You are on page 1of 2

Minggu, 15 April 2012

Perang Salib

Shalahuddin Al-Ayyubi, panglima perang besar Islam.

Perang Salib
Perang keagamaan antara umat Kristen Eropa dan umat Islam Asia selama hampir dua abad
(1096-1291) dikenal dengan nama Perang Salib. Perang itu terjadi sebagai reaksi umat
Kristen terhadap umat Islam.

Sejak tahun 632, sejumlah kota penting dan tempat suci umat Kristen dikuasai oleh umat
Islam. Akibatnya, umat Kristen merasa terganggu ketika hendak berziarah ke kota suci
Yerusalem. Umat Kristen tentu saja ingin merebut kembali kota itu. Perang itu disebut
Perang Salib karena pasukan Kristen menggunakan tanda salib sebagai simbol pemersatu dan
untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci.

Faktor utama penyebab terjadinya Perang Salib adalah agama, politik dan sosial ekonomi.
Faktor agama, sejak Dinasti Seljuk merebut Baitulmakdis dari tangan Dinasti Fatimiah pada
tahun 1070, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi menunaikan ibadah ke sana. Hal ini
disebabkan karena para penguasa Seljuk menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap
mempersulit mereka yang hendak melaksanakan ibadah ke Baitulmakdis. Bahkan mereka
yang pulang berjiarah sering mengelu karena mendapatkan perlakuan jelek oleh orang-orang
Seljuk yang fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Seljuk sangat
berbeda dengan para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu
sebelumnya.

Faktor politik, dipicu oleh kekalahan Bizantium --sejak 330 disebut Konstantinopel
(Istambul)-- di Manzikart (Malazkirt atau Malasyird, Armenia) pada tahun 1071 dan jatuhnya
Asia Kecil ke bawah kekuasaan Seljuk telah mendorong Kaisai Alexius I Comnenus (Kaisar
Constantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus dalam usahanya untuk
mengembalikan kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Seljuk.

Di lain pihak, kondisi kekuasaan Islam pada waktu itu sedang melemah, sehingga orang-
orang Kristen Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dalam Perang Salib. Ketika itu
Dinasti Seljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan, Dinasti Fatimiah di Mesir dalam
keadaan lumpuh, sementara kekuasaan Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin
bertambah parah karena adanya pertentangan segitiga antara khalifah Fatimiah di Mesir,
khalifah Abbasiyah di Baghdad dan amir Umayyah di Cordoba yang memproklamirkan
dirinya sebagai penguasa. Kristen di Eropa untuk merebut satu persatu daerah-daerah
kekuasaan Islam, seperti Dinasti-dinasti kecil di Edessa dan Baitulmakdis.

Sementara faktor sosial ekonomi dipicu oleh pedagang-pedagang besar yang berada di pantai
timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota Venezia, Genoa dan Pisa, . Kristen eropa
berambisi untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di sepanjang pantai Timur dan selatan
Laut Tengah untuk memperluas jaringan dagang mereka. Untuk itu mereka rela menanggung
sebagian dana perang Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat
perdagangan mereka apabila pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan.

Sejarawan Philip K Hitti penulis buku The History of The Arabs membagi Perang Salib ke
dalam tiga periode. Periode pertama disebut periode penaklukkan daerah-daerah kekuasaan
Islam. pasukan Salib yang dipimpin oleh Godfrey of Bouillon mengorganisir strategi perang
dengan rapih. Mereke berhasil menduduki kota suci Palestina (Yerusalem) tanggal 7 Juni
1099. Pasukan Salib ini melakukan pembantaian besar-besaran selama lebih kurang satu
minggu terhadap umat Islam tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, anak-anak dan
dewasa, serta tua dan muda. Kemenangan pasukan Salib dalam periode ini telah mengubah
peta dunia Islam dan situasi di kawasan itu.

Periode kedua, disebut periode reksi umat Islam (1144-1192). Jatuhnya daerah kekuasaan
Islam ke tangan kaum Salib membangkitkan kesadaran kaum Muslimin untuk menghimpun
kekuatan guna menghadapi mereka. Di bawah komando Imaduddin Zangi, gubernur Mosul,
kaum Muslimin bergerak maju membendung serangan kaum Salib. Bahkan mereka berhasil
merebut kembali Allepo dan Edessa. Keberhasilan kaum muslimin meraih berbagai
kemenangan, terutama setelah muculnya Salahuddin Yusuf al-Ayyubi (Saladin) di Mesir
yang berhasil membebaskan Baitul makdis (Jerusalem) pada 2 Oktober 1187.

Periode ketiga, berlangsung tahun 1193 hingga 1291 ini lebih dikenal dengan periode
kehancuran di dalam pasukan Salib. Hal ini disebabkan karena periode ini lebih disemangati
oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dan sesuatu yang bersifat material dari pada
motivasi agama.

You might also like