You are on page 1of 5

"Kasus Suap Wali Kota Kendari Rp 2,8 Miliar untuk Kampanye Ayahnya di

Pilgub Sultra",

JAKARTA, KOMPAS.com — Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra terjerat kasus
dugaan korupsi sebesar Rp 2,8 miliar terkait pengadaan barang dan jasa di
lingkungan Pemkab Kendari tahun 2017-2018. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi Basaria Pandjaitan mengatakan, suap Rp 2,8 miliar itu diduga hendak
digunakan Adriatma untuk biaya kampanye ayahnya, Asrun. Asrun, mantan Wali
Kota Kendari dua periode, kini sebagai calon gubernur Sulawesi Tenggara periode
2018-2023. "Permintaan (uang) wali kota (Adriatma) untuk kepentingan biaya politik
yang diperlukan cagub (Asrun) ayah yang bersangkutan," kata Basaria, dalam jumpa
pers di kantor KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (1/3/2018). Uang tersebut berasal dari
bos PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah. Sebesar Rp 1,5 miliar
ditarik dari Bank Mega dan Rp 1,3 Miliar diambil dari kas perusahaan. Basaria
mengatakan, PT SBN kerap mendapatkan proyek dari Wali Kota Kendari. PT SBN
merupakan rekanan kontraktor jalan di Pemkab Kendari sejak 2012. Kemudian, pada
Januari 2018, PT SBN memenangkan lelang proyek jalan di Kendari dengan nilai
proyek Rp 60 miliar. "Ada permintaan ADR kepada HAS untuk biaya politik yang
semakin tinggi," kata Basaria. Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang
sebagai tersangka, yakni Adriatma, Asrun, Hasmun, dan Fatmawaty Faqih.
Fatmawaty adalah mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah
(BPKAD) Kota Kendari. Setelah memastikan ada indikasi kuat telah terjadi
transaksi, pada Selasa 27 Februari 2018 malam, berturut-turut KPK membawa dua
orang pegawai PT SBN berinisial H dan R di kediamannya masing-masing. Selang
beberapa jam atau Rabu dini hari, tim KPK membawa Adriatma di kediamannya dan
menyusul kemudian Asrun dan Fatmawati. "Enam orang tersebut dibawa ke Polda
Sultra untuk dimintai keterangan dan tim melakukan klarifikasi atas informasi yang
diterima dari masyarakat," terang Basaria.

https://nasional.kompas.com/read/2018/03/01/16160971/kasus-suap-wali-kota-
kendari-rp-28-miliar-untuk-kampanye-ayahnya-di-pilgub
Analisis kasus

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Walikota Kendari


periode 2017-2022 Adriatma Dwi Putra (ADP) sebagai tersangka kasus korupsi
bersama dengan Asrun (ASR) yang merupakan ayahnya sekaligus Calon Gubernur
Sulawesi Tenggara (Sultra) sekaligus mantan Bupati Kendari dua periode 2007-2017
dan juga Fatmawati Faqih (FF), mantan Kepala BPKAD Kendari.

Basaria menyebutkan, operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan


terhadap keempat tersangka terkait dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa
di Pemerintah Kota Kendari Tahun 2017-2018. Ia juga mengatakan, uang yang
diterima oleh ASR diindikasikan untuk kebutuhan kampanye ASR sebagai calon
gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) pada Pilkada Serentak 2018.

Menurut kronologis kasus di atas dengan tindakan KPK yang telah


memastikan adanya indikasi seseorang melakukan tindak pidana korupsi maka
mengenai operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK telah sesuai
pasal 1 angka (19) KUHAP karena OTT itu dilakukan segera setelah beberapa saat
tindak pidana itu dilakukan.

Berikut adalah Pasal 1 angka (19) KUHAP yang berbunyi :

“Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang


melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak
pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai
sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya
ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan
tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut
melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu”.

Jika dikaitkan dengan norma-norma dalam KUHAP, Tertangkap Tangan


memang akan menjadi bagian dari norma, dan untuk itu perlu ditelusuri ketentuan-
ketentuan berikutnya dalam KUHAP yang menggunakan istilah Tertangkap Tangan
tersebut. Sebagai contoh, jika ditelusuri istilah Tertangkap Tangan baru menjadi
bagian dari suatu norma yaitu pada pasal 18 Ayat (2) KUHAP. Pasal tersebut
selengkapnya berisi:

Pasal 18 ayat 2 KUHAP , berbunyi :

Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat perintah,


dengan ketentuan bahwa penangkapan harus segera menyerahkan
tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik
pembantu yang terdekat.

Kronologi peristiwa ini, kata Basaria terjadi pada 26 Februari 2018 lalu saat
tim KPK menerima informasi adanya penarikan dana sebesar . Sebesar Rp 1,5 miliar
ditarik dari Bank Mega dan Rp 1,3 Miliar diambil dari kas perusahaan yang
dilakukan salah satu staf PT SBN. Kemudian teridentifikasi komunikasi dugaan
peruntukan uang kepada pihak terkait Walikota.

Dari beberapa bukti pada kasus ini sudah memenuhi unsur-unsur jenis alat
bukti yang tertuang pada Pasal 26A UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Khusus. Pasal 26 A Yang berbunyi :

a. alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim,


diterima, atau disimpan secara elektronik dengan air optik atau yang
serupa dengan itu; dan
b. dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dijabat,
dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa
bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik
apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang
berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda,
angka, atau perforasi yang memiliki makna.

Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam, kemudian proses gelar perkara


disimpulkan adanya tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh
Walikota Kendari secara bersama-sama," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di
kantornya,
Sebagai pihak pemberi, Hasmun dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b
atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Bunyi Pasal 5 ayat (1) :

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya.

Sedangkan sebagai penerima, Adriatma, Asrun, dan Fatmawati dijerat dengan


Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Bunyi Pasal 12 Huruf a atau b :

Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
c. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah
atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau
janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan
dengan kewajibannya;
d. pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut
diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan
atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajibannya;

Daftar Pustaka

http://raypratama.blogspot.co.id/2012/02/alat-bukti-dan-barang-bukti.html

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a9847df3e36b/walikota-kendari-dan-
ayahnya-resmi-jadi-tersangka-suap

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/18/03/01/p4wpx1409-kpk-
tetapkan-wali-kota-kendari-sebagai-tersangka

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt503edf703889a/ancaman-pidana-bagi-
pemberi-dan-penerima-gratifikasi

You might also like