You are on page 1of 4

Latar Belakang

Dewasa ini kemajuan perkembangan rumah sakit mengalami perubahan besar


dimana rumah sakit sedang berada dalam suasana global dan kompetitif. Pelayanan rumah
sakit yang menjadi perhatian penting dalam persaingan global ini meliputi pelayanan
medis, para medis dan penunjang medis yang tidak terkecuali pelayanan penunjang medis
di bidang farmasi. Pelayanan yang baik akan memberikan kepuasan kepada pelanggannya.
Kepuasan dapat membentuk presepsi, dan hal ini dapat memposisikan produk perusahaan
dimata pelanggannya. Pihak rumah sakit perlu mengetahui kualitas pelayanan yang telah
diberikan, dan sampai seberapa jauh mempengaruhi kepuasan konsumennya. Hal tersebut
penting sebagai acuan dalam pembenahan kualitas pelayanan, sehingga pelayanan yang
diberikan bisa memberikan kepuasan pada tingkat optimal (Sari, 2001).
Instalasi farmasi rumah sakit merupakan suatu bagian dari fasilitas di rumah sakit,
yaitu tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan rumah sakit itu sendiri. Salah satu bagian dari instalasi farmasi rumah sakit
adalah apotek rumah sakit, yaitu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian
dan penyaluran obat kepada masyarakat (Siregar, 2003). Apoteker harus mengelola seluruh
kegiatan instalasi farmasi secara tertib, teratur dan beorientasi bisnis (Harianto, 2005).
Layanan instalasi farmasi yang bermutu adalah layanan kesehatan yang dapat memuaskan
setiap pemakaian jasa pelayanan sesuai dengan tingkat kepuasan pasien atau konsumen
serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan yang telah di
tetapkan (Sulasnomo, 2014
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu
dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang
bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik (Permenkes, 2016).
Seiring dengan keadaan sosial masyarakat yang makin meningkat maka masyarakat
semakin sadar akan kualitas atau mutu pelayanan kesehatan yang lebih berorientasi pada
kepuasan pasien. Kualitas jasa pelayanan merupakan bagian penting yang perlu mendapat
perhatian dari pihak manajemen rumah sakit untuk peningkatan kualitas apotek rumah
sakit, oleh karena itu, dengan adanya kualitas pelayanan yang baik maka kepuasan pasien
dapat terpenuhi (Ardian A, 2001). ). Penelitian Monika et al (2015) telah membuktikan
bahwa terdapat hubungan antara pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien.Kepuasan
pasien jika dikaitkan dengan kepuasan pelanggan dapat diartikan sebagai persepsi bahwa
harapan terhadap pelayanan yang diinginkan oleh pasien telah terpenuhi atau terlampaui
(Gerson, 2001).
Kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diterima dapat dilihat dengan metode
service quality (SERVQUAL) yang membagi kualitas layanan ke dalam 5 dimensi, yaitu:
Tangibles (bukti langsung) seperti tersedianya ruang tunggu yang bersih, rapi, nyaman dan
fasilitas yang lengkap; Reability (keandalan) seperti kamampuan pegawai kamar obat
memberikan informasi terkait obat dan kemampuan menjawab pertanyaan pasien;
Responsiveness (ketanggapan) seperti memberikan pelayanan secara cepat dan tepat;
Assurance (jaminan) berhubungan dengan sifat pegawai kamar obat saat melayani pasien
seperti keramahan dan kesopanan; dan Empathy (empati) merupakan perhatian yang tulus
dan bersifat pribadi yang diberikan kepada pasien seperti memberikan semangat dan
harapan terkait kesembuhan pasien. Kualitas yang dirumuskan oleh penyedia pelayanan
harus dimulai dari kebutuhan pengguna pelayanan dan berakhir pada persepsi pengguna
pelayanan. (Muninjaya, 2015). Dengan demikian, citra kualitas layanan yang baik bukan
hanya didasarkan pada perspektif pihak penyedia pelayanan saja, namun didasarkan juga
pada perspektif atau persepsi pengguna pelayanan.
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan kefarmasian di instalasi farmasi rumah sakit telah dilakukan. Hasil penelitian
yang dilakukan oleh Aryani dkk (2015) menghasilkan nilai gap pada aspek reliability yakni
sebesar -0,85, assurance yakni -0,73, emphaty -0,67, tangible yakni -0,59 dan aspek
responsiveness -0,54. Hal ini menunjukkan bahwa pasien rawat jalan di IFRS Islam Ibnu
Sina Pekanbaru belum merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan. Tiana (2013)
menganalisis tentang kepuasan pasien yang dilakukan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda dengan metode servqual diperoleh nilai gap
bernilai negatif yang menunjukkan bahwa pasien tidak puas akan pelayanan farmasi. Nilai
gap pada dimensi pelayanan tertinggi hingga terendah berturut-turut reliability (-0,48),
responsiveness (-0,43), emphaty (-0,33), tangibles (- 0,31), dan assurance (-0,24). Hal ini
juga sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyo (2013) yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran tingkat kepuasan pasien rawat jalan terhadap kualitas pelayanan
instalasi farmasi Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Berdasarkan
uji gap diketahui pasien tidak puas dengan pelayanan farmasi karena semua dimensi
menunjukkan nilai gap negatif. Nilai gap tertinggi sampai terendah berturut-turut: dimensi
assurance (-0,66), reliability (-0,65), responsiveness (-0,58), emphaty (-0,52), dan tangibles
(-0,49).
Dampak yang ditimbulkan apabila pasien merasa tidak puas berpotensi dapat
membahayakan keselematan pasien, salah satunya seperti pasien merasa tidak percaya
dengan petugas kemudian pasien tidak meminum obat dengan tepat atau pasien merasa
tidak nyaman dengan pelayanan yang diberikan sehingga pada saat petugas menyampaikan
edukasi tentang obat pasien tidak memperhatikan dan dikhawatirkan terjadi
kesalahpahaman dalam penggunaan obat. Jika pasien merasa terus-menerus tidak puas atas
pelayanan kesehatan yang diterima tentu mengkhawatirkan bila kesadaran kesehatan di
lingkungan masyarakat tersebut menjadi rendah (Khusna, 2017)
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Jasem Kabupaten Sidoarjo. Rumah
Sakit Umum Jasem adalah rumah sakit kelas D. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah
sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2
(dua) spesialis dasar (Permenkes, 2014). Selain meningkatkan sarana dan prasarana rumah
sakit, rumah sakit kelas D juga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan terhadap
masyarakat guna meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit tersebut.
Salah satu pelayanan yang harus di tingkatkan adalah pelayanan kefarmasian dengan tahap
awal yaitu evaluasi kepuasan pasien. Kepuasan pasien yang dievaluasi dalam penelitian ini
adalah pasien rawat jalan. Setelah pihak rumah sakit mengetahui tingkat kepuasan pasien
yang diperoleh, maka pihak rumah sakit dapat menentukan langkah selanjutnya dalam
peningkatan pelayanan khususnya bidang kefarmasian.

You might also like