Professional Documents
Culture Documents
Oktavia Yulianti (M0306048)
Oktavia Yulianti (M0306048)
id
Disusun oleh :
OKTAVIA YULIANTI
M 0306048
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
OKTAVIA YULIANTI
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Isolasi, identifikasi dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun legundi (Vitex trfolia
Linn) telah dilakukan. Minyak atsiri diisolasi dengan metode destilasi Stahl dan dianalisis
dengan GC-MS. Kadar minyak atsiri yang dihasilkan 0,2% (v/b). Komponen yang teridentifikasi
sebanyak 22 senyawa dari 34 senyawa yang terdeteksi. Minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn.
Didominasi oleh senyawa golongan monoterpen (51,09%) Komponen utama penyusunnya
adalah senyawa 1,8 sineol (18,94%), caryophyllen (15,81%), α-pinen (10,18%), sabinen
(9,20%), α-terpineol asetat (7,98%), dan 3-sikloheksan-1-ol (5,33%). Aktivitas antibakteri dari
minyak atsiri diujikan pada 4 bakteri patogen (Staphylococcus epidermidis, Streptococcus
pyogenes, Proteus mirabilis dan Shigella flexneri). Minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn.
menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap 4 bakteri yang digunakan.
Kata kunci : Vitex trifolia Linn, minyak atsiri, isolasi, identifikasi, aktivitas antibakteri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
OKTAVIA YULIANTI
Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Science
Sebelas Maret University
ABSTRACT
Isolation, identification and antibacterial activity of essential oil from Vitex trifolia Linn
leafes have been done. The essential oil was isolated by Stahl distillation method and analyzed
by gas chromatography and mass spectrometry (GC-MS). The yield of the essential oil was 0,2%
(v/w). Twenty-two components out of thirty-four were identified in the oil. The oil were
predominantly composed of monoterpene hydrocarbons (51,09%). Major component in essential
oil was 1,8-cineol (18,94%), caryophyllene (15,81%), α-pinene (10,18%), sabinene (9,20%), α-
terpineol acetate (7,98%), and 3-sikloheksan-1-ol (5,33%). The antimicrobial activity of essential
oils was evaluated against four bacteria (Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes,
Proteus mirabilis and Shigella flexneri). Results showed that oils moderate antibacterial
activities.
Keyword : Vitex trifolia Linn, essential oil, isolation, identification, antibacterial activity
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
bakteri tersebut terhadap antibiotik yang tersedia menjadi kurang efisien (Majid, 2005). Hal
ini mendorong para peneliti untuk mulai mengembangkan dan menemukan obat baru yang
efektif dan relatif aman. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggali dan
mengembangkan obat terutama yang berasal dari bahan alam khususnya tumbuhan (Cowan,
1999).
Beberapa penelitian uji aktivitas antibakteri ekstrak dari tumbuhan Legundi telah
banyak dilakukan. Daun legundi yang diekstrak dengan petroleum eter memberikan skrining
positif untuk steroid dan terpenoid sedangkan ekstrak etanol dari daun legundi menunjukkan
skrining positif untuk steroid, terpenoid, flavonoid, karbohidrat, senyawa fenol, tanin,
saponin dan phytosterol (Hossain, 2001, S. Thenmozhi et. al., 2011). Geetha, A. et al., 2010
melakukan penelitian uji antibakteri terhadap ekstrak kloroform daun legundi dan
memberikan hasil yang cukup baik untuk bakteri patogen seperti Pseudomonas aeruginosa,
Klebsiella pneumonia dan Stapylococcus aureus. Pengujian antibakteri dari ekstrak
diklorometan daun legundi memberikan hasil yang efektif pada bakteri Staphylococcus
aureus dan Streptococcus faecalis (Hernandez, 1999). B
Selama ini penelitian antibakteri daun legundi sebagian besar terfokus dalam bentuk
ekstrak, sedangkan dalam bentuk minyak atsirinya belum banyak diteliti. Oleh karena itu,
penelitian ini ditekankan pada isolasi, identifikasi komponen senyawa kimia dan uji aktivitas
antibakteri minyak atsiri daun Legundi terhadap Staphylococcus epidermidis, Shigella
flexneri, Streptococcus pyogenes dan Proteus mirabilis.
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Kadar dan komponen minyak atsiri dari suatu tumbuhan dipengaruhi oleh daerah
tempat tumbuh serta pengambilan bagian tertentu dari tumbuhan. Pada umumnya legundi
dapat tumbuh di daerah terbuka dan pegunungan, sedangkan dalam pengambilan bagian
tertentu dari tumbuhan harus spesifik hal ini dikarenakan setiap bagian tumbuhan legundi
terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.
Pemilihan metode dalam proses isolasi bahan alam sangat penting. Metode yang
digunakan untuk mengisolasi minyak atsiri dari suatu bahan tanaman dapat dilakukan dengan
cara seperti ekstraksi dan destilasi. Metode secara destilasi dapat dilakukan dengan
menggunakan destilasi dengan air, destilasi dengan uap, destilasi dengan air dan uap. Oleh
commit
karena itu perlu diperhatikan metode isolasi to atsiri
minyak user daun legundi yang tepat dan efisien
Minyak atsiri terdiri dari berbagai komponen senyawa kimia yang merupakan
golongan terpenoid, sehingga diperlukan suatu metode yang tepat untuk mengidentifikasi
senyawa kimia tersebut. Identifikasi komponen senyawa kimia dalam minyak atsiri dapat
dilakukan dengan analisis data dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas
(GC), dan Kromatografi Gas – Spektrofotometer Massa (GC-MS). Pemilihan instrumen yang
tepat untuk analisis sangat penting dalam penentuan struktur senyawa kimia.
Identifikasi komponen kimia dan uji aktivitas antibakteri minyak atsiri, akan
diperoleh informasi tentang senyawa aktif yang bersifat antibakteri berdasarkan penelitian-
penelitian sebelumnya.
Jenis bakteri yang sesuai dengan khasiat daun legundi adalah termasuk golongan
bakteri yang dapat menginfeksi kulit maupun saluran pencernaan. Bakteri yang berkaitan
dengan penyakit infeksi kulit diantaranya Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aereus,
Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus epidermidis. Sedangkan yang berkaitan infeksi
saluran pencernaan adalah Bacillus cereus, Shigella flexneri Proteus mirabilis dan Eschericia
coli. Patogenitas dari setiap bakteri adalah berbeda sesuai dengan karakteristik masing-
masing bakteri.
Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri dapat dilakukan dengan metode difusi, dilusi,
dan turbidimetri. Pada metode difusi dapat dilakukan dengan difusi agar yaitu dengan
menggunakan lubang (perforasi) dan gores silang. Uji banding potensi minyak atsiri dan
antibiotik sintetis dapat dilakukan dengan membuat kurva antara log konsentrasi
kloramfenikol dan amoksisilin vs Diameter Daerah Hambat (DDH) atau dengan cara
membuat kurva konsentrasi amoksisilin dan kloramfenikol vs Diameter Daerah Hambat
(DDH). Kemudian dari persamaan garis linier kurva dapat ditentukan nilai bandingnya.
2. Batasan Masalah
Isolasi, identifikasi dan uji antibakteri minyak atsiri daun legundi (Vitex trifolia Linn)
masalah dibatasi sebagai berikut:
a. Bagian tanaman legundi yang digunakan adalah daunnya, yang diperoleh dari daerah
Magelang, Jawa Tengah
c. Identifikasi komponen minyak atsiri pada daun legundi dilakukan dengan menggunakan
analisis data kromatogtafi gas-spektroskopicommit
massa to user
(GC – MS).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
d. Pengujian aktivitas antibakteri minyak atsiri dari daun legundi terhadap 4 bakteri yaitu
Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis dan Shigella flexneri
e. Metode uji banding potensi minyak atsiri terhadap antibiotik amoksisilin dan
kloramfenikol dilakukan dengan membuat kurva log konsentrasi vs Diameter Daerah Hambat
(DDH) dari kedua antibiotik tersebut.
3. Rumusan Masalah
1. Berapakah kadar minyak atsiri daun legundi yang diisolasi dengan metode destilasi
stahl?
4. Bagaimana potensi antibakteri minyak atsiri daun legundi terhadap antibiotik amoksisilin
dan kloramfenikol?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kadar minyak atsiri daun legundi dengan metode stahl
3. Mengetahui komponen kimia dari minyak atsiri daun legundi dengan analisa data GC
– MS dan menentukan komponen yang aktif antibakteri
4. Mengetahui potensi minyak atsiri daun legundi dibandingkan dengan amoksisilin dan
kloramfenikol.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi komponen kimia yang
terkandung dalam minyak atsiri dari daun Legundi (Vitex trifollia Linn.) sehingga dapat
digunakan untuk penelitian lebih lanjut. Misalnya, pengembangan obat tradisional yaitu
memberikan informasi tentang efektifitas minyak atsiri daun legundi dalam bidang farmasi
dan kesehatan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Legundi (Vitex trifoia Linn)
Tanaman suku Vitex (Verbenaceae) diperkirakan ada 270 species dari
tanaman dan semak belukar yang diketahui yang tersebar di daerah tropis dan sub-
tropis, meskipun hanya sedikit spesies yang ditemukan di daerah berhawa sedang.
Vitex trifolia Linn adalah tanaman semak belukar atau perdu pohon kecil, tumbuh
menjadi liar di Jawa hingga kurang lebih 1000 m di atas permukaan laut. Daunnya
yang berbau aromatis sering digunakan untuk tanaman obat maupun tanaman
pagar (Haryanto, 2009). Tanaman legundi ditunjukkan pada gambar 1.
a. Klasifikasi tanaman
Tanaman legundi (Gambar 1) ini merupakan famili Verbenaceae.
Kedudukan tanaman legundi dalam taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut:
1. Divisi : Spermatophyta
2. Sub divisi : Angiospermae
3. Kelas : Dicotyledonae
4. Bangsa : Solanales
5. Suku : Verbenaceae
6. Marga : Vitex
7. Jenis : Vitex trifolia Linn.
b. Deskripsi tanaman
Tanaman legundi ditunjukkan pada gambar 1.
commit to user
Gambar 1. Tanaman Legundi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh tanaman, bersifat mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai
rasa getir, serta berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya
(Sudaryanti dan Sugiharti, 1990).
Minyak atsiri dari suatu tanaman memiliki aroma yang berbeda dengan
minyak atsiri tanaman lainnya. commit to userperbedaan tersebut minyak atsiri
Berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dapat digunakan sebagai bahan pewangi, bahkan beberapa jenis minyak atsiri
mampu bertindak sebagai bahan aroma terapi atau bahan obat suatu jenis
penyakit. Pada industri farmasi, minyak atsiri dimanfaatkan karena berkhasiat
sebagai karminatif, anestesi lokal dan analgesik. Sedangkan dalam industri
makanan dan minuman, minyak atsiri digunakan untuk memberikan rasa dan
aroma yang khas (Yuliani, 2006). Minyak atsiri beberapa tanaman juga terbukti
bersifat aktif sebagai antibakteri (Inouye et al., 2001; Chandarana et al., 2005).
Kegunaan minyak atsiri bagi tanaman sendiri adalah untuk menarik serangga,
membantu proses penyerbukan dan mencegah kerusakan tanaman oleh serangga.
Secara kimia minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi
tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis besar terdiri dari
kelompok terpenoid dan fenil propanoid (Padmawinata, 1987). Senyawa terpenoid
dibangun dari unit isoprena yang dibentuk dari asam asetat melalui jalur asam
mevalonat dan rantai samping sehingga membentuk C5 yang memiliki dua ikatan
ganda sedangkan fenilpropanoid terbentuk dari asam amino melalui jalur
biosintesis asam sikimat (Agusta, 2000).
Senyawa terpenoid tersusun dari dua unit isoprena atau lebih yang
bergabung menurut kaidah kepala - ekor (Agusta, 2000). Penyusun minyak atsiri
dari kelompok terpenoid terdiri dari monoterpenoid dan seskuiterpenoid dengan
titik didih berbeda. Titik didih monoterpenoid 140-180 ºC dan titik didih
seskuiterpenoid lebih dari 200 ºC (Padmawinata, 1987). Turunan terpenoid dapat
berupa terpen siklik maupun asiklik, masing-masing dapat memiliki percabangan,
gugus-gugus ester, alkohol, aldehida, dan keton. Sementara kelompok fenil
propanoid juga memiliki percabangan rantai berupa gugus-gugus fenol (Gunawan,
2004).
Lintasan biosintesis dari berbagai kelompok senyawa telah dibukukan
demikian pula prekursor atau senyawa induk dan zat antara telah diidentifikasi.
Reaksi yang dikatalisis oleh enzim dalam sel telah dipindahkan dalam pekerjaan
in vitro dan mekanismenya dapat dikorelasikan dengan mekanisme reaksi organik
yang telah diketahui. Sebagian besar dan berbagai khas senyawa organik bahan
commit
alam yang terdapat dalam sekunder to user
metabolisme tanaman merupakan terpena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang mencakup mono, seskui, di, tri dan senyawa politerpenoid. Nama terpen
diberikan terhadap senyawa yang mempunyai perumusan molekul C10H16 yang
secara etimologi berasal dari pohon terebinth, Pistacia terebinthus.
Senyawa terpenoid dikaitkan terhadap bentuk strukturnya. Komposisi
senyawa terpenoid (C10, C15, C20, C30, dan sebagainya) dapat dipandang merupakan
kelipatan satuan lima-atom karbon dan satuan tersebut mempunyai kerangka
karbon isopentil (Sastrohamidjojo, 1996). Penemuan peranan asam mevalonat
(asam 3-metil-3,5 dihidroksi pentanoat) dalam biosintesis senyawa steroid
membuka jalan para peneliti untuk menguak sintesis segala senyawa terpenoid.
Asam mevalonat, senyawa enam-atom karbon yang diturunkan dari kondensasi
tiga molekul asam asetat merupakan progenitor pokok dan universal senyawa
terpenoid yang membentuk “satuan isoprena” dengan cara pelepasan air dan
karbondioksida secara bersamaan (Sastrohamidjojo, 1996). Hanya bentuk R dari
asam mevalonat yang digunakan oleh organisme untuk memproduksi terpena,
sedang yang bentuk S, bersifat metabolik inert. Hal ini menguntungkan, karena
resolusi optik dari rasemat yang diperoleh dari sintesis sangat sukar dilaksanakan
(Manitto, 1992).
Asam asetat, atau turunannya asetil Ko-A, merupakan satu-satunya sumber
atom karbon dari asam mevalonat (Manitto, 1992). Asetil Ko-A, juga dikenal
dengan asam asetat teraktivasi, merupakan prekursor biogenetik dari terpena.
Dengan kondensasi Claissen, 2 asetil Ko-A berpasangan dengan asetil Ko-A, yang
menunjukkan analog biologi asetoasetat. Diikuti dengan reaksi aldol, asetoasetil
Ko-A bereaksi dengan asetil Ko-A sebagai karbon nukleofil untuk menghasilkan
β-hidroksi-β-metilglutaril Ko-A, diikuti dengan reduksi enzimatik dengan
dihidronikotinamida adenin dinukleotida (NADPH + H+) dalam air, menyerang
(R)-asam mevalonat. Fosforilasi asam mevalonat oleh adenosin trifosfat (ATP)
melalui monofosfat menghasilkan difosfat asam mevalonat yang terdekarboksilasi
dan terhidrasi ke isopentenilpirofosfat (isopentenildifosfat,IPP). Isomerasi
menghasilkan isomer γ,γ-dimetilalilpirofosfat. Gugus elektrofil afilik CH2 dari
γ,γ-dimetilalilpirofosfat (DMAPP) dan gugus nukleofilik metilen dari
isopentenilpirofosfat commitmembentuk
berhubungan to user geranilpirofosfat sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
CH3
H3C H3C CH2
CH3 CH3 H3C
H3C
CH2
CH3 CH3
OH
CH3
O CH2
CH3
CH3 H3C CH3 H3C CH3
1,8-sineol α−terpinena linalol
CH3
CH3
CH3
CH2
CH3
CH3 CH3
H2C
CH3 H3C
O
H3C CH3
CH3
β -farnesen α -humulen Zerumbon
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
atau padatan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan perbedaan titik
didih. Pengambilan minyak atsiri dengan penyulingan dipengaruhi oleh tiga faktor
yaitu: besarnya tekanan uap yang digunakan, bobot molekul masing-masing
komponen dalam minyak atsiri dan kecepatan keluarnya minyak atsiri dari
simplisia (Ketaren, 1987). Metode destilasi minyak atsiri ada tiga macam yaitu:
destilasi dengan air, destilasi dengan uap dan destilasi uap dan air. Prinsip metode
destilasi dengan air (hidrodestilasi) adalah bahan yang akan didestilasi kontak
langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau
terendam secara sempurna, tergantung dari berat jenis dan jumlah bahan yang
didestilasi. Peristiwa pokok yang terjadi pada proses hidrodestilasi, yaitu: difusi
minyak atsiri dan air panas melalui membran tanaman, hidrolisa terhadap
beberapa komponen minyak atsiri dan dekomposisi yang disebabkan oleh panas.
Proses hidrodestilasi bahan dan kecepatan penguapan minyak tidak hanya
dipengaruhi oleh sifat menguapnya komponen-komponen minyak atsiri,
melainkan juga dipengaruhi oleh derajat kelarutannya dalam air. Kelemahan
metode destilasi dengan air adalah adanya air dalam jumlah besar dan pada suhu
tinggi menyebabkan proses hidrolisa relatif lebih ekstensif, akibatnya rendemen
minyak atsiri yang dihasilkan akan berkurang sedangkan keuntungannya adalah
metode destilasi dengan air baik untuk menyuling bunga-bunga atau bahan yang
mudah menggumpal jika terkena panas (Ketaren, 1987).
Destilasi Stahl merupakan metode yang sering digunakan untuk isolasi
minyak atsiri. Prinsip kerja destilasi Stahl sama dengan destilasi dengan air
(hidrodestilasi). Namun destilasi Stahl memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan
penggunaan destilasi Stahl untuk isolasi minyak atsiri antara lain; minyak atsiri
yang dihasilkan tidak berhubungan langsung dengan udara luar sehingga tidak
mudah menguap dan volume minyak atsiri yang dihasilkan dapat langsung
diketahui jumlahnya karena alatnya dilengkapi dengan skala (Sastrohamidjojo,
2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Minyak atsiri yang memiliki komponen dengan porsi yang sangat besar
sedikit sekali ditemukan, kebanyakan mengandung campuran senyawa dengan
berbagai tipe. Karena itu analisis karakterisasi komponen minyak atsiri menjadi
masalah rumit, ditambah sifatnya yang mudah menguap pada suhu kamar. Jadi
untuk menganalisis minyak atsiri diperlukan suatu metode yang tepat
(Agusta,2000).
Perkembangan teknologi instrumentasi menghasilkan alat yang merupakan
gabungan dari dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lainnya
tetapi dapat saling melengkapi, yaitu gabungan kromatografi gas dan
spektrofotoskopi massa. Peubah utama dalam GC adalah sifat fasa diam dalam
kolom dan suhu kerja. Keduanya diubah menurut keatsirian senyawa yang
dipisahkan. Pada fasa diam terjadi pemisahan komponen – komponen dan
cuplikan (Day, JR, 2001). Dasar kerjanya adalah partisi antara fase diam dan fase
gerak (gas). Jadi untuk pemisahan senyawa – senyawa organik berlaku aturan
“like dissolve like”. Polaritas dari komponen cuplikan harus sama dengan fase
diam untuk memperoleh pemisahan terbaik, sehingga senyawa polar akan terpisah
pada fasa diam yang polar dan senyawa non polar akan terpisah pada senyawa
diam yang bersifat non polar (Khopkar, 1990). Skema alat GC-MS ditunjukkan
pada Gambar 5.
3. Tempat 4. Kolom 5. Detektor
injeksi spektrometer massa
7. Thermostat
2
2
Pengatur aliran dan tekanan
commit to user
Gambar 5. Skema alat GC – MS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5. Bakteri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2. Streptococcus pyogenes
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3. Proteus mirabilis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4. Shigella flexneri
6. Antibiotik
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi. Penggunaan antibiotika khususnya
berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan
rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau
transforman (Ritschel, 1976). Antibiotika berasal dari sumber–sumber berikut,
yaitu Actinomycetales (58,2%), jamur (18,1%), tanaman tinggi (12,1%),
Eubacteriales terutama Bacilli (7,7%), binatang (1,8%), Pseudomonales (1,2%)
dan ganggang atau lumut (0,9%) (Siswandono, Bambang Soekardjo, 2000).
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dapat dibagi menjadi empat
cara, yaitu :
1) Perusakan dinding sel
Sel bakteri dikelilingi oleh struktur yang kaku disebut dinding sel yang
melindungi membran protoplasma dibawahnya terhadap trauma baik osmotik
maupun mekanik (Chatim dan Suharto, 1994). Struktur dinding sel dapat dirusak
dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai
terbentuk (Pelczar, 1988). Dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan dan
komponen yang lain. Sel yang aktif secara konstan akan mensintesis
peptidoglikan yang baru dan menempatkannya pada posisi yang tepat pada
amplop sel. Antibakteri bereaksi dengan satu atau banyak enzim yang dibutuhkan
pada proses sintesis, sehingga akan menyebabkan pembentukan dinding sel yang
lemah dan akan menyebabkan pemecahan osmotik, sehingga bakteri akan mati.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
tipoid. Amoksisilin adalah turunan penisilin yang tahan terhadap asam tetapi tidak
tahan terhadap penisilinase. Beberapa keuntungan dibanding ampisilin adalah
absorpsi obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar darah dalam
plasma dan saluran seni lebih tinggi, absorpsi obat. Kadar darah maksimalnya
dicapai dalam 1 jam setelah pemberian oral, dengan paro waktu ± 1 jam. Dosis
oral : 250 -500mg 3 dd (Siswandono, Bambang Soekardjo. 2000).
NH2
H
N S
O N
HO O
COOH
Kloramfenikol (C11H12Cl2N2O5)
commit to user
Gambar 11 . Struktur Kloramfenikol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
antibakteri, diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37oC. Aktivitas antibakteri
ditunjukkan dengan daerah bening disekitar parit.
4). Cup-plate technique
Metode ini serupa dengan disc diffusion, dimana dibuat sumuran pada
media agar yang telah ditanami bakteri uji. Sampel antibakteri dimasukkan ke
dalam sumuran tersebut dengan jumlah tertentu dan konsentrasi tertentu pula.
Plate diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37 oC untuk memungkinkan agar
sampel antibakteri berdifusi pada permukaan media agar. Aktivitas antibakteri
ditunjukkan dengan daerah bening disekitar sumuran.
b. Metode Dilusi
1). Dilusi cair (broth dilution test)
Antibakteri disuspensikan pada media cair dengan pH 7-7,4 kemudian
dilakukan pengenceran dengan menggunakan beberapa tabung reaksi. Selanjutnya
dilakukan inokulasi bakteri uji yang telah disuspensikan dengan NaCl steril atau
dengan TSB, yang tiap milimeternya mengandung kurang lebih 105-106 bakteri.
Suspensi zat antibakteri dimasukkan ke dalam suspensi bakteri uji. Setelah itu,
diinkubasikan pada suhu 37oC selama 18-24 jam dan diamati pertumbuhan
bakteri. Pengamatan pertumbuhan bakteri berdasarkan pada kekeruhan suspensi.
Tabung yang keruh menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri, sedangkan tabung
yang lebih bening menunjukkan bahwa zat antibakteri dapat menghambat
pertumbuhan bakteri yang diuji.
2). Dilusi padat (solid dilution test)
Zat antibakteri dicampur sampai homogen pada agar steril yang masih cair
dengan suhu serendah mungkin dengan menggunakan berbagai konsentrasi aktif,
larutan tersebut dituangkan ke dalam cawan petri steril kemudian setelah memadat
dioleskan bakteri uji pada permukaannya.
KHM sangat penting untuk menentukan dosis efektif terkecil dari obat dan
memberikan indek perbandingan dengan obat yang lain.
Uji potensi suatu sampel (zat antibakteri) bertujuan untuk mengetahui
sejauh mana kekuatan atau daya aktivitas antibakteri sampel tersebut bila
dibandingkan terhadap suatu zat pembanding. Metode yang digunakan adalah
dengan cara membandingkan respon yang dihasilkan oleh zat antibakteri yang
diperiksa terhadap respon suatu zat antibakteri pembanding. Respon tersebut
berupa hambatan terhadap pertumbuhan bakteri uji.
Uji potensi suatu sampel dapat dilakukan dengan cara membuat suatu
grafik atau kurva standart dari zat pembanding, dimana logaritma konsentrasi zat
pembanding diplotkan terhadap sumbu x dan diameter daerah hambat diplotkan
terhadap sumbu y, sehingga diperoleh persamaan garis linier. Berdasarkan
persamaan garis linier tersebut, nilai diameter daerah hambat pada konsentrasi
yang telah ditetapkan disubtitusikan ke y maka akan diperoleh nilai x. Antilog
dari nilai x merupakan nilai konsentrasi sampel yang setara dengan zat
pembanding, sehingga dapat ditetapkan nilai uji banding sampel terhadap zat
pembanding, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Konsentrasi sampel dari kurva
Nilai uji banding = x 100 %
Konsentrasi sampel sebenarnya
B. Kerangka Pemikiran
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil metabolisme sekunder. Senyawa
golongan monoterpen dan seskuiterpen merupakan senyawa penyusun dominan
dalam minyak atsiri yang mempunyai bioaktivitas sebagai antibakteri. Proses
isolasi minyak atsiri dilakukan dengan destilasi stahl. Pemilihan metode stahl
lebih efisien bila dibandingkan dengan metode ekstraksi. Berdasarkan adanya
perbedaan metode pengambilan tersebut dimungkinkan akan berpengaruh
terhadap kadar senyawa golongan monoterpen dan sesquiterpen, sehingga akan
commit to user
mempengaruhi aktivitas antibakterinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak daun legundi telah dilakukan terhadap
beberapa bakteri gram positif dan gram negatif. Ekstrak petroleum eter dan
diklrometan dari daun legundi memberikan aktivitas tertinggi dibandingkan
ekstrak methanol, etanol maupun heksan (Hernandez dkk., 1999). Penelitian
Inouye dkk., (2001) menunjukkan bahwa senyawa terpenoid dari minyak atsiri
dari daun Piper batle seperti geraniol, mentol, terpinen-4-ol, linalool, kampor,
menton, D-limonen dan α-pinen memiliki aktivitas antibakteri. Berdasarkan
penelitian tersebut minyak atsiri daun legundi diduga memiliki aktivitas
penghambatan terhadap bakteri gram positif : Staphylococcus epidermidis,
Streptococcus pyogenes dan bakteri gram negatif: Proteus mirabilis, Shigella
flexneri.
Identifikasi komponen minyak atsiri daun legundi menggunakan analisa
data GC-MS. Dari data kromatogram diperoleh informasi jumlah senyawa yang
terdeteksi, sedangkan data spektra untuk mengidentifikasi struktur senyawa dalam
minyak atsiri daun legundi. Dari senyawa yang dapat diidentifikasi dapat
dilakukan penentuan senyawa aktif antibakteri berdasarkan data literatur
penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan.
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi sehingga
diperoleh Diameter Daerah Hambat (DDH) kemudian dapat ditentukan
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Hasil tersebut dapat digunakan untuk
mengetahui seberapa besar aktivitas antibakteri minyak atsiri daun legundi
terhadap masing-masing bakteri uji. Selain itu dilakukan uji banding antibakteri
minyak atsiri daun legundi terhadap pembanding sintetis yaitu amoksisilin dan
kloramfenikol. Hasil uji banding dapat digunakan untuk mengetahui seberapa
besar potensi minyak atsiri daun legundi (Vitex trifolia Linn.).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
C. Hipotesis
1. Kadar minyak atsiri yang diperoleh dari metode stahl lebih banyak
dibandingkan metode ekstraksi
2. Minyak atsiri daun legundi berpotensi sebagai anti bakteri terhadap bakteri
patogen gram positif : Staphylococcus epidermidis, Streptococcus pyogenes, dan
bakteri gram negatif : Proteus mirabilis, Shigella flexneri
3. Komponen minyak atsiri daun legundi meliputi senyawa golongan
monoterpen dan seskuiterpen yang berpotensi sebagai antibakteri
4. Potensi antibakteri minyak atsiri daun legundi lebih kecil dibandingkan
amoksisilin dan kloramfenikol
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental di laboratorium.
Isolasi minyak atsiri daun legundi (Vitex trifolia Linn) dilakukan dengan metode destilasi
stahl. Identifikasi komponen minyak atsiri dilakukan melalui pendekatan struktur dengan
metode spektrometri. Spektrometer yang digunakan merupakan gabungan kromatografi gas
dan spektrometer massa (GC-MS). Uji aktivitas minyak atsiri dilakukan dengan metode
difusi yang selanjutnya dilakukan penentuan KHM dan uji banding.
p. Cawan petri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
q. Pervorator diameter 6 mm
r. Tabung reaksi (pyrex)
s. Autoklaf (J.P. SELECTA Hotcold M)
t. Jarum ose
u. Spatula logam
v. Pembakar spirtus
w. GC-MS (QP2010S SHIMADZHU)
2. Bahan
a. Daun legundi dari daerah Magelang, Jawa Tengah
b. Na2SO4 anhidrous (Merck)
c. Aquades
d. Aquabidest
e. Kertas payung
f. Isolat Staphylococcus epidermidis (ATCC 1228)
g. Isolat Streptococcus pyogenes(ATCC 19430)
h. Isolat Proteus mirabilis (ATCC 12453)
i. Isolat Shigella flexneri (ATCC 91193)
j. Kapas
k. Alumunium foil
l. Media NA (Nutrien Agar) Merck
m. Media MHA (Muller Hinton Agar) Merck
n. Amoksisilin (Merck)
o. Kloramfenikol (Merck)
p. Alkohol 70%
q. Isopropil alkohol (Merck)
r. Buffer phosphat pH 7
s. DMSO (Merck)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
D. Prosedur Penelitian
1. Identifikasi dan determinasi bahan awal
Determinasi tanaman yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan di bagian
Taksonomi Biologi, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Determinasi berdasarkan
pada pengamatan ciri makroskopis tanaman legundi (Vitex trifolia Linn).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dari data kromatogram GC diperoleh informasi jumlah senyawa yang terdeteksi dan
dari spektra GC–MS didapatkan struktur senyawa yang terdeteksi dalam minyak atsiri daun
legundi dengan membandingkan dengan data sekunder dari literatur.
Dari uji antibakteri dengan metode difusi akan didapat nilai diameter zona hambatan
pertumbuhan bakteri dan kemudian akan dibandingkan dengan zona hambat antibiotik
sintesis (amoksisilin dan kloramfenikol). Dari hasil yang diperoleh kemudian dibuat kurva
standar antara log konsentrasi (ppm) terhadap diameter hambatan (mm). Kurva ini digunakan
sebagai pembanding bagi sampel yang memiliki aktivitas antibakteri tertinggi dengan cara
menarik garis lurus yang memotong kurva baku dan diameter hasil pengamatan sehingga
diperoleh harga log konsentrasi dan kemudian dihitung antilognya untuk mendapatkan
konsentrasi yang sebenarnya. Nilai banding sampel terhadap standar amoksisilin dan
kloramfenikol dapat dihitung dengan persamaan:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAAN
A. Persiapan sampel
Daun Vitex trifolia Linn. dicuci pada air mengalir kemudian diangin-
anginkan sampai layu kurang lebih satu minggu. Proses pengeringan ini bertujuan
untuk mengurangi kadar air hingga kadar air dalam simplisia menjadi ≤ 10%,
sehingga dapat meminimalkan pertumbuhan jamur selama proses penyimpanan
simplisia.
Daun Vitex trifolia Linn. setengah kering diserbuk kasar sebelum
dilakukan penyulingan. Penghalusan simplisia bertujuan untuk membuka
kelenjar minyak sebanyak mungkin sehingga mempermudah penguapan minyak
atsiri saat proses destilasi. Hal ini dikarenakan minyak atsiri dikelilingi oleh
kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh, dan kantung minyak. Apabila dibiarkan
utuh, maka proses difusi minyak atsiri berlangsung sangat lambat (Ketaren,
1987). Simplisia yang telah diserbuk sesegera mungkin didestilasi untuk
mengurangi kehilangan minyak atsiri sebelum proses isolasi.
dengan natrium sulfat anhidrat untuk mengikat sisa-sisa air sehingga diperoleh
minyak atsiri. Minyak atsiri yang diperoleh dari hasil penelitian ini berupa cairan
berwarna kuning jernih dan berbau khas dengan kadar 0,20% (v/b). Hasil ini tidak
berbeda jauh dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Shanosaki,.
Berdasarkan penelitiannya kadar minyak atsiri daun legundi (Vitex trifolia Linn)
yang berasal dari Jepang sebesar 0,11-0,28%. Kandungan minyak atsiri dalam
suatu bahan tergantung umur tanaman dan kandungan mineral tempat hidupnya.
Faktor fisika dan kimia juga dapat berpengaruh. Faktor fisika disebabkan oleh
proses pengeringan dan penyimpanan. Selama proses pengeringan, minyak atsiri
yang menguap lebih besar dibanding pada saat penyimpanan. Karena pada saat
pengeringan daun masih mengandung sebagian besar air di dalam sel dan dengan
proses difusi akan membawa minyak ke permukaan kemudian menguap karena
sinar matahari. Kadar dan mutu minyak juga dipengaruhi oleh keadaan geografis
tanaman itu tumbuh. Cara isolasi minyak atsiri juga berpengaruh dalam proses
mendapatkan minyak atsiri contohnya ukuran potongan daun juga berpengaruh
terhadap rendemen minyak atsiri legundi (Trisnowati,2008).
Menurut Ketaren (1987) lingkungan juga bisa mempengaruhi kadar dan
kualitas minyak yang dihasilkan. Penyimpanan pada tempat yang terbuka
menyebabkan sejumlah minyak akan menguap disertai pula oleh proses oksidasi
sehingga menyebabkan sejumlah minyak akan menguap disertai pula oleh proses
oksidasi sehingga menyebabkan penurunan mutu minyak tersebut. Faktor kimia
disebabkan oleh komponen dalam minyak atsiri sebagian terdiri dari senyawa
yang mengandung heteroatom oksigen seperti alkohol, aldehid, dan oksida
beberapa minyak atsiri bahkan mengandung senyawa-senyawa tersebut dalam
jumlah besar. Adanya heteroatom oksigen menyebabkan senyawa-senyawa
tersebut mudah terurai (Ketaren,1987).
puncak yang dihasilkan menjadi lebar (tidak tajam) dan sebagian puncak tersebut
juga membentuk ekor. Begitu juga dengan garis dasarnya tidsk rata dan terlihat
bergelombang. Bahkan kemungkinan besar komponen yang bersifat non polar
tidak akan terdeteksi sama sekali (Agusta, 2000). Menurut Stanley dan Sembiring
(2003) beberapa molekul tertentu tidak memperlihatkan puncak dalam analisis
spectrum massa karena ion pecah sama sekali sebelum terdeteksi. Puncak dapat
terdeteksi dengan cara menurunkan voltase pengionan elektron. Ion molekul yang
tidak pecah menyebabkan terjadinya puncak.
Vitex trifolia Linn. secara tradisional sering digunakan sebagai obat luka
dan germicid (pembunuh kuman) dengan kata lain sebagai aktivitas antibakteri
(Hariana, 2002). Penelitian selanjutnya dilakukan untuk mengetahui potensi
antibakteri minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. dibandingkan amoksisilin dan
kloramfenikol terhadap Shigella flexneri, Proteus mirabilis, Streptococcus
pyogenes dan Staphylococcus epidermidis.
minimumnya dan mengetahui nilai banding potensi antibakteri minyak atsiri daun
Vitex trifolia Linn. terhadap amoksisilin dan kloramfenikol.
Variasi konsentrasi minyak atsiri dibuat dengan melarutkan minyak atsiri
ke dalam DMSO karena DMSO dapat melarutkan minyak atsiri dan tidak mudah
menguap pada suhu ruangan, harganya lebih murah dibandingkan pelarut organik
lain dan DMSO tidak mempunyai aktivitas antibakteri sehingga keberadaan
DMSO sebagai pelarut minyak atsiri tidak berpengaruh pada besarnya aktivitas
penghambatan minyak atsiri terhadap bakteri uji yang dibuktikan dengan uji
kontrol negatif. Hasil uji aktivitas antibakteri minyak atsiri daun Vitex trifolia
Linn. konsentrsi 100%, 75%, 50% dan 25% terhadap bakteri Shigella flexneri,
Proteus mirabilis, Streptococcus pyogenesis dan Staphylococcus epidermidis
disajikan dalam tabel 3.
Tabel 3. Data DDH minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn terhadap bakteri uji
Konsentrasi Rata-rata DDH ± SD (mm)
minyak Sh. flexneri P. S. pyogenes S.epidermidis
atsiri (v/b) mirabilis
100% 17,04 ± 0,48 10,32± 0,63 17,04± 0,67 17,39± 2,89
75% 14,01±1,42 9,52 ± 0,49 15,38 ± 0,54 14,55± 3,81
50% 13,35±1,56 8,87 ± 0,79 13,05 ± 1,05 12,47± 0,39
25% 13,24±0,15 8,56 ± 0,66 11,79 ± 1,55 12,17± 0,27
Keterangan: Rata-rata hasil 3x pengujian
Hasil uji diatas menunjukkan bahwa minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn.
mampu menghambat pertumbuhan keempat bakteri uji. Aktivitas penghambatan
minyak atsiri konsentrasi 100% > 75% > 50% > 25%. Hal ini disebabkan karena
semakin besar konsentrasi minyak atsiri maka semakin besar pula konsentrasi zat
aktif yang terkandung didalamnya sehingga semakin besar kemampuannya dalam
menghambat pertumbuhan bakteri.
Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antibakteri pada tabel 6, selanjutnya
dilakukan analisis data secara statistik untuk mengetahui secara pasti apakah
terdapat perbedaan yang nyata terhadap aktivitas antibakteri minyak atsiri daun
Vitex trifolia Linn yang disebabkan oleh variasi konsentrasi minyak atsiri. Uji
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
terdalam) untuk melakukan aktivitasnya dapat dicegah (Jawetz et al,2005). Hal ini
yang menyebabkan zat antibakteri kurang efektif terhadap beberapa bakteri gram
negatif (Siswandono dan Soekardjo,2000).
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa Diameter Daerah Hambat
minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. terhadap Steptococcus pyogenes dan
Staphylococcus epidermidis lebih besar dibandingkan Shigella flexneri dan
Proteus mirabilis meskipun Shigella flexneri dan Proteus mirabilis sama-sama
tergolong bakteri gram negatif menunjukkan Diameter Daerah Hambat yang
berbeda. Hal ini dikarenakan setiap bakteri mempunyai sifat dan ketahanan yang
berbeda-beda terhadap suatu antibakteri walaupun bakteri tersebut termasuk
dalam satu golongan yang sama (Jawetz et al., 2005). Semakin kurang permeabel
suatu selaput luar dari bakteri maka semakin sulit suatu zat antibakteri untuk
menembusnya.
Hasil uji statistik ANOVA dan LSD yang telah dilakukan, memberikan
informasi bahwa besarnya daerah hambatan dipengaruhi oleh konsentrasi minyak
atsiri serta jenis bakteri. Mekanisme penghambatan minyak atsiri terhadap
pertumbuhan bakteri Shigella flexneri, Proteus mirabilis, Streptococcus pyogenes
dan Staphylococcus epidermidis belum diketahui secara pasti karena minyak atsiri
bukan merupakan senyawa tunggal melainkan merupakan campuran dari senyawa
golongan monoterpen dan seskuiterpen. Banyaknya komponen kimia yang
terkandung dalam minyak atsiri, memungkinkan aktivitas kerja antibakterinya
tidak hanya melalui satu cara yang spesifik melainkan ada beberapa cara dan
target pada sel bakteri. Jumlah senyawa golongan monoterpen dan sesquiterpen
yang dapat diisolasi dari daun legundi juga akan berpengaruh pada aktivitas
antibakteri. Berdasarkan literatur penelitian-penielitian sebelumnya menjelaskan
bahwa yang sangat dominan bersifat aktif terhadap antibakteri adalah senyawa
golongan monoterpen. Dari hasil data GC-MS ditunjukkan senyawa golongan
monoterpen yang lebih dominan sehingga kuat lemahnya aktivitas antibakteri di
pengaruhi oleh jumlah senyawa golongan monoterpen yang terkandung dalam
minyak atsiri daun legundi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
minyak atsiri 5%; 3,1%; 2%; 1,2%; 1%; 0,5%; 0,25% dan 0,1% menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadap daerah hambatan pada masing-masing bakteri uji.
Hasil analisis lebih lanjut dengan menggunakan metode LSD diketahui bahwa,
perbedaan yang tidak nyata ditunjukkan oleh konsentrasi 0,1% dengan 0,25% dan
0,5% dengan 0,1% terhadap Sh.flexneri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Berdasarkan hasil uji KHM baik terhadap minyak atsiri daun Vitex trifolia
Linn maupun amoksisilin dan kloramfenikol, selanjutnya digunakan untuk
penetapan potensi anti bakteri minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn.
dibandingkan terhadap amoksisilin dan kloramfenikol.
relatif dalam minyak atsiri tanaman mempunyai efek dalam aktivitas antimikroba
pada organisme. Aktivitas antibakteri dari minyak atsiri tergantung pada
komposisi minyak atsiri serta jenis tipe konsentrasi dari mikroorganisme target
(Kan, 2006).
Hasil identifikasi komponen utama minyak atsiri daun legundi tersusun
atas senyawa terpenoid yaitu monoterpen dan seskuiterpen. Aktivitas antibakteri
pada minyak atsiri ini sulit dihubungkan dengan komponen atau senyawa yang
khusus, hal ini dikarenakan kompleksitas dan variabilitas senyawa-senyawa yang
terkandung di dalamnya. Secara umum aktivitas antibakteri berhubungan dengan
struktur terpen C10 dan C15 serta gugus hidroksil yang memiliki kemampuan
untuk membentuk ikatan hidrogen dengan sisi aktif enzim target meskipun
senyawa aktif lain seperti alkohol, aldehid dan ester juga dapt berkontribusi
sebagai antubakteri minyak atsiri (Bulleti,2004).
Komponen minyak atsiri yang diduga berperan aktif sebagai antibakteri
adalah sabinen (9,20%), α-pinen (10,18%), 1,8 sineol (18,94%), α-terpineol asetat
(7,98%), kariofilen (15,81%), dan 3-sikloheksan-1-ol (5,33%). Senyawa α-pinen
merupakan senyawa terpenoid yang dikenal mempunyai efek antimikroba
(Lee,2000: Erindra dan Maryati, 2002). Menurut Filipoiwes (2003) α-pinen
memiliki kemampuan untuk merusak integritas seluler dan respon penghambatan
serta dapat merusak proses transport.
Senyawa sabinen merupakan komponen utama penyusun batang teh yang
bersifat antibakteri (Dewick, 2002). Sedangkan 1,8 sineol sendiri merupakan
suatu senyawa monoterpen yang teroksidasi yang merupakan senyawa antibakteri
kuat terutama bakteri positif dan antijamur.
Senyawa kariofilen merupakan senyawa golongan seskuiterpen yang
punya efek antiinflamasi, antibakteri dan pencegah kuman walaupun tidak sekuat
kariofilen oksida. Adanya kandungan senyawa tersebut memungkinkan minyak
atsiri daun legundi ini mepunyai efek penghambatan terhadap bakteri Sh.flexneri.
S.pyogenes, S.epidermidis dan P.mirabilis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Kadar minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn yang diisolasi dengan metode destilasi Stahl
sebesar 0,2 % (v/b)
2. Minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn aktif terhadap bakteri Shigella flexneri, Proteus
mirabilis, Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus epidermidis.
3. Identifikasi komponen minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn. dengan analisa data GC-MS
diperoleh senyawa golongan monoterpen dan seskuiterpen. Senyawa golongan
monoterpen adalah α-tuyan, α-pinen, sabinen, β-pinen, mirsen, α–terpinen, 1,8 sineol, γ–
terpinen, terpinolen, 3-sikloheksan-1-ol, linalil propionat, α-terpineol asetat dan α–
terpineol sedangkan golongan seskuiterpen terdiri dari kariofilen oksida, azulen, α-
humulen, germakren, Δ-kadinen dan kariofilen.
4. Potensi antibakteri minyak atsiri daun Vitex trifolia Linn terhadap keempat bakteri uji lebih
kecil dibandingkan amoksisilin dan kloramfenikol.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan percobaan yang telah dilakukan, penulis memberikan
saran bahwa perlu dilakukan isolasi senyawa aktif dalam minyak atsiri daun legundi dan
dilakukan uji aktivitas antibakteri masing–masing komponen sehingga diketahui senyawa aktif
yang bersifat antibakteri dalam minyak atsiri daun legundi (Vitex trifolia Linn.).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA.
Achmad, S.A., 1986. Kimia Organik dan Bahan Alam. Modul 1-6. Karunka. Jakarta.
Agusta, 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. ITB. Bandung
Akmal, 1996. Tanaman Obat Pilihan. Yayasan Sidowayah. Jakarta
Anonim, 1978. Materia Medika Indonesia. Jilid II Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Anonim, 1994. Buku Ajar Mikrobiologi kedokteran. Edisi revisi. Staff Pengajar Fakultas
Kedokteran UI. 103 – 111, 163 – 165. Binarupa Aksara. Jakarta.
Anonim, 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. DepKes RI. Jakarta.
Black, J.G., 1999. Microbiology Principles and exploration. Prentice Hall. New York.
Chatim dan Suharto, 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Binarupa Aksara.
Jakarta.
Collier, Leslie dkk., 1998. Topley & Wilson’s Microbiology And Microbial Infections Ninth
Edition Volume 2 Systematic Bacteriology. Oxford University Press. New York.
Dewick, Paul M., 2002. Medicinal Natural Products. John Wiley & Sons, hal 167 – 204. New
York
Funke BR, Tortora GJ, Case CL, 2004. Microbiology: an introduction. Edisi kedelapan.
Benjamin Cummings. San Francisco.
Geetha V., Doss A., dan Pichai Anthoni Doss A., 2004. Antimicrobial Potential of Vitex trifolia
Linn. Journal Ancient science of Life. Vol XXIII. India
Gholib, G., DEA., dkk., 2009. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Gilbert, P., P. J. Collier, dan M. R. W. Brown, 1990. Influence of the growth rate on
susceptibility to antimicrobial agents: biofilms, cell cycle, dormancy, and stringent
response. Antimicrob. Agents Chemother. 34:1865-1868
Hariana, A., 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiat II. Penebar Swadaya. Jakarta
Haryanto, S., 2009. Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia. Palmall. Yogyakarta.
Hernandez MM, Heraso C, Villareal ML, Vargas Arispuro I and Aranda E., 1999. “Biological
activities of crude plant extracts from Vitex trifolia L”. J.Ethnopharmacol., 67: 37-44
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Diterjemahkan oleh Badan Litbang
Kehutanan. Yayasan Sarana Warna Jaya. Jakarta
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Hossain MM, Paul N, Sohrab MH, Rahman E and Rashid MA., 2001. “Antibacterial activity of
Vitex trifolia”. Fitoterapi. 72: 695-697.
Inouye, S, Takizawa, T, dan Yamaguchi, H. 2001. “Antibacterial activity of essential oil and
their major constituents against respiratory by gaseous contat”. Journal of Antimicrobial
Chemoterapy. 47:565-573.
Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg E.A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika.
Jakarta
Jodi A. Lindsay, 2008. Staphylococcus: molecular genetics. Caister Academic Press. Page 109-
111.
Katzung, B.G., Trevor, A.J. (Eds.)., 1994. Buku Bantu Farmakologi. EGC. Jakarta
Ketaren, 1987. Minyak Atsiri, UI Press, terjemahan : Guenther. E., 1947. Essential Oils, Vol 1,
John Willey and Sons, New York, Hal : 21- 25, 90, 132 – 134, 244-245.
Khopkar, S. M., 1990. Dasar Kimia Analitik, diterjemahkan oleh Saptorahardjo, A., Cetakan ke
1. UI Press. Jakarta.
Lenny, S., 2006. Senyawa Terpenoid dan Steroid. Universitas Sumatera Utara. Medan
Li WX, Cui CB, Cai B, Wang HY dan Yao XS. 2005. “Flavonoids from Vitex trifolia L. inhibit
cell cycle progression at G2/M phase abd induce apoptosis in mammalian cancer cells”.
J. Asian Nat. Prod. Res., 7: 615-626
Mahmud, S. Shareef, H. Farrukh, U. Kamil A. and Rizwani G.H., 2009. “Antifungal activities of
Vitex negundo Linn”. Pak. J. Bot., 41(4): 1941-1943.
Manjunatha, B.K., dan Vidua, S.M., 2008. “Hepatoprotective activity of Vitex trifolia against
carbon tetrachloride-induced hepatic damage”. Indian J. Pharm. Sci., 70 (2): 238-241.
Manitto, Paolo., Penerjemah: Koensoemardiyah, 1991. Biosintesis Produk Alami. IKIP
Semarang Press. Semarang.
Natta, Orapin, Kritika dan Pantip, 2008. “Essential oil from five Zingi Medanberaceae for anti-
food-borne bacteria”. International Food Reserch Journal. 15(3):337-346
Ono, M., Ito, Y., dan Nohara, T., 2001. “Four new halimane-type diterpenes, Vitetrifoilns D-G,
from fruit of Vitex trifolia”. Chem. Pharm. Bull. 49(9): 1220-1222.
Padmawinata, K., dan Sudiro, I., 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menanalisis
Tumbuhan. ITB. Bandung, Terjemahan : Phytochemical Methods, Harborne, J.B., 1973,
Chapman and Hall 1 td, London.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pelczar, M. J., Chan. E. C. S, Pelczar, M. F., Penerjemah: Hadioetomo, R, S. Dkk., 1986. Dasar-
dasar Mikrobiologi. Jilid I. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Pratiwi, S., 2008. Mikrobiologi Farmasi. Gelora Aksara Pratama. Jakarta
Procop GW, 2003. Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella & Salmonella
Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current Diagnosis and
Treatment in Infectious Disease. New York: Lange Medical Books. 584 - 66.
Ramesh, P., Nair, A.G.R., Subramanian, S.S., 1986. “Flavone glycosides of Vitex trifolia”.
Fitoterapi LVII (4), 282-283.
Ryan KJ, Ray CG, 2004. Sherris Medical Microbiology. Edisi keempat. McGraw Hil.
Ritschel WA., 1976. Handbook of Basic Pharmacokinetics. Hamilton : Drug Intelligence
Publication. Inc.
Roth, H.J., Gottfried Blaschke., 1981. Analisis Farmasi. UGM Press. Yogyakarta.
Satrohamidjojo, H, 2004. Kimia Minyak Atsiri. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal :
13-14.
Setyabudi, Rianto, 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Gaya Baru. Jakarta. Hal 700-702
Siswandono dan Bambang Soekardjo, 2000. Kimia Medicinal. Airlangga University Press.
Surabaya.
Sjahrurachman, A., 1996. Resistensi Bakteri terhadap Aminoglikosida. Cermin Dunia
Kedokteran No. 108: 49
Sudarsono, Gunawan, D., dan Wahyuono, S., 2002. Tumbuhan Obat II : Hasil Penelitian, Sifat-
Sifat dan Penggunaannya, 187. Pusat Studi Obat Tradisional UGM. Yogyakarta
Sudaryanti, T dan Sugiharti, E., 1990. Budidaya dan Penyulingan Nilam. Penebar Swadaya.
Jakarta
Thenmozhi S., Shanmuga R., Jena Prabhat Kumar dan Choudhury Golak Bihari, 2011.
Pharmacognistical and Phytochemical Investigation on Leaves of Vitex trifolia
linn.Journal of Pharmacy Research 4(4).1259-1262.
Thomas, A.N.S., 1996. Tanaman Obat Tradisional I & II. Kanisius. Yogyakarta
Tortono, Gerard J., 1994. Microbiology, an Introduction. Fifth Edition, The
Benjamins/Cumnings Publishing Company Inc.
Tyler, V.E.1981, Pharmaconogsy. Edisi kedelapan. Lea and Febinger. Philadelphia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user