You are on page 1of 10

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. X


DENGAN ANEMIA APLASTIK DI RUANG A1
PENYAKIT DALAM RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

PEMBIMBING :
KHUDAZI AULAWI, SKp

DISUSUN OLEH :
I MADE MUSTIKA
03/167080/EIK/00292

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2005
ANEMIA APLASTIK

A. PENGERTIAN
Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada selsel induk disumsum
tulang yang dapat menimbulkan kematian pada apabila jumlah sel-sel darah yang
diproduksi tidak memadai.

B. ETIOLOGI
1. Antibiotika tertentu seperti Chlorampenicol
2. Infeksi virus seperti hepatitis
3. Benzen
4. Terapi radiasi
5. Agen antineoplastik atau sitotoksik

C. PATOFISIOLOGI
.Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum
atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
(misalnya berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
proses ini adalah bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran
darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan
dengan peningkatan bilirubin plasma. (konsentrasi normal 1 mg/dl atau kurang;
kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sklera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka
hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi
plasma melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya (misal apabila jumlahnya lebih dari
sekitar 100mg/dl), hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus ginjal dan
kedalam urine (hemoglobinuria). Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia
pada pasien tertentu disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi
sel darah merah yang tidak mencukupi dengan cara yaitu :
1. Hitung retikulosit dalam sirkulasi darah.
2. Derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara
pematangannya.
3. Ada atau tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia aplastik disebabkan oleh penurunan sel prekursor dalam sumsum
tulang dengan lemak yang dapat terjadi secara kongenital ataupun didapat serta
idiopatik (tanpa penyebab yang belum jelas).Berbagai macam infeksi pada
kehamilan dapat sebagai pencetusnya; atau dapat pula disebabkan oleh obat,
bahan kimia, atau kerusakan radiasi. Bahan yang sering menyebabkan aplasia
sumsum tulang adalah benzene dan turunan benzene (misal perekat pesawat
terbang); obat anti tumor seperti nitrogen mustard,; antimetabolik, termasuk
metotrexate dan 6-merkaptopurin; dan berabagai bahan toksik lainnya seperti
arsen.
Berbagai bahan yang kadang menyebabkan aplasia atau hipoplasia
meliputi berbagai antimikrobial, anti kejang, obat anti tiroid, obat hipoglikemik
oral, anti histamin, analgetik, sedativ, phenothiasine, insektisida, dan logam berat.
Dalam berbagai keadaan, anemia aplasia terjadi saat obat atau bahan kimia masuk
dalam jumlah toksik. Apabila pajanan segera dihentikan (dalam hal ini pada saat
pertama kali timbulnya retikulositopenia, anemia, granulositopenia,
trombositopenia) dapat diharapkan penyembuhan segera dan sempurna. Pada
seorang pria muda pada masa pubertas yang mengalami hepatitis mempunyai
resiko tinggi mengalami anemia aplasia berat dengan angka mortalitas 90% pada
tahun pertama dengan rerata ketahanan hidup enam bulan; transplantasi sumsum
merupakan penanganan pilihan.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Pucat sebagai akibat berkurangnya volume darah serta penurunan hemoglobin.
2. Dispnea, napas pendek dan cepat lelah saat berktivitas.
3. Penurunan nafsu makan, nausea dan stomatitis.

4. Takikardia dan bising jantung sebagai suatu gambaran beban kerja dan curah
jantung yang meningkat.
5. Sakit kepala, pusing serta kelemahan sebagai akibat berkurangnya suplai
oksigen
yang dibawa oleh sel darah merah ke susunan saraf pusat.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium ( kadar Hb, HCT, Trombosit, Granulosit )

F. PENATALAKSANAAN
Ada dua metode penatalaksanaan yang saat ini sering dilaksanakan adalah :
1. Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk memberikan persediaan
jaringan hematopoesti yang masih dapat berfungsi. Agar transplantasi behasil
diperlukan kemampuan menyesuaikan sel donor dan resipien serta mencegah
komplikasi selama penyembuhan . Dengan penggunaan imunosupresan
cyclosporin, insiden penolakan tandur kurang dari 10%.
2. Pemberian terapi imunosupresif dengan globin antitimosit (ATG).
Terapi imunosupresif dengan ATG diberikan untuk menghentikan fungsi
imunologis yang memperpanjang aplasia sehingga memungkinkan sumsum
tulang mengalami penyembuhan. ATG diberikan setiap hari melalui kateter
vena sentral selama 7-10 hari. Pasien yang berespon biasanya akan sembuh
dalam beberapa minggu sampai 3 bulan, tetapi apabila berespon lambat
sampai 6 bulan setelah penanganan. Pasien yang mengalami anemia berat dan
ditangani secara awal selama perjalanan penyakitnya mempunyai kesempatan
terbaik berespon terhadap ATG.
Terapi suportif berperan penting dalam penatalaksanaan anemia aplastik.
Pasien disokong dengan tranfusi sel darah merah dan trombosit yang cukup
untuk mengatasi gejala.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL


1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual;
muntah; anoreksia.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplay oksigen ke
susunan saraf pusat.
3. PK : Trombositopenia
4. PK : Perdarahan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif; penurunan imunologis

H. KEPUSTAKAAN
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius FK-
UI, Jakarta

Doenges M.E. at al., 1992, Nursing Care Plans, F.A. Davis Company, Philadelphia

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions


Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-
Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-
2002, NANDA

Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.


RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Ketidak seimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor intake dan output Mengetahui keseimbangan
kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 nutrisi nutrisi klien
berhubungan dengan mual; jam klien terpenuhi
muntah; anoreksia. kebutuhan nutrisinya 2. Monitor kenaikan berat Dengan memonitor berat badan
badan klien klien merupakan saran untuk
dengan kriteria hasil :
mengetahui perkembangan
- Intake nutrisi adekuat. asupan nutrisi
- Mual, muntah, anoreksi
hilang 3. Jelaskan pada klie tentang Pengertian klien tentang nutrisi
- Bebas dari tanda-tanda pentingnya nutrisi bagi mendorong klien untuk
malnutrisi. tubuh dan diit yang mengkonsumsi makanan sesuai
- Tidak terjadi penurunan ditentukan serta tanyakan diit yang ditentukan serta
BB kembali apa yang telah umpan balik klien tentang
dijelaskan penjelasan merupakan tolak
ukur pemahaman klien tentang
nutrisi.

4. Bantu klien dan keluarga Dengan mengidentifikasi


mengidentifikasi dan berbagai jenis makanan yang
memilih makanan yang telah ditentukan akan
mengandung kalori dan meningkatkan nafsu makan
protein sesuai dengan diit klien.
yang diprogram.

5. Sajikan makanan dalam Dengan penyajian yang


keadaan hangat dan menarik menarik diharapkan dapat
meningkatkan nafsu makan.

6. Kolaborasi dengan ahli gizi Dengan penentuan jenis diit


untuk penentuan diit yang yang tepat serta pemberian
tepat serta dokter dalam vitamin akan membantu
pemberian vitamin. metabolisme , mempertahankan
fugsi berbagai jaringan dan
membenatu pembentukan sel
baru.

2.Intoleransi aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign Memonitor adanya peningkatan
dengan berkurangnya suplay keparawatan selama 3x24 sistem tubuh
oksigen ke susunan saraf pusat. jam klien dapat
meningkatkan toleransi 2. Kaji penyebab intoleransi Membantu penentuan tindakan
aktivitas dengan kriteria : aktivitas klien keperawatan yang sesuai
- Bebas dari kelelahan
setelah beraktivitas 3. Latih ROM bila keadaan Mencegah terjadinya kekakuan
- Keseimbangan kebutuhan klien memungkinkan otot
aktivitas dan istirahat
- Adanya peningkatan 4. Ajarkan klien teknih Membantu mengatasi kelelahan
toleransi aktivitas penghematan energi untuk saat beraktifitas
beraktivitas

5.Tingkatkan aktivitas klien Mempertahankan kekauatn otot


sesuai dengan kemampuan klien

3. PK : Trombositopenia Perawat diharapkan dapat 1.Observasi keadaan umum Mengatahui sedini mungkin
meminimalkan komplikasi Klien adanya perubahan pada klien
dari adanya trombositopenia
dengan kriteria : 2. Monitor hasil laboratorium Mengetahui nilai dari trombosit
- Trombosi dalam keadaan (angka trombosit) tiap waktu
normal (350-450 rb/mmk)
3. Observasi adanya tanda- Trombositopenia menyebabkan
tanda perdarahan adanya perdarahan
4. Kolaborasi pemberian
tranfusi trombosit

4. PK : Perdarahan Perawat diharapkan dapat 1.Observasi keadaan umum Mengatahui sedini mungkin
meminimalkan komplikasi Klien adanya perubahan pada klien
dari adanya perdarhan
dengan kriteria : 2. Monitor hasil laboratorium Mengetahui nilai dari kadar Hb
- kadar Hb dalam batas (angka hemoglobin) tiap waktu
Normal
- Tidak terdapat tnda-tanda 3. Observasi adanya tanda- Perdarahan yang tidak
shock hipovolemik tanda perdarahan terkontrol menyebabkan
menyebabkan terjadi shock

5. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor vital sign dan Mengetahui sedini mungkin
dengan tindakan invasif; keperawatan selama 3x24 adanya tanda-tanda infeksi adanya perubahab sistemik
penurunan imunologis jam tidak terjadi infeksi tubuh dan timbulnya tanda-
dengan kriteria : tanda infeksi
- Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi. 2. Monitor hasil laboratorium Mengetahui nilai angka lekosit
- Vital sign dalam batas (angka lekosit dan dan defferensial tiap waktu.
Normal differensial)
- Angka lekosit dan
differensial dalam batas 3. Lakukan teknik aseptik dan Mencegah terjadinya infeksi
normal. septik setiap melakukan nosokomial dan masuknya
tindakan pada klien. mikroorganisme.

4. Observasi pada daerah Memantau adanya tanda-tanda


tempat penusukan infus, infeksi sacara dini.
kateter

5. Ajarkan pada klien dan Pemahaman klien dan keluarga


keluarga tentang cara tentang pencegahan dan tanda-
pencegahan infeksi serta tanda infeksi yang benar
tanda-tanda terjadinya membantu mengurangi
infeksi terjadinya infeksi

6. Kolaborasi pemberian
antibiotika

You might also like