Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
MUHAMAD IMRON
201501033
PURWAKARTA
2017
1. HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM
A. Pengertian Hakikat
Hakikat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia di artikan inti sari atau dasar juga diartikan
kenyataan yang sebenarnya (sesungguhnya). Hakikat juga bisa dikatakan inti dari segala
sesuatu.atau yang menjadi jiwa sesuatu. Di kalangan tasawuf orang mencari hakikat diri
manusia yang sebenarnya karena itu muncul kata-kata diri mencari sebenar-benarnya. Jadi
Sama halnya dengan pengertian dalam mencari suatu hakikat roh, nyawa dan lain-lain.
B. Konsep Manusia
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘manusia’ diartikan sebagai ‘makhluk yang berakal
budi (mampu menguasai makhluk lain); insan; orang’ (1989:558). Menurut pengertian ini
manusia adalah makhluk Tuhan yang diberi potensi akal dan budi, nalar dan moral untuk
dapat menguasai makhluk lainnya demi kemakmuran dan kemaslahatannya. Sedangkan
dalam bahasa Arab, kata ‘manusia’ ini bersepadan dengan kata-kata al-nas, basyar, insan,
mar’u, ins dan lain-lain. Kata “Basyar” dalam Al-Qur’an disebut 27 kali, memberikan
referensi pada manusia sebagai mahkluk Biologis. Adapun acuan pendapat ini adalah surat
Ali Imran [3]:47; Al-Kahfi[18]:110; Fushshilat [41]:6; Al-Furqan [25]:7; dan 20; dan Yusuf
[12]:31.
Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah, dan
mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai
kemampuan. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal tanah dengan mempergunakan
bermacam-macam istilah, seperti : Turab, Thien, Shal-shal, dan Sualalah. Hal ini dapat
diartikan bahwa jasad manusia diciptakan Allah dari bermacam-macam unsur kimiawi yang
terdapat dari tanah. Adapun tahapan-tahapan dalam proses selanjutnya, al-Quran tidak
menjelaskan secara rinci.[1] Manusia yang sekarang ini, prosesnya dapat diamati meskipun
secara bersusah payah. Berdasarkan pengamatan yang mendalam dapat diketahui bahwa
manusia dilahirkan ibu dari rahimnya yang proses penciptaannya dimulai sejak pertemuan
antara permatozoa dengan ovum.
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah kepada penciptanya yaitu Allah.
Pengertian penyembahan kepada Allah tidak boleh hanya diartikan secara sempit, dengan
hanya membayangkan aspek ritual yang hanya tercermin dalam shalat saja. Pengertian
penyembahan berarti ketundukan manusia pada Allah dalam menjalankan kehidupan dimuka
bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertical (manusia dengan Tuhan) maupun
horizontal (manusia dengan manusia dan alam semesta).[1] Dalam hukum Allah tentunya
memuat berbagai macam peraturan yang mengatur kehidupan manusia dengan tujuan
terciptanyan kehidupan yang adil, dami dan tentram.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Dzariyat ayat 56-58 Allah berfirman, yang artinya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya ia menyembahku. Aku tidak
menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka
memberi aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi Rezeki yang mempunyai
kekuatan lagi Sangat Kokoh”.
1. Fungsi dan Peranan Manusia
“Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat: sesungguhnya aku hendak
menjadikanmu sebagai khalifah di muka bumi”, mereka berkata: mengapa engkau hendak
menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan
mensucikan engkau?”. Allah berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui”.
Dari ayat tersebut dapat diambil pengertian bahwa fungsi dan peranan manusia sebagai
khalifah atau pemimpin dimuka bumi ini. Sehingga peran yang dilakukan sesuai ketetapan
Allah, di antaranya yaitu:
Belajar tentunya membuat seseorang mengetahui banyak hal yang sebelumnya ia belum
mengetahuinya. Belajar dinyatakan pada surat al-‘Alaq ayat 1 adalah mempelajari ilmu Allah
dan ayat kedua dijelaskan juga yang termasuk ilmu Allah adalah al-Kitab. Jadi tidak lain ilmu
Allah yang berwujud al-Qur’an dan ciptaanNya.[1]
Selain belajar khalifatullah juga harus mengajarkan ilmu yang didapat. Ilmu yang diajarkan
tidak hanya ilmu yang dikarang manusia akan tetapi juga ilmu Allah yaitu al-Qur’an dan al-
Bayan (ilmu pengetauan).[2] Dalam Al-Qur’an itu sendiri berisi berbagai aturan yang
mengatur kehidupan manusia. Al-Qura’an digunakan sebagai pedoman hidup manusia,
sehingga dengan mengajarkan al-Qur’an berarti mengajarkan cara hidup yang benar menurut
Allah SWT.
Ilmu yang sudah didapat tidah hanya disampaikan orang lain, tetapi yang utama ialah untuk
diamalkan oleh diri sendiri terlebih dahulu sehingga membudaya seperti yang di contohkan
oleh nabi SAW yaitu setelah diri sendiri dan keluarganya,kemudian teman dekatnya dan baru
orang lain. Proses pembudidayaan ilmu Allah berjalan seperti proses pembentukan
kepribadian dan proses iman. Tau, mau, dan melakukan apa yang diketahui.
Makna yang esensial dari kata ‘abf (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan.
Ketaatan dan ketundukan dan ketaatan seorang manusia sebagai hamba hanta ditujukan,
diberikan kepada Allah. Kepatuhan kepada Allah ditunjukkan dengan selalu mematuhi
perintahNya dan menjahui laranganNya.
Al-Qur;an telah menjelaskan bahwa manusia diciptakan didunia ini adalah sebagai khalifah
atau wakil-Nya dalam pengertian ia memperoleh mandat dari Allah untuk mewujudkan
kemakmuran dimuka Bumi.[1] Dengan ini manusia berkewajipan menegakkan kebenaran,
kebaikan, mewujudkan kedamaian, menghapuskan kemungkaran serta penyelewengan dan
penyimpangan dari jalan Allah.
Artinya :
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: Sesungguhnya Aku jadikan di
bumi seorang Khalifah. Berkata Malaikat: Adakah Engkau hendak jadikan di muka bumi ini
orang yang melakukan kerusakan dan menumpahkan darah, sedangkan kami sentiasa
bertasbih dan bertaqdis dengan memuji Engkau? Jawab Allah: Aku lebih mengetahui apa
yang kamu tidak ketahui.”
(Al-Baqarah:30)
B. Demokrasi
Menurut H. Harris Soche (1985), Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat,
karena itu kekuasaan pemerintah itu melekat pada diri rakyat atau diri orang banyak dan
merupakan hak bagi rakyat dan orang banyak untuk mengatur, mempertahankan dan
melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi
untuk memerintah.
Etika (etimologi), berasal dari bahasa Yunani ”Ethos” yang berarti watak kesusilaan atau
adat. Identik dengan perkataan moral yang berasal dari kata lain “Mos” yang dalam bentuk
jamaknya “Mores” yang berarti juga adat atau cara hidup (Zubair, 1987:13).
Etika dalam islam disebut akhlak. Berasal dari bahasa Arab al-akhlak yang merupakan
bentukjamakdari al-khuluq yang berartibudipekerti, tabiat atau watak yang tercantum dalam
al-qur’an sebagai konsideran. (Pertimbangan yg menjadi dasar penetapan
keputusan,peraturan
Istilah etika dalam ajaran Islam tidak sama dengan apa yang diartikan oleh para ilmuan barat.
Bila etika barat sifatnya ”antroposentrik” (berkisar sekitar manusia), maka etika islam
bersipat ”teosentrik” (berkisar sekitar Tuhan). Dalam etika Islam suatu perbuatan selalu
dihubungkan dengan amal saleh atau dosa dengan pahala atau siksa, dengan surga atau
neraka (Musnamar, 1986
Definisi moral
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan
bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu
kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis,
kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti
yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’,
maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan
bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang
membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari
bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak
bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma
etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu
bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak
baik.
Definisi akhlak
“akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. (ibnu miskawiah)
A. ILMU PENGETAHUAN
B. TEKNOLOGI
C. SENI
1. Ki Hajar Dewantara, Seni merupakan segala perbuatan mansia yang timbul dari
perasaannya dan bersifat indah hingga dapat menggerakan jiwa perasaan manusia.
2. Prof. Drs. Suwaji Bastomi, Seni adalah aktifitas batin dengan pengalaman estetik
yang dinyatakan dalam bentuk agung yang mempunyai daya membangkitkan rasa
takjub dan haru.
3. Drs. Sudarmaji, Seni adalah segala manisvestasi batin dan pengalaman estetis dengan
menggunakan media bidang, garis, warna, tekstur, volume dan gelap terang.
4. Enslikopedia Indonesia, Seni adalah penciptaan segala sesuatu hal atau bendayang
karena keindahannya orang senang melihatnya atau mendengarkan.
2. Memikirkan perihal pembentukan, susunan dan evolusi alam semesta dalam tinjauan
astronomi merupakan cara mengenal kekuasaan Allah yang pada gilirannya akan
memperkuat Aqidah.
4. Salah satu pilar penting kemajuan suatu bangsa adalah bergantung pada kemajuan
penguasaan terhadap ilmu dan teknologi. Ilmu dan teknologi membawa bangsa ke
derajat kemuliaan, kebahagiaan dan kekuasaan.
E. KEUTAMAAN BERILMU
1. Orang yang berilmu itu sangat dimuliakan Allah, karena itu umat Islam diwajibkan
menuntut ilmu sepanjang hayatnya. (Al-Hadits)
2. Orang yang beriman dan berilmu dijamin oleh Allah akan ditinggikan derajatnya,
bahkan tidurnya orang yang berilmu itu lebih utama daripada ibadahnya orang bodoh.
(QS.58:11)
3. Di antara yang lebih berhak untuk dijadikan sebagai pemimpin adalah mereka yang
lebih tinggi ilmunya (Q.S.2:247)
4. Orang yang berilmu merupakan salah satu pilar dalam tegaknya kehidupan dunia (Al-
Hadits)
5. Orang yang paling takut kepada Allah adalah orang yang berilmu (Q.S. 35:28)
6. Manusia diangkat sebagai khalifah Allah adalah karena ilmunya (Q.S. 2:30-32)
7. Ibadah yang diterima Allah adalah yang dilakukan atas dasar iman dan ilmu yang
benar (Al-Hadits)
5. KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAM
A.Definisi Kerukunan
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”.
Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk
tidak menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan
tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan
oleh masyarakat manusia. Kerukunan [dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang
yang menopang rumah; penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada
penghuninya] secara luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar
semua orang walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan golongan.
B. Kerukunan antara umat beragama
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan
agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan
kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan
damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap
fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi
dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama member ruang
untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan
merusak nilai agama itu sendiri.
Menjunjung tinggi toleransi antar umat Beragama di Indonesia. Baik yang merupakan
pemeluk Agama yang sama, maupun dengan yang berbeda Agama. Rasa toleransi
bisa berbentuk dalam macam-macam hal. Misalnya seperti, pembangunan tempat
ibadah oleh pemerintah, tidak saling mengejek dan mengganggu umat lain dalam
interaksi sehari – harinya, atau memberi waktu pada umat lain untuk beribadah bila
memang sudah waktunya mereka melakukan ibadah. Banyak hal yang bisa dilakukan
untuk menunjukkan sikap toleransi. Hal ini sangat penting demi menjaga tali
kerukunan umat beragama di Indonesia, karena jika rasa toleransi antar umat
beragama di Indonesia sudah tinggi, maka konflik – konflik yang mengatasnamakan
Agama di Indonesia dengan sendirinya akan berkurang ataupun hilang sama sekali.
Selalu siap membantu sesama dalam keadaan apapun dan tanpa melihat status orang
tersebut. Jangan melakukan perlakuan diskriminasi terhadap suatu agama, terutama
saat mereka membutuhkan bantuan. Misalnya, di suatu daerah di Indonesia
mengalami bencana alam. Mayoritas penduduknya adalah pemeluk agama Kristen.
Bagi Anda yang memeluk agama lain, jangan lantas malas dan enggan untuk
membantu saudara sebangsa yang sedang kesusahan hanya karena perbedaan agama.
Justru dengan membantu mereka yang kesusahan, kita akan mempererat tali
persaudaraan sebangsa dan setanah air kita, sehingga secara tidak langsung akan
memperkokoh persatuan Indonesia.
Hormatilah selalu orang lain tanpa memandang Agama apa yang mereka anut.
Misalnya dengan selalu berbicara halus dan sopan kepada siapapun. Biasakan pula
untuk menomor satukan sopan santun dalam beraktivitas sehari harinya, terlebih lagi
menghormati orang lain tanpa memandang perbedaan yang ada. Hal ini tentu akan
mempererat kerukunan umat beragama di Indonesia.
Bila terjadi masalah yang membawa nama agama, tetap selesaikan dengan kepala
dingin dan damai, tanpa harus saling tunjuk dan menyalahkan. Para pemuka agama,
tokoh masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan peranannya dalam pencapaian
solusi yang baik dan tidak merugikan pihak – pihak manapun, atau mungkin malah
menguntungkan semua pihak. Hal ini diperlukan karena di Indonesia ini
masyarakatnya sangat beraneka ragam.
Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep civil
society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam
ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival
istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini
hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat
yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang
diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
perorangan dengan kestabilan masyarakat.
10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat
mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah diberikan
oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh aktivitas
pihak lain yang berbeda tersebut.
Untuk mewujudkan masyarakat madani dan agar terciptanya kesejahteraan umat maka
kita sebagai generasi penerus supaya dapat membuat suatu perubahan yang signifikan. Selain
itu, kita juga harus dapat menyesuaikan diri dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat
sekarang ini. Agar di dalam kehidupan bermasyarakat kita tidak ketinggalan berita. Adapun
beberapa kesimpulan yang dapat saya ambil dari pembahasan materi yang ada di bab II ialah
bahwa di dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah berpacu
pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang diamanatkan oleh Rasullullah kepada kita sebagai umat
akhir zaman. Sebelumnya kita harus mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan masyarakat
madani itu dan bagaimana cara menciptakan suasana pada masyarakat madani tersebut,
serta ciri-ciri apa saja yang terdapat pada masyarakat madani sebelum kita yakni pada zaman
Rasullullah.
7 . KEBUDAYAAN ISLAM
Secara umum difinisi kebudayaan dapat dilihat melalui beberapa pendekatan, antara lain :
kebudayaan Islam adalah hasil olah akal, budi, cipta rasa, karsa, dan karya manusia yang
berlandaskan pada nilai-nilai Tauhid dan Syari’ah Islam.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, periodisasi sejararah kebudayaan Islam dapat di
kelompokkan menjadi 3 fase/periode, yakni :
Pada periode ini, lahir beberapa ulama dan filosof besar dalam Islam. Dalam pada itu,
para imam Mazhab yang terkenal dengan al-imamu madzahibul arbain yang terdiri
atas, Imam Syafi’I, Imam Hanafi, Imam Maliki dan Imam Hambali, merupakan tokoh
yang hidup dan mengembangkan dialektika pemikiran keagamaannya pada periode
ini.
Pada periode ini Islam bisa dikatakan sedang mengalami masa kemunduran. Hal ini di
tandai dengan munculnya kecenderungan untuk mempertentangkan antara :
- Akal dengan wahyu
Beberapa tokoh yang terkenal dalam gerakan pembaharuan Islam seperti Muhammad
Abduh, Rasyid Ridla, Fazlur Rahman, Jamaluddin al-afghani.