You are on page 1of 18

A.

Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15
cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung (Zuyina,
2011).
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam
tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas
terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari
lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke
arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari
lapisan epitel yang membentuk usus (Zuyina, 2011).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
1) Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
2) Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-
sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau langerhans
manusia mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
a) Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 %; memproduksi glukagon
yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti
insulin like activity”.
b) Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80%, membuat insulin.
c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang
menghambat pelepasan insulin dan glucagon (Zuyina, 2011).

Anatomi Pankreas
Sumber : (Zuyina, 2011).
2. Fisiologi Pankreas
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas,
adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin
dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai
glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena
hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa,
sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar
berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar
terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran
insulin dan glukagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon
menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang
dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk
gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan
lebih aktif (Zuyina, 2011).
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang
dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa
hormon antara lain :
1) Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja insulin
yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara
membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
a) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
b) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
c) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
d) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
2) Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu
mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat
pengaruh insulin. (Zuyina, 2011).
3. Anatomi kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,


merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16
% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9
meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari
letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium
minus dan kulit bagian medikal lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada
telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong (Zuyina, 2011).
1) Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel
berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, langerhans dan merkel.
Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal
terletak pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 %
dari seluruh ketebalan kulit. Fungsi Epidermis: proteksi barier, organisasi sel,
sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi
(melanosit) dan pengenalan allergen (sellangerhans) (Zuyina, 2011).
2) Dermis
Merupakan bagian yang paling penting dikulit yang sering dianggap sebagai
“True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling
tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu :
a) Lapisan papiler : tipis mengandung jaringan ikat jarang.
b) Lapisan retikuler : tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Fungsi dermis: struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan
shearing forces dan respon inflamasi (Zuyina, 2011).
3) Subkutis
Merupakan lapisan dibawah dermis atau hypodermis yang terdiri dari lapisan
lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara
longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda
menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang
suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis/hypodermis: melekat
ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori control bentuk tubuh dan
mechanical shock absorver (Zuyina, 2011).
4) Vaskularisasi kulit
Arteri yang member nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan
papiler dan retikuler dermis selain itu antara dermis dan jaringan subkutis.
Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap
papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena.
4. Fisiologi kulit.
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan,
sebagaibarier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan
metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme
patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon
rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan
ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.
(Zuyina, 2011).
Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami
proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan
mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh
darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah,
kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit
dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit.
Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang
kemudian akan mempertahankan panas. (Zuyina, 2011)
B. Pengertian
Ulkus kaki diabetikum (Diabetic foot ulcer/DFU) adalah suatu infeksi, ulserasi
dan/atau kerusakan jaringan yang lebih dalam yang terkait gangguan neurologis dan
vaskuler pada tungkai yang terjadi pada penderita diabetes (Azhari, 2016).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah
satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni,
2010).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius
akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
C. Etiologi/Penyebab
Menurut Rebolledo (2011), beberapa etiologi yang dapat menimbulkan ulkus
diabetikum diantaranya adalah neuropati, penyakit arteri perifer, trauma, dan infeksi.

1) Neuropati
Neuropati merupakan komplikasi yang paling sering dialami penderita DM
(30-50%). Serabut saraf tidak memiliki suplai darah sendiri. Neuropati yang paling
banyak dialami penderita DM adalah neuropati perifer. Polineuropati sensori perifer
simetris merupakan salah satu bentuk neuropati perifer, yang menyerang saraf
sensorik terutama di bagian distal. Gangguan ini menyebabkan hilangnya ransang
sensori secara simetris, kebanyakan terjadi pertamakali pada ekstermitas bawah.
Hilangnya sensori pada ekstermitas bawah dapat meningkatkan potensi trauma dan
menimbulkan ulkus kaki diabetikum (diabetic foot ulcer). Hal ini disebabkan karena
pada neuropati terjadi penurunan sensasi nyeri di kaki atau hingga mati rasa,
sehingga tidak terasa saat terkena benda tajam, tumpul, alas kaki yang tidak tepat
dan penekanan berulang pada salah satu bagian kaki, kemudian menimbulkan
ulserasi.
2) Penyakit Arteri Perifer
Penyakit arteri perifer disebabkan oleh adanya arteriosklerosis dan
aterosklerosis. Penyakit ini terjadi 15 pada sekitar 45-65% pasien yang memiliki
masalah kaki diabetes. Arteriosklerosis adalah penurunan elastisitas pada arteri.
Sedangkan arterosklerosis adalah adanya akumulasi “plaques” yang dapat berupa
lemak, kalsium, sel darah putih, sel otot halus di dalam dinding arteri. Salah satu
penyebab dari kedua penyakit tersebut adalah hiperglikemia. Hiperglikemia
menimbulkan peningkatan viskositas darah, dan juga menyebabkan disfungsi sel
endotelium arteri perifer. Saat kaki mengalami cedera kecil atau lecet, bagian
tersebut membutuhkan suplai darah yang adekuat untuk regenerasi, jika terdapat
iskemia maka pemulihan cedera kecil akan terhambat dan berkembang menjadi
ulkus kaki diabetikum yang jika tidak ditangani dapat membentuk gangren.
3) Trauma
Penurunan sensasi nyeri di kaki atau hingga mati rasa, akibat neuropati,
dapat menyebabkan terjadinya trauma. Penurunan sensasi pada kaki dapat
menimbulkan tekanan berulang, cedera, kelainan struktur kaki, misalnya terbentuk
kalus, kaki charcot, claw toes, hammer toes. Tidak terasanya sensasi panas maupun
dingin, penggunaan alas kaki yang tidak tepat, cedera akibat benda tajam maupun
tumpul dapat menimbulkan ulserasi.

4) Infeksi
Neuropati menyebabkan hilangnya sensasi dan kelemahan otot kaki
sehingga terjadi penekanan berlebih pada salah satu area kaki, lama kelamaan
membentuk kalus. Kalus adalah kulit yang menebal, keras, dan pecah-pecah. Kalus
merupakan tempat berkembang biaknya bakteri, yang dapat menjadi ulkus yang
terinfeksi. Selain itu suplai darah dan oksigenasi jaringan yang buruk akibat iskemia
mengurangi kemampuan respon imun jaringan sehingga bakteri mudah berkembang.
Infeksi banyak disebabkan karena bakteri golongan Mcycobacterial dan
Clostridium, serta infeksi karena fungi.
D. Klasifikasi
Menurut Misnadiarti (2007) Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan
pada ulkus diabetikum adalah Sistem Klasifikasi Ulkus WagnerMeggit, sistem ini
menilai luka berdasarkan pada kedalaman luka.
Gambar 1. Ulkus Kaki Diabetikum Berdasarkan Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-
Meggit
E. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya
teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan
pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu:
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).

F. Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali dengan status hiperglikemia pada
penyandang DM yang menyebabkan neuropati dan vaskulopati. Neuropati, baik
neuropati sensorik, motorik dan otonom akan mengakibatkan berbagai perubahan pada
kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan
pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya
kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah menyebar menjadi infeksi yang
luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya
pengelolaan kaki diabetes.
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan permukaan
lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen yang
meningkatkan resiko terbentuknya trombus. Pada stadium lanjut, seluruh lumen arteri
akan tersumbat dan menyebabkan aliran kolateral tidak cukup, dan akhirnya terjadi
iskemia atau bahkan gangren yang luas. Manifestasi vaskulopati pada penderita DM
antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang sering
terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling awal
mengalami vaskulopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering
mengenai bagian distal arteri femoralis profunda, arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri
digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan di bagian distal menjadi kurang baik dan
timbul ulkus yang dapat berkembang menjadi nekrosis/gangren. Kondisi ini sering
sangat sulit ditangani dan memerlukan amputasi.
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana basalis
serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet-aggregating agent)
akan memacu terbentuknya mikrotrombus dan penyumbatan mikrovaskuler. Peristiwa
ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau jaringan yang bersangkutan,
termasuk serabut saraf perifernya.
Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan
patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang serabut saraf
terutama di bagian perifer dari tungkai. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back,
suatu teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk
diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ekstremitas bawah akan lebih dulu
mengalami neuropati.
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan
mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke
perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia, bahkan gangren.
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa  sorbitol
 fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol
dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan
biokimia pada jaringan saraf akan mengganggu aktivitas metabolik sel-sel Schwann dan
menyebabkan kerusakan akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap
dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensasi
getar dan proprioseptik, serta gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks
tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer
(mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf otonom.
Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal, keterlambatan
pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural, dan impotensi.
Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang
menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi
kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler. Deformitas akibat atrofi
otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan perubahan keseimbangan pada sendi
kaki, perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta
berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan
berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian
berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang klasik
dengan 4 tahap perkembangan:
(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
(2) Terjadi disolusi, fragmentasi, dan fraktur pada persendian tarsometatarsal.
(3) Terjadi fraktur dan kolaps persendian.
(4) Timbul ulserasi plantaris pedis.
Jika kaki Charcot diabaikan, ulserasi dapat terjadi pada titik-titik tekanan,
khususnya aspek medial tulang navikular dan aspek inferior dari tulang kuboid. Ulserasi
akan berkembang lebih dalam dan masuk ke tulang. Perubahan Charcot juga dapat
mempengaruhi pergelangan kaki, menyebabkan perubahan atau pergeseran tempat pada
pergelangan kaki dan ulserasi, yang meningkatkan kebutuhan diamputasi.
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik
(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari
adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya tekanan yang besar
pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis, atau ulkus
yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan keselamatan pasien.
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM, seperti:
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit karena lama
berbaring, dekubitus).
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki)
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan perubahan
aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya tonus vasomotor,
dan lain-lain.
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama pada
tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan pecah-
pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis, ulkus, maupun
gangren. (Misnadiarly, 2007).
H. Komplikasi
Ulkus kaki diabetikum dapat menimbulkan komplikasi jika tidak ditangani
dengan baik, komplikasi yang dapat ditimbulkan diantaranya (Ashok 2011):
a. Infeksi
Infeksi kaki diabetes (Diabetic Foot Infections / DFIs) merupakan masalah
yang serius namun sering terjadi pada penderita diabetes melitus. Infeksi kaki
diabetes awalnya disebabkan dari ulkus kaki diabetikum yang kurang terawat,
sehingga mikroorganisme berkembang biak dengan cepat, menyebabkan inflamasi,
timbul nanah, dan bau tidak sedap. Tanda-tanda infeksi yang akan muncul adalah
adanya kemerahan di area luka (erythema), hangat (calor), pembengkakan (tumor),
nyeri (dolor), dan mengeluarkan sekret yang purulen.(6) Menurut Doupis dan Veves,
infeksi ulkus kaki diabetes dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu (36): a) Non-limb
threatening : ulkus < 2 cm dan tidak mencapai tulang dan sendi b) Limb threatening
: ulkus >2cm dan mencapai tulang dan sendi, dan terdapat infeksi sistemik.
b. Osteomyelitis
Osteomyelitis adalah inflamasi atau infeksi pada tulang dan sumsum
tulang. Osteomyelitis terjadi pada sekitar 15% penderita ulkus kaki diabetikum, dan
20% pada pasien dengan infeksi kaki diabetes. Osteomyelitis disebabkan karena
adanya patthogen dari infeksi pada ulkus yang menyebar ke tulang yang ada di dekat
ulkus. Infeksi tersebut dapat mengakibatkan jaringan tulang menjadi nekrosis,
sehingga diperlukan tindakan eksisi jaringan atau amputasi untuk menghilangkan
jaringan nekrosis tersebut.
c. Gangrene
Gangren adalah salah satu jenis kematian jaringan yang disebabkan karena
kehilangan suplai darah ke jaringan tersebut. Darah membawa nutrisi seperti
glukosam asam amino, asam lemak, dan oksigen yang diperlukan jaringan untuk
befungsi secara normal. Selain itu sel darah putih diperlukan jaringan untuk melawan
infeksi. Adanya hambatan dalam aliran darah akan menyebabkan fungsi jaringan
menurun, dan berhentinya aluran darah akan membuat jaringan kehilangan
kemampuan untuk berfungsi dan mati. Hambatan suplai darah dapat disebabkan
karena adanya penyakit arteri perifer, infeksi, dan cedera pada pembuluh darah.(6)
I. Penatalaksanaan Medis
Menurut Ashok (2011) dasar dari perawatan ulkus kaki diabetikum meliputi
tiga hal, yaitu debridement, offloading, dan infection control. Ulkus kaki diabetikum
harus dirawat dengan baik untuk mengurangi resiko infeksi dan amputasi, memperbaiki
fungsi fisik, meningkatkan kualitas hidup penderita, dan mengurangi biaya pemeliharaan
kesehatan.
a. Debridemen
Debridemen adalah suatu tindakan membuang jaringan nekrosis, kalus, dan
jaringan fibrotik. Debridemen merupakan teknik untuk mempersiapkan dasar luka
yang paling penting, yaitu agar luka memiliki warna dasar merah dan granular.
Debridemen bertujuan untuk meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan
jaringan sehat dan membantu proses penyembuhan luka. Prosedur dilakukan dengan
menghilangkan jaringan mati yang sekitar 2-3mm dari tepi luka ke jaringan sehat.
Metode debridemen yang sering dipakai adalah surgical debridemen, autolitik,
enzimatik, kimia, mekanis, dan biologis debridemen. Metode surgical, autolitik, dan
kimia hanya membuang jaringan nekrosis (selective debridemen), sedangkan
metode mekanis debridemen membuang jaringan nekrosis maupun jaringan hidup
(nonselective debridemen).
b. Pressure Offloading
Offloading adalah suatu metode untuk mengurangi tekanan pada ulkus. Ulkus
kaki diabetikum kebanyakan terjadi pada area telapak kaki yang mendapat tekanan
tinggi dari beban tubuh. Total Contact Casting (TCC) merupakan metode offloading
yang paling efektif, yaitu dengan memakai gips khusus yang dibentuk untuk
menyebarkan beban pasien keluar dari area ulkus. Kerugian dari metode ini adalah
membutuhkan keterampilan, waktu, dan dapat menimbulkan iritasi dari gips yang
dapat mengakibatkan ulkus baru, dan menyulitkan dalam pengecekan kondisi ulkus
tiap harinya.
c. Infection Control
Ulkus kaki diabetikum dapat menjadi jalan masuknya bakteri ke dalam tubuh,
serta menimbulkan infeksi. Diagnosis infeksi ditegakkan berdasarkan keadaan klinis
seperti eritema, nyeri, lunak, hangat, dan keluar pus dari ulkus.(35) Terapi antibiotik
harus didasarkan pada hasil kultur bakteri dan kemampuan toksistas antibiotik
tersebut. Pada infeksi non-limb threatening kebanyakan ditimbulkan oleh 20 bakteri
staphylococcus dan streptococcus Pengobatan infeksi ini menggunakan antibiotik
oral, seperti cephalexin, amoxilin-clavulanic, mixifloxin, atau clindamycin, infeksi
ini dapat dirawat di poliklinik. Sedangkan pada infeksi berat kebanyakan disebabkan
oleh infeksi polimikroba, seperti staphylococcus, streptococcus, enterobacteriaceae,
pseudomonas, enterococcus, bacteriodes, peptococcus, dan peptostreptococcus,
infeksi ini harus dirawat di rumah sakit, penderita akan diberikan terapi antibiotik
yang mencakup gram positif dan gram negatif, maupun aerob dan anaerob.
Antibiotika diberikan melalui intravena, berupa imipenemcilastatin, B-lactam, B-
lactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilin-tazobactam), dan cephalosporin
spektrum luas. Selain itu menurut Collins dan Sloan penanganan ulkus kaki
diabetikum juga dapat melalui kontrol nutrisi dan kontrol glikemik. Kenaikan kadar
glukosa darah lebih dari normal atau hiperglikemi dapat menyebabkan penyembuhan
ulkus menjadi lebih lambat. Sehingga kontrol glikemik yang optimal sangat penting
untuk penyembuhan luka
J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan,
keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik,
pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes
melitus :
i. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
ii. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung.
iii. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
2. Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


Dx
Dx. 1. Kerusakan Integritas Setelah dilakukan tindakan a. Kaji luka/ulkus dan
Jaringan Berhubungan keperawatan selama 3×24 jam, laporkan tanda
Dengan Ulkus DM integritas jaringan klien membaik, kesembuhan yang buruk.
dengan kriteria hasil: b. Laksanakan perawatan
a. Jaringan secara umum luka sesuai dengan
tampak utuh dan bebas dari perskripsi medik.
tanda-tanda infeksi dan, c. Oleskan preparat
tekanan dan trauma. antibiotik topikal dan
b. Luka yang terbuka berwarna memasng balutan sesuai
merah muda memperlihatkan ketentuan medik.
repitelisasi dan bebas dari d. Berikan dukungan nutrisi
infeksi. yang memadai.
c. Luka yang baru sembuh
teraba lunak dan
licin.- Bersihkan luka/ulkus
setiap hari.
Dx. 2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan pengkajian nyeri
dengan agen injuri keperawatan selama 3x24jam secara komprehensif
biologis (iskemik nyeri klien berkurang, dengan termasuk lokasi,
jaringan) kriteria hasil: karakteristik, durasi,
a. Mengontrol nyeri. frekuensi, kualitas dan
b. Melaporkan bahwa nyeri ontro presipitasi.
berkurang skala 1-3. b. Observasi reaksi
c. Mampu mengenali nyeri nonverbal dari
(skala, intensitas, frekuensi ketidaknyamanan.
dan tanda nyeri). c. Gunakan teknik
d. Menyatakan rasa nyaman komunikasi terapeutik
setelah nyeri berkurang. untuk mengetahui
e. Mengkaji karakteristik nyeri: pengalaman nyeri klien
lokasi, durasi, intensitas nyeri sebelumnya.
dengan menggunakan skala d. Kontrol lingkungan yang
nyeri (0-10). mempengaruhi nyeri
f. Mempertahankan im- seperti suhu ruangan,
mobilisasi. pencahayaan, kebisingan.
e. Kurangi presipitasi nyeri.
f. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
g. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.
h. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
i. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
j. Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
k. Monitor penerimaan klien
tentang manajemen nyeri.

Dx. 3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji intake klien


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3×24 jam, b. Tingkatkan intake makan
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi kurang dari melalui
berhubungan dengan kebutuhan klien membaik, dengan c. Kurangi gangguan dari
ketidak mampuan kriteria hasil: luar
mengabsorbsi nutrien a. Nafsu makan meningkat d. Sajikan makanan dalam
b. Kebutuhan nutrisi tercukupi kondisi hangat
c. Porsi makan klien habis e. Selingi makan dengan
minum
f. Jaga kebersihan mulut
klien
g. Berikan makan sedikit tapi
sering
h. Kolaborasi dengan ahli
giziikan diet dan makanan
ringan dengan tambahan
makanan yang disukai bila
ada

Dx. 4. Kelemahan mobilitas Setelah dilakukan tindakan a. Pastikan keterbatasan gerak


fisik berhubungan keperawatan selama 3×24 jam, sendi yang dialami
dengan adanya ulkus kelemahan mobilitas fisik b. Kolaborasi dengan
pada kaki membaik, dengan kriteria hasil: fisioterapi
a. pasien mampu melakukan c. Pastikan motivasi klien
mobilitas fisik untuk mempertahankan
pergerakan sendi
d. Pastikan klien untuk
mempertahankan
pergerakan sendi
e. Pastikan klien bebas dari
nyeri sebelum diberikan
latihan
f. Anjurkan ROM Exercise
aktif: jadual; keteraturan,
Latih ROM pasif.
g. Bantu identifikasi program
latihan yang sesuai
h. Diskusikan dan instruksikan
pada klien mengenai latihan
yang tepat
i. Anjurkan dan Bantu klien
duduk di tempat tidur sesuai
toleransi
j. Atur posisi setiap 2 jam atau
sesuai toleransi
k. Fasilitasi penggunaan alat
Bantu

Dx. 5. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan a. Monitor kemampuan pasien
berhubungan dengan keperawatan selama 3×24 jam, terhadap perawatan diri
kurangnya pengetahuan defisit perawatan diri membaik, b. Monitor kebutuhan akan
dengan kriteria hasil: personal hygiene,
a. Pasien mampu memenuhi berpakaian, toileting dan
aktivitas perawatan diri secara makan
mandiri c. Beri bantuan sampai klien
b. Pengetahuan pasien tentang mempunyai kemapuan
perawatan diri meningkat untuk merawat diri
d. Bantu klien dalam
memenuhi kebutuhannya.
e. Anjurkan klien untuk
melakukan aktivitas sehari-
hari sesuai kemampuannya
f. Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara rutin
g. Evaluasi kemampuan klien
dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
h. Berikan reinforcement atas
usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan diri
sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA

Ashok D. Why Diabetic Foot Ulcers do not heal ? FOOT ULCERS CAN BE.
2011;24(4):205–6

Azhari Luthfi Nur. 2016. Manajemen stress pasien dengan ulkus diabetikum di Rsud
Kota Semarang. [skripsi]. Universitas Dipenogoro

Dabak C. Diabetic Foot Ulcers : A Special Problem [Internet]. 2013 [diakses 2017
September 16]. Available from: http://www.silvercrest.org/silvercrest_wound_
care.php

Luklukaningsih, Zuyina. 2011. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Misnadiarly. Diabetes Melitus : Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal Gejala,


Menanggulangi, dan Mencegah Infeksi. Jakarta: Pustaka Obor; 2007.

Rebolledo FA, Soto JMT, Escobedo J, Peña D. The Pathogenesis of the Diabetic Foot
Ulcer : Prevention and Management. 2011;

You might also like