You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Mengacu pada Neraca Sumber Daya Energi (2013), Indonesia memiliki total
cadangan sumber daya batubara sebesar 120.525,42 juta/ton (Tabel 1.1), namun
dianggap masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan energi di Indonesia. Hal
ini disebabkan oleh kegiatan penambangan batubara yang dilakukan oleh
beberapa perusahaan-perusahaan tambang batubara selama ini hanya
memproritaskan lapisan batubara yang terdapat pada permukaan (open pit
mining), hal tersebut disebabkan karena biaya penambangannya relatif sangat
murah dan memiliki resiko yang relatif kecil dibandingkan dengan underground
mining, sehingga lapisan batubara yang terdapat dalam sub-surface masih belum
dimanfaatkan secara maksimal sebagai sumber energi. Pada lapisan batubara
terdapat CSG (coal seam gas) yang dapat dijadikan sebagai sumber energi
alternatif (Tabel 1.2), CSG yang dimaksudkan adalah kandungan CBM (Coal bed
methane).

Tabel 1.1 Cadangan batubara di Indonesia (Neraca Sumber Daya Energi, 2013) 

Sumberdaya (juta/ton) 
Total 
Kualitas 
(%) 
Hipotetik  Tereka  Tertunjuk  Terukur  Total 

Kalori rendah (<5100 kal/gr)  1.747,42  8.103,62  7307.85  7166.26  29,023.00  24.12 

Kalori sedang (5100‐6100  kal/gr)  16.945,22  19.896,24  17,384.91  13,252.24  80,182.34  66.63 

Kalori tinggi (6100‐7100  kal/gr)  851,21  2.937,02  2089.96  3409.01  9395.26  7.81 

Kalori sangat tinggi (>7100  kal/gr)  13,61  1.143,03  276.08  272.91  1738.00  1.44 

Total  19.557,45  32.079,90  29.438,34  39.449,73  120.525,42  100.00 

 
 
 
 


 
Tabel 1.2 CGS Basin evaluation di Indonesia (ARI, 2013 dalam Susilawati, dkk., 2013) 
 

Target  Completable coal  Coal rank  Average  CSG completable 


Basin 
formation  thickness (m)  (Ro%)  depth (m)  (Tcf) 

South Sumatra  Muara Enim  37  0.47  762  183 


Barito  Warukin  28  0.45  915  101.6 
Kutai  Prangat  21  0.5  915  80.4 

North Tarakan  Tabul  15  0.45  701  17.5 

Berau  Latih  24  0.45  671  8.4 


Ombilin  Sawahlunto  24  0.8  762  0.5 
Pasir/Asem  Warukin  15  0.45  701  3 

NW Java  Talang Akar  6  0.7  1524  0.8 

Sulawesi  Toraja  6  0.55  610  2 

Bengkulu  Lemau  12  0.4  610  3.6 

Total  453 

CBM diharapkan dapat berperan sebagai sumber energi baru dan


diharapkan dapat menjadi solusi alternatif terhadap kemungkinan kekurangan
pasokan energi listrik khususnya di Indonesia. Berdasarkan fenomena tersebut
maka penelitian tentang potensi CBM sudah dimulai diberbagai daerah khususnya
di Indonesia. Salah satu daerah yang akan dilakukan analisis potensi gas metan
yaitu daerah Tanjung Enim, Cekungan Sumatera Selatan dengan target lapisan
batubara M2 pada Formasi Muara Enim Cekungan Sumatera Selatan.
Reservoar CBM sangat berbeda dengan reservoar minyak pada umumnya,
dimana lapisan batubara berperan sebagai batuan induk dan batuan reservoar.
CBM juga disebut dengan sweet gas karena tidak mengandung kandungan H2S.
Gas metan (CH4) menempel pada micropore batubara (matriks) sedangkan pada
cleat dapat juga berisi gas bebas atau gas yang tersaturasi oleh air (macropore),
sistem ini disebut dengan dual porosity, sehingga cleat memiliki peran penting
pada suatu reservoar CBM.
Cleat merupakan rekahan secara alami yang terbentuk pada lapisan batubara
yang disebabkan oleh sifat kerentanan batubara yang disebabkan oleh proses
pembatubaraan ataupun proses tektonik yang besifat lokal dan regional.


 
Kehadiran cleat pada suatu reservoar CBM dapat menambah nilai permeabilitas
pada suatu lapisan batubara dengan low matrix permeability. Matriks yang
terdapat pada lapisan batubara memiliki nilai porositas yang baik namun memiliki
nilai permeabilitas yang rendah, dengan adanya sistem cleat dapat menambah
nilai permeabilitas, adapun dalam pengukuran cleat terdapat beberapa parameter
yang akan diukur (atribut cleat), yakni: tinggi/panjang cleat, bukaan cleat, jarak
antar cleat (spasi), dan orientasi arah cleat. Studi mengenai cleat dapat
memberikan acuan (pendekatan) dalam menentukan lokasi titik sumur dan juga
arah aliran (migrasi) gas pada suatu reservoar CBM.
Cleat yang terdapat pada suatu lapisan batubara dipengaruhi oleh peringkat
batubara. Spasi dan bukaan cleat akan berkurang dari peringkat batubara sub-
bituminus hingga medium-low volatile bituminous, kemudian akan bertambah
pada antrasit. Tebal suatu lapisan batubara juga memiliki pengaruh terhadap
perkembangan cleat. Pada lapisan batubara yang relatif tipis, pada umumnya cleat
dapat berkembang dengan baik dibandingkan dengan lapisan batubara yang relatif
tebal. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang hubungan antara atribut
cleat terhadap kualitas batubara dan nilai permeabilitas dalam kegiatan eksplorasi
CBM pada batubara anggota M2 Lapangan Tanjung Enim, Anggota M2, Formasi
Muara Enim, Cekungan Sumatera Selatan.

I.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah, antara lain:
1) Bagaimanakah arah umum orientasi cleat yang berkembang pada
lokasi penelitian?
2) Bagaimanakah hubungan antara atribut cleat terhadap nilai
permeabilitas pada lokasi penelitian?
3) Bagaimanakah hubungan antara kualitas batubara dengan atribut cleat
pada lokasi penelitian?


 
I.3 Tujuan Penelitian
1) Untuk mengetahui arah umum orientasi cleat yang berkembang pada
lapisan batubara pada Lapangan Tanjung Enim, Anggota M2, Formasi
Muara Enim, Cekungan Sumatera Selatan.
2) Untuk mengetahui hubungan antara atribut cleat terhadap nilai
permeabilitas pada Lapangan Tanjung Enim, Anggota M2, Formasi
Muara Enim, Cekungan Sumatera Selatan.
3) Untuk mengetahui hubungan antara atribut cleat dengan kualitas
batubara pada Lapangan Tanjung Enim, Anggota M2, Formasi Muara
Enim, Cekungan Sumatera Selatan.

I.4 Lingkup Penelitian


I.4.1 Lokasi penelitian
Lokasi penelitian secara geografis terletak pada 03°44’11.30”LS-
03°47’26.80”LS dan 103°48’30.30”BT - 103°50’39.90”BT (Gambar 1.1).
Lokasi daerah penelitian ini terletak di Tanjung Enim, Kabupaten Muara
Enim, Provinsi Sumatera Selatan.
I.4.2 Lingkup studi
1) Pengambilan data pengukuran cleat pada lapisan batubara Anggota M2
Formasi Muara Enim.
2) Analisis stereografi sehingga didapatkan arah orientasi cleat.
3) Analisis proksimat dan analisis nilai kalori pada sampel batubara untuk
mengetahui kualitas batubara.
4) Analisis kuantitatif untuk mengetahui hubungan antara atribut cleat
terhadap nilai permeabilitas.
5) Analisis kuantitatif untuk mengetahui hubungan antara kualitas
batubara terhadap atribut cleat.


 
Gambar 1.1. Lokasi penelitian

I.5 Manfaat Penelitian


Dari hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan
informasi yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan kegiatan
pengembangan dalam kegiatan eksplorasi CBM khususnya di Lapangan Tanjung
Enim Cekungan Sumatera Selatan.


 
I.6 Keaslian Penelitian
Penelitian yang spesifik yang membahas tema tentang hubungan antara
atribut cleat terhadap kualitas batubara dan nilai permeabilitas dalam kegiatan
eksplorasi CBM Pada lapangan Tanjung Enim, Anggota M2, Formasi Muara
Enim, Cekungan Sumatera Selatan. Terdapat beberapa penelitan yang pernah
dilakukan sebelumnya, antara lain:

1) De Coster (1974)
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh De Coster pada tahun 1974
disebutkan bahwa Cekungan Sumatera Selatan merupakan bagian dari
Cekungan Sumatera Timur yang dipisahkan dari Cekungan Sumatera
Tengah oleh Tinggian Asahan (Pegunungan Tigapuluh) di barat laut
membentang ke selatan dan dibatasi oleh Pegunungan Bukit Barisan
dan Daratan Pra-Tersier disebelah timur lautnya.
2) Shell (1976)
Pada tahun 1976, Shell Mijnbouw melakukan penelitian geologi pada
area tambang batubara PT. Bukit Asam, Cekungan Sumatera Selatan.
Berdasarkan studi tersebut membagi Formasi Muara Enim menjadi 2
(dua) bagian, yakni: lower MPa (Middle Palembang ‘a’) dan upper
Mpb (Middle Palembang ‘b’). kemudian kedua bagian tersebut di bagi
lagi menjadi 4 unit, yakni: M1, M2, M3, dan M4.
3) Amijaya, dkk (2005)
Pada tahun 2005, Amijaya, dkk melakukan studi mengenai thermally
metamorphosed coal pada daerah Tanjung Enim. Lapisan batubara
yang berada di luar metamorphosed zone memiliki nilai moisture yang
tinggi (4,13-11,25 wt.%), volatile matter (>40 wt.%, daf), karbon (<80
wt.%, daf), dan VR yang rendah (VRmax = 0,52-0,76%) dengan
peringkat subbituminous dan high volatile bituminous, sedangkan
lapisan batubara yang berada pada metamorphosed zone memiliki nilai
moisture yang rendah (<3 wt.%), volatile matter (<24 wt.%, daf),
karbon yang tinggi (>80 wt.%, daf), dan VR yang rendah (VRmax =


 
1,87-06,27%) dengan peringkat medium-volatile bituminous sampai
dengan meta-anthracite. Berdasarkan hasil analisis data yang telah
ada, bahwa suhu contact metamorphism berkisar 700-750°C.
4) Dahlan, dkk (2009)
Pada tahun 2009, Dahlan, dkk., melakukan penyelidikan yang terdiri
dari kegiatan pemboran, pemetaan geologi, dan pengukuran
kandungan gas metan pada lapisan batubara Enim, G-1, G-2, G-3, G-4,
G-5, dan G-6 Formasi Muara Enim, Cekungan Sumatera Selatan.
Berdasarkan studi didapatkan nilai rata-rata kandungan gas per satuan
berat batubara dalam ft3/ton, yakni: Enim (3,16 ft3/ton), G-1 (4,28
ft3/ton), G-2 (5,46 ft3/ton), G-3 (4,43 ft3/ton), G-4 (15,23 ft3/ton), G-5
(33,88 ft3/ton), dan G-6 (8,19 ft3/ton) dengan sumber daya (hipotetik)
gas metan sebesar 758.792.398 ft3.
5) Dart Energy (2011)
Pada tahun 2011, Dart Energy melakukan penyelidikan yang terdiri
dari kegiatan pemboran 3 (tiga) Pilot Well dan melakukan pengukuran
kandungan gas metan dengan target lapisan batubara A1 dan A2.
Berdasarkan dari studi tersebut disebutkan bahwa lapisan batubara A1
memiliki total gas (Q) berkisar antara 2,09-2,45m3/t (ar) dan lapisan
batubara A2 memiliki total gas (Q) berkisar antara 2,23-2,27m3/t (ar).
Hasil adsorbtion isotherm menyebutkan bahwa lapisan batubara A1
memiliki nilai langmuir volume at 20°C, 1 atm (m3/t) (aa) berkisar
antara 4,64-6,14 dengan nilai langmuir pressure abs (kPa) berkisar
antara 2718.72-3957.10 dan lapisan batubara A2 memiliki nilai
langmuir volume at 20°C, 1 atm (m3/t) (aa) berkisar antara 3.43-7.38
dengan nilai langmuir pressure abs (kPa) berkisar antara 2745.58-
4132.57.
6) Sosrowidjojo (2013)
Pada tahun 2013, Sosrowidjojo melakukan studi geokimia reservoar
non konvensional pada batubara Formasi Muara Enim Lapangan
Rambutan, Cekungan Sumatera Selatan. Berdasarkan studi tersebut


 
disebutkan bahwa kandungan vitrinit yang tinggi merupakan ciri utama
geokimia lapisan batubara Formasi Muara Enim di Lapangan
Rambutan. Kehadiran vitrinit ditunjukkan dengan tinggi konsentrasi
huminit dengan peringkat batubara adalah sub bitumunus (Ro 0,3-
<0,5%) yang secara geokimia ditandai oleh kadar air yang tinggi
(hingga 21%) dan kandungan karbon yang kurang dari 80% wt.%
(daf). Mineral yang ditemukan hanya dalam jumlah yang relatif kecil
(< 5 vol.%) berupa besi sulfida. Material pengisi cleat didominasi oleh
kaolinit. Hasil analisis dari 5 (lima) sumur CBM menunjukkan bahwa
nilai coalbed porosity berkisar antara 5-10% dan nilai coalbed
permeability adalah <10 mD.

Dalam studi ini akan membahas bagaimana hubungan atribut cleat dengan
kualitas batubara dan nilai permeabilitas dan membahas bagaimana hubungan
kualitas batubara dengan atribut cleat pada batubara Anggota M2 Formasi Muara
Enim Lapangan Tanjung Enim Cekungan Sumatera Selatan.
Pada penelitian sebelumnya nilai permeabilitas mengacu kepada hasil well
testing, sedangkan pada studi ini nilai permeabilitas mengacu pada hasil analisis
data atribut cleat yang diperoleh dari pengukuran langsung pada outcrop
(singkapan) yang terdapat di lokasi penelitian dengan menggunakan metode
scanline dan window scan. Studi ini juga melakukan analisis proksimat dengan
tujuan untuk mengetahui kualitas batubara Unit M2 pada lokasi penelitian dan
selanjutnya akan dilakukan analisis kuantitatif guna mengetahui hubungan
kualitas batubara terhadap atribut cleat.


 

You might also like