Professional Documents
Culture Documents
Rainy Chandranata
102011192
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
Pendahuluan
Sebanyak 23% dari penyebab kematian neonatus di seluruh dunia diakibatkan oleh
terjadinya asfiksia neonatorum. Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat
segera bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia,
hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke 6, yaitu sebanyak
8% sebagai penyebab kematian anak di seluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis
neonatorum, dan kelahiran prematur. Sebagian besar anak yang bertahan hidup setelah
mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral
palsy, retardasi mental, dan gangguan belajar. Oleh sebab itu, asfiksia memerlukan intervensi
dan resusitasi segera untuk menimbulkan mortalitas dan morbiditas.1
Kasus
Seorang perempuan berusia 25 tahun, melahirkan seorang bayi laki-laki cukup bulan secara
spontan dengan dibantu oleh bidan di rumah sakit. Saat lahir bayi tidak menangis. Seorang
dokter jaga diminta untuk menangani bayi baru lahir tersebut.
Hipotesis
Pembahasan
1
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Setelah anak dilahirkan, hal pertama yang kita lakukan adalah memeriksa keadaan
fisik anak tersebut dengan menggunakan APGAR Skor. Skor APGAR adalah sebuah metode
yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah
metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah
kelahiran. Skor APGAR dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir menggunakan
lima kriteria sederhana dengan skala nilai nol, satu, dan dua. Kelima nilai kriteria tersebut
kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan angka nol hingga sepuluh. Kata APGAR
kemudian dijadikan akronim dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration.3
Tabel 1. APGAR Skor4
Warna seluruhnya warna kulit tubuh warna kulit tubuh, tangan, Appearance
2
normal merah
muda, tetapi
tangan dan kaki
kebiruan dan kaki normal merah
kulit biru (akrosianosis) muda, tidak ada sianosis
Denyut
jantung tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit Pulse
tidak ada
respons meringis/menangis
Respons terhadap lemah ketika meringis/bersin/batuk saat
reflex stimulasi distimulasi stimulasi saluran napas Grimace
lemah/tidak
Tonus otot ada sedikit gerakan bergerak aktif Activity
Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran dan
dapat diulangi jika skor masih rendah. Skor yang rendah pada menit pertama dapat
menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir memerlukan perhatian medis, namun belum tentu
mengindikasikan terdapat masalah jangka panjang, terutama bila kondisi menunjukkan adnya
perkembangan setelah lima menit pertama. Jika skor apgar tetap di bawah tiga pada waktu-
waktu berikutnya, misal pada menit ke 10, 15, atau 30, terdapat resiko nahwa anak akan
mengalami kerusakan neurologis jangka panjang.3
3
0-3 Sangat rendah Memerlukan tindakan medis
yang lebih intensif
Apabila bayi sudah tidak membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang
diarahkan pada kecurigaan atas komplikasi, berupa:
Ureum kreatinin
Laktat
4
Pemeriksaan EEG.5
Working Diagnosis
ACOG dan AAP (American College of Obstetricians and Gynecologists ACOG dan
American Academy of Pediatrics)5
Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut:
5
Neonatal pneumonia
Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin terjadi dalam
beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian yang dapat disamakan dengan kumpulan
gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan terbatas pada paru-paru. Tanda-tandanya mungkin
terbatas pada kegagalan pernafasan atau berlanjut ke arah syok dan kematian. Infeksi dapat
ditularkan melalui plasenta, aspirasi atau diperoleh setelah kelahiran (Caserta, 2009).
Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab pneumonia pada
umumnya, yaitu:
a. Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus Epidermidis, E. Coli,
Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella.
b. Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV.
c. Jamur: Candida.
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit. Adanya etiologi
seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia melalui udara, aspirasi
organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi hebat sehingga membran paru-
paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi akan timbul panas, anoreksia, mual,
muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan cairan keluar masuk alveoli
sehingga terjadi sekresi, edema dan bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis
dyspnoe, sianosis dan batuk, selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang akan
membuat daerah paru menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru menyebabkan
meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini
dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia.7
Sindroma Aspirasi Mekoniuim terjadi jika janin menghirup mekonium yang tercampur
dengan cairan ketuban, baik ketika bayi masih berada di dalam rahim maupun sesaat setelah
dilahirkan. Mekonium adalah tinja janin yang pertama. Merupakan bahan yang kental,
lengket dan berwarna hitam kehijauan, mulai bisa terlihat pada kehamilan 34 minggu.
Aspirasi mekonium terjadi jika janin mengalami stres selama proses persalinan berlangsung.
Bayi seringkali merupakan bayi post-matur (lebih dari 40 minggu). Selama persalinan
berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan
meningkatnya gerakan usus dan pengenduran otot anus, sehingga mekonium dikeluarkan ke
dalam cairan ketuban yang mengelilingi bayi di dalam rahim. 8
6
Cairan ketuban dan mekoniuim becampur membentuk cairan berwarna hijau dengan
kekentalan yang bervariasi. Jika selama masih berada di dalam rahim janin bernafas atau jika
bayi menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban dan mekonium bisa
terhirup ke dalam paru-paru. Mekonium yang terhirup bisa menyebabkan penyumbatan
parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan pernafasan dan
gangguan pertukaran udara di paru-paru.8
Selain itu, mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara,
menyebabkan suatu pneumonia kimiawi. Cairan ketuban yang berwarna kehijauan disertai
kemungkinan terhirupnya cairan ini terjadi pada 5-10% kelahiran. Sekitar sepertiga bayi yang
menderita sindroma ini memerlukan bantuan alat pernafasan. Aspirasi mekonium merupakan
penyebab utama dari penyakit yang berat dan kematian pada bayi baru lahir. Gejalanya
berupa:
o Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat adanya mekonium di
dalam cairan ketuban
o Kulit bayi tampak kehijauan (terjadi jika mekonium telah dikeluarkan lama sebelum
persalinan)
o Ketika lahir, bayi tampak lemas/lemah
o Kulit bayi tampak kebiruan (sianosis)
o Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
o Apneu (henti nafas)
o Tampak tanda-tanda post-maturitas (berat badannya kurang, kulitnya mengelupas).8
Respiratory Distress Syndrome
7
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan berwarna
kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang
tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara
bagian distal menyebabkan edem interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi
alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis
yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan
kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga menyebabkan
eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli
dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan
mulai dibentuk pada 36-72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada
bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).9
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan kerusakan sel
dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum protein ke dalam alveoli sehingga
menghambat fungsi surfaktan.Gejala klinis yang timbul yaitu : adanya sesak napas pada bayi
prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/menit), pernapasan
cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada,dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-96
jam pertama setelah lahir.9
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
Stadium 2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan
jantung dengan penurunan aerasi paru.
Stadium 3. Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat
lebih opaque dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
Stadium 4. Seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak dapat dilihat.9
Manifestasi Klinik
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam
periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut
jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur
dan memasuki periode apnue primer. Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara
lain meliputi :
Hipoksia
Jika sudah megalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik: kejang,
nistagmus dan menangis kurang baik atau tidak menangis.3
Patofisiologi
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk
mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam paru janin dalam
keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (PO 2) parsial rendah. Hampir seluruh darah dari
jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi pembuluh darah janin, sehingga
darah dialirkan melalui pembuluh yang bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus
kemudian masuk ke aorta.10
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber utama
oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan
9
berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke dalam
pembuluh darah di sekitar alveoli. Arteri dan vena umbilikalis akan menutup sehingga
menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan darah sistemik.
Akibat tekanan udara dan peningkatan kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan
mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran darah bekurang.
Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan
mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh. Pada akhir masa
transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan
oksigen. Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari jalan
napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh
darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan
berubah dari abu-abu/biru menjadi kemerahan.
Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan atau setelah lahir.
Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik sebelum atau selama persalinan, biasanya akan
menimbulkan gangguan pada aliran darah di plasenta atau tali pusat. Tanda klinis awal dapat
berupa deselerasi frekuensi jantung janin. Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih
banyak berkaitan dengan jalan nafas dan atau paru-paru, misalnya sulit menyingkirkan cairan
atau benda asing seperti mekonium dari alveolus, sehingga akan menghambat udara masuk
ke dalam paru mengakibatkan hipoksia. Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan
menghambat peningkatan tekanan darah (hipotensi sistemik). Selain itu kekurangan oksigen,
kegagalan peningkatan tekanan udara di paru-paru akan mengakibatkan arteriol di paru-paru
tetap konstriksi sehingga terjadi penurunan aliran darah ke paru-paru dan pasokan oksigen ke
jaringan. Pada beberapa kasus, arteriol di paru-paru gagal untuk berelaksasi walaupun paru-
10
paru sudah terisi dengan udara atau oksigen (Persisten Pulmonary Hypertension Newborn,
disingkat menjadi PPHN).10
Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apneu primer. Tekanan
darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apneu sekunder (kecuali jika terjadi kehilangan
darah pada saat memasuki periode hipotensi). Bayi dapat berada pada fase antara apneu
primer dan apneu sekunder dan seringkali keadaan yang membahayakan ini dimulai sebelum
atau selama persalinan. Akibatnya, saat lahir sulit untuk menilai berapa lama bayi telah
berada dalam keadaan membahayakan. Pemeriksaan fisik tidak dapat membedakan antara
apnu primer dan sekunder, namun respon pernapasan yang ditunjukkan akan dapat
memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang membahayakan itu.
Jika bayi tidak menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang, merupakan
apneu primer. Jika tidak menunjukkan perbaikan apa-apa, ia dalam keadaan apnu sekunder.
Sebagai gambaran umum, semakin lama seorang bayi dalam keadaan apnu sekunder, semakin
lama pula dia bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau demikian, segera setelah
ventilasi yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru lahir akan memperlihatkan gambaran
reaksi yang sangat cepat dalam hal peningkatan frekuensi jantung. Jika setelah pemberian
ventilasi tekanan positif yang adekuat, ternyata tidak memberikan respons peningkatan
frekuensi jantung maka keadaan yang membahayakan ini seperti gangguan fungsi
miokardium dan tekanan darah, telah jatuh pada keadaan kritis. Pada keadaan seperti ini,
pemberian kompresi dada dan obat-obatan mungkin diperlukan untuk resusitasi.10
Etiologi
11
Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan
kemudian disusul dengan pernapasan teratur. Apabila terjadi gangguan pertukaran gas atau
gangguan pengangkutan oksigen dari ibu ke janin maka akan terjadi asfiksia neonatorum .
Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Towell
(1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan pada bayi terdiri dari: 11,12
o Faktor ibu
- Hipoksia
- Malnutrisi
- Anemia maternal
o Faktor plasenta
Degenerasi vaskularnya
Solution plasenta
Perdarahan plasenta
Plasenta kecil
o Faktor neonatus
- Infeksi
12
- Anemia janin
- Perdarahan
- Prematur
- IUGR
- Gemeli
o Faktor persalinan
- Partus lama
- Lain-lain
Epidemiologi
Penatalaksanaan
Sebagian besar bayi baru lahir tidak membutuhkan intervensi dalam mengatasi
transisi dari intrauterin ke ekstrauterin, namun sejumlah kecil membutuhkan berbagai derajat
resusitasi.
ALAT RESUSITASI
Semua peralatan yang diperlukan untuk tindakan resusitasi harus tersedia di dalam kamar
bersalin dan dipastikan dapat berfungsi baik. Pada saat bayi memerlukan resusitasi maka
peralatan harus siap untuk digunakan. Peralatan yang diperlukan pada resusitasi neonatus
adalah sebagai berikut:3
Perlengkapan penghisap
13
Balon penghisap (bulb syringe)
Kateter penghisap
Pipa lambung
Sungkup ukuran bayi cukup bulan dan bayi kurang bulan (dianjurkan yang
memiliki bantalan pada pinggirnya)
Sumber oksigen dengan pengatur aliran (ukuran sampai 10 L/m) dan tabung.
Peralatan intubasi
Laringoskop
Selang endotrakeal (endotracheal tube) dan stilet (bila tersedia) yang cocok
dengan pipa endotrakeal yang ada
Obat-obatan
Kateter umbilikal
Lain-lain
Selang orogastrik
Blender oksigen
Oksimeter
Alas pemanas
RESUSITASI NEONATUS
Bila semua jawaban ‘ya’ maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan
rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan
diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak” dari
salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi
berikut ini secara berurutan: 3,5,6
a) Memberikan kehangatan
15
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan telanjang
agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh. Bayi
dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus mendapat
perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik penghangatan
tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi dibawah pemancar
panas pada bayi kurang bulan dan BBLR. Alat lain yang bisa digunakan adalah alas
penghangat. 3,5,6
16
Bagan 1. Algoritma Resusitasi Asfiksia Neonatorum
17
a) Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar
posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya
udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup
dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.
c) Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar
Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret dan mengeringkan akan memberi
rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang benar,
penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat, maka perangsangan taktil
dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok
punggung, tubuh atau ekstremitas bayi. Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi
pada hampir semua rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder,
rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau
18
dua tepukan pada telapak kaki atau gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang
berharga dengan terus menerus memberikan rangsangan taktil.
Penilaian
Penilaian dilakukan setelah 30 detik untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi lanjutan.
Tanda vital yang perlu dinilai adalah sebagai berikut: 10
a) Pernapasan
Resusitasi berhasil bila terlihat gerakan dada yang adekuat, frekuensi dan dalamnya
pernapasan bertambah setelah rangsang taktil. Pernapasan yang megap-megap adalah
pernapasan yang tidak efektif dan memerlukan intervensi lanjutan.
b) Frekuensi jantung
Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Penghitungan bunyi jantung dilakukan dengan
stetoskop selama 6 detik kemudian dikalikan 10 sehingga akan dapat diketahui frekuensi
jantung permenit.
c) Warna kulit
Bayi seharusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh. Setelah frekuensi jantung
normal dan ventilasi baik, tidak boleh ada sianosis sentral yang menandakan hipoksemia.
Warna kulit bayi yang berubah dari biru menjadi kemerahan adalah petanda yang paling cepat
akan adanya pernapasan dan sirkulasi yang adekuat. Sianosis akral tanpa sianosis sentral
belum tentu menandakan kadar oksigen rendah sehingga tidak perlu diberikan terapi oksigen.
Hanya sianosis sentral yang memerlukan intervensi
Pemberian oksigen
Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan tambahan oksigen.
Pemberian oksigen aliran bebas dapat dilakukan dengan menggunakan sungkup oksigen,
sungkup dengan balon tidak mengembang sendiri, T-piece resuscitator dan selang/pipa
oksigen. Pada bayi cukup bulan dianjurkan untuk menggunakan oksigen 100%. Namun
beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa penggunaan oksigen ruangan dengan
konsentrasi 21% menurunkan risiko mortalitas dan kejadian ensefalopati hipoksik iskemik
(EHI) dibanding dengan oksigen 100%. Pemberian oksigen 100% tidak dianjurkan pada bayi
kurang bulan karena dapat merusak jaringan.
19
Penghentian pemberian oksigen dilakukan secara bertahap bila tidak terdapat sianosis sentral
lagi yaitu bayi tetap merah atau saturasi oksigen tetap baik walaupun konsentrasi oksigen
sama dengan konsentrasi oksigen ruangan. Bila bayi kembali sianosis, maka pemberian
oksigen perlu dilanjutkan sampai sianosis sentral hilang. Kemudian secepatnya dilakukan
pemeriksaan gas darah arteri dan oksimetri untuk menyesuaikan kadar oksigen mencapai
normal.13
Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi lanjutan bila
semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau frekuensi jantungnya tetap
kurang dari 100x/menit. Sebelum melakukan VTP harus dipastikan tidak ada kelainan
kongenital seperti hernia diafragmatika, karena bayi dengan hernia diafragmatika harus
diintubasi terlebih dahulu sebelum mendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat
VTP dalam waktu yang cukup lama, intubasi endotrakeal perlu dilakukan atau pemasangan
selang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra indikasi penggunaan ventilasi
tekanan positif adalah hernia diafragma.13
Kompresi dada
Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah
dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik. Tindakan kompresi dada (cardiac
massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke arah
tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah ke
seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi oksigen,
sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang efektif. Satu orang
menekan dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi. Orang kedua juga bisa melakukan
pemantauan frekuensi jantung dan suara napas selama ventilasi tekanan positif. Ventilasi dan
kompresi harus dilakukan secara bergantian.
20
Tabel 3. Perbandingan Jenis Alat untuk Ventilasi Tekanan Positif13
Belon mengembang sendiri Selalu terisi setelah diremas Tetap bertekanan walaupun
walaupun tanpa sumber gas tidak terdapat lekatan antara
bertekanan sungkup dan wajah bayi
Katup pelepas tekanan Membutuhkan reservoar
berfungsi untuk menjaga oksigen untuk mendapatkan
tidak terjadi pengembang- oksigen kadar tinggi
an balon berlebihan Tidak dapat digunakan
dengan baik untuk berikan O2
aliran bebas melalui sungkup
Teknik ibu jari lebih direkomendasikan pada resusitasi bayi baru lahir karena akan
menghasilkan puncak sistolik dan perfusi koroner yang lebih besar. Prinsip dasar pada
kompresi dada adalah:
1. Posisi bayi: Topangan yang keras pada bagian belakang bayi dengan leher sedikit
tengadah.
2. Kompresi:
Lokasi ibu jari atau dua jari: Pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada 1/3 bawah
tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal yang
menghubungkan kedua puting susu.
Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam
kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada, kemudian tekanan dilepaskan untuk
memberi kesempatan jantung terisi. Satu kompresi terdiri dari satu tekanan ke bawah
dan satu pelepasan. Lamanya tekanan ke bawah harus lebih singkat daripada lamanya
pelepasan untuk memberi curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau ujung-ujung jari
harus tetap bersentuhan dengan dada selama penekanan dan pelepasan.
Frekuensi : kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi baik, dengan aturan satu
ventilasi diberikan tiap selesai tiga kompresi, dengan frekuensi 30 ventilasi dan 90
kompresi permenit. Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik, terdiri dari satu
ventilasi dan tiga kompresi.
22
Penghentian kompresi:
Frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian dikalikan 10. Jika
frekuensi jantung telah diatas 60 x/menit kompresi dada dihentikan, namun
ventilasi diteruskan dengan kecepatan 40-60 x/menit. Jika frekuensi jantung
tetap kurang dari 60 x/menit, maka pemasangan kateter umbilikal untuk
memasukkan obat dan pemberian epinefrin harus dilakukan.
Jika frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit dan bayi dapat bernapas spontan,
ventilasi tekanan positif dapat dihentikan, tetapi bayi masih mendapat oksigen
alir bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan. Setelah observasi
beberapa lama di kamar bersalin bayi dapat dipindahkan ke ruang perawatan.10
Intubasi Endotrakeal
Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi sesuatu dengan
keadaan, antara lain beberapa keadaan berikut saat resusitasi: 10
a. Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan, maka intubasi
dilakukan sebagai langkah pertama sebelum melakukan tindakan resusitasi yang
lain, untuk membersihkan mekoneum dari jalan napas.
d. Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka cara yang
umum adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa endotrakeal
sambil menunggu akses intravena.
23
e. Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan pemasangan selang
endotrakeal. Cara pemasangan selang endotrakeal perlu dikuasai diantaranya
melalui pelatihan khusus.
Pemberian obat-obatan
Obat-obatan jarang diberikan pada resusitasi bayi baru lahir. Bradikardi pada bayi baru
lahir biasanya disebabkan oleh ketidaksempurnaan pengembangan dada atau hipoksemia,
dimana kedua hal tersebut harus dikoreksi dengan pemberian ventilasi yang adekuat. Namun
bila bradikardi tetap terjadi setelah VTP dan kompresi dada yang adekuat, obat-obatan seperti
epinefrin atau volume ekspander dapat diberikan. Obat yang diberikan pada fase akut
resusitasi adalah epinefrin. Obat-obat lain digunakan pada pasca resusitasi atau pada keadaan
khusus lainnya. 10
Epinefrin
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah
dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak
boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan
beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,3 ml/kgBB larutan1:10.000
(setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat
diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal
diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.16
Volume Ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan
resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia
kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi
buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl
0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah
banyak.
Bikarbonat
24
Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang
mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan
bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan
pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau
4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi
7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara
intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.
Nalokson
Komplikasi
Hampir 90 % bayi yang memerlukan resusitasi akan membaik setelah diberikan VTP
yang adekuat, sementara 10 % bayi memerlukan kompresi dada dan obat-obatan, atau
meninggal. Pada sebagian bayi yang tetap tidak membaik walau telah dilakukan resusitasi
mungkin mengalami komplikasi kelahiran atau komplikasi resusitasi seperti tercantum di
tabel 3.
Bayi yang memerlukan VTP berkepanjangan, intubasi dan atau kompresi dada sangat
mungkin mengalami stress berat dan berisiko mengalami kerusakan fungsi organ multipel
yang tidak segera tampak. Bila diperlukan resusitasi lebih lanjut, bayi dirawat di ruang rawat
lanjutan, dengan pemantauan suhu, tanda vital, dan antisipasi terhadap komplikasi.16 Bayi
juga memerlukan nutrisi baik dengan cara pemberian oral atau parenteral tergantung
kondisinya. Bila bayi menderita asfiksia berat dapat diberikan nutrisi parenteral dengan
dextrosa 10%. Pemantauan terhadap saturasi oksigen, dan pemeriksaan laboratorium seperti
darah rutin, kadar gula darah, elektrolit dan analisa gas darah juga perlu dilakukan.10
Tabel 4. Komplikasi yang mungkin terjadi dan perawatan pasca resusitasi yang dilakukan 10
25
Sistem organ Komplikasi yang mungkin Tindakan pasca resusitasi
Otak Apnu Pemantauan apnu
Kejang Bantuan ventilasi kalau perlu
Pantau gula darah, elektrolit
Pencegahan hipotermia
Pertimbang terapi anti kejang
Paru-paru hipertensi pulmoner Pertahankan ventilasi dan
pneumonia
oksigenasi
pneumotoraks
Pertimbangkan antibiotika
takipnu transien
Foto toraks bila sesak napas
sindrom aspirasi
Pemberian oksigen alir bebas
mekonium
Tunda minum bila sesak
defisiensi surfaktan
Pertimbangkan pemberian
surfaktan
Kardiovaskular Hipotensi Pemantauan tekanan darah dan
frekuensi jantung
Pertimbangkan inotropik (misal
dopamin) dan/atau cairan
penambah volume darah
Ginjal nekrosis tubuler akut Pemantauan produksi urin
Batasi masukan cairan bila ada
oliguria dan volume vaskuler
adekuat
Pemantauan kadar elektrolit
Gastrointestinal Ileus Tunda pemberian minum
enterokolitis Berikan cairan intravena
nekrotikans Pertimbangkn nutrisi parenteral
Metabolik/ Hipoglikemia Pemantauan gula darah
hematologik hipokalsemia Pemantauan elektrolit
hiponatremia Pemantauan hematokrit
anemia Pemantauan trombosit
trombositopenia
Prognosis
Pada kasus apabila segera ditangani dengan baik akan memberikan hasil ad bonam.
Namun, prognosis kepada asfiksia neonatorum ini sangat tergantung kepada lama bayi
tersebut tidak dapat bernafas sehingga tidak menimbulkan komplikasi pada organ lain.
26
Penutup
Daftar Pustaka
6. Lee, et.al. Risk Factors for Neonatal Mortality Due to Birth Asphyxia in Southern
Nepal: A Prospective, Community-Based Cohort Study. Pediatrics 2008;
121:e1381-e1390 (doi:10.1542/peds.2007-1966)
27
8. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM.Ilmu kesehatan anak Nelson vol. 1.
Jakarta: EGC;2000.h.600-1.
10. American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. Buku panduan
resusitasi neonatus. Edisi ke-5. Jakarta: Perinasia; 2006.
12. 12 Parer JT. Fetal Brain Metabolism Under Stress Oxygenation, Acid-Base and
Glucose. 2008. Diunduh dari:
http://www.nichd.nih.gov/publications/pubs/acute/acute.cfm, 15 November 2011.
13. Allwood AC, Madar RJ, Baumer JH, Readdy L, Wright D. Changes in
resuscitation practice at birth. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2003; 88:F375 –
F379.
28