gejala preeclampsia. Konvulsi bersifat generalized dan dapat muncul
sebelum, selama atau setelah melahirkan. Pada 38% kasus, preeclampsia terjadi tanpa
hipertensi dan proteinuria. Pada kebanyakan kasus, eclampsia muncul pada trimester
ketiga, denga 80% kejang eclamptic terjadi intrapartum atau 48 hari setelah kelahiran.

Primigravid dan kehamilan multifetal serta kehamilan tanpa prenatal care, akan
menigkatkan risiko terjadinya eclampsia. Di United States, beberapa penelitian
menunjukan peningkatan frekuensi eclampsia pada African Americans dan pada wanita
dengan komplikasi kardiovaskular dan ginjal sebelumnya. Insidensi eclampsia bervariasi
di berbagi negara, tetapi terutam terjadi di negara berkembang.

Eclampsia menyebabkan 50.000 kematian ibu setiap tahunnya. Dinegara berkembang,


angka kematian sekitar 0-1.8%. Risiko kematian tertinggi terjadi pada minggu < 28
minggu kehamilan. Risiko preeclampsia/eclampsia dan beratnya komplikasi meningkat
pada kehamilan yang lebih tua, terutama pada umur > 40 tahun.

4. Preeclampsia superimposed (on chronic hypertension).

Hipertensi kronis, apapun sebabnya merupakan predisposisi untuk terjadinya


superimposed preeclampsia dan eclampsia. Superimposed preeclampsia ditandai
dengan new-onset proteinuria > 300 mg/24 jam, pada wanita dengan hipertensi
sebelumnya tanpa proteinuria sebelum minggu ke-20 gestasi. Dapat juga ditandai
dengan peningkatan proteinuria atau tekanan darah yang tiba-tiba, atau platelet <
100,000/ mm3 sebelum 20 minggu gestasi.

5. Chronic hypertension.

Diagnosis hipertensi kronik dapat ditegakkan bila ditemukan:

a. Hipertensi (> 140/90 mm Hg ) ditemukan sebelum kehamilan


b. Hipertensi (> 140/90 mm Hg ) ditemukan sebelum 20 minggu kehamilan, dan
tidak ada penyakit tropoblastik.

c. Hipertensi yang pertama didiagnosis setelah 20 minggu gestasi dan menetap


12 minggu postpartum.

Riwayat yang dapat membantu diagnosis diantaranya adalah hipertensi pada kehamilan
sebelumnya, dan riwayat keluarga dengan hipertensi essensial.

Table 34–1. Diagnosis of Hypertensive Disorders Complicating Pregnancy


Gestational hypertension

BP > 140/90 mm Hg for first time during pregnancy

No proteinuria

BP returns to normal < 12 weeks' postpartum

Final diagnosis made only postpartum

May have other signs or symptoms of preeclampsia, for example, epigastric discomfort or
thrombocytopenia

Preeclampsia

Minimum criteria

BP > 140/90 mm Hg after 20 weeks' gestation

Proteinuria > 300 mg/24 hours or > 1+ dipstick

Increased certainty of preeclampsia

BP > 160/110 mg Hg

Proteinuria 2.0 g/24 hours or > 2+ dipstick

Serum creatinine > 1.2 mg/dL unless known to be previously elevated

Platelets < 100,000/mm3

Microangiopathic hemolysis (increased LDH)

Elevated ALT or AST

Persistent headache or other cerebral or visual disturbance

Persistent epigastric pain

Eclampsia

Seizures that cannot be attributed to other causes in a woman with preeclampsia

Superimposed Preeclampsia (on chronic hypertension)

New-onset proteinuria > 300 mg/24 hours in hypertensive women but no proteinuria
before 20 weeks' gestation

A sudden increase in proteinuria or blood pressure or platelet count < 100,000/mm 3 in


women with hypertension and proteinuria before 20 weeks' gestation

Chronic Hypertension

BP > 140/90 mm Hg before pregnancy or diagnosed before 20 weeks' gestation not


attributable to gestational trophoblastic disease

or

Hypertension first diagnosed after 20 weeks' gestation and persistent after 12 weeks'
postpartum

Insidensi dan faktor risiko

Gestasional hypertension lebih sering ditemukan pada wanita nullipara. Karena peningkatan
insidensi hipertensi kronik, superimposed preeclampsia lebih banyak terjadi pada wanita
yang lebih tua. Insidensi sangat ditentukan oleh paritas, ras dan etnisistas, predisposisi
genetik, dan faktor-faktor lingkungan. Faktor risiko hipertensi pada kehamilan antara lain:
hipertensi kronik, kehamilan multifetal, umur > 35 tahun, obesitas, dan ras african american.

Etiologi

Teori yang berkaitan dengan etiologi dan patofisiologi preeclampsia harus dapat
menjelaskan mengapa hipertensi lebih sering terjadi pada wanita yang:

a. Pertama kali terekspose oleh villi chorionic


b. Terekspose dengan villi chorionic yang berlebihan seperti pada mola hidatidosa atau
kembar.

c. Memiliki riwayat penyakit vaskular.

d. Memiliki predisposisi genetik untuk timbulnya hipertensi selama kehamilan.

Menurut Sibai (2003) hal-hal yang mungkin menyebabkan eclampsia adalah:

a. Invasi tropoblastik yang abnormal, pada pembuluh darah uterus.


b. Intoleransi imunologik antara jaringan maternal dan fetoplacental.
c. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflammasi yang
seharusnya terjadi pada kehamilan normal.

d. Defisiensi nutrisi

e. Pengaruh genetik :

– Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)


– Placental Growth Factor (PlGF)
– Soluble fms-like tyrosine kinase 1 receptor (sFlt-1)
– Soluble endoglin (sEng)

Klasifikasi
Menurut saat terjadinya, dapat dibedakan atas :

– Eklampsi antepartum, terjadi sebelum persalinan


– Eklampsi intrapartum, terjadi sewaktu persalinan
– Eklampsi pascapersalinan, terjadi setelah persalinan
Eklampsi pascapersalinan dapat; terjadi segera (early postpartum), yaitu setelah 24 jam
sampai 7 hari pascapersalinan; atau lambat (late postpartum) setelah 7 hari pascapersalinan
selama masa nifas (jarang).

Serangan kejang eklampsi dibagi dalam 4 tingkatan :

• Tingkat Invasi (tingkat permulaan) – mata terpaku, kepala dipalingkan ke satu pihak,
dan kejang-kejang halus terlihat pada muka, berlangsung beberapa detik
• Tingkat Kontraksi (tingkat kejang tonis) – seluruh badan menjadi kaku, kadang terjadi
epistotonus, lamanya 15-20 detik
• Tingkat Konvulsi (tingkat kejang klonis) – terjadi kejang hilang-timbul, rahang dan
mata membuka-menutup, otot muka dan badan berkontraksi dan berelaksasi berulang.
Kejang ini sanat kuat hingga pasien dapat terlempar dari tempat tidur atau lidahnya
tergigit. Ludah yang berbuih bercampur darah keluar dari mulutnya, mata merah, muka
biru, berangsur kejang berkurang, dan akhirnya berhenti, lamanya ± 1 menit.
• Tingkat Koma – setelah kejang klonis ini, pasien jatuh dalam koma. Lamanya koma ini
bervariasi dari beberapa menit sampai berjam-jam. Jika pasien sadar kembali, ia tidak
ingat sama sekali apa yang telah terjadi (amnesi retrograd)

PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS

Pada saat ini ada 4 hipotesa yang mendasari patogenesa dari preeklampsia (Dekker G. A.,
Sibai B, M., 1998) sebagai berikut:

1. Iskemia Plasenta
Peningkatan deportasi sei tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan invasi ke
arteri spiralis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta.
2. Mal Adaptasi Imun
Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast
pada arteri spiralis dan terjadinya disfungsi endotel dipicu oieh pembentukan
sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas.
3. Genetic Inprinting
Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif
tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi
mungkin tergantung pada genotip janin.
4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity Preventing Activity
(TxPA)
Sebagai kompensasi untuk meningkatkan energi selama kehamilan, asam lemak
non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang
rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke
dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik di
mana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL
akan muncul.

Dalam perjalanannya keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang saling
berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta.
Menurut Jaffe dkk. (1995) pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari
patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya
aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada
dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri
spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan afiran darah dalam
ruangan intervilus di plasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta.

Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis


seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah
ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidative stress yaitu suatu keadaan dimana
radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan (Robert J. M.,
2004).
Oxidative stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang
beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endotel pembuluh darah
yang disebut disfungsi endotel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endotel
pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia.

Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang


bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan
dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II
sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi.

Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,


sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Secara keseluruhan
setelah terjadi disfungsi endotel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika
prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti:

1. Pada ginjal: hiperurikemia, proteinuria, dan gagal ginjal.


2. Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi.
3. Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan
oedema menyeluruh.
4. Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan koagulopati.
5. Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati.
6. Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan,
pelepasan retina, dan pendarahan.
7. Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia
janin, dan solusio plasenta.
Gambar 1. Hipotesis Patofisiologi Preeklampsia

Disimpulkan bahwa preeklampsia merupakan penyakit dimana plasenta dirangsang


oleh rendahnya kadar nitrit oksida akibat dari rendahnya konsentrasi L-arginine plasenta,
berhubungan dengan berlebihnya ekspresi arginase II. Level L-arginine yang rendah akan
menstimulasi endothelial nitric oxide synthetase memproduksi reactive oxygen species
(misalnya peroxynitrite dan hydroxyl radical) dan secara lokal meningkatkan stress oksidatif.

Sebagai respon terhadap aliran darah plasenta yang menurun dan adanya hipoksia,
plasenta akan melepaskan soluble Fms-like tyrosine kinase1 dan reactive oxygen species
kedalam sirkulasi ibu yang akan mencetuskan disfungsi vaskular.

Soluble Fms-like tyrosine kinase 1 terdeteksi dalam konsentrasi yang tinggi dalam
darah wanita hamil dengan preeklampsia. Percobaan pada hewan yang disuntikan zat ini
menyebabkan keadaan yang sama dengan keadaan preeklampsia.

Untuk mengatasi rendahnya perfusi plasenta, terjadi regulasi terhadap reseptor B2


terhadap vasodilator bradikinin. Reseptor B2 analog dengan reseptor angiotensin II tipe 1,
oleh karena itu dengan adanya regulasi terhadap reseptor B2, akan meningkatkan respon
terhadap angiotensin II. Efeknya ialah meningkatnya vaskularisasi, dan secara sistemis akan
mengurangi perfusi organ dan reduksi dari reactive oxygen species.

Gambar 2. Peranan Soluble Fms-like tyrosine kinase 1 dalam kehamilan dengan


preeklampsia.

Pada kehamilan normal (gambar kiri), Soluble Fms-like tyrosine kinase 1 mengikat vascular
endothelial growth factor dan placental growth factor, mengurangi kadarnya dalam sirkulasi
ibu. Sehingga fungsi normal endotel ibu tetap terpelihara.

Pada kehamilan dengan preeklampsia (gambar kanan), plasenta akan melepaskan Soluble
Fms-like tyrosine kinase 1 dalam jumlah besar. Memberikan efek terhadap vaskularisasi
organ ginjal, hati, otak, dan organ lainnya.
Gambar 3. Patogenesis Preeklampsia dan Eklampsia.
Kegagalan invasi tropoblast, Interstitial sel &
endothelial tropoblast ke arteri spiralis
miometrium

Faktor imunologis dan kebutuhan nutrisi dan 02 berkurang

Iskemia region uteroplasenta

Radikal bebas (peroksidase lemak)

Masuk membrane sel

Kerusakan fosfolipid Membran sel eritrosit


-endotel pembuluh darah
- permeabilitas meningkat
Hemolisis
- timbunan trombosit Fe bebas meningkat

Gangguan metabolisme prostaglandin


Tromboksan meningkat → vasokonstriksi
Angiotensin & prostaglandin ↓ → sensitivitas vaskuler
meninngkat

Gangguan fungsi jaringan


Vasokonstriksi Hipertensi
Ekstravasasi Oedema

Kerusakan organ
Liver hepatocellular enzyme (SGOT, SGPT ↑)
Ginjal glomerulus capillary endothelial → proteinuria
Gejala Klinik

Preeklampsia merupakan
penyebab utama kematian ibu dan janin
serta kelahiran prematur di seluruh
dunia. Preeklampsia yang terjadi sendiri
atau bersama dengan kelainan lain
merupakan penyulit pada 3-5%
kehamilan. Preeklampsia adalah penyulit
kehamilan yang dijumpai pada
kehamilan 20 minggu atau lebih,
ditandai dengan hipertensi (tekanan
darah > 140/90 mm Hg) dan proteinuria
pada wanita yang sebelumnya tidak
menderita hipertensi dan proteinuria.
Pada preeklampsia berat terdapat
gambaran berupa hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia, keadaan ini
disebut sebagai sindroma HELLP. Faktor predisposisi terjadinya sindroma HELLP adalah
adanya riwayat penyakit keluarga, hipertensi, diabetes, kelainan ginjal, obesitas,
primigraviditas, kehamilan ganda, multipara, dan riwayat obstetrik yang buruk
(hidramnion, mola hidatidosa, dll).

Hipertensi yang terjadi pada preeklampsia disebabkan oleh berbagai faktor, di


antaranya adalah karena irama simpatis dan sistem renin-angiotensinogen yang dapat
mengganggu produksi mediator vasoaktif endotel. Wanita dengan preeklampsia memiliki
peningkatan irama simpatis yang berasal dari rupturnya nervus simpatik post ganglionik.
Wanita dengan preeklampsia menunjukkan respon sensitif terhadap norepinefrin dan
lebih sensitif terhadap angiotensin II. Sensitivitas ini mungkin diperantarai oleh reseptor
angiotensin II tipe-I dan reseptor bradikinin B2 (AT1-B2 heterodimer) atau oleh
autoantibodi terhadap reseptor AT1 (AT1-AA), yang dapat memfasilitasi interaksi antara
angiotensin II dan reseptor AT1. Angiotensin II memiliki banyak peranan dalam proses
patologis preeklampsia, termasuk menimbulkan hipertensi, meningkatkan stres oksidatif
melalui produksi anion superoxide, serta mengaktifkan trombosit.

Biasanya tanda-tanda preeklampsia timbul dalam urutan : hipertensi, penambahan


berat badan yang berlebihan, diikuti edema, dan akhirnya proteinuria. Pada hipertensi yang
lama, pertumbuhan janin dapat terganggu, sedangkan pada hipertensi singkat dapat terjadi
gawat janin. Edema terjadi penambahan berat badan berlebihan. Normal penambahan berat
badan yaitu 0,5 Kg seminggu. Tidak normal jika mencapai 1 Kg seminggu atau 3 Kg dalam
sebulan. Edema tidak hilang dengan istirahat dan lokasinya terdapat pada wajah, jari tangan,
kaki terutama menetap sesudah bangun pagi. Untuk pemeriksaan proteinuria menggunakan
bahan pemeriksaan urine sewaktu, urine midstream dan proteinuria harus ada pada 2 hari
berturut-turut atau lebih.

Pada preeklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada preeklampsia


berat didapatkan sakit kepala hebat di daerah frontal akibat vasospasme atau oedema otak;
skotoma, diplopia, penglihatan kabur karena vasospasme, oedema, atau ablation retinae;
nyeri di daerah epigastrium karena regangan selaput hati oleh perdarahan atau oedema atau
sakit karena perubahan pada lambung; mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering
ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia
akan timbul. Tekanan darah pun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan
proteinuria bertambah banyak.

 Disebut preeklampsia ringan jika ditemukan


 Tekanan darah ≥140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg
 Proteinuria ≥300 mg/24 jam, atau pemeriksaan dipstick ≥ 1 + c
 Ditegakkan diagnosa preeklampsia berat jika ditemukan tanda dan gejala sebagai
berikut (Sibai B. M., 2003):
 Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat: sistolik ≥160 mmHg dan
diastolik ≥110 mmHg
 Proteinuria ≥ 5 gr/24 jam atau dipstick ≥ 2+
 Oligouria < 500 ml/24 jam
 Serum kreatinin meningkat
 Oedema paru atau cyanosis
 Dan disebut impending eklampsia apabila pada penderita ditemukan keluhan
seperti (Lipstein, 2003):
 Nyeri epigastrium
 Nyeri kepala frontal, scotoma, dan pandangan kabur (gangguan susunan
syaraf pusat)
 Gangguan fungsi hepar dengan meningkatnya alanine atau aspartate amino
transferase
 Tanda-tanda hemolisis dan mikroangiopatik
 Trombositopenia <100.000/mm 3
 Munculnya komplikasi sindroma HELLP
 Dan disebut eklampsia jika pada penderita preeklampsia berat dijumpai kejang
klonik dan tonik dapat disertai adanya koma.

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan


terjadinya gejala-gejala seperti nyeri kepala daerah frontal, gangguan penglihatan, mual-
mual, nyeri epigastrium, dan hiperefleksia. Bila keadaan ini tidak dikenali dan tidak segera
diobati akan timbul kejang, terutama berbahaya pada persalinan. Konvulsi eklampsia dibagi
dalam 4 tingkat, yaitu:

1. Tingkat awal (aura)


Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat,
kelopak mata bergetar, demikian pula tanggannya, dan kepala diputar ke kanan
atau ke kiri.
2. Tingkat kejang tonik
Keadaan ini berlangsung kurang lebih 30 detik. Dalam tingkat ini seluruh otot
menjadi kaku, wajahnya terlihat kaku, tangan menggengam, dan kaki membengkok
ke dalam. Pernafasan berhenti, muka mulai terlihat sianotik, lidah dapat tergigit.
3. Tingkat kejang klonik
Keadaan ini berlangsung selama 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang, semua otot
berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat. Mulut membuka dan
menutup, dan lidah dapat tergigit lagi. Bola mata terlihat menonjol. Dari mulut
keluar ludah yang berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita
menjadi tidak sadar. Kejang klonik ini dapat demikian hebatnya, sehingga penderita
dapat terjatuh dari tempat tidurnya. Akhirnya, kejang terhenti dan penderita
menarik nafas secara mendengkur.
4. Tingkat koma
Lama penderita tidak sadar tidak selalu sama. Secara perlahan-perlahan penderita
menjadi sadar lagi, akan tetapi sebelum sadar dapat timbul serangan kejang baru
dan berulang, sehingga ia tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan
darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 40 oC. sebagai akibat
serangan dapat terjadi komplikasi seperti luka tergigit, perlukaan dan fraktur, gangguan
pernafasan, solusio plasenta, perdarahan otak.
Komplikasi

Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama adalah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi di bawah ini
biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.

1. Solusio plasenta
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan
lebih sering terjadi pada preeklampsia. Di Rumah Sakit Dr. Cipto mangunkusumo
15,5% solusio plasenta disertai preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia
Pada preeklampsia berat, Zuspan (1978) menemukan 23%
hipofibrinogenemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan kadar
fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis
Penderita dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala
klinik hemolisis yang diketahui dengan adanya ikterus. Belum diketahui dengan pasti
apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis
periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat
menerangkan ikterus tersebut.
4. Perdarahan Otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
5. Komplikasi Kardiovaskular
Smith, dkk meneliti tentang komplikasi kehamilan dan risiko maternal
karena kematian akibat iskemia jantung pada 129.290 kelahiran. Pada penelitian
ini dijumpai bahwa kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki
peningkatan rasio 1.9 kali untuk terjadinya kematian atau penyakit jantung
iskemik. Persalinan preterm memiliki risiko terjadinya kematian dan penyakit
jantung iskemik 1.8 kali bila dibandingkan dengan wanita yang belum mengalami
persalinan.
Irgen, dkk melakukan penelitian di Norwegia (1967-1992) pada 626.272
kelahiran hidup, menemukan bahwa wanita preeklarnsia memiliki risiko 1.2 kali
lebih tinggi dari seluruh penyebab kematian dibandingkan dengan wanita tanpa
preeklamsia. Wanita preeklampsia dan kelahiran preterm memiliki risiko 2:7 kali
lebih tinggi. Wanita preeklampsia dengan persalinan bayi berat badan lahir
rendah memiliki risiko kematian dengan penyebab kariovaskular meningkat 8 kali.
Tetapi, preeklampsia dapat melindungi wanita dari kematian yang disebabkan
oleh kanker 0.36 kali.
Wilson, dkk meneliti hubungan antara preeklampsia dan risiko hipertensi
serta stroke di kemudian hari. Penelitian dilakukan secara kohort pada wanita
yang mengalami persalinan antara tahun 1951 clan 1970. Dari hasil penelitian
dijumpai hipertensi pada kehamilan meningkatkan risiko hipertensi dan stroke.
Stroke merupakan risiko relatif yang meningkat 3.59 kali pada wanita
preeklampsia.

6. Kelainan Mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
7. Edema Paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal
ini disebabkan karena payah jantung.
8. Nekrosis Hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia dan
eklampsia merupakan akibat vasospasme arteriol umum.
Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tetapi ternyata
juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati
dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama
penentuan enzim-enzimnya.
9. Sindroma HELLP
Yaitu Haemolysis, Elevated Liver enzymes, dan Low Platelet.

Table 3. Criteria for Laboratory Diagnosis of HELLP Syndrome


Hemolysis Abnormal peripheral blood smear (evidence of damaged erythrocytes, such as
schistocytes and burr cells)
Serum bilirubin ≥ 1.2 mg per dL (21 µmol per L)
LDH > 600 U per L (10.02 µkat per L)
Elevated liver enzymes AST (SGOT) elevated*
ALT (SGPT) elevated*
Low platelet count < 100,000 per mm (100 × 10 per L)
3 9

or
Class 1: ≤ 50,000 per mm (50 × 10 per L)
3 9

Class 2: > 50,000 but ≤ 100,000 per mm 3

Class 3: > 100,000 but < 150,000 per mm 3

(150 × 10 per L)
9

ALT = alanine transaminase; AST = aspartate transaminase; HELLP = hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet
count; LDH = L-lactate dehydrogenase; SGOT = serum glutamic-oxaloacetic transaminase; SGPT = serum glutamic-pyruvic
transaminase.
*-There is no standard definition for degree of transaminase elevation to be diagnostic for HELLP syndrome. Some criteria
33

use any elevation, whereas others use a twofold elevation in either AST or ALT levels.
Information from references 33 through 35.

10. Kelainan Ginjal


Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma
sel endothelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang
dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
11. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma, dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang,
pneumonia aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascullar Coagulation).
12. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

DASAR DIAGNOSIS
Anamnesis
Ditanyakan mengenai: - Usia
- Usia kehamilan
- Paritas
- Faktor resiko/predisposisi
Kriteria diagnosis eklamsia:
a. Hipertensi
 Sistolik ≥ 140 mmHg, diastolik ≥ 90 mmHg atau
 Kenaikan sistolik 30 ≥ mmHg dan diastolik 15 ≥ mmHg
 Pengukuran dilakukan setelah pasien beristirahat selama 30 menit sebanyak 2x dengan
selang waktu 6 jam
b. Proteinuri
 Protein sebanyak >0,3 g/L dalam urin 24 jam atau >1 g/L dalam urin sewaktu
 Urin midstream
 Pemeriksaan menggunakan kateter minimal 2x dengan jarak waktu 6 jam
 Proteinuri harus ada 2 hari berturut-turut
 Timbul lebih lambat dari hipertensi dan edema
c. Edem
 Edema tungkai bawah pada trimester akhir → fisiologis
 Edema tungkai bawah + edema tubuh bagian atas (muka, lengan) + peningkatan tekanan
darah → curiga preeklamsia
 Edema pada kaki, jari tangan dan wajah menetap sesudah bangun pagi. Edema tidak hilang
dengan istirahat
 Edema didahului peningkatan Berat Badan (BB) yang berlebih
 Normal pada seorang yang hamil → penambahan BB ½ kg/minggu
 Jika mencapai 1 kg/minggu atau 3 kg/bulan → curiga preeklamsia
d. Kejang dan atau koma

PEMERIKSAAN FISIK
 Pengukuran tanda vital terutama tekanan darah, BB
 Penilaian terhadap organ-organ lain dan edem
 Penilaian status obstetrikus

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pada ibu
a. Hematologi
CBC terutama trombosit, Hb dan Ht (untuk melihat kemungkinan hemokonsentrasi yang
mendukung diagnosis hipertensi gestasional), morfologi eritrosit pada SADT, bilirubin, protein
serum, aspartat aminotransferase, LDH, glukosa darah, profil lemak, elektrolit, profil koagulasi.
b. Urinalisis
Ureum, kreatinin (fungsi ginjal, pada kehamilan kreatinin serum menurun), asam urat (tanda
beratnya preeklamsia, marker disfungsi tubulus pada preeklamsia), Laju Filtrasi Glomerulus,
mikroalbuminuria.
c. Penilaian Jantung
EKG (evaluasi LVH pada hipertensi kronik, menyingkirkan kemungkinan kardiomiopati atau
penyakit valvular pada wanita hamil dengan edem pulmonal.

d. Imaging
Foto toraks (Evaluasi edem pulmonal), USG (perkembangan janin, fungsi hepar), oftalmoskopi
(gangguan penglihatan), CT scan atau MRI otak (pada eklamsia).

2. Pada janin
a. Penilaian Pertumbuhan Janin
Tinggi fundus uteri, USG/fetal ultrasound (menilai jumlah cairan amnion).
b. Penilaian Gerakan Janin
1) Non-stress test
Memonitor denyut jantung janin dengan cara melihat seberapa sering janin bergerak dalam
periode waktu tertentu dan berapa peningkatan denyut jantungnya seiring gerakan
(memastikan janin mendapat nutrisi dan dan oksigen yang cukup).
Sensor diletakan diperut, ibu diminta menekan tombol jika janin bergerak atau ibu
berkontraksi. Denyut jantung janin direkam dan dibandingkan dengan kontraksi yang
muncul. Tes biasanya berlangsung 30 menit.
2) Contraction stress test
Merekam perubahan denyut jantung janin saat terjadi kontraksi uterus, dilakukan bila pada
non-stress test janin tidak bergerak
Sensor diletakan diperut. Setelah 20 menit memonitor, kontraksi uterus dimulai (diinduksi).
Untuk memulai kontraksi, ibu diminta menstimulasi papilla mammae atau ibu diberikan
obat oksitosin intravena. Kontraksi uterus akan meningkat setelah pemberian oksitosin.
Perubahan denyut jantung janin dicatat.
c. Profil Biofisik janin
Kombinasi ultrasound dengan non-stress test yang menyediakan informasi tentang pernapasan
janin, pergerakan dan volume cairan amnion dalam uterus, reaksi denyut jantung terhadap
gerakan janin, volume cairan ketuban, gerakan janin, gerakan pernapasan janin, tonus janin.
d. Pemeriksaan Perfusi Plasenta (Uterine Blood Flow) dengan Doppler Test
Gejala klinik preeklamsia bervariasi, diantaranya dapat disebabkan patologi kebocoran kapiler
dan vasospasme yang mungkin tidak disertai dengan tekanan darah yang terlalu tinggi.

Bila dalam usia antenatal ditemukan tekanan darah diastolik > 85 mmHg, perlu dipikirkan
kemungkinan adanya preeklamsia membakat. Apalagi jika ibu hamil merupakan kelompok resiko
terhadap preeklamsia.

Diagnosis secara hematologis dan biokimia


1. pemeriksaan ekspresi molekul perekat sel (cell adhesion molecules)
2. pemeriksaan nitrat oksida dan radikal bebas
3. pemeriksaan zat vasoaktif endotel
- penurunan kadar prostasiklin dan peningkatan kadar tromboksan /
peningkatan rasio tromboksan/ prostasiklin
- pemeriksaan ekskresi katekolamin, epinefrin dan norepinefrin dengan
cara pemeriksaan 24 jam menunjukkan adanya peningkatan
4. pemeriksaan trombosit dan faktor pembekuan darah
- pemakaian trombosit dalam jumlah banyak pada proses agregasi
trombosit akan menyebabkan terjadinya trombositopenia
5. pemeriksaan hematokrit, volume plasma, dan kadar hemoglobin
- volume plasma sangat menurun disebabkan oleh adanya
peningkatan permeabilitas kapiler akibat kerusakan endotel sehingga
banyak cairan plasma yang keluar ke ruang subendotel dan
ekstrakapiler
- peningkatan kadar hematrokit dan hemoglobin akibat pengantalan
darah
6. pemeriksaan fungsi ginjal
- asam urat meningkat bersamaan dengan penurunan GFR dan klirens
kreatinin
- ekskresi kalsium urine 24 jam sangat rendah
7. pemeriksaan fungsi hati
- peninggian total albumin serum, bilirubin, dan kadar enzim
transferase
- pada kerusakan luas bisa terjadi HELLP Syndrome
8. pemeriksaan serum besi
9. atrial natriuretic peptide
- sekelompok peptida yang dihasilkan dan disimpan dalam sel – sel
miometrium atrium
- peninggian kadar peptida
10. endoksin
- ditemukan dalam ibu hamil trisemester III, cairan amnion, dan urin
juga dalam darah fetus dan neonatus
- kadarnya meninggi
11. pemeriksaan kadar kalikrein urin
- kadar kalikrein urin sangat rendah
12. pemeriksaan enzim dan hormon plasenta
- kadar enzim deoksi-sitidilat deaminase ditemukan meninggi dalam darah penderita
- hormon protein plasenta (pregnancy associated plasma protein A ) meninggi
- peninggian kadar HPL dan SP1

PENCEGAHAN ECLAMPSIA
 pemeriksaan antenatal yang teratur
 istirahat dan mengurangi pekerjaan sehari-hari, lebih banyak duduk dan berbaring

 diet tinggi protein rendah lemak, karbohidrat, garam

 penambahan berat badan yg tidak berlebihan

ANTENATAL CARE
Kehamilan Normal
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama
haid terakhir. Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan yaitu triwulan pertama dimulai
dari konsepsi sampai 3 bulan, triwulan kedua dari bulan keempat sampai 6 (enam)
bulan, triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan (Saifuddin, dkk., 2000 : 89).

Kematian Ibu (Maternal)


Kematian maternal adalah kematian wanita sewaktu hamil, melahirkan, atau
dalam 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung dari lama dan
lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan kehamilan
atau penanganannya, tetapi tidak secara kebetulan atau oleh penyebab tambahan
lainnya (Wiknjosastro, dkk., 1994 : 22).
Selanjutnya dikemukakan bahwa
berdasarkan definisi tersebut kematian maternal dapat digolongkan pada:
(1)kematian obstetrik langsung (direct obstetric death)
(2) kematian obstetrik tidak langsung (indirect obstetric death)
(3) kematian yang terjadi bersamaan tetapi tidak berhubungan dengan kehamilan dan
persalinan, misalnya kecelakaan.
Kematian obstetrik langsung disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan,
nifas, atau penanganannya. Di negara-negara sedang berkembang sebagian besar
penyebab ini adalah perdarahan, infeksi, gestosis, dan abortus. Kematian tidak
langsung disebabkan oleh penyakit atau komplikasi lain yang sudak ada sebelum
kehamilan atau persalinan, misalnya hipertensi, penyaki jantung, diabetes,
hepatitis, anemia, malaria dan lain-lain.

C. Pelayanan Antenatal Care


1. Pengertian Pelayanan Antenatal Care
Pelayanan antenatal ialah untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila
mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta
ditangani secara memadai (Saifuddin, dkk., 2000 : 6).
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu
selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal seperti yang
ditetapkan dalam buku Pedoman Pelayanan Antenatal bagi Petugas Puskesmas (Depkes R.I.,
1997).

2. Tujuan Antenatal Care


Baru dalam setengah abad ini diadakan pengawasan wanita hamil secara
teratur dan tertentu. Dengan usaha itu ternyata angka mortalitas serta morbiditas ibu
dan bayi jelas menurun. Tujuan pengawasan wanita hamil ialah menyiapkan ia
sebaik-baiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka postpartum sehat
dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental.
Ini berarti dalam ante natal care harus diusahakan agar :
(1) wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya harus sama sehatnya atau
lebih sehat;
(2) adanya kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan dini dan diobati
(3) wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat pula fisik dan metal
(Wiknjosastro, 1994 : 154).
Tujuan asuhan antenatal yaitu :
(1) memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan Ibu dan tumbuh kembang
bayi
(2) meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial Ibu dan bayi
(3) mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan
(4)mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, Ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin
(5) mempersiapkan peran Ibu dankeluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat
tumbuh kembang secara normal (Saifuddin, dkk., 2000 : 90).

Tujuan utama asuhan antenatal adalah untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi
ibu maupun bayinya dengan jalan menegakkan hubungan kepercayaan dengan ibu,
mendeteksi komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan kelahiran
dan memberikan pendidikan. Asuhan antenatal penting untuk menjamin bahwa proses
alamiah dari kehamilan berjalan normal dan tetap demikian seterusnya. Kehamilan dapat
berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Sekarang ini sudah umum
diterima bahwa setiap kehamilan membawa risiko bagi ibu. WHO memperkirakan bahwa
sekitar 15% dari seluruh wanita yang hamil akan mengembangkan komplikasi yang berkaitan
dengan kehamilannya serta dapat mengancam jiwanya. Dari seluruh 5.600.000 wanita hamil
di Indonesia, sejumlah besar akan mengalami suatu komplikasi atau masalah yang bisa
meningkat menjadi fatal. Survei demografi dan Kesehatan yang dilaksanakan pada tahun
1997 menyatakan bahwa dari tahun 1992 sampai 1997, ada 26% wanita dengan kelahiran
hidup mengalami komplikasi (Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO, 2001).

3. Cakupan Pelayanan Antenatal


Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui kunjungan baru ibu hamil (K1) atau
disebut juga akses dan pelayanan ibu hamil sesuai standar paling sedikit empat kali dengan
distribusi sekali pada triwulan pertama, sekali pada triwulan dua dan dua kali pada triwulan
ketiga (K4) untuk melihat kualitas. Pelayanan K1 adalah pelayanan/pemeriksaan kesehatan
bagi ibu hamil sesuai standar pada masa kehamilan oleh tenaga kesehatan terampil (Dokter,
Bidan, dan Perawat). Ibu hamil (K4) adalah ibu hamil yang mendapatkan pelayanan
antenatal sesuai standar paling sedikit empat kali, dengan distribusi pemberian pelayanan
minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada
triwulan ketiga umur kehamilan. Cakupan Kunjungan ibu hamil K4 adalah cakupan Ibu hamil
yang telah memperoleh pelayanan antenatal 4 kali sesuai dengan stándar di satu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu.

D. Kebijaksanaan Program
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan: satu kali
pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua, dan dua kali pada triwulan ketiga.
Pelayanan/asuhan standar minimal “7T” : (Timbang) berat badan, Ukur (Tekanan) darah,
Ukur (Tinggi) fundus uteri, Pemberian Immunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap, pemberian
Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan, Tes terhadap Penyakit Menular
Seksual, dan Temu
wicara dalam rangka persiapan rujukan (Saifuddin, dkk., 2000 : 90).

Dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan Ibu hamil telah dikembangkan Strategi
Menyelamatkan Persalinan Sehat (Making Pregnancy Safe) yakni sebuah inisiatif yang
dicanangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2000. Ini merupakan komitmen
untuk mengurangi beban global akibat kematian, kesakitan, dan kecacatan yang tidak perlu
terjadi, yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, persalinan, dan selama nifas.
Making Pregnancy Safer (MPS) mengharapkan agar ibu hamil, melahirkan dan dalam masa
setelah persalinan (post natal) mempunyai akses terhadap tenaga kesehatan yang terlatih,
yaitu profesi kesehatan yang terakreditasi (seperti bidan, dokter, atau perawat) yang telah
menempuh pendidikan dan dilatih untuk menguasai ketrampilanketrampilan yang
dibutuhkan dalam mengelola kehamilan normal (tanpa komplikasi), persalinan dan periode
segera setelah melahirkan dan dalam pengidentifikasian, pengelolaan dan rujukan atas
komplikasi yang diderita oleh ibu dan anak. Strategi MPS meliputi tiga pesan kunci, yakni
setiap persalinan harus ditolong tenaga medis, setiap komplikasi persalinan harus ditangani
tenaga adekuat (dokter ahli) dan setiap wanita usia subur harus mempunyai akses
pencegahan kehamilan dan penanganan komplikasi keguguran.
E. Kebidanan dan Pelaksana Pelayanan Antenatal Care
Ilmu kebidanan atau obstetri ialah bagian dari Ilmu Kedokteran yang khusus
mempelajari segala soal yang bersangkutan dengan lahirna bayi. Dengan demikian yang
menjadi obyek ilmu ini ialah kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi yang baru dilahirkan.
Pelayanan kebidanan dalam arti yang terbatas terdiri atas:
(1) pengawasan serta penanganan wanita dalam masa hamil dan pada waktu persalinan
(2) perawatan dan pemeriksaan wanita sesudah persalinan
(3) perawatan bayi yang baru lahir; dan
(4) pemeliharaan laktasi (Wiknjosastro, dkk., 1994 : 3-4).

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes) menetapkan bahwa untuk


bisa membantu seorang ibu melalui kehamilan dan persalinan yang sehat bidan harus :
1. membantu ibu dan keluarganya untuk mempersiapkan kelahiran dan mungkin
juga keadaan darurat;
2. bekerja sama dengan ibu, keluarganya serta masyarakat untuk mempersiapkan
suatu rencana kelahiran, termasuk mengidentifikasi seorang penolong dan tempat bersalin,
serta perencanaan tabungan untuk mempersiapkan biaya persalinan;
3. bekerja sama dengan ibu, keluarganya dan masarakat dalam mempersiapkan
suatu rencana bila terjadi komplikasi, meliputi:
a. identifikasi kemana harus pergi dan bentuk transportasi untuk mencapai tempat tersebut;
b. membuat rencana penyediaan donor darah;
c. mengadakan rencana persiapan finansial;
d. mengidentifikasi seorang pembuat keputusan kedua bila pembuat keputusan pertama
tidak ada di tempat.
4. Mendeteksi dan mengobati komplikasi-komplikasi yang timbul selama kehamilan, apakah
itu bersifat medis, bedah atau obstetrik.
5. Meningkatkan dan memantapkan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu serta bayi dengan
menyediakan pendidikan, suplementasi serta immunisasi.
6. Membantu mempersiapkan ibu untuk pemberian Air Susu Ibu yang lancar, menjalani
masa nifas yang normal, serta menjaga kesehatan anak secara fisik, psikologis dan sosial.
Informasi penting yang diberikan dalam kunjungan ibu hamil pada trimester pertama, atau
sebelum minggu ke 14, yakni :
(a) membangun hubungan saling percaya antara bidan dan ibu agar supaya hubungan
penyelamatan jiwa bisa dibina bilamana perlu
(b) mendeteksi masalah yang bisa diobati sebelum menjadi bersifat mengancam jiwa
(c) mencegah masalah seperti neonatal tetanus, anaemia kekurangan zat besai, penggunaan
praktek tradisional yang merugikan
(d) memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi, dan
(e) mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan
sebagainya) (Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO)

Informasi penting yang diberikan dalam kunjungan ibu hamil pada trimester
kedua, atau sebelum minggu ke 28, yakni sama seperti dalam kunjungan pada
trimester pertama, ditambah kewaspadaan khusus mengenai PIH (Pregnancy
Induced Hypertension) (tanya ibu tentang gejala PIH, pantau tekanan darahnya,
evaluasi edemanya, periksa untuk mengetahui protein/urine)
(Pusdiknakes, WHO,JHPIEGO)
Informasi penting yang diberikan dalam kunjungan ibu hamil pada trimester
ketiga, atau antara minggu ke 28 dengan 36, yakni sama seperti dalam kunjungan
pada trimester sebelumnya, ditambah palpasi abdomen untuk mengetahui apakah
ada kehamilan ganda (Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO).
Informasi penting yang diberikan dalam kunjungan ibu hamil pada trimester keempat, atau
setelah 36 minggu, yakni sama seperti dalam kunjungan pada trimester sebelumnya,
ditambah pendeteksian letak bayi yang tidak normal, atau kondisi lain yang memerlukan
kelahiran di rumah sakit
(Pusdiknakes, WHO, JHPIEGO).

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN IBU


DENGAN ANTE NATAL CARE
Pengertian
- ANC adalah Pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim.
- Asuhan antenatal adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan
penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan
persalinan yang aman dan memuaskan. (pada beberapa kepustakaan disebut sebagai
Prenatal Care).
- Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga profesional (dokter spesialis
kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan) untuk ibu selama
masa kehamilannya, sesuai dengan standard minimal pelayanan antenatal yang meliputi
5T yaitu timbang berat badan, ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, pemberian
imunisasi TT, ukur tinggi fundus uteri dan pemberian tablet besi minimal 90 tablet
selama masa kehamilan.
Tujuan
1. Pengawasan kesehatan Ibu, Deteksi dini penyakit penyerta & komplikasi kehamilan,
menetapkan dan merencanakan penatalaksanaan yang optimal terhadap resiko
kehamilan (tinggi, meragukan dan rendah)
2. Menyiapkan persalinan  well born baby dan well health mother
3. Mempersiapkan pemeliharaan bayi & laktasi
4. Mengantarkan pulihnya kesehatan ibu optimal
5. Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal.
Perencanaan
Jadwal pemeriksaan (usia kehamilan dari hari pertama haid terakhir) :
- Sampai 28 pekan : 4 pekan sekali
- 28 - 36 pekan : 2 pekan sekali
- Di atas 36 pekan : 1 pekan sekali
 Kunjungan I (12-24 pekan)
– Anamnesis lengkap, pemeriksaan fisik & obstetri, Pemeriksaan lab., Antopo
metri, penilaian resiko kehamilan, KIE
 Kunjungan II ( 28 – 32 pekan )
– Anamnesis, USG, Penilaian resiko kehamilan, Nasehat perawatan payudara &
Senam hamil), TT I
 Kunjungan III ( 34 pekan)
– Anamnesis, pemeriksaan ulang lab. TT II
 Kunjungan IV, V, VII & VIII ( 36-42 pekan)
– Anamnesis , perawatan payudara & persiapan persalinan
KECUALI jika ditemukan kelainan / faktor risiko yang memerlukan penatalaksanaan medik
lain, pemeriksaan harus lebih sering dan intensif.
KUNJUNGAN / PEMERIKSAAN PERTAMA ANTENATAL CARE
Tujuan

1. Menentukan diagnosis ada/tidaknya kehamilan


2. Menentukan usia kehamilan dan perkiraan persalinan

3. Menentukan status kesehatan ibu dan janin

4. Menentukan kehamilan normal atau abnormal, serta ada/ tidaknya faktor risiko
kehamilan

5. Menentukan rencana pemeriksaan/penatalaksanaan selanjutnya

1. Menentukan Diagnosis Ada/Tidaknya Kehamilan


a) Gejala Kehamilan Tidak Pasti
 Amenore (tidak mendapat haid)
 Nausea (enek) dengan atau tanpa vomitus (muntah).
 Konstipasi
 Sering kencing
b) Tanda Kehamilan Tidak Pasti
 Pigmentasi kulit yang dikenal dengan kloasma gravidarum
 Leukore. Secret serviks meningkat karena pengaruh peningkatan hormone
progesterone.
 Perubahan pada payudara. Payudara menjadi tegang dan membesar karena
pengaruh estrogen dan progesterone yang merangsang duktuli dan alveoli
payudara. Daerah areola menjadi lebih hitam karena deposit pigmen yang
berlebihan. Terdapat kolostrum bila kehamilan lebih dari 12 pekan.
 Perubahan abdomen.
o Pembesaran abdomen
o Striae Gravidarum
o Pigmentasi pada linea nigra
 Perubahan organ-organ dalam pelvic/pertumbuhan dan perubahan uterus
o Tanda Hegar’s ( melunaknya segmen bawah uterus pada perabaan)
o Ballotement (lentingan janin dl uterus saat palpasi)
o Braxton hick’s (kontraksi selama kehamilan, uterus berkontraksi bila
dirangsang)
o Tanda Piscaseck (uterus membesar ke salah satu jurusan)
c) Tanda Pasti Kehamilan
 Pada palpasi dirasakan bagian janin dan balotemen serta gerak janin
 Pada auskultasi terdengar bunyi jantun (BJJ). Dengan stetoskop Laennec BJJ baru
terdenngar pada kehamilan 18-20 pekan. Dengan alat Doppler BJJ terdengar
pada kehamilan 12 pekan.
 Dengan ultrasonografi (USG) atau scanning dapat dilihat gambaran janin.
d) Tes Kehamilan
Tes hCG (hormone Chorionic gonadotropin). Dilakukan dengan mendeteksi hormone
hCG dalam urin. Reaksi kehamilan ini tergantung dari seberapa banyak hCG yang
beredar. Kadar terendah yang memberi hasil positif yaitu 0,5 hCG per ml urin. Kadar
tertingginya yaitu 500 SI hCG.
2. Menentukan Usia Kehamilan dan Perkiraan Persalinan
Rumus taksiran partus menurut Naegel bila siklus haid ± 28 hari adalah: tanggal + 7,
bulan -3. Bila HPHT tidak diketahui, usia kehamilan tentukan dg cara :
 TFU ( cm x 7/8 = usia dalam pekan)
 Terabanya ballotement di simpisis  12 pekan
 DJJ (+) dg dopller  10-12 pekan
 DJJ (+) dg fetoscop  20 pekan
Pemeriksaan Fisis Ibu Hamil
a. Peralatan Pemeriksaan
Adapun alat – alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan ibu hamil diantaranya adalah:
timbangan berat badan, pengukur tinggi badan, tensi meter, stetoskop monokuler atau
linec, meteran atau midlen, hamer reflek, jangka panggul serta peralatan untuk
pemeriksaan laboratorium kehamilan yaitu pemeriksaan kadar hemoglobin, protein
urin, urin reduksi dll (bila diperlukan)
b. Komponen Pemeriksaan Fisik Pada Kunjungan Antenatal Pertama
1. Pemeriksaan fisik umum
a) Tinggi Badan
b) Berat badan
c) Tanda – tanda vital : tekanan darah, denyut nadi, suhu

2. Kepala dan leher


a) Edema diwajah
b) Ikterus pada mata
c) Mulut pucat
d) Leher meliputi pembengkakan saluran limfe atau pembengkakan kelenjar thyroid

3. Tangan dan kaki

a) Edema di jari tangan


b) Kuku jari pucat
c) Varices vena
d) Reflek – reflek

4. Payudara

a) Ukuran simetris
b) Putting menonjol / masuk
c) Keluarnya kolostrom atau cairan lain
d) Retraksi
e) Massa; Nodul axilla

5. Abdomen

a) Luka bekas operasi


b) Tinggi fundus uteri (jika>12 minggu)
c) Letak, presentasi, posisi dan penurunan kepala (jika>36 minggu)
d) Denyut jantung janin (jika>18 minggu)

6. Genetalia luar (externa)

a) varises
b) perdarahan
c) luka
d) cairan yang keluar
e) pengeluaran dari uretra dan skene
f) kelenjar bartholini : bengkak (massa), ciaran yang keluar

7. Genetalia dalam (interna)

a) servik meliputi cairan yang keluar, luka (lesi), kelunakan, posisi, mobilitas,
tertutup atau terbuka
b) vagina meliputi cairan yang keluar, luka, darah
c) ukuran adneksa, bentuk, posisi, nyeri, kelunakan, massa (pada trimester
pertama)
d) uterus meliputi : ukuran, bentuk, mobilitas, kelunakan, massa pada trimester
petama.
c. Pelaksanaan Pemeriksaan Kehamilan
Dalam pemeriksaan kehamilan meliputi beberapa langkah antara lain :
1. Perhatikan tanda – tanda tubuh yang sehat
Pemeriksaan pandang dimulai semenjak bertemu dengan pasien. Perhatikan
bagaimana sikap tubuh, keadaan punggung dan cara berjalannya. Apakah cenderung
membungkuk, terdapat lordosis, kifosis, scoliosis atau pincang dsb. Lihat dan nilai
kekuatan ibu ketika berjalan, apakah ia tampak nyaman dan gembira, apakah ibu
tampak lemah
2. Pengukuran tinggi badan dan berat badan
Timbanglah berat badan ibu pada setiap pemeriksaan kehamilan. Bila tidak tersedia
timbangan, perhatikan apakah ibu bertambah berat badannya. Berat badan ibu hamil
biasanya naik sekitar 9-12 kg selama kehamilan. Yang sebagian besar diperoleh
terutama pada trimester kedua dan ketiga kehamilan. Kenaikan berat badan menunjukkan
bahwa ibu mendapat cukup makanan. Jelaskan bahwa berat badan ibu naik secara normal
yang menunjukkan janinnya tumbuh dengan baik bila kenaikan berat badan ibu kurang dari 5
kg pada kehamilan 28 minggu maka ia perlu dirujuk.
Tinggi berat badan hanya diukur pada kunjungan pertama. Bila tidak tersedia alat ukur tinggu
badan maka bagian dari dinding dapat ditandai dengan ukuran centi meter. Pada ibu yang
pendek perlu diperhatikan kemungkinan mempunyai panggul yang sempit sehingga
menyulitkan dalam pemeriksaan. Bila tinggu badan ibu kurang dari 145 atau tampak pendek
dibandingkan dengan rata-rata ibu, maka persalinan perlu diwaspadai.
3. Pemeriksaan tekanan darah
Tekanan darah pada ibu hamil bisanya tetap normal, kecuali bila ada kelainan. Bila tekanan
darah mencapai 140/90 mmhg atau lebih mintalah ibu berbaring miring ke sebelah kiri dan
mintalah ibu bersantai sampai terkantuk. Setelah 20 menit beristirahat, ukurlah tekanan
darahnya. Bila tekanan darah tetap tinggi, maka hal ini menunjukkan ibu menderita pre
eklamsia dan harus dirujuk ke dokter serta perlu diperiksa kehamilannya. Khususnya tekanan
darahnya lebih sering (setiap minggu). Ibu dipantau secara ketat dan anjurkan ibu
persalinannya direncanakan di rumah sakit.
4. Pemeriksaan dari ujung rambut sampai ke ujung kaki
Pemeriksaan fisik pada kehamilan dilakukan melalui pemeriksaan pandang (inspeksi),
pemeriksaan raba (palpasi), periksa dengar (auskultasi),periksa ketuk (perkusi). Pemeriksaan
dilakukan dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, yang dalam pelaksanaannya dilakukan
secara sistematis atau berurutan.
Pada saat melakukan pemeriksaan daerah dada dan perut, pemeriksaan inspeksi, palpasi,
auskultasi dilakukan secara berurutan dan bersamaan sehingga tidak adanya kesan membuka
tutup baju pasien yang mengakibatkan rasa malu pasien.
Dibawah ini akan diuraikan pemeriksaan obstetric yaitu dengan melakukan inspeksi, palpasi,
auskultasi, perkusi terhadap ibu hamil dari kepala sampai kaki.
- Lihatlah wajah atau muka pasien
Adakah cloasma gravidarum, pucat pada wajah adalah pembengkakan pada wajah. Bila
terdapat pucat pada wajah periksalah konjungtiva dan kuku pucat menandakan bahwa
ibu menderita anemia, sehingga memerlukan tindakan lebih lanjut. Jelaskan bahwa ibu
sedang diperiksa apakah kurang darah atau tidak. Sebutkan bahwa bila ibu tidak kurang
darah ia akan lebih kuat selama kehamilan dan persalinan. Jelaskan pula bahwa tablet
tambah darah mencegah kurang darah.
Bila terdapat bengkak diwajah, periksalah adanya bengkak pada tangan dan kaki. Sedikit
bengkak pada mata kaku dapat terjadi pada kehamilan normal, namun bengkak pada
tangn dan atau wajah tanda preeklamsi. Perhatikan wajah ibu apakah bengkak dan
tanyakan pada ibu apakah ia sulit melepaskan cincin atau gelang yang dipakainya. Mata
kaki yang bengkak dan menimbulkan cekungan yang tak cepat hilang bila ditekan, maka
ibu harus dirujuk ke dokter, dipantau ketat kehamilannya dan tekanan darahnya, serta
direncanakan persalinannya dirumah sakit.
Selain memeriksa ada tidaknya pucat pada konjungtiva, lihatlah sclera mata adakah
sclera kuning atau ikterik
- Lihatlah mulut pasien. Adakah tampak bibir pucat, bibir kering pecah-pecah adakah
stomatitis, gingivitis, adakah gigi yang tanggal, adakah gigi yang berlobang, caries gigi.
Selain dilihat dicium adanya bau mulut yang menyengat.
- Lihatlah kelenjar gondok, adakah pembesaran kelenjar thyroid, pembengkakan saluran
limfe
- Lihat dan raba payudara, pada kunjungan pertama pemeriksaan payudara terhadap
kemungkinan adanya benjolan yang tidak normal. Lihatlah apakah payudara simetris
atau tidak, putting susu menonjol atau datar atau bahkan masuk. Putting susu yang datar
atau masuk akan mengganggu proses menyusui nantinya. Apakah asinya sudah keluar
atau belum. Lihatlah kebersihan areola mammae adakah hiperpigmentasi areola
mammae.
- Lakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi dan auskultasi pada perut ibu.
Tujuan pemeriksaan abdomen adalah untuk menentukan letak dan presentasi janin,
turunnya bagian janin yang terbawah, tinggi fundus uteri dan denyut jantung janin.
Sebelum memulai pemeriksaan abdomen, penting untuk dilakukan hal– hal sebagai
berikut :
 Mintalah ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya bila perlu
 bantulah ia untuk santai. Letakkan sebuah bantal dibawah kepala dan bahunya.
Fleksikan tangan dan lutut. Jika ia gelisah bantulah ia untuk santai dengan
memintanya menarik nafas panjang.
 cucilah tangan anda sebelum mulai memeriksa, keringkan dan usahakan agar tangan
perawat cukup hangat.
Lihatlah bentuk pembesaran perut (melintang, memanjang, asimetris) adakah linea
alba nigra, adakah striae gravidarum, adakah bekas luka operasi, adakah tampak
gerakan janin, rasakan juga dengan pemeriksaan raba adanya pergerakan janin.
Tentukan apakah pembesaran perut sesuai dengan umur kehamilannya.
Pertumbuhan janin dinilai dari tingginya fundus uteri. Semakin tua umur kehamilan,
maka semakin tinggi fundus uteri. Namun pada umur kehamilan 9 bulan fundus uteri
akan turun kembali karena kepala telah turun atau masuk ke panggul. Pada
kehamilan 12 minggu, tinggi fundus uteri biasanya sedikit diatas tulang panggul.
Pada kehamilan 24 minggu fundus berada di pusat. Secara kasar dapat dipakai
pegangan bahwa setiap bulannya fundus naik 2 jari tetapi perhitungan tersebut
sering kurang tepat karena ukuran jari pemeriksa sangat bervariasi. Agar lebih tepat
dianjurkan memakai ukuran tinggi fundus uteri dri simfisis pubis dalam sentimeter
dengan pedoman sebagai berikut:
Umur kehamilan Tinggi fundus uteri
20 minggu 20 cm
24 minggu 24 cm
28 minggu 28 cm
32 minggu 32 cm
36 minggu 34- 46 cm
Jelaskan pada ibu bahwa perutnya akan semakin membesar karena pertumbuhan
janin. Pada kunjungan pertama, tingginya fundus dicocokkan dengan perhitungan
umur kehamilan hanya dapat diperkirakan dari hari pertama haid (HPHT). Bila HPHT
tidak diketahui maka umur kehamilan hanya dapat diperkirakan dari tingginya
fundus uteri. Pada setiap kunjungan, tingginya fundus uteri perlu diperiksa untuk
melihat pertumbuhan janin normal, terlalu kecil atau terlalu besar.

Penatalaksanaan Pre eclampsia

Tujuan utama penanganan ialah : • mencegah terjadinya pre-eklampsia berat, • mencegah


terjadinya eklampsia maupun komplikasi yang dapat terjadi, • melahirkan janin hidup
dengan trauma yang sekecil-kecilnya.
Pada dasarnya penanganan pre-eclamsia terdiri atas penanganan medik dan penanganan
obsetris. Penanganan obsentris ditujukan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal,
yaitu sebelum janin mati dalam kandungan, akan tetapi sudah cukup matur untuk hidup
diluar uterus. Sedangkan tindakan medis merupakan usaha/upaya untuk menunggu selama
mungkin, agar janin lebih matur karena waktu optimal tersebut tidak selalu dapat dicapai
pada penanganan pre-eclamsia, terutama bila janin masih sangat prematur. Pengobatan pre-
eclamsi yang tepat ialah terminasi kehamilan karena tindakan tersebut menghilangkan
sebabnya dan mencegah terjadinya eclamsia serta kematian intrauterin. Pada kehamilan
aterm atau dekat aterm tanpa komplikasi pada ibu dan janin, Diberikan nifedipin dan
magnesium sulfat, setelah itu dilakukan induksi persalinan. Pada kasus komplikasi pada ibu
dan janin (tidak tergantung pada usia gestasi), Penanganan mediknya sama dengan dengan
penanganan di atas, akan tetapi penanganan obstetriknya lebih agresif. Makin berat
komplikasi yang sudah terjadi, makin cepat terminasi kehamilan yang harus dilakukan, yang
biasanya harus dilakukan sectio caesaria. Pada pasien tanpa komplikasi pada kehamilan
kurang dari 34 minggu, tidak dilakukan terminasi kehamilan segera. Pada pasien awal
trimester 2, Golongan ini merupakan golongan paling sulit dari sudut janin karena mortalitas
dan morbiditasnya tinggi. Penanganan konservatif harus selektif dan pasien dirawat di
rumah sakit dengan fasilitas intensive care yang memadai.

Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita pre-eklampsia di rumah sakit ialah: •
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau
lebih; • proteinuria 1+ atau lebih; • kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu
berulang; • penambahan edema berlebihan secara tiba-tiba.

Penanganan pre-eclamsia ringan, • Istirahat di tempat tidur dangan berbaring pada sisi
tubuh yang menyebabkan pengaliran darah ke placenta meningkat, aliran darah ke ginjal
lebih banyak, tekanan vena pada extremitas bawah turun dan rearbsorbsi cairan di daerah
tersebut meningkat. Cara ini biasanya berguna untuk menurunkan tekanan darah dan
mengurangi edema. • Pemberian phenobarbital 3 x 30 mg sehari akan menenangkan
penderita dan dapat juga menurunkan tekanan darah • Dianjurkan untuk mengurangi garam
dalam diet penderita • Pada umumnya pemberian obat diuretika dan antihipertensiva tidak
dianjurkan karena obat-obat tersebut tidak dapat menghentikan proses penyakit dan juga
tidak memperbaiki prognosis janin. Selain itu pemakaian obat tersebut dapat menutupi
gejala pre-eclamsi berat.

Penanganan pre-eclamsia berat, • Pada penderita yang masuk rumah sakit sudah dengan
tanda-tanda dan gejala-gejala pre-eclamsi berat segera harus diberi sedativa yang kuat
untuk mencegah terjadinya kejang-kejang. Obat-obatan yang dapat digunakan untuk
mencegah kejang-kejang, yaitu: o Larutan magnesium sulfat 50% sebanyak 10 ml disuntikan
intramuskular sebagai dosis pertama dan dapat diulang dengan 2 ml tiap 4 jam menurut
keadaan. Tambahan hanya diberikan bila diuresis baik, refleksi patella (+), dan kecepatan
nafas 16/menit. Selain untuk menenangkan, obat ini bisa juga untuk menurunkan tekanan
darah dan meningkatkan diuresis. o Lytic cocktail, yaitu larutan glukosa 5% sebanyak 500 ml
yang berisi pethidin 100 mg, chlorpromazine 50 mg dan promethazine 50 mg sebagai infus
intravena • Obat antihipertensi, untuk pasien preeklamsia berat, obat yang dianjurkan
adalah hidralazin yang diberikan secara intravena, tetapi obat ini tidak terdapat di Indonesia
dan penurunan tekanan darah yang terjadi sangat tinggi sehingga dapat membahayakan
pasien. Oleh karena itu dipakai nifedipin oral yang dapat menurunkan tekanan darah secara
cepat dan cukup aman digunakan. Dosis yang dipakai adalah 3 x 10 mg perhari • Antioksidan
(Vit C,E, NAC) diberikan untuk menetralisir radikal bebas yang timbul akibat disfungsi
endotel • Diuretik, tidak diberikan kecuali terdapat edema paru. • Apabila terdapat oligouria
maka pasien sebaiknya diberikan glukosa 20% intravena • Kemudian setelah bahaya akut
tertangani, dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan, persalinan dapat dilakukan dengan
cunam atau ekstraktor vakum dengan memberikan narcosis umum untuk menghindarkan
rangsangan pada susunan SSP • Dalam melakukan penatalaksanaan perlu diperhatikan
timbulnya gejala komplikasi, terutama edema pulmonary dan oligouri. Keluhan seperti nyeri
kepala hebat, gangguan penglihatan dan nyeri epigastrium harus sering ditanyakan. Pada
pasien juga dilakukan pemeriksaan fundus mata.

Pencegahan Pre eclampsia

Pencegahan Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda
dini pre-eclamsia, dan dalam waktu itu harus dilakukan penanganan semestinya. Walaupun
pencegahan tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun frekuensi dapat dikurangi dengan
pemberian penerangan secukupnya dan pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita
hamil. Penerangannya mengenai manfaat istirahat dan diit, istirahat tidak selalu berarti
berbaring di tempat tidup, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan dianjurkan
lebih banyak duduk dan berbaring. Dianjurkan Diit tinggi protein dan rendah lemak,
karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan.

Penatalaksanaan Hellp Syndrome

Kortikosteroid
Pada beberapa studi dan uji klinis, pemberian kortikosterod dosis tinggi tampak
memperbaiki perbaikan pada hasil laboratorium yang berhubungan dengan sindrom HELLP,
termasuk tekanan darah arteri, AST level, urine output, dan jumlah platelet. Oleh karena itu,
beberapa panduan merekomendasikan agar pasien dengan sindrom HELLP harus secara
rutin diberikan kortikosteroid. Terapi kortikosteroid harus diberikan pada pasien dengan
sindrom HELLP dengan jumlah trombosit 100.000/mm3. Salah satu rejimen yang sering
ditempuh adalah dengan memberikan deksametason pada masa antenatal dalam dosis
tinggi (10 mg i.v setiap 12 jam).

Magnesium:
Perihal bagaimana hubungan magnesium dengan preeklampsia, beberapa peneliti dan pakar
telah melakukan studi serta mengajukan teori yang menjelaskan modus kerja obat ini. Salah
satu teori mengatakan, magnesium berefek terhadap preeklampsia karena bisa men-
vasodilatasi dan mengurangi iskemia serebral melalui relaksasi otot polos. Sedang hipotesis
lainnya berpendapat, magnesium mungkin mengurangi influks kalsium neuronal dan
mengurangi kerusakan saraf dengan menghambat reseptor N-methyl-D-aspartate di otak.
Selain itu, dengan memperbaiki fungsi endotelial dan perfusi mikrovaskular, magnesium juga
meningkatkan risiko perfusi lokal.
Sebuah studi akhirnya mencoba mempelajari efek suplemen magnesium sulfate terhadap
400 wanita hamil usia antara minggu ke-13 dan ke-24. Pada wanita ini pemberian suplemen
tampak tidak menunjukkan perbaikan terhadap outcome klinis preeklampsia. Bahkan,
suplemen magnesium sulfate tidak mempengaruhi secara signifikan pembuluh darah,
insiden preeklampsia atau tingkat survival janin. Meski demikian, sebuah review dari 4
antikonvulsan lain pada 1998 menunjukkan bahwa magnesium sulfat yang diberikan sebagai
profilaksis antikonvulsi terbukti sebagai terapi pilihan untuk pencegahan eklampsia.
Selanjutnya dilakukan studi yang kemudian menemukan, pemberian magnesium sulfat
parenteral merupakan terapi paling menjanjikan untuk profilaksis preeklampsia. Studi
Magnesium Sulfate for Prevention of Eclampsia (MAGPIE) mengevaluasi penggunaan
magnesium sulfat sebagai antikonvulsan profilaksis pada wanita preeklampsia beserta janin
yang dikandungnya. Terapi terdiri dari loading dose standar dari magnesium sulfat parenteral
(4 g IV atau 5 g IM), diikuti terapi pemeliharaan 24 jam [1 g/jam IV atau 5 g IM tiap suntikan,
diikuti 5 g IM q4h (suntikan alternatif)]. Sebagai pembanding adalah wanita hamil yang
menerima plasebo.
Pemberian obat dan respon pasien dimonitor sepanjang studi, karena magnesium sulfat bisa
menyebabkan penekanan pernapasan melalui relaksasi otot polos. Studi menemukan,
wanita yang menggunakan magnesium sulfat memiliki risiko 58% lebih rendah mengalami
eklampsia dan tingkat kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok plasebo.
Kelompok magnesium sulfat memiliki risiko placental abruption relatif lebih rendah 27% dari
kelompok kontrol. Uji tidak mendeteksi perbedaan kematian nenonatal antara kedua grup.
Meskipun mekanisme kerja magnesium sulfat masih belum diketahui, dengan hasil studi
MAGPIE tersebut, maka penggunaan magnesium sulfat direkomendasikan pada wanita
preeklampsia yang berisiko mengalami eklampsia.

Diuretik:
Beberapa studi menunjukkan penggunaan diuretik bisa mengurangi insiden preeklampsia
dengan pengurangan edema. Meski demikian penggunaan diuretik sebaiknya dihindari
karena bisa mempengaruhi perfusi plasenta. Pengobatan dengan diuretik terkait dengan
sedikit perbedaan dari angka kematian perinatal. Di samping itu, karena wanita
preeklampsia biasanya menunjukkan pengurangan volume plasma, pemberian suatu
diuretik bisa menimbulkan vasokontriksi reaktif.

ACE Inhibitor:
Sebuah review terapi angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor menemukan,
pemberian dosis rendah dari ACE inhibitor kerja singkat, misalnya katopril, bisa memperbaiki
hemodinamik ibu. Namun pakar studi menyimpulkan, karena ACE inhibitor mengontrol
hipertensi dan renoprotektif, pemberiannya harus dibatasi pada pasien yang resisten dengan
vasodilator lainnya. Panduan klinis tidak merekomendasikan ACE inhibitor karena risiko
oligohydraminos.

Ketanserin:
Bolte et al. mengevaluasi ketanserin, suatu selective serotonin2-receptor blocker, dan
dihidralazin sebagai antihipertensi intravena pada wanita dengan preeklampsia. Studi
menemukan ketanserin efektif menurunkan tekanan darah dan memiliki efek hipotensi yang
lebih kecil ketimbang dihidralazin. Risiko berkembang menjadi sindrom HELLP lebih rendah
pada pasien yang diobati dengan ketanserin ketimbang mereka yang diobati dengan
dihidralazin.

Vitamin C dan E:
Beberapa studi menunjukkan vitamin C dan E bermanfaat pada wanita hamil. Menurut
sebuah studi terkini terhadap wanita hamil dan perikonsepsional, mereka yang
mengonsumsi vitamin C kurang dari yang dianjurkan (110 mmHg. NHBPEP
merekomendasikan, pemberian terapi antihipertensi harus segera diberikan pada dewasa
dengan DBP >105 mmHg atau SBP >160 mmHg. Sementara Clinical Resource Efficiency
Support Team (CREST) menganjurkan memulai terapi antihipertensi saat pasien memiliki
tekanan darah arteri rata-rata (MAP) >125 mmHg, dengan DBP >110 mmHg, dan/atau SBP
>170 mmHg.
Adapun tujuan terapi antihipertensi adalah untuk mencegah komplikasi jantung dan saraf
dengan menurunkan tekanan darah, selama tidak berkompromi atau mengusik perfusi
uteroplasenta. ACOG merekomendasikan penurunan DBP hingga 90-105 mmHg dan MAP to
105-125 mmHg, sementara CREST menyarankan target gula darah 130-140 mmHg/90-100
mmHg.

Hidralazin:
Meskipun bukti menunjukkan labetolol dan nifedipin adalah antihipertensi yang superior,
tapi hidralazin (diberikan IV) merupakan obat yang paling sering digunakan untuk hipertensi
parah pada wanita preeklampsia. Karena obat ini merupakan suatu vasodilator poten,
hidralazin bisa meningkatkan risiko pasien mengalami penurunan aliran darah intervillous
dan oleh karena itu bisa menganggu perfusi uteroplacental. Jadi, beberapa klinisi
memberikan praterapi dengan meningkatkan volume plasma dalam upaya menghindari
bahaya janin.

Labetalol:
Labetalol (diberikan IV) dikenal sebagai antihipertensi lini kedua untuk mengobati hipertensi
parah pada wanita preeklampsia. Obat ini biasanya dijadikan sebagai cadangan bila target
tekanan darah tidak tercapai dengan hidralazin. Labetolol sebaiknya tidak diberikan pasien
asma atau gagal jantung kongestif, karena obat ini termasuk dalam kelompok antagonis beta
reseptor nonselektif.

Nifedipine:
Nifedipine biasanya dijadikan ‘senjata’ ketiga, bila pengurangan tekanan darah tidak tercapai
atau kurang adekuat dengan hidralazin dan labetolol. Terkait dengan risiko induksi hipotensi,
pemberian nifedipin (bentuk kapsul dengan bentuk caitran) tidak disetujui oleg FDA untuk
mengobati hipertensi emergensi. Pemberian nifedipin oral lebih disukai daripada sublingual
karena risiko gangguan perfusi uteroplacental yang bisa dihasilkan oleh pengurangan
tekanan darah yang terlalu cepat. Karena nifedipine dan magnesium sulfat, keduanya
memiliki efek terhadap penghambatan saluran kalsium, maka secara teoritis keduanya
berinteraksi. Tapi, hanya sedikit laporan yang menunjukkan terjadi hipotensi pada
pemberian yang bersamaan dari kedua obat ini.

Pencegahan
Upaya mencegah eklamsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekali ibu mendapat
serangan, maka prognosa akan jauh lebih buruk. Pada umumnya eklamsi dapat dicegah atau
frekuensinya dapat di tuunkan. Upaya upaya untuk adalah dengan:

 Menberi informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklamsia bukanlah


penyakit kemasukan (magis) seperti banyak disangka oleh masyarakat awam.
 Meningkatkan jumlah poliklinik pemeriksaan ibu hamil serta usahakan agar semua
ibu hamil memeriksakan kehamilannya sejak hamil muda.
 Pelayanan kebidanan yang bermutu, yaitu pada tiap2 pemeriksaan kehamilan
diamati tanda-tanda preeklamsi dan mengobatinya sedini mungkin
 Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu keatas, apabila
setelah dirawat setelah dirawat inap tanda-tanda tidak menghilang.

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan

 Penderita eklamsi harus dirawat inap di rumah sakit


 Sebelum diangkut ke rumah sakit diberikan obat penenang untuk mencegah
serangan kejang-kejang selama dalam perjalanan, yaitu : pethidin 100 mg atau
luminal 200mg atau morfin 10 mg.
 Tujuan perawatan di rumah sakit adalah Memastikan bahwa wanita tersebut dapat
bernafas, Mengendalikan kejang, Mengendalikan tekanan darah, Mengendalikan
keseimbangan cairan, Melahirkan bayi, Memantau dengan seksama untuk mencegah
kejang lanjutan dan mengidentifikasi komplikasi.
 Observasi penderita
Observasi penderita dilakukan di kamar isolasi yang tenang, dengan lampu redup,
jauh dari kebisingan. Kemudian dibuat catatan setiap 30 menit tensi, nadi, respirasi,
suhu tuhbuh, refleks, dan diuresis. Bila memungkinkan dilakukan funduskopisekali
sehari. Juga di catat tingkat kesadaran dan jumlah kejang yang terjadi.
Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada umumnya 2 liter dalam
24 jam kuantitatif.
 Untuk mencegah infeksi di berikan antibiotik dosis tinggi setiap hari yaitu penisilin
prokain

Perawatan di rumah sakit


1. Memastikan bahwa wanita tersebut dapat bernafas.
Membersihkan dan melapangkan jalan nafas, bila perlu diberikan oksigen.

2. Mengendalikan Kejang.
Ada dua metode yang telah diterima secara luas : magnesium sulfat atau diazepam. Di
beberapa negara, lytic cocktail masih digunakan, tetapi harus dihindari jika magnesium
sulfat dan diazepam sudah tersedia.
Magnesium Sulfat
Untuk dosis yang pertama, berikan injeksi intravena magnesium sulfat 4 g (20 ml dari
20% larutan) secara perlahan, dengan kecepatan 1 g setiap 5 menit untuk 20 menit.
Magnesium sulfat jangan diberikan dalam bentuk bolus!
Staf yang belum berpengalaman dengan penggunaan magnesium sulfat harus
memberikannya secara intramuskular. Untuk pertama kali, 5 g harus disuntikkan pada
setiap otot gluteus (10 ml dari 50% larutan).
Dosis ulangan dapat diberikan setiap 4 jam, tetapi sebelumnya periksa bahwa :
- Haluaran urine sedikitnya 100 ml per 4 jam;
- Terdapat refleks lutut;
- Frekuensi napas sedikitnya 16 kali per menit (jika tidak, dosis berikutnya harus
ditunda).

Dosis ulangan dapat berupa :


Magnesium sulfat 4 g (20 ml dari 20% larutan) melalui injeksi intravena secara perlahan.
ATAU
Magnesium sulfat 4 g (8 ml dari 50% larutan) melalui injeksi intramuskular dalam.
Kelebihan :
Magnesium sulfat terbukti lebih efektif daripada diazepam atau phenytoin dalam
mencegah berulangnya kejang.
Kekurangan :
Magnesium sulfat dapat menyebabkan depresi pernapasan pada ibu dan janin.
Diazepam
Berikan dosis intravena 10 mg diazepam. Kemudian berikan dosis intravena ulangan 10
mg setiap 4-6 jam (maksimum 100 mg per 24 jam).
Kelebihan :
Diazepam mungkin lebih banyak tersedia daripada magnesium sulfat.
Kekurangan :
Diazepam dapat menembus plasenta dan menyebabkan janin mengalami masalah
pernapasan, kesulitan makan, dan masalah dalam mempertahankan suhu tubuh.

3. Mengendalikan Tekanan Darah


Terapi Antihipertensi
Penatalaksanaan ini dapat diberikan untuk eklampsia atau pra-eklampsia berat.
Penatalaksanaan ini harus dimulai jika tekanan darah diastolik mencapai 110 mmHg atau
lebih pada dua kali pembacaan untuk mencegah terjadinya komplikasi hipertensi seperti
hemoragi serebral.
Berikan injeksi intravena hydralazine 5 mg secara perlahan. Sediakan waktu 10 menit
untuk melakukan injeksi. Pantau tekanan darah dengan seksama selama tindakan itu
berlangsung. Berikan hydralazine 10 mg IV setiap 20 menit jika tekanan darah diastolik
mencapai 110 mmHg atau lebih.
Kelebihan :
Hydralazine akan menurunkan tekanan darah dengan cepat jika hipertensinya memang
berat. Obat ini tidak menyebabkan penurunan kesadaran dan masalah lain yang
berkaitan.
Kekurangan :
Pada hydralazine dapat menyebabkan :
- Nadi cepat
- Mual dan muntah
- Sakit kepala
- Tremor otot.

Distres janin juga dapat terjadi, karena penurunan tekanan darah terjadi secara tiba-tiba,
maka sirkulasi darah melalui uterus dan plasenta berkurang.

4. Mengendalikan Keseimbangan Cairan


Pasang kateter urine indwelling dengan sistem drainase terbuka, untuk mengukur
haluaran urine.
Catat haluaran urine setiap 24 jam.
Catat asupan cairan. Berikan seluruh cairan yang diperlukan secara intravena. Pasien
harus mendapat natrium laktat atau 5% dekstrosa dalam air (DW) dengan kecepatan 60
ml sampai tidak lebih dari 125 ml per jam kecuali jika terjadi kehilanga cairan yang tidak
biasa akibat muntah, diare, atau perdarahan hebat pada saat melahirkan. Curigai gagal
ginjal jika haluaran urine kurang dari 80 ml per 4 jam. Dalam kasus ini, total asupan
cairan tidak boleh melebihi 500 ml per 24 jam ditambah jumlah yang sama dengan
jumlah urine yang keluar.
Jangan gunakan diuretik

5. Melahirkan Bayi
Praktisi medis akan menentukan suatu metode kelahiran yang akan dipakai untuk
mempertimbangkan apakah wanita tersebut sudah mulai bersalin.

Eklampsia sebelum persalinan atau dalam fase laten.


Persalinan akan diinduksikan dengan pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin, hanya
jika :
- Serviks sudah matang (pendaftaran hampir penuh, dilatasi 2-3 cm);
- Janin normal atau ukurannya kecil;
- Ukuran pelvis terlihat normal melalui pemeriksaan dalam;
- Tidak ada kontra-indikasi untuk jalan keluar kelahiran pervaginam.

Seksio sesar akan dilakukan jika :


- Ada satu kontra-indikasi untuk induksi;
- Persalinan aktif tidak berlangsung dalam 4 jam induksi.

Jika seksio sesaria perlu dilakukan, maka ahli anestesi harus ikut mempertimbangkan
obat-obatan yang telah diberikan. Hal ini penting terutama jika berkaitan dengan
magnesium sulfat yang dapat menurunkan jumlah relaksan otot yang dibutuhkan.

Eklampsia pada fase aktif dalam kala satu persalinan


Lakukan kelahiran pervaginam hanya jika :
- Persalinan berlangsung dengan cepat (dalam garis waspada pada partograf atau di
sebelah kirinya);
- Tidak ada kontra-indikasi untuk kelahiran pervaginam.
Kelahiran yang sulit harus dihindari. Jika terdapat penundaan, seksio sesaria harus segera
dilakukan.
Eklampsia pada kala dua persalinan
Lahirkan bayi dengan rute yang paling cepat dan paling mudah. Hindari persalinan
operatif pervaginam yang sulit.

PROGNOSIS
Wanita hamil dengan eclampsia mungkin akan mengalami rekurens pada kehamilan
berikutnya.
Angka moibiditas dan motalitas ibu dan bayi tinggi.
Quo ad vitam: dubia ad malam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

Daftar Pustaka

Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan edisi 3 cetakan ke Sembilan Hal : 281-300.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Roeshadi, H. 2006, Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu pada
Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. USU Medan.

Kahn, M., 2007. P a t h o g e n e s i s o f P r e e c l a m p s i a .


http://ocw.tufts.edu/Content/51/lecturenotes/673727/674270

Noris, M., dkk. 2005. Mechanisms of Disease: preeclampsia.


http://www.nature.com/nrneph/journal/v1/n2/fig_tab/ncpneph0035_F4.html

http://ethesis.helsinki.fi/julkaisut/laa/kliin/vk/vuorela/fig1.gif

You might also like