You are on page 1of 59

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI


MINYAK ATSIRI DAUN LEGUNDI
(Vitex trifolia Linn.)

Disusun oleh :
OKTAVIA YULIANTI
M 0306048

SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
Desember, 2011

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ISOLASI, IDENTIFIKASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI


MINYAK ATSIRI DAUN LEGUNDI (Vitex trifolia Linn.)

OKTAVIA YULIANTI
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK
Isolasi, identifikasi dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun legundi (Vitex trfolia
Linn) telah dilakukan. Minyak atsiri diisolasi dengan metode destilasi Stahl dan dianalisis
dengan GC-MS. Kadar minyak atsiri yang dihasilkan 0,2% (v/b). Komponen yang teridentifikasi
sebanyak 22 senyawa dari 34 senyawa yang terdeteksi. Minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn.
Didominasi oleh senyawa golongan monoterpen (51,09%) Komponen utama penyusunnya
adalah senyawa 1,8 sineol (18,94%), caryophyllen (15,81%), α-pinen (10,18%), sabinen
(9,20%), α-terpineol asetat (7,98%), dan 3-sikloheksan-1-ol (5,33%). Aktivitas antibakteri dari
minyak atsiri diujikan pada 4 bakteri patogen (Staphylococcus epidermidis, Streptococcus
pyogenes, Proteus mirabilis dan Shigella flexneri). Minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn.
menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap 4 bakteri yang digunakan.

Kata kunci : Vitex trifolia Linn, minyak atsiri, isolasi, identifikasi, aktivitas antibakteri.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ISOLATION, IDENTIFICATION AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF ESSENTIAL


OIL FROM Vitex trifolia Linn LEAVES

OKTAVIA YULIANTI
Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Science
Sebelas Maret University

ABSTRACT

Isolation, identification and antibacterial activity of essential oil from Vitex trifolia Linn
leafes have been done. The essential oil was isolated by Stahl distillation method and analyzed
by gas chromatography and mass spectrometry (GC-MS). The yield of the essential oil was 0,2%
(v/w). Twenty-two components out of thirty-four were identified in the oil. The oil were
predominantly composed of monoterpene hydrocarbons (51,09%). Major component in essential
oil was 1,8-cineol (18,94%), caryophyllene (15,81%), α-pinene (10,18%), sabinene (9,20%), α-
terpineol acetate (7,98%), and 3-sikloheksan-1-ol (5,33%). The antimicrobial activity of essential
oils was evaluated against four bacteria (Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes,
Proteus mirabilis and Shigella flexneri). Results showed that oils moderate antibacterial
activities.

Keyword : Vitex trifolia Linn, essential oil, isolation, identification, antibacterial activity

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang
terdapat di dalam hutan tropika Indonesia (Hariana, 2008). Salah satu tanaman yang
berpotensi sebagai obat adalah legundi. Tanaman legundi berpotensi untuk dikembangkan
sebagai salah satu sumber fitofarmaka Indonesia (Agusta, 2000). Legundi (Vitex trifolia
Linn.) merupakan tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional oleh masyarakat
Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Daun tanaman ini sering digunakan untuk obat analgesik,
antipiretik, obat luka, obat cacing, obat tipus, peluruh kencing, peluruh kentut, pereda kejang,
menormalkan siklus haid dan pembunuh kuman (Sudarsono dkk, 2002).
Khasiat obat pada suatu tanaman umumnya ditentukan oleh kandungan metabolit
sekundernya. Senyawa-senyawa golongan metabolit sekunder diantara lain flavonoid,
terpenoid, alkaloid, dan steroid. Daun dan akar legundi mengandung alkaloida, saponin,
flavonoida dan polifenol, di samping itu daunnya juga mengandung minyak atsiri (Hariana,
2008). Salah satu komponen kimia yang berkhasiat obat yang terdapat pada tumbuhan adalah
minyak atsiri. Komponen utama dalam minyak atsiri merupakan golongan terpenoid jenis
monoterpen dan sesquiterpen. Komponen tersebut mempunyai bioaktivitas sebagai
antibakteri yang mempunyai kemampuan untuk menghambat atau membunuh pertumbuhan
bakteri pathogen. Beberapa jenis bakteri yang akhir-akhir ini banyak menimbulkan penyakit
yang mewabah antara lain : Shigella sp (Shigella flexneri), Proteus sp( Proteus mirabilis),
Staphylococcus sp (Staphylococcus epidermidis), Streptococcus sp (Streptococcus pyogenes)
(Sadewo, 2005).
Pemilihan bakteri Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri patogen pada kulit,
daerah saluran pernapasan bagian atas dan bisa menyebabkan penyakit seperti sariawan,
koreng, jerawat serta ekspektoran. Streptococcus pyogenes penyebab infeksi kulit permukaan
yang bermula di tenggorokan atau kulit. Shigella flexneri menyebabkan disentri dan respon
inflamasi pada kolon. Sedangkan Proteus mirabilis dapat menginfeksi saluran kencing, luka
terbuka dan paru-paru yang sangat bersifat pathogen (Funke BR, 2004).
Penyakit infeksi karena bakteri-bakteri tersebut umumnya diobati dengan antibiotik
(Majid, 1005). Namun sejalan dengan perkembangan dan penggunaan antibiotik secara terus
menerus dapat menimbulkan dampak negatif,
commitselain residu dalam tubuh, antibiotik dapat
to user
menyebabkan munculnya generasi bakteri yang resisten (Tim, 1994). Resistensi bakteri-

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

bakteri tersebut terhadap antibiotik yang tersedia menjadi kurang efisien (Majid, 2005). Hal
ini mendorong para peneliti untuk mulai mengembangkan dan menemukan obat baru yang
efektif dan relatif aman. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggali dan
mengembangkan obat terutama yang berasal dari bahan alam khususnya tumbuhan (Cowan,
1999).
Beberapa penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak dari tumbuhan Legundi telah
banyak dilakukan. Daun legundi yang diekstrak dengan petroleum eter memberikan skrining
positif untuk steroid dan terpenoid sedangkan ekstrak etanol dari daun legundi menunjukkan
skrining positif untuk steroid, terpenoid, flavonoid, karbohidrat, senyawa fenol, tanin,
saponin dan phytosterol (Hossain, 2001, S. Thenmozhi et. al., 2011). Geetha, A. et al., 2010
melakukan penelitian uji antibakteri terhadap ekstrak kloroform daun legundi dan
memberikan hasil yang cukup baik untuk bakteri patogen seperti Pseudomonas aeruginosa,
Klebsiella pneumonia dan Stapylococcus aureus. Pengujian antibakteri dari ekstrak
diklorometan daun legundi memberikan hasil yang efektif pada bakteri Staphylococcus
aureus dan Streptococcus faecalis (Hernandez, 1999). B
Selama ini penelitian antibakteri daun legundi sebagian besar terfokus dalam bentuk
ekstrak, sedangkan dalam bentuk minyak atsirinya belum banyak diteliti. Oleh karena itu,
penelitian ini ditekankan pada isolasi, identifikasi komponen senyawa kimia dan uji aktivitas
antibakteri minyak atsiri daun Legundi terhadap Staphylococcus epidermidis, Shigella
flexneri, Streptococcus pyogenes dan Proteus mirabilis.

B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Kadar dan komponen minyak atsiri dari suatu tumbuhan dipengaruhi oleh daerah
tempat tumbuh serta pengambilan bagian tertentu dari tumbuhan. Pada umumnya legundi
dapat tumbuh di daerah terbuka dan pegunungan, sedangkan dalam pengambilan bagian
tertentu dari tumbuhan harus spesifik hal ini dikarenakan setiap bagian tumbuhan legundi
terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.
Pemilihan metode dalam proses isolasi bahan alam sangat penting. Metode yang
digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri dari suatu bahan tanaman dapat dilakukan dengan
cara seperti ekstraksi dan destilasi. Metode secara destilasi dapat dilakukan dengan
menggunakan destilasi dengan air, destilasi dengan uap, destilasi dengan air dan uap. Oleh
commit
karena itu perlu diperhatikan metode isolasi to atsiri
minyak user daun legundi yang tepat dan efisien

untuk mendapatkan minyak atsiri semaksimal mungkin.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Minyak atsiri terdiri dari berbagai komponen senyawa kimia yang merupakan
golongan terpenoid, sehingga diperlukan suatu metode yang tepat untuk mengidentifikasi
senyawa kimia tersebut. Identifikasi komponen senyawa kimia dalam minyak atsiri dapat
dilakukan dengan analisis data dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas
(GC), dan Kromatografi Gas – Spektrofotometer Massa (GC-MS). Pemilihan instrumen yang
tepat untuk analisis sangat penting dalam penentuan struktur senyawa kimia.
Identifikasi komponen kimia dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri, akan
diperoleh informasi tentang senyawa aktif yang bersifat antibakteri berdasarkan penelitian-
penelitian sebelumnya.
Jenis bakteri yang sesuai dengan khasiat daun legundi adalah termasuk golongan
bakteri yang dapat menginfeksi kulit maupun saluran pencernaan. Bakteri yang berkaitan
dengan penyakit infeksi kulit diantaranya Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aereus,
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus epidermidis. Sedangkan yang berkaitan infeksi
saluran pencernaan adalah Bacillus cereus, Shigella flexneri Proteus mirabilis dan Eschericia
coli. Patogenitas dari setiap bakteri adalah berbeda sesuai dengan karakteristik masing-
masing bakteri.
Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri dapat dilakukan dengan metode difusi, dilusi,
dan turbidimetri. Pada metode difusi dapat dilakukan dengan difusi agar yaitu dengan
menggunakan lubang (perforasi) dan gores silang. Uji banding potensi minyak atsiri dan
antibiotik sintetis dapat dilakukan dengan membuat kurva antara log konsentrasi
kloramfenikol dan amoksisilin vs Diameter Daerah Hambat (DDH) atau dengan cara
membuat kurva konsentrasi amoksisilin dan kloramfenikol vs Diameter Daerah Hambat
(DDH). Kemudian dari persamaan garis linier kurva dapat ditentukan nilai bandingnya.

2. Batasan Masalah
Isolasi, identifikasi dan uji antibakteri minyak atsiri daun legundi (Vitex trifolia Linn)
masalah dibatasi sebagai berikut:
a. Bagian tanaman legundi yang digunakan adalah daunnya, yang diperoleh dari daerah
Magelang, Jawa Tengah

b. Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan metode destilasi stahl

c. Identifikasi komponen minyak atsiri pada daun legundi dilakukan dengan menggunakan
analisis data kromatogtafi gas-spektroskopicommit
massa to user
(GC – MS).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

d. Pengujian aktivitas antibakteri minyak atsiri dari daun legundi terhadap 4 bakteri yaitu
Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis dan Shigella flexneri

e. Metode uji banding potensi minyak atsiri terhadap antibiotik amoksisilin dan
kloramfenikol dilakukan dengan membuat kurva log konsentrasi vs Diameter Daerah Hambat
(DDH) dari kedua antibiotik tersebut.

3. Rumusan Masalah
1. Berapakah kadar minyak atsiri daun legundi yang diisolasi dengan metode destilasi
stahl?

2. Apakah minyak atsiri daun legundi mempunyai aktivitas terhadap bakteri


Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, Shigella
flexneri ?
3. Komponen senyawa kimia apa saja yang dapat teridentifikasi dan bersifat aktif
antibakteri dalam minyak atsiri daun legundi?

4. Bagaimana potensi antibakteri minyak atsiri daun legundi terhadap antibiotik amoksisilin
dan kloramfenikol?

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kadar minyak atsiri daun legundi dengan metode stahl

2. Mengetahui aktivitas antibakteri minyak atsiri daun legundi terhadap bakteri


Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenese, Proteus mirabilis dan Shigella
flexneri

3. Mengetahui komponen kimia dari minyak atsiri daun legundi dengan analisa data GC
– MS dan menentukan komponen yang aktif antibakteri

4. Mengetahui potensi minyak atsiri daun legundi dibandingkan dengan amoksisilin dan
kloramfenikol.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi komponen kimia yang
terkandung dalam minyak atsiri dari daun Legundi (Vitex trifollia Linn.) sehingga dapat
digunakan untuk penelitian lebih lanjut. Misalnya, pengembangan obat tradisional yaitu
memberikan informasi tentang efektifitas minyak atsiri daun legundi dalam bidang farmasi
dan kesehatan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Legundi (Vitex trifoia Linn)
Tanaman suku Vitex (Verbenaceae) diperkirakan ada 270 species dari
tanaman dan semak belukar yang diketahui yang tersebar di daerah tropis dan sub-
tropis, meskipun hanya sedikit spesies yang ditemukan di daerah berhawa sedang.
Vitex trifolia Linn adalah tanaman semak belukar atau perdu pohon kecil, tumbuh
menjadi liar di Jawa hingga kurang lebih 1000 m di atas permukaan laut. Daunnya
yang berbau aromatis sering digunakan untuk tanaman obat maupun tanaman
pagar (Haryanto, 2009). Tanaman legundi ditunjukkan pada gambar 1.
a. Klasifikasi tanaman
Tanaman legundi (Gambar 1) ini merupakan famili Verbenaceae.
Kedudukan tanaman legundi dalam taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut:
1. Divisi : Spermatophyta
2. Sub divisi : Angiospermae
3. Kelas : Dicotyledonae
4. Bangsa : Solanales
5. Suku : Verbenaceae
6. Marga : Vitex
7. Jenis : Vitex trifolia Linn.
b. Deskripsi tanaman
Tanaman legundi ditunjukkan pada gambar 1.

commit to user
Gambar 1. Tanaman Legundi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Legundi merupakan pohon jarang sebagai semak merayap. Waktu


berbunga Januari – Desember, daerah distribusi, habitat dan budidaya di Jawa
tumbuh di daerah dengan ketinggian 11100 m dpl, pada umumnya tumbuh liar
pada daerah hutan jati, hutan sekunder, di tepi jalan dan pematang sawah.
Perbanyakan dapat dilakukan dengan biji atau stek batang, jika menggunakan stek
batang sebaiknya diambil dari batang yang tidak terlalu muda. Tumbuhan ini
mudah tumbuh di segala jenis tanah, namun lebih menyukai tempat yang agak
kering dan pada daerah yang terbuka. Tumbuh dengan baik pada media tumbuh
yang terdiri dari campuran pasir, pupuk kandang dan lempung (Thomas, 1996).
c. Kandungan kimia
Daun legundi (Vitex trifolia Linn) mengandung alkaloida, saponin,
flavonoida dan polifenol, di samping itu daunnya juga mengandung minyak atsiri
(Hariana, 2008). Menurut penelitian Ono, Maseteru et al. (2001) dari ekstrak buah
legundi ditemukan kandungan diterpen-haliman baru yang diberi nama
vitetrifolins D-G. Beberapa kandungan kimia lain dalam legundi diantaranya
kamphen, L-α-pinen, silexicarpin, casticin, terpenil asetat, luteolin-7-glukosida,
flavopurposida, vitrisin, dihidroksi asam benzoat dan vitamin A (Haryanto, 2009).
Daun legundi berkhasiat sebagai analgesik, antipiretik, obat luka, peluruh
kencing, peluruh kentut, pereda kejang, menormalkan siklus haid, germicide
(pembunuh kuman), batuk kering, batuk rejan beri-beri, sakit tenggorokan,
muntah darah, obat cacing, demam nifas, sakit kepala, TBC, turun peranakan,
tipus, dan peluruh keringat. Pada pemakaian luar, digunakan untuk mengatasi
eksim dan kurap (Sudarsono dkk, 2002).

2. Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh tanaman, bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai
rasa getir, serta berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya
(Sudaryanti dan Sugiharti, 1990).
Minyak atsiri dari suatu tanaman memiliki aroma yang berbeda dengan
minyak atsiri tanaman lainnya. commit to userperbedaan tersebut minyak atsiri
Berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dapat digunakan sebagai bahan pewangi, bahkan beberapa jenis minyak atsiri
mampu bertindak sebagai bahan aroma terapi atau bahan obat suatu jenis
penyakit. Pada industri farmasi, minyak atsiri dimanfaatkan karena berkhasiat
sebagai karminatif, anestesi lokal dan analgesik. Sedangkan dalam industri
makanan dan minuman, minyak atsiri digunakan untuk memberikan rasa dan
aroma yang khas (Yuliani, 2006). Minyak atsiri beberapa tanaman juga terbukti
bersifat aktif sebagai antibakteri (Inouye et al., 2001; Chandarana et al., 2005).
Kegunaan minyak atsiri bagi tanaman sendiri adalah untuk menarik serangga,
membantu proses penyerbukan dan mencegah kerusakan tanaman oleh serangga.
Secara kimia minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi
tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri dari
kelompok terpenoid dan fenil propanoid (Padmawinata, 1987). Senyawa terpenoid
dibangun dari unit isoprena yang dibentuk dari asam asetat melalui jalur asam
mevalonat dan rantai samping sehingga membentuk C5 yang memiliki dua ikatan
ganda sedangkan fenilpropanoid terbentuk dari asam amino melalui jalur
biosintesis asam sikimat (Agusta, 2000).
Senyawa terpenoid tersusun dari dua unit isoprena atau lebih yang
bergabung menurut kaidah kepala - ekor (Agusta, 2000). Penyusun minyak atsiri
dari kelompok terpenoid terdiri dari monoterpenoid dan seskuiterpenoid dengan
titik didih berbeda. Titik didih monoterpenoid 140-180 ºC dan titik didih
seskuiterpenoid lebih dari 200 ºC (Padmawinata, 1987). Turunan terpenoid dapat
berupa terpen siklik maupun asiklik, masing-masing dapat memiliki percabangan,
gugus-gugus ester, alkohol, aldehida, dan keton. Sementara kelompok fenil
propanoid juga memiliki percabangan rantai berupa gugus-gugus fenol (Gunawan,
2004).
Lintasan biosintesis dari berbagai kelompok senyawa telah dibukukan
demikian pula prekursor atau senyawa induk dan zat antara telah diidentifikasi.
Reaksi yang dikatalisis oleh enzim dalam sel telah dipindahkan dalam pekerjaan
in vitro dan mekanismenya dapat dikorelasikan dengan mekanisme reaksi organik
yang telah diketahui. Sebagian besar dan berbagai khas senyawa organik bahan
commit
alam yang terdapat dalam sekunder to user
metabolisme tanaman merupakan terpena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang mencakup mono, seskui, di, tri dan senyawa politerpenoid. Nama terpen
diberikan terhadap senyawa yang mempunyai perumusan molekul C10H16 yang
secara etimologi berasal dari pohon terebinth, Pistacia terebinthus.
Senyawa terpenoid dikaitkan terhadap bentuk strukturnya. Komposisi
senyawa terpenoid (C10, C15, C20, C30, dan sebagainya) dapat dipandang merupakan
kelipatan satuan lima-atom karbon dan satuan tersebut mempunyai kerangka
karbon isopentil (Sastrohamidjojo, 1996). Penemuan peranan asam mevalonat
(asam 3-metil-3,5 dihidroksi pentanoat) dalam biosintesis senyawa steroid
membuka jalan para peneliti untuk menguak sintesis segala senyawa terpenoid.
Asam mevalonat, senyawa enam-atom karbon yang diturunkan dari kondensasi
tiga molekul asam asetat merupakan progenitor pokok dan universal senyawa
terpenoid yang membentuk “satuan isoprena” dengan cara pelepasan air dan
karbondioksida secara bersamaan (Sastrohamidjojo, 1996). Hanya bentuk R dari
asam mevalonat yang digunakan oleh organisme untuk memproduksi terpena,
sedang yang bentuk S, bersifat metabolik inert. Hal ini menguntungkan, karena
resolusi optik dari rasemat yang diperoleh dari sintesis sangat sukar dilaksanakan
(Manitto, 1992).
Asam asetat, atau turunannya asetil Ko-A, merupakan satu-satunya sumber
atom karbon dari asam mevalonat (Manitto, 1992). Asetil Ko-A, juga dikenal
dengan asam asetat teraktivasi, merupakan prekursor biogenetik dari terpena.
Dengan kondensasi Claissen, 2 asetil Ko-A berpasangan dengan asetil Ko-A, yang
menunjukkan analog biologi asetoasetat. Diikuti dengan reaksi aldol, asetoasetil
Ko-A bereaksi dengan asetil Ko-A sebagai karbon nukleofil untuk menghasilkan
β-hidroksi-β-metilglutaril Ko-A, diikuti dengan reduksi enzimatik dengan
dihidronikotinamida adenin dinukleotida (NADPH + H+) dalam air, menyerang
(R)-asam mevalonat. Fosforilasi asam mevalonat oleh adenosin trifosfat (ATP)
melalui monofosfat menghasilkan difosfat asam mevalonat yang terdekarboksilasi
dan terhidrasi ke isopentenilpirofosfat (isopentenildifosfat,IPP). Isomerasi
menghasilkan isomer γ,γ-dimetilalilpirofosfat. Gugus elektrofil afilik CH2 dari
γ,γ-dimetilalilpirofosfat (DMAPP) dan gugus nukleofilik metilen dari
isopentenilpirofosfat commitmembentuk
berhubungan to user geranilpirofosfat sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

monoterpen. Reaksi lanjut dari geranildifosfat dengan isopentenildifosfat


menghasilkan farnesildifosfat sebagai seskuiterpen. Unit isoprena dapat
ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2. Unit Isoprena


Penggabungan terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP
terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron, diikuti
penghilangan ion pirofosfat yang menghasilkan geranil pirofosfat (GPP), yaitu
senyawa prekursor bagi monoterpenoid. Penggabungan selanjutnya antara satu
unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama, menghasilkan farnesil pirofosfat
(FPP) yang merupakan senyawa prekursor bagi seskuiterpen (Lenny, 2006).
a. Monoterpen
Monoterpenoid memiliki bau yang spesifik, dibangun oleh dua unit
isoprena atau dengan jumlah atom karbon 10 (Lenny, 2006). Monoterpenoid
berupa cairan tak berwarna, tidak larut dalam air, dan berbau harum. Dasar
kerangka monoterpenoid dapat dibagi menjadi rantai terbuka (asiklik),
sikloheksana (monosiklik dan bisiklik). Senyawa monoterpenoid dapat
dimanfaatkan sebagai antibiotik, ekspektoran dan sedatif. Selain itu,
monoterpenoid juga banyak dimanfaatkan sebagai pemberi aroma makanan dan
parfum (Lenny, 2006). Contoh monoterpenoid ditunjukkan pada gambar 3.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

CH3
H3C H3C CH2
CH3 CH3 H3C
H3C

CH2

α-pinena kamfena β-pinena

CH3 CH3
OH
CH3

O CH2

CH3
CH3 H3C CH3 H3C CH3
1,8-sineol α−terpinena linalol

Gambar 3. Contoh monoterpenoid


b. Seskuiterpen
Seskuiterpen merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari
tiga satuan isoprena (Ketaren, 1987). Seskuiterpen dibagi menjadi empat turunan
yaitu asiklik, monosiklik, bisiklik dan trisiklik (Padmawinata, 1987). Senyawa-
senyawa seskuiterpenoid ini mempunyai bioaktivitas yang cukup besar,
diantaranya adalah sebagai hormon, antibiotik, regulator pertumbuhan tanaman
dan pemanis (Lenny, 2006). Beberapa contoh seskuiterpen ditunjukkan pada
gambar 4.
CH3
O
H3C CH2
H3C
CH3 CH3
H3C
CH3 CH3
CH3 CH3
CH3
Germakron Zingiberen Trans-kariofilen

CH3
CH3
CH3
CH2
CH3
CH3 CH3
H2C
CH3 H3C
O
H3C CH3
CH3
β -farnesen α -humulen Zerumbon

Gambar 4. Contoh seskuiterpen

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Isolasi Minyak Atsiri


Proses isolasi minyak atsiri adalah proses pemisahan minyak atsiri dari
tanaman aromatik. Proses ini meliputi penanganan produk yang bersifat padat dan
persiapan bahan dengan menjaga agar keadaan bahan cukup baik sehingga
minyak atsiri yang dihasilkan dapat dijamin mutunya (Ketaren, 1987).
Perajangan, pelayuan atau pengeringan dan penyimpanan merupakan
perlakuan yang sering dilakukan sebelum destilasi. Perajangan bertujuan agar
kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin, sehingga memudahkan
penguapan minyak atsiri dalam herba saat destilasi berlangsung, karena minyak
atsiri dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh dan kantung minyak.
Apabila dibiarkan utuh, maka minyak atsiri tidak dapat terisolasi secara maksimal
karena minyak atsiri hanya dapat diekstrak bila uap air berhasil melalui jaringan
tumbuhan dan mendesak ke permukaan dengan perlahan. Pengeringan bertujuan
untuk menjamin keawetan, mencegah tumbuhnya jamur, kerja enzim dan bakteri.
Proses pengeringan dan penyimpanan mempengaruhi kehilangan minyak atsiri.
Sebagian minyak atsiri dalam bahan akan menguap selama pengeringan.
Kehilangan minyak atsiri selama proses pengeringan lebih besar dibanding pada
saat penyimpanan, karena pada saat pengeringan tumbuhan masih mengandung
sebagian besar air dalam sel dan dengan proses difusi akan membawa minyak ke
permukaan, kemudian menguap. Kehilangan minyak atsiri ini dapat diminimalisir
dengan menyuling bahan dengan segera. Apabila bahan harus disimpan sebelum
didestilasi, maka penyimpanan dilakukan pada udara kering yang bersuhu rendah
dan udara tidak disirkulasikan sehingga dapat mengurangi penguapan minyak dari
bahan. Penyusutan minyak selama penyimpanan dalam udara kering tergantung
dari beberapa faktor yaitu: kondisi bahan, metode penyimpanan, dan lama
penyimpanan serta komposisi kimia minyak atsiri dalam bahan (Ketaren, 1987).
Minyak atsiri dapat diisolasi dengan metode destilasi. Destilasi adalah
suatu proses yang terdiri atas beberapa tahap yang mengubah suatu senyawa
menjadi bentuk uapnya, mengkondensasikan uap yang terbentuk menjadi cair
kembali dan menampung hasil kondensasi ke dalam suatu penampung (Kristanti,
commit
N.A., 2006). Prinsip destilasi adalah to user komponen yang berupa cairan
pemisahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

atau padatan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik
didih. Pengambilan minyak atsiri dengan penyulingan dipengaruhi oleh tiga faktor
yaitu: besarnya tekanan uap yang digunakan, bobot molekul masing-masing
komponen dalam minyak atsiri dan kecepatan keluarnya minyak atsiri dari
simplisia (Ketaren, 1987). Metode destilasi minyak atsiri ada tiga macam yaitu:
destilasi dengan air, destilasi dengan uap dan destilasi uap dan air. Prinsip metode
destilasi dengan air (hidrodestilasi) adalah bahan yang akan didestilasi kontak
langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau
terendam secara sempurna, tergantung dari berat jenis dan jumlah bahan yang
didestilasi. Peristiwa pokok yang terjadi pada proses hidrodestilasi, yaitu: difusi
minyak atsiri dan air panas melalui membran tanaman, hidrolisa terhadap
beberapa komponen minyak atsiri dan dekomposisi yang disebabkan oleh panas.
Proses hidrodestilasi bahan dan kecepatan penguapan minyak tidak hanya
dipengaruhi oleh sifat menguapnya komponen-komponen minyak atsiri,
melainkan juga dipengaruhi oleh derajat kelarutannya dalam air. Kelemahan
metode destilasi dengan air adalah adanya air dalam jumlah besar dan pada suhu
tinggi menyebabkan proses hidrolisa relatif lebih ekstensif, akibatnya rendemen
minyak atsiri yang dihasilkan akan berkurang sedangkan keuntungannya adalah
metode destilasi dengan air baik untuk menyuling bunga-bunga atau bahan yang
mudah menggumpal jika terkena panas (Ketaren, 1987).
Destilasi Stahl merupakan metode yang sering digunakan untuk isolasi
minyak atsiri. Prinsip kerja destilasi Stahl sama dengan destilasi dengan air
(hidrodestilasi). Namun destilasi Stahl memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan
penggunaan destilasi Stahl untuk isolasi minyak atsiri antara lain; minyak atsiri
yang dihasilkan tidak berhubungan langsung dengan udara luar sehingga tidak
mudah menguap dan volume minyak atsiri yang dihasilkan dapat langsung
diketahui jumlahnya karena alatnya dilengkapi dengan skala (Sastrohamidjojo,
2004).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Kromatografi Gas – Spektroskopi Massa

Minyak atsiri yang memiliki komponen dengan porsi yang sangat besar
sedikit sekali ditemukan, kebanyakan mengandung campuran senyawa dengan
berbagai tipe. Karena itu analisis karakterisasi komponen minyak atsiri menjadi
masalah rumit, ditambah sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Jadi
untuk menganalisis minyak atsiri diperlukan suatu metode yang tepat
(Agusta,2000).
Perkembangan teknologi instrumentasi menghasilkan alat yang merupakan
gabungan dari dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lainnya
tetapi dapat saling melengkapi, yaitu gabungan kromatografi gas dan
spektrofotoskopi massa. Peubah utama dalam GC adalah sifat fasa diam dalam
kolom dan suhu kerja. Keduanya diubah menurut keatsirian senyawa yang
dipisahkan. Pada fasa diam terjadi pemisahan komponen – komponen dan
cuplikan (Day, JR, 2001). Dasar kerjanya adalah partisi antara fase diam dan fase
gerak (gas). Jadi untuk pemisahan senyawa – senyawa organik berlaku aturan
“like dissolve like”. Polaritas dari komponen cuplikan harus sama dengan fase
diam untuk memperoleh pemisahan terbaik, sehingga senyawa polar akan terpisah
pada fasa diam yang polar dan senyawa non polar akan terpisah pada senyawa
diam yang bersifat non polar (Khopkar, 1990). Skema alat GC-MS ditunjukkan
pada Gambar 5.
3. Tempat 4. Kolom 5. Detektor
injeksi spektrometer massa

7. Thermostat
2
2
Pengatur aliran dan tekanan

Tempat gas pembawa

commit to user
Gambar 5. Skema alat GC – MS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Bakteri

Bakteri merupakan mikrobia prokariotik uniseluler, termasuk kelas


schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Semua
bakteri memiliki struktur sel yang relatif sederhana. Struktur bakteri yang paling
penting adalah dinding sel (Jawetz, et al., 2005).
Bakteri adalah yang paling berkelimpahan dari semua organisme. Mereka
tersebar (berada di mana-mana) di tanah, air, dan sebagai simbiosis dari
organisme lain. Banyak bakteri merupakan patogen. Kebanyakan dari mereka
kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 μm, meski ada jenis dapat menjangkau 0,3
mm dalam diameter (Thiomargarita). Mereka umumnya memiliki dinding sel
seperti sel hewan dan jamur tetapi dengan komposisi sangat berbeda
(peptidoglikan). Banyak yang bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam
strukturnya dari flagela kelompok lain.
Tabel 1. Beberapa ciri bakteri gram positif dan gram negative.
Ciri Perbedaan Relatif
Gram positif Gram negatif
Struktur dinding • Tebal (15 - 80 nm) • Tipis (10 - 15 nm)
sel • Berlapis tunggal (mono) • Berlapis tiga (multi)
Komposisi • Kandungan lipid rendah (1 - 4%) • Kandungan lipid tinggi
dinding sel • Peptidoglikan ada sebagai (11 - 22%)
lapisan tunggal; komponen • Peptidoglikan ada di dalam
utama merupakan lebih dari 50% lapisan kaku sebelah dalam;
berat kering pada beberapa sel jumlahnya sedikit;
bakteri. merupakan sekitar 10%
• Memiliki asam teikoat berat kering
• Tidak memiliki asam teikoat
Kerentanan • Lebih rentan • Kurang rentan
terhadap penisilin
Persyaratan • Relatif rumit pada banyak • Relatif sederhana
nutrisi spesies
Resistensi • Lebih resisten • Kurang resisten
terhadap
gangguan fisik
(Pelczar dan Chan, 1986)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Klasifikasi bakteri yang digunakan untuk uji


1. Staphylococcus epidermidis

Gambar 6. Staphylococcus epidermidis

Klasifikasi Staphylococcus epidermidis adalah sebagai berikut :


Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang berasal dari genus
Staphylococcus. Staphylococcus epidermidis merupakan agen infeksi yang dapat
menyerang setiap jaringan dan organ tubuh.
Staphylococcus epidermidis adalah salah satu spesies bakteri dari genus
Staphylococcus yang diketahui dapat menyebabkan infeksi oportunistik
(menyerang individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah) (Jodi A, 2008).
Staphylococcus epidermidis adalah bakteri yang umumnya terdapat pada
kulit manusia yang kadang-kadang menyebabkan penyakit manusia. Infeksi yang
disebabkan oleh Staphylococcus epidermidis biasanya berhubungan dengan alat-
alat medis, seperti kateter dan sering terjadi pada orang dengan melemahkan
sistem kekebalan. Organisme ini biasanya resisten terhadap beberapa antibiotik
dan telah menjadi penyebab penting infeksi serius pada pasien rumah sakit
(Villari, dkk., 2000).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Streptococcus pyogenes

Gambar 7. Streptococcus pyogenes


Klasifikasi
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Lactobacillales
Family : Streptococcaceae
Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus pyogenes
Streptococcus pyogenese ialah bakteri gram-positif bentuk bundar yang
tumbuh dalam rantai panjang. Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak
penyakit penting pada manusia yang berkisar dari infeksi kulit permukaan yang
ringan hingga penyakit sistemik yang mengancam hidup. Infeksi khasnya bermula
di tenggorokan atau kulit. Infeksi ringan Streptococcus pyogenes termasuk
faringitis ("radang kerongkongan") dan infeksi kulit setempat ("impetigo") (Ryan
KJ, Ray CG, 2004).
Infeksi akibat strain tertentu Streptococcus pyogenes bisa dikaitkan dengan
pelepasan toksin bakteri. Infeksi kerongkongan yang dihubungkan dengan
pelepasan toksin tertentu bisa menimbulkan penyakit jengkering (scarlet fever).
Infeksi toksigen Streptococcus pyogenes lainnya bisa menimbulkan sindrom syok
toksik streptococcus, yang bisa mengancam hidup (Jawetz, et al., 2005).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Proteus mirabilis

Gambar 8. Bakteri Proteus mirabilis


Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Proteus
Species : Proteus mirabilis
Proteus mirabilis adalah bakteri gram negatif, dalam kultur muda yang
mengerumun di media padat, kebanyakan sel panjang, bengkok, dan seperti
filamen, mencapai 10 - 20, bahkan sampai panjang 80 µm. dalam kultur dewasa,
organisme ini tidak memiliki pengaturan karakteristik : mereka mungkin
terdistribusi tunggal, berpasangan atau rantai pendek. Jika bakteri ini memasuki
saluran kencing, luka terbuka, atau paru-paru akan menjadi bersifat patogen.
Perempuan muda lebih beresiko terkena daripada laki-laki muda, akan tetapi pria
dewasa lebih beresiko terkena daripada wanita dewasa karena berhubungan pula
dengan penyakit prostat. Proteus sering juga terdapat dalam daging busuk dan
sampah serta feses manusia dan hewan. Juga bisa ditemukan di tanah kebun atau
pada tanaman (Collier, et al., 1998).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Shigella flexneri

Gambar 9. Shigella flexneri


Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma Proteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Shigella
Spesies : Shigella flexneri
Shigella adalah binatang tidak bergerak, gram negatif, bersifat fakultatif
anaerobik.Habitat alamiah Shigella terbatas pada saluran pencernaan manusia dan
primata lainnya dimana sejumlah spesies menimbulkan disentri basiler. Batang
ramping, tidak berkapsul, tidak bergerak, tidak membentuk spora, gram negatif.
Kuman ini sering ditemukan pada perbenihan diferensial karena
ketidakmampuannya meragikan laktosa (Anonim, 2008).
Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air.
Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons
inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri. Secara klasik,
Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah,
dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen, dan diare
cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 – 5 hari kemudian (Procop,
2003).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pertumbuhan bakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Pratiwi


(2008) faktor tersebut dapat dibedakan menjadi faktor fisika dan faktor kimia.
Faktor fisika yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah faktor kondisi
lingkungan hidup bakteri seperti temperatur, tekanan osmotik, pH dan oksigen.
Faktor kimia yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah komponen-
komponen kimia atau nutrisi dan media kultur (Jawetz, et al., 2005).

6. Antibiotik
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi. Penggunaan antibiotika khususnya
berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan
rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau
transforman (Ritschel, 1976). Antibiotika berasal dari sumber–sumber berikut,
yaitu Actinomycetales (58,2%), jamur (18,1%), tanaman tinggi (12,1%),
Eubacteriales terutama Bacilli (7,7%), binatang (1,8%), Pseudomonales (1,2%)
dan ganggang atau lumut (0,9%) (Siswandono, Bambang Soekardjo, 2000).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dapat dibagi menjadi empat
cara, yaitu :
1) Perusakan dinding sel
Sel bakteri dikelilingi oleh struktur yang kaku disebut dinding sel yang
melindungi membran protoplasma dibawahnya terhadap trauma baik osmotik
maupun mekanik (Chatim dan Suharto, 1994). Struktur dinding sel dapat dirusak
dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai
terbentuk (Pelczar, 1988). Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan dan
komponen yang lain. Sel yang aktif secara konstan akan mensintesis
peptidoglikan yang baru dan menempatkannya pada posisi yang tepat pada
amplop sel. Antibakteri bereaksi dengan satu atau banyak enzim yang dibutuhkan
pada proses sintesis, sehingga akan menyebabkan pembentukan dinding sel yang
lemah dan akan menyebabkan pemecahan osmotik, sehingga bakteri akan mati.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2) Penghambatan terhadap fungsi membran sel


Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang
berperan sebagai barrier permeabilitas selektif membawa fungsi transpor aktif dan
kemudian mengontrol komposisi internal sel. Antibakteri akan berikatan dengan
membran fospolipid yang menyebabkan pemecahan protein dan basa nitrogen
sehingga membran bakteri akan pecah yang menyebabkan kematian bakteri.
3) Penghambatan terhadap sintesis protein (penghambatan translasi
dan transkripsi material genetik)
Kebanyakan obat menghambat translasi atau sintesis protein, bereaksi
dengan ribosom-mRNA. Walaupun manusia mempunyai ribosom, tetapi ribosom
eukariotik berbeda dalam ukuran dan struktur dari prokariotik, sehingga
menyebabkan aksi yang selektif terhadap bakteri, bakteri mempunyai 70S
ribosom, sedangkan sel mamalia mempunyai 80S ribosom. Subunit masing-
masing tipe ribosom, komposisi kimianya, dan spesifikasi fungsinya berbeda, bisa
untuk menerangkan mengapa antibakteri dapat menghambat sintesis protein
dalam ribosom bakteri tanpa berpengaruh pada ribosom mamalia.
4) Penghambatan terhadap sintesis asam nukleat.
Pembentukan DNA dan RNA bakteri merupakan perjalanan yang panjang
dan membutuhkan enzim di beberapa proses. Penghambatan proses pembentukan
dapat terjadi pada tempat-tempat tertentu. Antibakteri menginteferensi sintesis
asam nukleat dengan menghambat sintesis nukleitida, menghambat replikasi, atau
menghentikan transkripsi. Karena pembentukan DNA dan RNA sangat penting
dan berefek dalam metabolisme protein, obat akan berikatan sangat kuat pada
enzim DNA Dependent RNA Polymerase bakteri. Jadi ini menghambat sintesis
RNA bakteri (Jawetz, et al, 2005).
Penggolongan antibiotika berdasarkan spektrum aktivitasnya :
1. Antibiotik dengan spektrum luas, efektif baik terhadap bakteri
gram positif maupun gram negatif, contohnya : turunan tetrasiklin, turunan
amfenikol, turunan amino glikosida, turunan makrolida, rifampisin, beberapa
turunan penisilin, seperti ampisilin, amoksisilin, bakampisilin, karbenisilin,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

hetasilin, pivampisilin, sulbesilin dan tikarsilin, dan sebagian besar turunan


sefalosporin.
2. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram
positif, contoh : basitrasin, eritromisin, sebagian besar turunan penisilin,
seperti benzilpenisilin, penisilin G prokain, penisilin V, fenitisilin K, metisilin
Na, nafsilin Na, oksasilin Na, kloksasilin Na, dikloksasilin Na dan floksasilin
Na, turunan linkosamida, asam fusidat dan beberapa turunan sefalosporin.
3. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram
negatif, contoh : kolistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin.
4. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap
Mycobacteriae (antituberkulosis), contoh : streptomisin, kanamisin, sikloserin,
rifampisin, viomisin dan kapreomisin.
5. Antibiotika yang aktif terhadap jamur (antijamur), contoh :
griseofulvin dan antibiotika polien, seperti nistatin, amfoterisin B dan
kandisidin
6. Antibiotika yang aktif terhadap neoplasma (antikanker), contoh :
aktinomisin, bleomisin, daunorubisin, mitomisin dan mitramisin.
Berbagai jenis antibiotik sintetik telah dikembangkan untuk melawan
infeksi bakteri. Masing-masing golongan antibiotik sintetik mempunyai target
penghambatan yang berbeda. Antibiotik yang dapat mempengaruhi dinding sel
adalah penisilin, monobaktam, karbapenem, vankomisin, sefalosporin, isoniazid
dan basitrasin. Antibiotik sintetik yang dapat menghambat sintesis protein bakteri
adalah kloramfenikol, tetrasiklin, aminoglikosida, dan makrolida. Antibiotik yang
dapat menghambat fungsi membran sel adalah nistatin, dan polimiksin sedangkan
antibiotik yang dapat menghambat sintesis asam nukleat diantaranya quinolon dan
rifampin (Pratiwi, 2008).
Amoksisilin merupakan salah satu antibiotika semisintesik yang memiliki
spektrum luas dimana aktif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif.
Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan
infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan saluran seni, gonorhu,
commit karena
gastroenteritis, meningitis dan infeksi to user Salmonella sp., seperti demam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

tipoid. Amoksisilin adalah turunan penisilin yang tahan terhadap asam tetapi tidak
tahan terhadap penisilinase. Beberapa keuntungan dibanding ampisilin adalah
absorpsi obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah dalam
plasma dan saluran seni lebih tinggi, absorpsi obat. Kadar darah maksimalnya
dicapai dalam 1 jam setelah pemberian oral, dengan paro waktu ± 1 jam. Dosis
oral : 250 -500mg 3 dd (Siswandono, Bambang Soekardjo. 2000).
NH2
H
N S

O N
HO O
COOH

Gambar 10 . Struktur Amoksisilin


Disamping amoksisilin dapat digunakan kloramfenikol yang memiliki
spektrum luas dan aktif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif
maupun ricketsia, klamidia, spirokaeta dan mikoplasma. Mengenai indikasi
penggunaan kloramfenikol untuk mengobati tifus (demam tifoid) dan paratifoid,
infeksi berat karena Salmonella sp, H. influenza (terutama meningitis), rickettzia,
limfogranuloma, psitakosis, gastroenteristis, bruselosis, disentri. Kloramfenikol
masih merupakan pilihan utama kerana efektif, murah didapat dan dapat diberikan
secara oral (Anonim, 2000).
Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
Yang dihambat adalah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai
katalisator untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein
kuman. Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar
puncak dalam darah tercapai hingga 2 jam dalam darah. Dosis oral 50 mg/kg BB.
Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan superinfeksi atau pertumbuhan
berlebihan dari mikroorganisme yang tidak peka, termasuk jamur (Setyabudi,
2007)

Kloramfenikol (C11H12Cl2N2O5)
commit to user
Gambar 11 . Struktur Kloramfenikol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

7. Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri


Prinsip umum untuk menentukan aktivitas antibakteri adalah dengan
melihat adanya hambatan pertumbuhan bakteri. Zat antibakteri dapat diperoleh
dari hasil fermentasi, sintetik dan dapat diperoleh dari hasil isolasi dari tanaman.
Penapisan zat antibakteri dilakukan secara in vitro (Anonim, 1994). Metode yang
digunakan dalam pengujian antibakteri ini adalah metode difusi agar, substansi
antibakteri diletakkan pada media agar yang telah diinokulasi pada bakteri uji
sehingga antibakteri pada media agar akan berdifusi dan akan membentuk zona
bening disekitar substansi yaitu zona pertumbuhan yang dihambat. Berdasarkan
pada tujuan penggunaannya metode pengujian kepekaan senyawa antimikroba
dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu difusi, dilusi, dan kombinasi antara difusi dan
dilusi (Latitha, 2004).
Menurut Pratiwi (2008), pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan
dengan metode sebagai berikut :
a. Metode difusi
1). Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer)
Piringan yang berisi sampel antibakteri diletakkan di atas permukaan agar
yang telah ditanami bakteri, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37 oC
kemudian diamati pertumbuhan bakteri, area jernih di sekitar piringan
mengindikasikan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri oleh sampel
antibakteri.
2). Metode E-test
Strip plastik yang mengandung sampel antibakteri dari kadar terendah
hingga tertinggi diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami
bakteri, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Pengamatan dilakukan pada
area jernih disekitar strip plastik yang mengindikasikan adanya penghambatan
pertumbuhan bakteri oleh sampel antibakteri.
3). Ditch-plate technique
Pada metode ini sampel uji berupa sampel antibakteri diletakkan pada parit
yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian
tengah secara membujur. Baktericommit to user ke arah parit yang berisi sampel
uji digoreskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

antibakteri, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Aktivitas antibakteri
ditunjukkan dengan daerah bening disekitar parit.
4). Cup-plate technique
Metode ini serupa dengan disc diffusion, dimana dibuat sumuran pada
media agar yang telah ditanami bakteri uji. Sampel antibakteri dimasukkan ke
dalam sumuran tersebut dengan jumlah tertentu dan konsentrasi tertentu pula.
Plate diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37 oC untuk memungkinkan agar
sampel antibakteri berdifusi pada permukaan media agar. Aktivitas antibakteri
ditunjukkan dengan daerah bening disekitar sumuran.
b. Metode Dilusi
1). Dilusi cair (broth dilution test)
Antibakteri disuspensikan pada media cair dengan pH 7-7,4 kemudian
dilakukan pengenceran dengan menggunakan beberapa tabung reaksi. Selanjutnya
dilakukan inokulasi bakteri uji yang telah disuspensikan dengan NaCl steril atau
dengan TSB, yang tiap milimeternya mengandung kurang lebih 105-106 bakteri.
Suspensi zat antibakteri dimasukkan ke dalam suspensi bakteri uji. Setelah itu,
diinkubasikan pada suhu 37oC selama 18-24 jam dan diamati pertumbuhan
bakteri. Pengamatan pertumbuhan bakteri berdasarkan pada kekeruhan suspensi.
Tabung yang keruh menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri, sedangkan tabung
yang lebih bening menunjukkan bahwa zat antibakteri dapat menghambat
pertumbuhan bakteri yang diuji.
2). Dilusi padat (solid dilution test)
Zat antibakteri dicampur sampai homogen pada agar steril yang masih cair
dengan suhu serendah mungkin dengan menggunakan berbagai konsentrasi aktif,
larutan tersebut dituangkan ke dalam cawan petri steril kemudian setelah memadat
dioleskan bakteri uji pada permukaannya.

8. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Uji Potensi


Konsentrasi hambat minimum (KHM) adalah konsentrasi terkecil
(pengenceran terbesar) suatu obat yang masih menghambat pertumbuhan bakteri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KHM sangat penting untuk menentukan dosis efektif terkecil dari obat dan
memberikan indek perbandingan dengan obat yang lain.
Uji potensi suatu sampel (zat antibakteri) bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana kekuatan atau daya aktivitas antibakteri sampel tersebut bila
dibandingkan terhadap suatu zat pembanding. Metode yang digunakan adalah
dengan cara membandingkan respon yang dihasilkan oleh zat antibakteri yang
diperiksa terhadap respon suatu zat antibakteri pembanding. Respon tersebut
berupa hambatan terhadap pertumbuhan bakteri uji.
Uji potensi suatu sampel dapat dilakukan dengan cara membuat suatu
grafik atau kurva standart dari zat pembanding, dimana logaritma konsentrasi zat
pembanding diplotkan terhadap sumbu x dan diameter daerah hambat diplotkan
terhadap sumbu y, sehingga diperoleh persamaan garis linier. Berdasarkan
persamaan garis linier tersebut, nilai diameter daerah hambat pada konsentrasi
yang telah ditetapkan disubtitusikan ke y maka akan diperoleh nilai x. Antilog
dari nilai x merupakan nilai konsentrasi sampel yang setara dengan zat
pembanding, sehingga dapat ditetapkan nilai uji banding sampel terhadap zat
pembanding, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Konsentrasi sampel dari kurva
Nilai uji banding = x 100 %
Konsentrasi sampel sebenarnya

(Collier, dan Brown, 1990)

B. Kerangka Pemikiran
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil metabolisme sekunder. Senyawa
golongan monoterpen dan seskuiterpen merupakan senyawa penyusun dominan
dalam minyak atsiri yang mempunyai bioaktivitas sebagai antibakteri. Proses
isolasi minyak atsiri dilakukan dengan destilasi stahl. Pemilihan metode stahl
lebih efisien bila dibandingkan dengan metode ekstraksi. Berdasarkan adanya
perbedaan metode pengambilan tersebut dimungkinkan akan berpengaruh
terhadap kadar senyawa golongan monoterpen dan sesquiterpen, sehingga akan
commit to user
mempengaruhi aktivitas antibakterinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak daun legundi telah dilakukan terhadap
beberapa bakteri gram positif dan gram negatif. Ekstrak petroleum eter dan
diklrometan dari daun legundi memberikan aktivitas tertinggi dibandingkan
ekstrak methanol, etanol maupun heksan (Hernandez dkk., 1999). Penelitian
Inouye dkk., (2001) menunjukkan bahwa senyawa terpenoid dari minyak atsiri
dari daun Piper batle seperti geraniol, mentol, terpinen-4-ol, linalool, kampor,
menton, D-limonen dan α-pinen memiliki aktivitas antibakteri. Berdasarkan
penelitian tersebut minyak atsiri daun legundi diduga memiliki aktivitas
penghambatan terhadap bakteri gram positif : Staphylococcus epidermidis,
Streptococcus pyogenes dan bakteri gram negatif: Proteus mirabilis, Shigella
flexneri.
Identifikasi komponen minyak atsiri daun legundi menggunakan analisa
data GC-MS. Dari data kromatogram diperoleh informasi jumlah senyawa yang
terdeteksi, sedangkan data spektra untuk mengidentifikasi struktur senyawa dalam
minyak atsiri daun legundi. Dari senyawa yang dapat diidentifikasi dapat
dilakukan penentuan senyawa aktif antibakteri berdasarkan data literatur
penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan.
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi sehingga
diperoleh Diameter Daerah Hambat (DDH) kemudian dapat ditentukan
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Hasil tersebut dapat digunakan untuk
mengetahui seberapa besar aktivitas antibakteri minyak atsiri daun legundi
terhadap masing-masing bakteri uji. Selain itu dilakukan uji banding antibakteri
minyak atsiri daun legundi terhadap pembanding sintetis yaitu amoksisilin dan
kloramfenikol. Hasil uji banding dapat digunakan untuk mengetahui seberapa
besar potensi minyak atsiri daun legundi (Vitex trifolia Linn.).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Hipotesis

1. Kadar minyak atsiri yang diperoleh dari metode stahl lebih banyak
dibandingkan metode ekstraksi
2. Minyak atsiri daun legundi berpotensi sebagai anti bakteri terhadap bakteri
patogen gram positif : Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes, dan
bakteri gram negatif : Proteus mirabilis, Shigella flexneri
3. Komponen minyak atsiri daun legundi meliputi senyawa golongan
monoterpen dan seskuiterpen yang berpotensi sebagai antibakteri
4. Potensi antibakteri minyak atsiri daun legundi lebih kecil dibandingkan
amoksisilin dan kloramfenikol

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental di laboratorium.
Isolasi minyak atsiri daun legundi (Vitex trifolia Linn) dilakukan dengan metode destilasi
stahl. Identifikasi komponen minyak atsiri dilakukan melalui pendekatan struktur dengan
metode spektrometri. Spektrometer yang digunakan merupakan gabungan kromatografi gas
dan spektrometer massa (GC-MS). Uji aktivitas minyak atsiri dilakukan dengan metode
difusi yang selanjutnya dilakukan penentuan KHM dan uji banding.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2010 – Juni 2011 di Laboratorium Kimia
Dasar FMIPA UNS dan Sub. Lab. Biologi Laboratorium FMIPA UNS Surakarta.

C. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat – alat yang digunakan sebagai berikut :
a. Destilasi stahl
b. Labu alas bulat 750 ml (pyrex)
c. Statif
d. Klem
e. Selang air
f. Timbangan elektrik (AND GF-300)
g. Heating mantel (J.P. SELETA., s.a)
h. Water pump
i. Gelas beker (pyrex)
j. Inkubator suhu 37°C (J.P. SELECTA Hotcold M)
k. Inkubator suhu 0 – 10 º C (J.P. SELECTA Hotcold M)
l. Gelas ukur 10 ml & 50 ml (pyrex)
m. Mikropipet 2µl - 20µl
n. Mikropipet 20µl - 200µl
o. Mikropipet 100µl - 1000µl commit to user

p. Cawan petri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

q. Pervorator diameter 6 mm
r. Tabung reaksi (pyrex)
s. Autoklaf (J.P. SELECTA Hotcold M)
t. Jarum ose
u. Spatula logam
v. Pembakar spirtus
w. GC-MS (QP2010S SHIMADZHU)

2. Bahan
a. Daun legundi dari daerah Magelang, Jawa Tengah
b. Na2SO4 anhidrous (Merck)
c. Aquades
d. Aquabidest
e. Kertas payung
f. Isolat Staphylococcus epidermidis (ATCC 1228)
g. Isolat Streptococcus pyogenes(ATCC 19430)
h. Isolat Proteus mirabilis (ATCC 12453)
i. Isolat Shigella flexneri (ATCC 91193)
j. Kapas
k. Alumunium foil
l. Media NA (Nutrien Agar) Merck
m. Media MHA (Muller Hinton Agar) Merck
n. Amoksisilin (Merck)
o. Kloramfenikol (Merck)
p. Alkohol 70%
q. Isopropil alkohol (Merck)
r. Buffer phosphat pH 7
s. DMSO (Merck)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Prosedur Penelitian
1. Identifikasi dan determinasi bahan awal
Determinasi tanaman yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan di bagian
Taksonomi Biologi, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Determinasi berdasarkan
pada pengamatan ciri makroskopis tanaman legundi (Vitex trifolia Linn).

2. Persiapan sampel daun legundi


Daun Vitex trifolia Linn dibersihkan, dicuci, kemudian dikeringkan pada suhu kamar
atau diangin-anginkan kurang lebih 1 minggu. Daun Vitex trifolia Linn. kering kemudian
diserbuk kasar dengan blender.

3. Isolasi Minyak Atsiri


Sebanyak 100 gram simplisia daun legundi didestilasi stahl dengan ±500 ml aquades,
selama kurang lebih 4 jam hingga volume minyak atsiri tidak bertambah lagi. Selanjutnya
minyak atsiri dipisahkan. Minyak atsiri yang masih bercampur dengan sedikit air dihilangkan
dengan menambahkan Na2SO4 anhidrous sampai jenuh kemudian dipisahkan dan dihitung
kadarnya. Minyak atsiri yang diperoleh digunakan sebagai sampel untuk proses selanjutnya.

4. Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (GC-MS)


Uji GC-MS dilakukan untuk mengidentifikasi komponen minyak atsiri daun legundi.
Kondisi alat GC-MS sebagai berikut:
Jenis pengion : EI (Electron Impact)
Jenis kolom : Rtx-5MS
Panjang kolom : 30 meter
Diameter kolom : 0,25 milimeter
Suhu kolom : 700C
Suhu injektor : 2800C

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

5. Uji antibakteri minyak atsiri


a). Sterilisasi alat
Alat yang digunakan untuk aktivitas antibakteri disterilkan dalam autoklaf dengan
temperatur 1210C selama kurang lebih 30 menit.
b). Pembuatan media agar miring
NA (Nutrien Agar) ditimbang sebanyak 1 g kemudian dilarutkan dalam 50 ml
aquades steril, dipanaskan diatas hotplate stirer sampai mendidih dan terbentuk larutan agar
yang berwarna kuning bening. Larutan agar tersebut dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi
masing-masing sebanyak 5 ml dan ditutup dengan kapas serta alumunium foil. Tabung yang
berisi agar disterilisasi pada suhu 121ºC selama 20 menit. Selanjutnya ditempatkan pada rak
miring dan didiamkan sampai padat pada suhu kamar.

c). Pembuatan biakan bakteri


Sebanyak 1 ose isolat bakteri ditempelkan pada media miring agar NA dengan pola
zig zag, masing-masing bakteri dibuat 3 biakan bakteri. Lakukan dalam keadaan steril pada
ruang isolasi dengan sinar UV. Kemudian inkubasi biakan pada suhu 37ºC selama 18-24 jam.
d). Uji antibakteri minyak atsiri
Sebanyak 5,1 gram MHA (Muller Hinton Agar) dilarutkan dalam aquades steril 150
ml, panaskan sampai kuning bening. Masukkan ke dalam botol duran masing – masing
sebanyak 15 ml. Siapkan aquabides steril untuk membuat bakteri dalam bentuk suspensi
dengan memasukkan 3 ml aquabides ke dalam tabung reaksi dan tutup rapat dengan kapas,
dengan catatan 1 tabung untuk 1 bakteri. Sterilisasi aquabides, cawan petri yang telah
dibungkus kertas, media MHA dalam erlenmeyer dan alat – alat yang dibutuhkan dalam uji
antibakteri (pervorator, tip, spatula, kapas) pada suhu 121ºC selama 20 menit.
Untuk membuat suspensi bakteri, ambil 1 ose bakteri kemudian masukkan dalam
aquabides steril dan divortex, sampai larutan keruh. Ambil 100 µl suspensi bakteri lalu taruh
dalam cawan petri yang steril. Ke dalam cawan petri yang berisi suspensi bakteri, kemudian
tuangkan media MHA steril dalam suhu tubuh sekitar 30 - 37ºC (tidak terlalu panas dan tidak
terlalu dingin), goyangkan cawan petri dengan pola angka delapan sehingga kedua larutan
tercampur rata. Diamkan campuran tersebut sampai beku (diamkan ±15 menit). Setelah itu,
buatlah lubang dengan ukuran 6 mm dengan alat pervorator dan spatula. Isikan lubang
tersebut dengan 20 µl sampel atau bahan yang diujikan. Bungkus kembali dengan kertas dan
commit to user
inkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37ºC.
e). Pengamatan hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pengamatan penghambatan pertumbuhan bakteri dilakukan dengan mengukur


diameter zona bening disekitar lubang dengan menggunakan jangka sorong yang merupakan
diameter zona penghambatan sampel.
f). Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Minyak atsiri yang menunjukkan adanya penghambatan terhadap pertumbuhan
bakteri kemudian dibuat dengan variasi konsentrasi 75%, 50% dan 25% dengan pelarut
DMSO yang selanjutnya dilakukan uji antibakteri dari masing – masing konsentrasi untuk
mengetahui Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Kemudian dibandingkan dengan
pembandingnya yaitu amoksilin dan kloramfenikol yang diberi perlakuan sama dengan
sampel uji tetapi digunakan bufer fosfat pH 7 dan isopropil alkohol dalam pengencerannya.

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data


Penelitian ini akan menghasilkan beberapa data. Dari isolasi minyak atsiri
menggunakan metode stahl akan diperoleh kadar minyak atsiri.
Kadar minyak atsiri dinyatakan sebagai berikut ( v/b % ) :

Dari data kromatogram GC diperoleh informasi jumlah senyawa yang terdeteksi dan
dari spektra GC–MS didapatkan struktur senyawa yang terdeteksi dalam minyak atsiri daun
legundi dengan membandingkan dengan data sekunder dari literatur.
Dari uji antibakteri dengan metode difusi akan didapat nilai diameter zona hambatan
pertumbuhan bakteri dan kemudian akan dibandingkan dengan zona hambat antibiotik
sintesis (amoksisilin dan kloramfenikol). Dari hasil yang diperoleh kemudian dibuat kurva
standar antara log konsentrasi (ppm) terhadap diameter hambatan (mm). Kurva ini digunakan
sebagai pembanding bagi sampel yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi dengan cara
menarik garis lurus yang memotong kurva baku dan diameter hasil pengamatan sehingga
diperoleh harga log konsentrasi dan kemudian dihitung antilognya untuk mendapatkan
konsentrasi yang sebenarnya. Nilai banding sampel terhadap standar amoksisilin dan
kloramfenikol dapat dihitung dengan persamaan:

Konsentrasi sampel dari kurva


Nilai uji banding = x 100 %
Konsentrasi sampel sebenarnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Adanya hambatan yang ditunjukkan dengan diameter zona hambatan, maka


dilanjutkan dengan menentukan nilai KHM (Konsentrasi Hambat Minimum) dan uji potensi.
Pada uji potensi, aktivitas antibakteri minyak atsiri data dengan One-Way Anova dilanjutkan
analisa LSD. Analisa data dengan Anova bertujuan untuk menguji ada tidaknya perbedaan
secara signifikan diameter daya hambat diantara keempat bakteri uji dan juga perbedaan
secara signifikan diameter daya hambat masing-masing bakteri uji pada variasi konsentrasi.
Analisa LSD bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan signifikan diameter daya hambat
antara bakteri yang satu dengan yang lain dan juga antara konsentrasi yang satu dengan yang
lain (Collier, dan Brown, 1990).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAAN
A. Persiapan sampel
Daun Vitex trifolia Linn. dicuci pada air mengalir kemudian diangin-
anginkan sampai layu kurang lebih satu minggu. Proses pengeringan ini bertujuan
untuk mengurangi kadar air hingga kadar air dalam simplisia menjadi ≤ 10%,
sehingga dapat meminimalkan pertumbuhan jamur selama proses penyimpanan
simplisia.
Daun Vitex trifolia Linn. setengah kering diserbuk kasar sebelum
dilakukan penyulingan. Penghalusan simplisia bertujuan untuk membuka
kelenjar minyak sebanyak mungkin sehingga mempermudah penguapan minyak
atsiri saat proses destilasi. Hal ini dikarenakan minyak atsiri dikelilingi oleh
kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, dan kantung minyak. Apabila dibiarkan
utuh, maka proses difusi minyak atsiri berlangsung sangat lambat (Ketaren,
1987). Simplisia yang telah diserbuk sesegera mungkin didestilasi untuk
mengurangi kehilangan minyak atsiri sebelum proses isolasi.

B. Isolasi minyak atsiri


Isolasi minyak atsiri pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
alat destilasi Stahl karena memiliki beberapa kelebihan antara lain: minyak atsiri
yang dihasilkan tidak berhubungan langsung dengan udara luar sehingga
kehilangan minyak atsiri selama proses penyulingan dapat diminimalkan. Selain
itu, volume minyak atsiri yang dihasilkan dapat langsung diketahui jumlahnya
karena alatnya dilengkapi dengan pipa skala.
Prinsip kerja destilasi Stahl sama dengan destilasi air (hidrodestilasi) yaitu
bahan yang didestilasi kontak langsung dengan air mendidih sehingga terjadi
hidrodifusi atau penembusan air pada jaringan-jaringan tanaman. Kelenjar yang
terpecah oleh uap air menyebabkan minyak atsiri lepas dan terbawa bersama-sama
uap air. Uap air yang membawa minyak atsiri tersebut kemudian didinginkan
dalam kondensor. Hasil pendinginan akan diperoleh lapisan minyak atsiri yang
commit
terpisah oleh air. Minyak atsiri yang masihtobercampur
user dengan sedikit air ditambah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan natrium sulfat anhidrat untuk mengikat sisa-sisa air sehingga diperoleh
minyak atsiri. Minyak atsiri yang diperoleh dari hasil penelitian ini berupa cairan
berwarna kuning jernih dan berbau khas dengan kadar 0,20% (v/b). Hasil ini tidak
berbeda jauh dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Shanosaki,.
Berdasarkan penelitiannya kadar minyak atsiri daun legundi (Vitex trifolia Linn)
yang berasal dari Jepang sebesar 0,11-0,28%. Kandungan minyak atsiri dalam
suatu bahan tergantung umur tanaman dan kandungan mineral tempat hidupnya.
Faktor fisika dan kimia juga dapat berpengaruh. Faktor fisika disebabkan oleh
proses pengeringan dan penyimpanan. Selama proses pengeringan, minyak atsiri
yang menguap lebih besar dibanding pada saat penyimpanan. Karena pada saat
pengeringan daun masih mengandung sebagian besar air di dalam sel dan dengan
proses difusi akan membawa minyak ke permukaan kemudian menguap karena
sinar matahari. Kadar dan mutu minyak juga dipengaruhi oleh keadaan geografis
tanaman itu tumbuh. Cara isolasi minyak atsiri juga berpengaruh dalam proses
mendapatkan minyak atsiri contohnya ukuran potongan daun juga berpengaruh
terhadap rendemen minyak atsiri legundi (Trisnowati,2008).
Menurut Ketaren (1987) lingkungan juga bisa mempengaruhi kadar dan
kualitas minyak yang dihasilkan. Penyimpanan pada tempat yang terbuka
menyebabkan sejumlah minyak akan menguap disertai pula oleh proses oksidasi
sehingga menyebabkan sejumlah minyak akan menguap disertai pula oleh proses
oksidasi sehingga menyebabkan penurunan mutu minyak tersebut. Faktor kimia
disebabkan oleh komponen dalam minyak atsiri sebagian terdiri dari senyawa
yang mengandung heteroatom oksigen seperti alkohol, aldehid, dan oksida
beberapa minyak atsiri bahkan mengandung senyawa-senyawa tersebut dalam
jumlah besar. Adanya heteroatom oksigen menyebabkan senyawa-senyawa
tersebut mudah terurai (Ketaren,1987).

C. Hasil Analisis Kromatografi Gas-Spektrometer Massa


Hasil analisis dengan GC-MS akan diperoleh dua data yaitu kromatrogram
yang berasal dari hasil analisis GC dan spektra massa dari hasil analisis MS. Hasil
kromatogram GC minyak atsiri daun Vitex
commit to trifolia
user Linn. menunjukkan adanya 34
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

puncak. Kromatogram GC minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. ditunjukkan


pada gambar 12.

Gambar 12. Kromatogram minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn.


Identifikasi komponen lebih lanjut dilakukan dengan spektrometer massa,
dari hasil spektrometer massa akan diperoleh spektra massa dari masing-masing
puncak yang terdeteksi pada kromatogram GC. Analisa spektra massa didasarkan
pada nilai Similiarity Indeks (SI), base peak (puncak dasar), dan trend pecahan
spektra massa yang dibandingkan dengan spektra dari library yaitu Wiley
229.LIB. dan NIST12.LIB. Spektra massa senyawa yang teridentifikasi dan spektra
massa senyawa standar dari Wiley 229.LIB dan NIST12.LIB ditunjukkan pada
lampiran 4c.
Berikut ini beberapa contoh analisis spektra massa senyawa yang
terdeteksi dengan GC-MS yang terkandung dalam minyak atsiri daun Vitex
trifolia Linn. dan dibandingkan dengan spektra massa senyawa standar dari Wiley
226.LIB dan NIST12.LIB yang memiliki nilai SI > 90 serta mempunyai “base
peak” dan tren pecahan spektra massanya sesuai dengan data pembanding.
Spektra massa GC-MS dari beberapa komponen yang dianalisis ditunjukkan pada
commit to user
Tabel 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2. Data komponen kimia penyusun minyak atsiri daun legundi.


No Senyawa Waktu Puncak SI BM Perkiraan senyawa
retensi (% area)
1 I 6,21 0,68 95 C10H16 α-tuyan
2 II 6,46 10,18 97 C10H16 α-pinen
3 III 7,49 9,20 95 C10H16 sabinen
4 IV 7,55 2,31 97 C10H16 β-pinen
5 V 7,85 0,60 96 C10H16 mirsen
6 VI 8,49 1,06 96 C10H16 α – terpinen
7 VII 8,97 18,94 97 C10H18O 1,8 sineol
8 VIII 9,51 1,90 96 C10H16 γ – terpinen
9 IX 10,14 0,45 97 C10H16 terpinolen
10 X 11,84 0,44 93 C10H18 α –terpineol
11 XI 12,06 5,33 95 C10H18O 3-sikloheksan-1-ol
12 XII 12,32 2,87 96 C13H22O2 linalil propionat
13 XIII 14,37 0,19 - - belum diketahui
14 XIV 14,37 7,98 96 C12H20O2 α-terpineol asetat
15 XV 16,13 15,81 96 C15H24 kariofilen
16 XVI 16,50 0,81 96 C15H24 α-humulen
17 XVII 16,87 0,53 93 C15H24 germakren
18 XVIII 17,39 0,41 92 C15H24 Δ-kadinen
19 XIX 18,29 1,04 95 C15H24O kariofilen oksida
20 XX 18,97 0,51 - - belum diketahui
21 XXI 19,14 0,31 - - belum diketahui
22 XXII 20,80 0,64 - - belum diketahui
23 XXIII 21,77 2,94 - - belum diketahui
24 XXIV 22,32 0,75 - - belum diketahui
25 XXV 22,53 3,98 - - belum diketahui
26 XXVI 22,73 4,70 - - belum diketahui
27 XXVII 22,91 2,91 - - belum diketahui
28 XXVIII 23,17 0,55 - - belum diketahui
29 XXIX 23,30 0,19 - - belum diketahui
30 XXX 23,76 0,29 - - belum diketahui
31 XXXI 23,92 0,40 - - belum diketahui
32 XXXII 24,19 0,56 - - belum diketahui
33 XXXIII 25,00 0,21 - - belum diketahui
34 XXXIV 25,82 0,32 - - belum diketahui

Beberapa struktur senyawa penyusun minyak atsiri daun legundi yang


dapat terdeteksi dengan GC-MS dapat dilihat pada gambar 13 dibawah ini:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

α-tuyan α-pinen sabinen β-pinen

mirsen terpinen 1,8 sineol γ – terpinen

terpinolen α -terpineol 3-sikloheksan-1-ol linalil propionat

α-terpineol asetat kariofilen α-humulen germakren

Δ-kadinen kariofilen oksida

Gambar 13. Struktur senyawa penyusun minyak atsiri daun Legundi


Secara kimia, minyak atsiri terdiri dari golongan monoterpen dan
seskuiterpen yang berupa isoprena C10 dan C15 dengan titik didih yang berbeda
(titik didih monoterpen 140-1800C, titik didih seskuiterpen >2000C)
(Padmawinata,1987).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hasil identifikasi di atas menunjukkan bahwa komponen minyak atsiri


daun Vitex trifolia Linn. tersusun dari golongan monoterpen (51,09%) dan
seskuiterpen (30,22%). Komponen minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn yang
tergolong monoterpen adalah α-tuyan, α-pinen, sabinen, β-pinen, mirsen, α–
terpinen, 1,8 sineol, γ–terpinen, terpinolen, , 3-sikloheksan-1-ol, linalil propionat,
α-terpineol asetat dan α–terpineol. Golongan seskuiterpen terdiri dari kariofilen
oksida, azulen, α-humulen, germakren, Δ-kadinen, kariofilen, dan α-kadinol.
Dari beberapa senyawa yang dapat terdeteksi dengan GC-MS ada 5
komponen utama penyusun minyak atsiri Vitex trifolia Linn. yang ditunjukkan
dengan presentase komponen diatas 5%. Komponen utama penyusunnya yaitu
sabinen (9,20%), α-pinen (10,18%), 1,8 sineol (18,94%), α-terpineol asetat
(7,98%), caryophylen (15,81%), dan 3-sikloheksan-1-ol (5,33%).
Hasil analisis GC-MS menunjukkan ada beberapa komponen yang sama
sebagai komponen minyak atsiri Vitex trifolia Linn. dari penelitian sebelumnya.
Komponennya sebagai berikut: α-pinen, α-humulen, terpinyl asetat, dan
kariofilen oksida (Pan et al,1989). Dan komponen yang terkandung dalam sampel
daun legundi (Vitex trifolia Linn.) dari Magelang Jawa Tengah lebih banyak
terdeteksi daripada penelitian sebelumnya.
Perbedaan hasil analisis GC-MS kedua minyak atsiri daun legundi ini
dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : perbedaan tempat/daerah
pengambilan sampel, perlakuan pasca panen misalnya pengeringan dan
penyimpanan, serta kondisi operasional alat yang digunakan dalam mendeteksi
komponen tersebut khususnya kolom yang digunakan. Salah satu perbedaan yang
sangat terlihat pada metode isolasi minyak atsiri daun legundi. Metode stahl yang
digunakan dalam penelitian ini dapat memisahkan senyawa golongan monoterpen
dan sesquiterpen lebih banyak dibandingkan metode ekstraksi yang telah
digunakan pada penelitian sebelumnya. Senyawa golongan monoterpen dan
sesquiterpen sangat dominan terkandung dalam minyak atsiri.
Analisis data GC-MS minyak atsiri daun legundi dari Magelang
menggunakan jenis kolom semipolar rastek RXi-5MS dengan panjang kolom
commit
30meter. Jika dalam minyak atisri to userkolomyang lebih polar, sejumlah
digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

puncak yang dihasilkan menjadi lebar (tidak tajam) dan sebagian puncak tersebut
juga membentuk ekor. Begitu juga dengan garis dasarnya tidsk rata dan terlihat
bergelombang. Bahkan kemungkinan besar komponen yang bersifat non polar
tidak akan terdeteksi sama sekali (Agusta, 2000). Menurut Stanley dan Sembiring
(2003) beberapa molekul tertentu tidak memperlihatkan puncak dalam analisis
spectrum massa karena ion pecah sama sekali sebelum terdeteksi. Puncak dapat
terdeteksi dengan cara menurunkan voltase pengionan elektron. Ion molekul yang
tidak pecah menyebabkan terjadinya puncak.
Vitex trifolia Linn. secara tradisional sering digunakan sebagai obat luka
dan germicid (pembunuh kuman) dengan kata lain sebagai aktivitas antibakteri
(Hariana, 2002). Penelitian selanjutnya dilakukan untuk mengetahui potensi
antibakteri minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. dibandingkan amoksisilin dan
kloramfenikol terhadap Shigella flexneri, Proteus mirabilis, Streptococcus
pyogenes dan Staphylococcus epidermidis.

D. Uji Aktvitas Antibakteri


1. Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn
Pengujian aktivitas antibakteri minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn
dilakukan terhadap empat bakteri uji yaitu Shigella flexneri, Proteus mirabilis,
Streptococcus pyogenese dan Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi
agar khususnya metode sumuran. Dalam teknik ini, media agar yang telah
ditanami bakteri uji dibuat sumuran dengan perforator berdiameter 6 mm
kemudian sumuran tersebut diisi dengan sampel yang akan diuji aktivitas
antibakterinya. Sampel dalam sumuran akan berdifusi pada media agar yang telah
ditanami bakteri. Dasar pengamatan dari metode ini adalah terbentuk atau
tidaknya zona bening disekitar sumuran setelah media agar yang ditanami bakteri
diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam, sehingga besarnya penghambatan
terhadap bakteri uji dapat teramati dengan jelas. Pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. dalam
menghambat pertumbuhan bakteri uji, mengetahui konsentrasi hambat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

minimumnya dan mengetahui nilai banding potensi antibakteri minyak atsiri daun
Vitex trifolia Linn. terhadap amoksisilin dan kloramfenikol.
Variasi konsentrasi minyak atsiri dibuat dengan melarutkan minyak atsiri
ke dalam DMSO karena DMSO dapat melarutkan minyak atsiri dan tidak mudah
menguap pada suhu ruangan, harganya lebih murah dibandingkan pelarut organik
lain dan DMSO tidak mempunyai aktivitas antibakteri sehingga keberadaan
DMSO sebagai pelarut minyak atsiri tidak berpengaruh pada besarnya aktivitas
penghambatan minyak atsiri terhadap bakteri uji yang dibuktikan dengan uji
kontrol negatif. Hasil uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun Vitex trifolia
Linn. konsentrsi 100%, 75%, 50% dan 25% terhadap bakteri Shigella flexneri,
Proteus mirabilis, Streptococcus pyogenesis dan Staphylococcus epidermidis
disajikan dalam tabel 3.
Tabel 3. Data DDH minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn terhadap bakteri uji
Konsentrasi Rata-rata DDH ± SD (mm)
minyak Sh. flexneri P. S. pyogenes S.epidermidis
atsiri (v/b) mirabilis
100% 17,04 ± 0,48 10,32± 0,63 17,04± 0,67 17,39± 2,89
75% 14,01±1,42 9,52 ± 0,49 15,38 ± 0,54 14,55± 3,81
50% 13,35±1,56 8,87 ± 0,79 13,05 ± 1,05 12,47± 0,39
25% 13,24±0,15 8,56 ± 0,66 11,79 ± 1,55 12,17± 0,27
Keterangan: Rata-rata hasil 3x pengujian

Hasil uji diatas menunjukkan bahwa minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn.
mampu menghambat pertumbuhan keempat bakteri uji. Aktivitas penghambatan
minyak atsiri konsentrasi 100% > 75% > 50% > 25%. Hal ini disebabkan karena
semakin besar konsentrasi minyak atsiri maka semakin besar pula konsentrasi zat
aktif yang terkandung didalamnya sehingga semakin besar kemampuannya dalam
menghambat pertumbuhan bakteri.
Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antibakteri pada tabel 6, selanjutnya
dilakukan analisis data secara statistik untuk mengetahui secara pasti apakah
terdapat perbedaan yang nyata terhadap aktivitas antibakteri minyak atsiri daun
Vitex trifolia Linn yang disebabkan oleh variasi konsentrasi minyak atsiri. Uji

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

statistik dilakukan dengan menggunakan metode One-Way ANOVA dan analisis


lebih lanjut dengan menggunakan LSD.
Uji ANOVA dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi
terhadap DDH masing-masing bakteri. Hasil uji menunjukkan bahwa secara
keseluruhan variasi konsentrasi menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap
aktivitas antibakteri minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. pada masing-masing
bakteri uji.
Selain dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh variasi
konsentrasi pada Diameter Daerah Hambat (DDH), dilakukan juga uji statistik
untuk mengetahui pengaruh variasi bakteri terhadap Diameter Daerah Hambat.
Hasil uji ANOVA dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang berbeda
secara nyata antara bakteri Sigella flexneri, Proteus mirabilis, Streptococcus
pyogenes dan Staphylococcus epidermidis terhadap Diameter Daerah Hambat
(DDH) minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. (sig<0,05). Diameter Daerah
Hambat minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. pada S.pyogenes> S.epidermidis >
Sh.flexneri > P.mirabilis. Perbedaan daerah hambatan pada pertumbuhan
Steptococcus pyogenes, Staphylococcus epidermidis, Shigella flexneri dan
Proteus mirabilis dapat disebabkan oleh perbedaan komponen penyusun dinding
sel antara bakteri gram positif dan gram negatif. Steptococcus pyogenes dan
Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif sedangkan Shigella
flexneri dan Proteus mirabilis merupakan bakteri gram negatif, dimana secara
umum dinding bakteri gram negatif berbeda dengan bakteri gram positif dan hal
ini dapat menjelaskan bahwa banyak zat antibakteri yang tidak sensitif terhadap
bakteri gram negatif. Bakteri gram positif terdapat lapisan peptidoglikan 50-100
lapis dan selebihnya adalah membran dan sitoplasma. Sedangkan bakteri gram
negatif hanya tediri dari 1-2 lapisan peptidoglikan tetapi memiliki membran luar
(outer membrane) dan lipopolisakarida (Chandarana, 2005; Siswandono dan
Soekardjo, 2000). Outer membrane ini berfungsi sebagai lapisan pelindung pada
bakteri gram negatif dari zat-zat yang bersifat racun termasuk zat antibakteri yang
mempunyai target menghambat sintesis peptidoglikon, dengan adanya outer
commit
membrane tersebut maka penetrasi to user ke daerah sasaran (membran
antibakteri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terdalam) untuk melakukan aktivitasnya dapat dicegah (Jawetz et al,2005). Hal ini
yang menyebabkan zat antibakteri kurang efektif terhadap beberapa bakteri gram
negatif (Siswandono dan Soekardjo,2000).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa Diameter Daerah Hambat
minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. terhadap Steptococcus pyogenes dan
Staphylococcus epidermidis lebih besar dibandingkan Shigella flexneri dan
Proteus mirabilis meskipun Shigella flexneri dan Proteus mirabilis sama-sama
tergolong bakteri gram negatif menunjukkan Diameter Daerah Hambat yang
berbeda. Hal ini dikarenakan setiap bakteri mempunyai sifat dan ketahanan yang
berbeda-beda terhadap suatu antibakteri walaupun bakteri tersebut termasuk
dalam satu golongan yang sama (Jawetz et al., 2005). Semakin kurang permeabel
suatu selaput luar dari bakteri maka semakin sulit suatu zat antibakteri untuk
menembusnya.
Hasil uji statistik ANOVA dan LSD yang telah dilakukan, memberikan
informasi bahwa besarnya daerah hambatan dipengaruhi oleh konsentrasi minyak
atsiri serta jenis bakteri. Mekanisme penghambatan minyak atsiri terhadap
pertumbuhan bakteri Shigella flexneri, Proteus mirabilis, Streptococcus pyogenes
dan Staphylococcus epidermidis belum diketahui secara pasti karena minyak atsiri
bukan merupakan senyawa tunggal melainkan merupakan campuran dari senyawa
golongan monoterpen dan seskuiterpen. Banyaknya komponen kimia yang
terkandung dalam minyak atsiri, memungkinkan aktivitas kerja antibakterinya
tidak hanya melalui satu cara yang spesifik melainkan ada beberapa cara dan
target pada sel bakteri. Jumlah senyawa golongan monoterpen dan sesquiterpen
yang dapat diisolasi dari daun legundi juga akan berpengaruh pada aktivitas
antibakteri. Berdasarkan literatur penelitian-penielitian sebelumnya menjelaskan
bahwa yang sangat dominan bersifat aktif terhadap antibakteri adalah senyawa
golongan monoterpen. Dari hasil data GC-MS ditunjukkan senyawa golongan
monoterpen yang lebih dominan sehingga kuat lemahnya aktivitas antibakteri di
pengaruhi oleh jumlah senyawa golongan monoterpen yang terkandung dalam
minyak atsiri daun legundi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Aktivitas kerja minyak atsiri dalam menghambat pertumbuhan atau


mematikan bakteri melalui mengganggu proses terbentuknya dinding sel, merusak
membran sel, menghambat kerja enzim dan atau menghancurkan material genetik
yang ada pada bakteri. Mekanisme ini tidak semuanya terjadi secara terpisah,
melainkan ada beberapa mekanisme yang terjadi sebagai akibat dari mekanisme
lain (Carson, 2002 ; Ajizah, 2004).
Dinding sel bakteri tersusun dari lapisan peptidoglikan. Adanya minyak
atsiri dalam dinding sel bakteri menyebabkan meningkatnya tekanan osmosis
dalam sel sehingga menyebabkan terjadinya lisis pada sel bakteri. Zat antibakteri
pada minyak atsiri juga dapat melarutkan fosfolipid yang merupakan komponen
penyusun membran sel bakteri. Hal ini disebabkan karena fosfolipid memiliki dua
bagian yaitu: yang satu bersifat hidrofilik karena mengandung gugus posfat dan
bagian lainnya bersifat hidrofob yang mengandung lemak. Komponen minyak
atsiri yang mengandung percabangan gugus fenol maupun alkohol dapat
melarutkan fosfolipid. Larutnya fosfolipid dalam minyak atsiri menyebabkan
permeabilitas sel berkurang sehingga sel akan mengalami lisis serta menyebabkan
denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam
nukleat. Lebih lanjut dikatakan oleh Rupilu dan Lamapaha (2008), kerusakan
fosfolipid menyebabkan kerusakan pada membran sel sehingga dapat
menyebabkan kebocoran dan komponen-komponen penting di dalam sel bakteri
seperti protein, asam nukleat dan nukleotida dapat mengalir keluar akibat dari
terganggunya permeabilitas sel sehingga sel tidak dapat melakukan aktivitas
hidup dan pertumbuhan bakteri terhambat atau bahkan mati.

2. Penetapan KHM minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn.


Penetapan Konsentrasi Hambat Minimum dilakukan dengan memvariasi
konsentrasi minyak atsiri secara menurun dengan melarutkannya dalam DMSO.
Hal ini bertujuan untuk mengetahui KHM minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn
terhadap masing-masing bakteri uji. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
merupakan konsentrasi penghambatan terkecil, dimana dibawah KHM minyak
commit to user
atsiri tidak mampu lagi menghambat pertumbuhan bakteri Sh. flexneri,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

P.mirabilis, S.pyogenesis dan S. epidermidis. Konsentrasi Hambat Minimum


sangat penting untuk mengetahui potensi antibakteri minyak atsiri daun Vitex
trifolia Linn. Dari KHM juga dapat digunakan untuk menentukan dosis efektif
terkecil minyak atsiri sebagai antibakteri. Data aktivitas antibakteri minyak atsiri
daun Vitex trifolia Linn terhadap bakteri Sh.flexneri, P.mirabilis, S.pyogenese dan
S.epidermidis ditunjukkan pada tabel 4.
Tabel 4. Data penentuan KHM minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn terhadap
bakteri uji.
Konsentrasi Sh. flexneri S. epidermidis S. pyogenes P. mirabilis
Minyak (mm) (mm) (mm) (mm)
Atsiri (%)
5 9,17 ± 0,59 9,27 ± 0,79 8,83± 0,25 7,87 ± 0,21
3,1 8,26 ± 1,30 9,09 ± 0,53 7,90 ± 0,33 7,02 ± 0,26
2 7,99 ± 0,28 8,39 ± 0,52 7,44 ± 0,41 6,35± 0,22
1,2 7,53 ± 0,24 7,80 ± 0,57 7,14 ± 0,34 6,04± 0,06
1 6,37 ± 0,45 7,18± 0,43 7,05 ± 0,47 6,00 ± 0,00
0,5 6,00± 0,00 6,00± 0,00 6,85 ± 0,58 -
0,25 - - 6,41 ± 0,35 -
0,125 - - 6,00 ± 0,00 -
Keterangan: Rata-rata hasil 3x pengujian

Semakin kecil Konsentrasi Hambat Minimum berarti minyak atsiri daun


Vitex trifolia Linn. semakin berpotensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri
tersebut. Hasil penelitian diperoleh bahwa KHM minyak atsiri daun Vitex trifolia
Linn. adalah 1,2% terhadap Sh. flexneri dengan DDH 7,53 ± 0,24 mm, terhadap
S.pyogenes adalah 1% dengan DDH 7,18 ± 0,43mm, terhadap S. epidermidis
adalah 1% dengan DDH 7,05 ± 0,47mm dan terhadap P.mirabilis adalah 3,1 %
dengan DDH 7,02 ± 0,26mm. Ini berarti bahwa potensi minyak atsiri daun Vitex
trifolia Linn. menghambat pertumbuhan bakteri S. pyogenes dan S. epidermidis >
Sh. flexneri > P.mirabilis.
Hasil diatas kemudian dilakukan analisis statistik dengan One-Way
ANOVA untuk mengetahui perbedaan secara pasti pengaruh variasi konsentrasi
minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. terhadap daerah hambatan pada masing-
masing bakteri uji. Hasil analisis ditunjukkan pada lampiran 13, berdasarkan hasil
commit to user
analisis statistik dapat diketahui bahwa secara keseluruhan variasi konsentrasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

minyak atsiri 5%; 3,1%; 2%; 1,2%; 1%; 0,5%; 0,25% dan 0,1% menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap daerah hambatan pada masing-masing bakteri uji.
Hasil analisis lebih lanjut dengan menggunakan metode LSD diketahui bahwa,
perbedaan yang tidak nyata ditunjukkan oleh konsentrasi 0,1% dengan 0,25% dan
0,5% dengan 0,1% terhadap Sh.flexneri.

3. Penetapan KHM amoksisilin dan kloramfenikol


Antibiotik pembanding yang digunakan dalam penelitian ini adalah
amoksisilin dan kloramfenikol. Pemilihan amoksisilin dan kloramfenikol sebagai
pembanding dikarenakan amoksisilindan kloramfenikol merupakan antibiotik
yang memiliki spektrum penghambatan yang luas sehingga bisa digunakan untuk
menghambat bakteri gram positif seperti S.pyogenese dan S.epidermidis dan
bakteri gram negatif seperti Sh.flexneri dan P.mirabilis.
Selain itu, amoksisilin mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan
dengan antibiotik lain seperti ampisilin. Amoksisilin dan ampisilin merupakan
antibiotik turunan penisilin yang mempunyai aktivitas dan spektrum
penghambatan yang sama tetapi amoksisilin diabsorbsi lebih baik dalam usus,
sehingga kerja amoksisilin lebih efektif dibandingkan ampisilin (Katzung, 2001).
Penetapan KHM dilakukan dengan variasi konsentrasi amoksisilin dan
kloramfenikol. Variasi konsentrasi amoksisilin dan kloramfenikol dibuat dengan
melarutkannya ke dalam buffer phosfat pH 7 sedangkan kloramfenikol ke dalam
popilen glikol. Buffer phosfat pH 7 merupakan pelarut yang sering digunakan
sebagai pelarut obat-obatan dan produk makanan dalam uji antimikroba karena
tidak memiliki aktivitas penghambatan terhadap mikroba sehingga dapat
berfungsi sebagai kontrol negatif atau larutan blanko (Downes dan Ito, 2001).
Pemakain buffer phosfat sebagai pelarut amoksisilin telah dilakukan Harianto.,
dkk (2006). Buffer phosfat dapat melarutkan amoksisilin secara sempurna dan
menjaga kestabilan pH larutan sehingga dapat mecegah terjadinya degradasi obat
dan larutan obat dapat stabil dalam waktu yang lama serta tidak akan kehilangan
aktivitasnya dalam waktu yang cepat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Berbeda dengan minyak atsiri, amoksisilin merupakan senyawa tunggal


sehingga mekanisme kerjanya telah diketahui secara pasti. Amoksisilin
menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat tahap spesifik dalam
sintesis dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri tersusun dari kompleks polimer
silang kait peptidoglikon yang terdiri dari polisakarida dan polipeptida.
Polisakarida tersusun dari asam N-asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramat
yang berikatan secara β-1-4 glukosida. Polipeptida terikat pada N-asetilmuramat
dan tersusun dari tetrapeptida asam amino yang berakhir pada L-alanin-D-alanin.
Protein-protein pengikat penisilin (PBPs) mengkatalisis reaksi transpeptidase
yang melepaskan alanin akhir untuk membentuk ikatan silang dengan ikatan
peptida terdekat. Amoksisilin merupakan antibiotik semisintetik yang
mengandung cincin β-Laktam. Cincin β-Laktam ini merupakan analog struktural
dari L-alanin-D-alanin alami yang secara kovalen diikat oleh PBP pada situs aktif.
Setelah amoksisilin terhubung pada PBP, reaksi transpeptidase dapat dihambat
(Katzung,2001). Akibatnya dinding sel menjadi lemah dan karena adanya tekanan
dari dalam, dinding sel akan pecah atau lisis sehingga bakteri mati (Siswandono
dan Soekardjo, 2000). Data hasil uji KHM amoksisilin ditunjukkan pada tabel 5.

Tabel 5. Data hasil pengujian KHM amoksisilin terhadap keempat bakteri


Sh flexneri S. pyogenes S. epidermidis P. mirabilis
Konsentrasi DDH Konsentrasi DDH Konsentrasi DDH Konsentrasi DDH
(%) (mm) (%) (mm) (%) (%) (mm)
7,50 x 10-4 11,29 10-3 11,82 5,00 x 10-4 10,10 5,00 x 10-4 9,14
3,75 x 10-4 9,68 5,00 x 10-4 10,27 2,50 x 10-4 8,71 2,50 x 10-4 8,34
-4 -4 -5 -4
1,75 x 10 7,95 2,50 x 10 8,57 6,25 x 10 7,32 1,20 x 10 7,62
10-4 6,89 1,25 x 10-4 7,12 3,00 x 10-5 6,41 7,50 x 10-5 7,26
-5 -5 -5 -6
5,00 x 10 6,00 6,25 x 10 6,00 1,50 x 10 6,00 6,25 x 10 6,00

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 6. Data hasil pengujian KHM kloramfenikol terhadap keempat bakteri


Sh. flexneri S. pyogenes S. epidermidis P. mirabilis
Konsentras DDH Konsentras DDH Konsentras DDH Konsentras DDH
i (%) (mm) i (%) (mm) i (%) (mm) i (%) (mm)
2,00 x 10-3 12,19 1,50 x 10-3 10,16 10-3 10,10 2,00 x 10-3 10,33
10-3 10,21 10-3 9,57 5,00 x 10-4 8,71 1,50 x 10-3 9,76
-4 -4 -4 -4
5,00 x 10 8,28 5,00 x 10 8,13 2,50 x 10 7,32 5,00 x 10 7,93
2,50 x 10-4 6,95 2,50 x 10-4 6,86 1,25 x 10-4 6,41 2,50 x 10-4 6,54
-4 -4 -5 -4
1,25 x 10 6,00 1,25 x 10 6,00 6,25 x 10 6,00 1,25 x 10 6,00

Nilai KHM amoksisilin dan kloramfenikol terhadap semua bakteri uji


berbeda. Dapat dilihat pada tabel di bawah ini tabel 7.
Jenis Bakteri Amoksisilin Kloramfenikol
Sh.flexneri 1,75 x 10-5 % 7,95 mm 5,00x10-4 % 8,28 mm
-4 -4
S.pyogenes 1,25 x 10 % 7,12 mm 5,00x10 % 8,13 mm
S.epidermidis 6,25 x 10-5 % 7,52 mm 1,50x10-4 % 7,32 mm
-5 -4
P.mirabilis 7,50 x 10 % 7,26 mm 5,00x10 % 7,93 mm

Berdasarkan hasil uji KHM baik terhadap minyak atsiri daun Vitex trifolia
Linn maupun amoksisilin dan kloramfenikol, selanjutnya digunakan untuk
penetapan potensi anti bakteri minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn.
dibandingkan terhadap amoksisilin dan kloramfenikol.

4. Potensi antibakteri minyak atsiri dibanding amoksisilin dan kloramfenikol


Penetapan nilai banding dilakukan untuk mengetahui potensi antibakteri
minyak atsiri dibandingkan dengan antibiotik sintetik yaitu amoksisilin dan
kloramfenikol. Perhitungan nilai banding dilakukan dengan cara membuat grafik
log konsentrasi amoksisilin vs diameter daerah hambat amoksisilin. Dari grafik
diperoleh persamaan garis linier. Salah satu diameter daerah hambat hasil
pengujian aktivitas antibakteri minyak atsiri disubsitusikan ke persamaan garis
linear tersebut. Diameter daerah hambat minyak atsiri pada konsentrasi tertentu
disubtitusikan sebagai nilai y pada persamaan garis linear, sehingga diperoleh
nilai x. Antilog nilai x merupakan nilaitokonsentrasi
commit user minyak atsiri yang setara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dengan amoksisilin dan kloramfenikol. Konsentrasi minyak atsiri yang setara


dengan amoksisilin dan kloramenikol kemudian dibagi dengan konsentrasi
minyak atsiri yang diplotkan dan dikalikan dengan faktor 100%, maka diperoleh
nilai potensi antibakteri minyak atsiri dibandingkan terhadap amoksisilin dan
kloramfenikol untuk masing-masing konsentrasi minyak atsiri. Nilai banding
potensi yang digunakan merupakan rata-rata dari nilai banding semua konsentrasi
minyak atsiri. Hasil perhitungan penetapan potensi minyak atsiri dibandingkan
terhadap amoksisilin dan kloramfenikol pada masing-masing bakteri. Perhitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5.
Tabel 8. Hasil perhitungan penetapan uji potensi minyak atsiri daun Vitex
trifolia Linn dibanding amoksisilin dan kloramfenikol pada masing-masing
bakteri
Potensi antibakteri minyak Potensi antibakteri minyak
Bakteri atsiri dibanding amoksisilin atsiri dibanding kloramfenikol
(%) (%)
Sh.flexneri 0,02 0,01
S.pyogenes 0,02 0,05
S.epidermidi 0,05 0,24
s
P.mirabilis 2,67 x 10-3 2,45 x 10-3

Hasil penetapan uji potensi diatas menunjukkan bahwa minyak atsiri


terhadap amoksisilin pada bakteri Sh. flexneri adalah 0,02%, pada S.pyogenes
adalah 0,02%, pada S.epidermidis adalah 0,05% dan pada P.mirabilis adalah
2,67x10-3%. Sedangkan minyak atsiri terhadap kloramfenikol pada bakteri
Sh.flexneri adalah 0,01%, pada S.pyogenes adalah 0,05%, pada S.epidermidis
adalah 0,24% dan pada P.mirabilis adalah 2,45x10-3%. Berdasarkan hasil
penetapan uji banding menunjukkan bahwa potensi antibakteri minyak atsiri daun
Vitex trifolia Linn. sangat kecil bila dibanding amoksisilin dan kloramfenikol,
tetapi kemungkinan senyawa dalam minyak atsiri tersebut dapat digunakan
sebagai alternatif senyawa yang bersifat antibakteri.
Menurut Olonisakin dkk.,(2006) komposisi dari minyak atsiri tanaman,
commitfungsionalnya
konfigurasi struktur penyusun, gugus to user dan komposisi persentase
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

relatif dalam minyak atsiri tanaman mempunyai efek dalam aktivitas antimikroba
pada organisme. Aktivitas antibakteri dari minyak atsiri tergantung pada
komposisi minyak atsiri serta jenis tipe konsentrasi dari mikroorganisme target
(Kan, 2006).
Hasil identifikasi komponen utama minyak atsiri daun legundi tersusun
atas senyawa terpenoid yaitu monoterpen dan seskuiterpen. Aktivitas antibakteri
pada minyak atsiri ini sulit dihubungkan dengan komponen atau senyawa yang
khusus, hal ini dikarenakan kompleksitas dan variabilitas senyawa-senyawa yang
terkandung di dalamnya. Secara umum aktivitas antibakteri berhubungan dengan
struktur terpen C10 dan C15 serta gugus hidroksil yang memiliki kemampuan
untuk membentuk ikatan hidrogen dengan sisi aktif enzim target meskipun
senyawa aktif lain seperti alkohol, aldehid dan ester juga dapt berkontribusi
sebagai antubakteri minyak atsiri (Bulleti,2004).
Komponen minyak atsiri yang diduga berperan aktif sebagai antibakteri
adalah sabinen (9,20%), α-pinen (10,18%), 1,8 sineol (18,94%), α-terpineol asetat
(7,98%), kariofilen (15,81%), dan 3-sikloheksan-1-ol (5,33%). Senyawa α-pinen
merupakan senyawa terpenoid yang dikenal mempunyai efek antimikroba
(Lee,2000: Erindra dan Maryati, 2002). Menurut Filipoiwes (2003) α-pinen
memiliki kemampuan untuk merusak integritas seluler dan respon penghambatan
serta dapat merusak proses transport.
Senyawa sabinen merupakan komponen utama penyusun batang teh yang
bersifat antibakteri (Dewick, 2002). Sedangkan 1,8 sineol sendiri merupakan
suatu senyawa monoterpen yang teroksidasi yang merupakan senyawa antibakteri
kuat terutama bakteri positif dan antijamur.
Senyawa kariofilen merupakan senyawa golongan seskuiterpen yang
punya efek antiinflamasi, antibakteri dan pencegah kuman walaupun tidak sekuat
kariofilen oksida. Adanya kandungan senyawa tersebut memungkinkan minyak
atsiri daun legundi ini mepunyai efek penghambatan terhadap bakteri Sh.flexneri.
S.pyogenes, S.epidermidis dan P.mirabilis.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kadar minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn yang diisolasi dengan metode destilasi Stahl
sebesar 0,2 % (v/b)
2. Minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn aktif terhadap bakteri Shigella flexneri, Proteus
mirabilis, Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus epidermidis.
3. Identifikasi komponen minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. dengan analisa data GC-MS
diperoleh senyawa golongan monoterpen dan seskuiterpen. Senyawa golongan
monoterpen adalah α-tuyan, α-pinen, sabinen, β-pinen, mirsen, α–terpinen, 1,8 sineol, γ–
terpinen, terpinolen, 3-sikloheksan-1-ol, linalil propionat, α-terpineol asetat dan α–
terpineol sedangkan golongan seskuiterpen terdiri dari kariofilen oksida, azulen, α-
humulen, germakren, Δ-kadinen dan kariofilen.
4. Potensi antibakteri minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn terhadap keempat bakteri uji lebih
kecil dibandingkan amoksisilin dan kloramfenikol.

B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan percobaan yang telah dilakukan, penulis memberikan
saran bahwa perlu dilakukan isolasi senyawa aktif dalam minyak atsiri daun legundi dan
dilakukan uji aktivitas antibakteri masing–masing komponen sehingga diketahui senyawa aktif
yang bersifat antibakteri dalam minyak atsiri daun legundi (Vitex trifolia Linn.).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA.

Achmad, S.A., 1986. Kimia Organik dan Bahan Alam. Modul 1-6. Karunka. Jakarta.
Agusta, 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. ITB. Bandung
Akmal, 1996. Tanaman Obat Pilihan. Yayasan Sidowayah. Jakarta
Anonim, 1978. Materia Medika Indonesia. Jilid II Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Anonim, 1994. Buku Ajar Mikrobiologi kedokteran. Edisi revisi. Staff Pengajar Fakultas
Kedokteran UI. 103 – 111, 163 – 165. Binarupa Aksara. Jakarta.
Anonim, 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. DepKes RI. Jakarta.
Black, J.G., 1999. Microbiology Principles and exploration. Prentice Hall. New York.
Chatim dan Suharto, 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Binarupa Aksara.
Jakarta.
Collier, Leslie dkk., 1998. Topley & Wilson’s Microbiology And Microbial Infections Ninth
Edition Volume 2 Systematic Bacteriology. Oxford University Press. New York.
Dewick, Paul M., 2002. Medicinal Natural Products. John Wiley & Sons, hal 167 – 204. New
York
Funke BR, Tortora GJ, Case CL, 2004. Microbiology: an introduction. Edisi kedelapan.
Benjamin Cummings. San Francisco.
Geetha V., Doss A., dan Pichai Anthoni Doss A., 2004. Antimicrobial Potential of Vitex trifolia
Linn. Journal Ancient science of Life. Vol XXIII. India
Gholib, G., DEA., dkk., 2009. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Gilbert, P., P. J. Collier, dan M. R. W. Brown, 1990. Influence of the growth rate on
susceptibility to antimicrobial agents: biofilms, cell cycle, dormancy, and stringent
response. Antimicrob. Agents Chemother. 34:1865-1868
Hariana, A., 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiat II. Penebar Swadaya. Jakarta
Haryanto, S., 2009. Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia. Palmall. Yogyakarta.
Hernandez MM, Heraso C, Villareal ML, Vargas Arispuro I and Aranda E., 1999. “Biological
activities of crude plant extracts from Vitex trifolia L”. J.Ethnopharmacol., 67: 37-44
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Diterjemahkan oleh Badan Litbang
Kehutanan. Yayasan Sarana Warna Jaya. Jakarta

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hossain MM, Paul N, Sohrab MH, Rahman E and Rashid MA., 2001. “Antibacterial activity of
Vitex trifolia”. Fitoterapi. 72: 695-697.
Inouye, S, Takizawa, T, dan Yamaguchi, H. 2001. “Antibacterial activity of essential oil and
their major constituents against respiratory by gaseous contat”. Journal of Antimicrobial
Chemoterapy. 47:565-573.
Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg E.A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika.
Jakarta
Jodi A. Lindsay, 2008. Staphylococcus: molecular genetics. Caister Academic Press. Page 109-
111.
Katzung, B.G., Trevor, A.J. (Eds.)., 1994. Buku Bantu Farmakologi. EGC. Jakarta
Ketaren, 1987. Minyak Atsiri, UI Press, terjemahan : Guenther. E., 1947. Essential Oils, Vol 1,
John Willey and Sons, New York, Hal : 21- 25, 90, 132 – 134, 244-245.
Khopkar, S. M., 1990. Dasar Kimia Analitik, diterjemahkan oleh Saptorahardjo, A., Cetakan ke
1. UI Press. Jakarta.
Lenny, S., 2006. Senyawa Terpenoid dan Steroid. Universitas Sumatera Utara. Medan
Li WX, Cui CB, Cai B, Wang HY dan Yao XS. 2005. “Flavonoids from Vitex trifolia L. inhibit
cell cycle progression at G2/M phase abd induce apoptosis in mammalian cancer cells”.
J. Asian Nat. Prod. Res., 7: 615-626
Mahmud, S. Shareef, H. Farrukh, U. Kamil A. and Rizwani G.H., 2009. “Antifungal activities of
Vitex negundo Linn”. Pak. J. Bot., 41(4): 1941-1943.
Manjunatha, B.K., dan Vidua, S.M., 2008. “Hepatoprotective activity of Vitex trifolia against
carbon tetrachloride-induced hepatic damage”. Indian J. Pharm. Sci., 70 (2): 238-241.
Manitto, Paolo., Penerjemah: Koensoemardiyah, 1991. Biosintesis Produk Alami. IKIP
Semarang Press. Semarang.
Natta, Orapin, Kritika dan Pantip, 2008. “Essential oil from five Zingi Medanberaceae for anti-
food-borne bacteria”. International Food Reserch Journal. 15(3):337-346
Ono, M., Ito, Y., dan Nohara, T., 2001. “Four new halimane-type diterpenes, Vitetrifoilns D-G,
from fruit of Vitex trifolia”. Chem. Pharm. Bull. 49(9): 1220-1222.
Padmawinata, K., dan Sudiro, I., 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menanalisis
Tumbuhan. ITB. Bandung, Terjemahan : Phytochemical Methods, Harborne, J.B., 1973,
Chapman and Hall 1 td, London.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pelczar, M. J., Chan. E. C. S, Pelczar, M. F., Penerjemah: Hadioetomo, R, S. Dkk., 1986. Dasar-
dasar Mikrobiologi. Jilid I. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Pratiwi, S., 2008. Mikrobiologi Farmasi. Gelora Aksara Pratama. Jakarta
Procop GW, 2003. Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella & Salmonella
Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current Diagnosis and
Treatment in Infectious Disease. New York: Lange Medical Books. 584 - 66.
Ramesh, P., Nair, A.G.R., Subramanian, S.S., 1986. “Flavone glycosides of Vitex trifolia”.
Fitoterapi LVII (4), 282-283.
Ryan KJ, Ray CG, 2004. Sherris Medical Microbiology. Edisi keempat. McGraw Hil.
Ritschel WA., 1976. Handbook of Basic Pharmacokinetics. Hamilton : Drug Intelligence
Publication. Inc.
Roth, H.J., Gottfried Blaschke., 1981. Analisis Farmasi. UGM Press. Yogyakarta.
Satrohamidjojo, H, 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal :
13-14.
Setyabudi, Rianto, 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Gaya Baru. Jakarta. Hal 700-702
Siswandono dan Bambang Soekardjo, 2000. Kimia Medicinal. Airlangga University Press.
Surabaya.
Sjahrurachman, A., 1996. Resistensi Bakteri terhadap Aminoglikosida. Cermin Dunia
Kedokteran No. 108: 49
Sudarsono, Gunawan, D., dan Wahyuono, S., 2002. Tumbuhan Obat II : Hasil Penelitian, Sifat-
Sifat dan Penggunaannya, 187. Pusat Studi Obat Tradisional UGM. Yogyakarta
Sudaryanti, T dan Sugiharti, E., 1990. Budidaya dan Penyulingan Nilam. Penebar Swadaya.
Jakarta
Thenmozhi S., Shanmuga R., Jena Prabhat Kumar dan Choudhury Golak Bihari, 2011.
Pharmacognistical and Phytochemical Investigation on Leaves of Vitex trifolia
linn.Journal of Pharmacy Research 4(4).1259-1262.
Thomas, A.N.S., 1996. Tanaman Obat Tradisional I & II. Kanisius. Yogyakarta
Tortono, Gerard J., 1994. Microbiology, an Introduction. Fifth Edition, The
Benjamins/Cumnings Publishing Company Inc.
Tyler, V.E.1981, Pharmaconogsy. Edisi kedelapan. Lea and Febinger. Philadelphia.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Underwood,A.L dan Day,R.A.,1981. Analisa Kimia Kualitatif. Terjemahan Drs. R Soendoro.


Erlangga. Jakarta.
Vedantham, T.N.C., Subramanian, S.S., 1976. “Non-flavonoid components of Vitex trifolia”.
Indian J. Pharmacol. 38 (1), 13.
Villari, Sarnataro, Iacuzio., 2000. “Molecular Epidemiology of Staphylococcus epidermidis in a
Neonatal Intensive Care Unit over a Three-Year Period.” Journal of Clinical
Microbiology. Vol. 38. hal 1740-1746
Zeng, X., Fang, Z., Wu, Y., Zhang, H., 1996. “Chemical constituents of the fruit of Vitex trifolia
L”. Chung Kuo Chung Yao Tsa Chih 21 (3), 167-168.

commit to user

You might also like