You are on page 1of 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bahwa sesuai amanat konstitusi Negara Republik Indonesia pasal 28 H UUD 1945 ayat
(1) menyebutkan “ Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir bathin, bertempat tinggal
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan
kesehatan” Hak tersebut adalah Hak Warga Negara dan menjadi kewajiban Pemerintah
untuk memenuhinya. Oleh karena itu, amanat konstitusi tersebut merupakan tujuan akhir
pencapaiaan Pembangunan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP)

Adapun dasar hukum pembangunan infrastruktur bidang PLP adalah sebagai berikut :

Aturan Pemerintah yang terkait dengan aspek teknis bidang PLP antaranya merupakan
peraturan dan perundangan berikut :

1. UU Nomor 4 tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman


Pasal 19 menjelaskan bahwa kawasan pemukiman harus dilengkapi dengn
prasarana lingkungan. Dalam bagian penjelasan , lebih jauh dijelaskan bahwa
prasarana lingkungan terdiri atas jaringan jalan untuk memperlancar hubungan
antarlingkungan , saluran pembuangan air hujan untuk melakukan pemantauan
(Drainase), dan saluran pembungan air limbah untuk kesehatan lingkungan.

2. UU Nomor 7 tahun 2004 tentang sumber daya air


Pasar 21 ayat (2) menyebutkan pengaturan prasarana dan sarana sanitasi (air
limbah dan persampahan) dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.
Pasal 40 ayat (6) menyatakan bahwa pengaturan pengembangan sistem air
minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan
sarana sanitasi.

3. UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

Penjelasan Pasal 17(2) menyebutkan bahwa Sistem jaringan prasarana


mencakup juga sistem persampahan dan sanitasi. Pada penjelasan Pasal 33
ayat (3), pembangunan bagi kepentingan umum yang dilaksanakan pemerintah
daerah meliputi juga saluran pembuangan air dan sanitasi.
4. UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

Keseluruhan pasalnya mengandung ketentuan tentang persampahan, sebagai


contoh: Pasal 9 menjelaskan kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan pengelolaan sampah.

5. UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup.

Pasal 4 menjelaskan bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.


Meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum. Mekanismenya dijelaskan pada pasal-pasal berikutnya.

6. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Pasal 163(3) menyebutkan: lingkungan yang sehat bebas dari unsur-unsur yang
menimbulkan gangguan kesehatan, antara lain adalah limbah cair, limbah padat,
limbah gas, sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan pemerintah, zat kimia yang berbahaya, air yang tercemar, udara yang
tercemar.

7. PP Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian


Pencemaran Air.

Pasal 24 menjelaskan tentang Retribusi Pembuangan Air Limbah. Pasal 42


menegaskan bahwa setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas
ke dalam air dan atau sumber air.

8. PP Nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air


Minum (SPAM)

Pasal 14(1) menyebutkan bahwa perlindungan air baku dilakukan melalui


keterpaduan pengaturan pengembangan SPAM dan Prasarana dan Sarana
Sanitasi. Ayat (2) menjelaskan bahwa yang dimaksud prasarana dan sarana
sanitasi meliputi Prasarana Air Limbah dan Prasarana Persampahan. Keduanya
dijelaskan lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 15 hingga Pasal 22.
9. PP Nomor 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air

Pasal 50 ayat (1) huruf d menyebutkan pengaturan prasarana dan sarana sanitasi
sebagai bagian dari upaya perlindungan dan pelestarian sumber air; Pasal 54
secara lebih rinci menjelaskan lagi cara pengaturan prasarana dan sarana
sanitasi.

10. Permen PU No.21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional


Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan.

Menyebutkan poin-poin kebijakan seperti:

a. Pengurangan sampah semaksimal mungkin mulai dari sumbernya


b. Peningkatan peran aktif masyarakat dan usaha/swasta sebagai mitra
Pengelolaan

c. Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan


d. Pengembangan kelembagaan, peraturan dan perundangan
e. Pengembangan alternatif sumber pembiayaan

11. Permen PU No.16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional


Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman.

Menyebutkan 5 kelompok kebijakan, yaitu:

a) Peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah, baik sistem on-site
maupun off-site di perkotaan dan perdesaan untuk perbaikan kesehatan
masyarakat;
b) Peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha/swasta dalam
penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman;
c) Pengembangan perangkat peraturan perundangan penyelenggaraan
pengelolaan air limbah permukiman;

d) Penguatan kelembagaan serta peningkatan kapasitas personil


pengelola air limbah permukiman;Peningkatan pembiayaan pembangunan
prasarana dan sarana air limbah permukiman.

Pembangunan bidang PLP secara teknis harus merujuk kepada aturan UU yang
berlaku, disisi lain urusan pemerintahan sebagai mana termuat dalam perundang –
undangan tersebut diatas, diurus secara bersama atau konkuren oleh Pemerintah Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/Kota ( UU 32/2014 , pasal 14. Ayat (1d) PP 38/2007).
Berdasarkan mandat peraturan yang berlaku, Kementerian Pekerjaan Umum Cq
Direktorat Jendral Cipta Karya memdapat tugas untuk melaksanakan pembinaan teknis
kepala daerah dalam penyelenggaraan PLP (Sub Bidang Drainase, Sub Bidang
Persampahan, Sub Bidang Air Limbah) secara baik.

Dalam mengemban tugas dan fungsinya untuk meningkatkan kualitas kesehatan


masyarakat di NTT, Ditjen Cipta Karya Melalui Satker PSPLP Provinsi NTT sejak tahun
2005 telah membangun berbagai Infrastruktur bidang PLP yang meliputi Infrastruktur
Persampahan, Infrastruktur Air Limbah dan Infrastruktur Drainase pada 22 kabupaten/
kota di Provinsi NTT.

Sejalan dengan era desentralisasi pemerintahan, kemampuan daerah dalam mengelola


kegiatan yang berhubungan dengan bidang PLP sangat terbatas. Kegiatan bidang PLP
masih merupakan kegiatan yang tidak prioritas bagi Pemerintah Daerah. Hal ini
menyebabkan banyak fasilitas yang telah dibangun menggunakan dana APBN tidak
dikelola dengan baik. Pengelolaan yang buruk di daerah juga merupakan salah satu
dampak negatif dari adanya perampingan organisasi, dan juga ketrebatasan
kemampuan keungan yang dimiliki pemerintah daerah. Oleh karena kegiatan bidang
PLP bukan menjadi kegiatan yang utama dalam pembangunan daerah, maka Pemda
belum memikirkan bahwa kelembagaan di bidang PLP di daerah yang akan mengelola
fasilitas yang telah dibangun bukan merupakan sesuatu yang penting dan mendesak.
Implikasi dari kurangnya komitmen dari Pemda dalam hal kelembagaan adalah kurang
terkelolanya fasilitas yang ada sehingga mengakibatkan sarana/prasarana PLP yang
terbangun tidak berfungsi optimal sebagaimana tujuan pembangunannya.

Kondisi empirik ini kontra produktif dengan tujuan nasional dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat melalui program percepatan pembangunan sanitasi
pemukiman sebagaimana telah ditetapkan dalam RPJMN 2010 – 2015 sebagai berikut :

- Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di wilayah perkotaan maupun


perdesaan melalui penyediaan akses ke saluran air limbah terpusat sebesar 10%,
dan sistem pengolahan setempat sebesar 90% dari populasi indonesia
- Pengurangan sampah pada sumbernya melalui program 3R dan peningkatan
pengolahan persampahan yang ramah lingkungan seperti penerapan sanitary landfill
atau controled landfill untuk TPA dan teknologi yang aman bagi 80% rumah tangga
di wilayah perkotaan.
- Pengurangan genangan air di 100 (seratus) kawasan strategis perkotaan yang
rawan banjir dengan cakupan seluas 22.500 (dua puluh dua ribu lima ratus) hektar.
Demikian pula dengan tekad Pemerintahan sebagaimana termuat dalam RPJMN 2015-
2019 untuk mencapai universal akses atau cakupan akses 100% untuk sanitasi sebagai
berikut :

- Air limbah 85% on site system dan 15 % of site system


- Persampahan Perkotaan 20 % fasilitas reduksi sampah dan 80 % penanganan
sampah
Dalam rangka optimalisasi sarana dan prasarana bidang PLP maka infrastruktur yang
telah dibangun perlu dilakukan evaluasi untuk mengidentifikasi keberfungsian dan
permasalahannya sehingga kedepan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi
warga masyarakat.

1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran

a) Maksud :

Maksud kegiatan ini adalah untuk mengidentifikasi keberfungsian Sarana Prasarana


PLP dan permasalahannya.

b) Tujuan

Tujuan dari kegiatan ini adalah Memberikan informasi dan rekomendasi dalam
rangka Optimalisasi Pemanfaatan Sarana Prasarana Bidang PLP.

1.3. Ruang lingkup dan Output Kegiatan Evaluasi

a) Ruang lingkup :
Kegiatan evaluasi infrastruktur bidang PLP yang meliputi : Drainase,
Persampahan dan Air Limbah meliputi Aspek Kelembagaan, Pemberdayaan,
Teknik lingkungan dan Teknik Sipil.

b) Output :
Kegiatan Evaluasi ini akan menghasilkan Laporan Akhir dan Buku Profil
Kelembagaan.

1.4. Sasaran Lokasi

Sasaran kegiatan ini adalah meliputi ketiga infrastruktur bidang PLP yang tersebar pada
1 kota dan 4 Kabupaten yaitu Kota Kupang, Kabupaten Belu, Kabupaten Manggarai
Barat, Kabupten Sika dan Kabupaten Sumba Timur. Adapun dasar pertimbangan
pemilihan 5 daerah tersebut menjadi sasaran kegiatan evaluasi karena kelima daerah
tersebut memiliki jumlah infrastruktur bidang PLP yang lebih banyak dibandingkan
dengan daerah lainnya sehingga dianggap representatif terhadap 22 Kabupaten/Kota di
NTT.
1.5. Waktu Pelaksanaan

Waktu pelaksanaan kegiatan evaluasi ini adalah 10 bulan atau 300 hari kalender,
terhitung mulai sejak penandatanganan Surat Kontrak Kerja (SPK). Detail waktu
pelaksanaan kegiatan evaluasi ini adalah sebagai berikut:
Tanggal mulai pelaksanaan kegiatan evaluasi : 02 Maret 2018
Tanggal selesai pelaksanaan kegiatan evaluasi : 31 Desember 2018
I. Perspektif kelembagaan
a. Keberfungsian infrastruktur bidang PLP dari perspektif kelembagaan
1. Pengertian kelembagaan
Kelembagaan pada umumnya bermakna organisasi atau institusi
yang dibentuk untuk mencapai tujuan dengan kata lain organisasi
bukanlah tujuan tetapi alat yang dibentuk untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Dengan demikian sebuah lembaga yang
didalamnya terdapat kewenangan tugas dan fungsi SDM, sarana
dan prasarana berperan vital dan strategis dalam mencapai tujuan
organisasi.
2. Syarat Kelembagaan yang baik
 Memiliki visi dan misi
 Adanya tujuan yang jelas
 Terdapat struktur organisasi yang terarah
 Adanya pembagian kerja yang jelas
 Dapat melaksanakan peran yang menjadi tugas dan
tanggungjawabnya
3. Kelembagaan Pengelola Infrastruktur Bidang PLP
Berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, bidang PLP yang adalah sub bidang dari
urusan pemerintahan bidang Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang merupakan urusan yang wajib diselenggarakan oleh
pemerintahan Kabupaten/Kota karena berkaitan dengan
pelayanan dasar (basic service). Pengaturan lebih lanjut tentang
hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
Pada tingkatan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota sub bidang
persampahan, air, limbah, dan drainase untuk sub-sub bidang
Pengaturan, Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan
sebagai berikut :
 Sub Bidang Persampahan : Penetapan Lembaga Tingkat
Kabupaten Kota penyelenggara pengelolaan persampahan di
Wilayah Kabupaten/Kota
 Sub Bidang Air Limbah : Pembentukan Lembaga Tingkat
Kabupaten/Kota sebagai penyelenggara prasarana air limbah di
Wilayah Kabupaten/Kota
4. Permasalahan dan kondisi ideal kelembagaan pengelola bidang
infrastruktur bidang PLP
a. Permasalahan kelembagaan
 Sebagian institusi pengelola adalah berbentuk dinas,
bidang, seksi, sub seksi, dimana belum ada pemisahan
antara operator dan regulator
 Struktur organisasi yang ada belum ditunjang dengan
kapasitas (jumlah dan mutu SDM yang memadai sesuai
dengan kewenangannya)
 Tata laksana kerja belum jelas antara bagian administrasi
dan pelaksanaan teknis lapangan termasuk kewenangan
penarikan retribusi serta pengalokasian anggaran untuk
pendanaan investasi
 Kurangnya koordinasi dan kerjasama antara instansi terkait
di lapangan
b. Postur kelembagaan bidang PLP ideal
 Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelayanan public,
pengelolaan infrastruktur pengelola bidang PLP perlu ada
pemisahan antara institusi pengambil kebijakan (regulator)
dengan unit pelaksana teknis operasinal (operator) dengan
membentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
 Kelembagaan harus memiliki SDM yang memadai dari
aspek jumlah dan mutu (quantity dan quality) dalam arti
besaran beban kerja berbanding lurus dengan besaran
jumlah dan mutu SDM.
 Kelembagaan harus memilki kemampuan tata kelola yang
mumpuni dalam rangka terlaksananya tugas dan fungsi
pengelolaan infrastruktur bidang PLP secara efektif
 Memiliki standard operating procedure
 Memiliki perangkat kerja yang memadai
 Adanya dukungan sumber pendanaan yang memadai
c. Tahapan pembentukan UPTD
Pembentukan UPTD dilakukan berdasarkan ketentuan
peraturan menteri dalam negeri no 12 tahun 2017 tentang
pedoman pembentukan dan klasifikasi cabang dinas dan UPTD
mengacu pada aturan tersebut pembentukan UPTD dilakukan
melalui tahapan sebagai berikut
1. Penyusunana kajian akademis tentang perlunya
pembentukan UPTD
2. Melakukan analisis rasio belanja pegawai
3. Melakukan analisis beban kerja untuk menentukan
klasifikasi UPTD dengan syarat sebagai berikut :
a) Kelas A : mewadahi beban kerja yang besar, lingkup
tugas dan fungsinya meliputi 2 fungsi atau lebih pada
dinas/badan atau wilayah kerja lebih dari 1 kecamatan,
jumlah beban kerja 10 ribu atau lebih jam kerja efektif
per tahun.
b) Kelas B : mewadahi beban kerja yang kecil, lingkup
tugas dan fungsinya hanya 1 fungsi pada dinas/badan
atau wilayah kerjanya hanya 1 kecamatan dan jumlah
beban kerja antara 5 ribu sampai dengan kurang dari
10 ribu jam kerja efektif per tahun.
c) Hasil analisa beban kerja tersebut dituangkan dalam
dokumen kajian pembentukan UPTD
4. Penyusunan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang
pembentukan UPTD
5. Konsultasi tertulis kepada Gubernur
6. Penatapan Keputusan Bupati tentang pembentukan UPTD

d. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan (capacity building)


Sebagaimana dikatakan di depan bahwa organisasi bukan
tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan, maka peningkatan
kapasitas kelembagaan merupakan syarat mutlak bagi sebuah
organisasi, sehingga individu, kelompok, organiasir dan sistem
memiliki kualitas yang mumpuni untuk menghasilkan kinerja
yang optimal untuk mencapai tujuan organisasi.
Adapun capacity building yang perlu dilakukan terdapat tiga
tingkatan sebagai berikut :
a. Tingkatan sistem : yakni proses perbaikan pada sistem,
kebijakan dan berbagai aturan yang menjadi dasar
berbagai program dan kegiatan organisasi.
b. Timgkatan organisasi : yakni penciptaan kultur, dan tata
kelola organisasi yang mendukung pegawai untuk
menunjukkan kinerja yang terbaik
c. Tingkatan individu : yakni peningkatan kemampuan dan
profesionalisme SDM yang meliputi pengetahuan,
keterampilan, kompetensi, dan etika kerja

Ketiga tingkatan ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Kerangka konseptual ini dapat diwujudkan melaui berbagai


bentuk program capacity building seperti : bantek, bintek,
diklat, training, magang, penetapan SOP, penyedia sarana dan
prasarana, Kebijakan pengajian dalam rangka perbaikan
kesejahteraan pegawai, dan lain-lain.

II. Metode Pelaksanaan Evaluasi


Metode pelaksanaan evaluasi dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan
sebagai berikut :
a. Kegiatan persiapan yang meliputi :
1. Kick of meting kegiatan
2. Penyusunan jadwal dan rencana detail pekerjaan
b. Pengumpulan data kelembagaan dan peraturan persampahan air limbah
dan drainase yang meliputi :
1. Identifikasi institusi pengelola
2. Kunjungan lokasi untuk perlengkapan data dan foto
3. Identifikasi instrument pengaturan yang dimiliki
c. Desk Study
1. Analisis tugas dan fungsi institusi pengelola sarana dan prasarana
persampahan, drainase dan air limbah
2. Analisis permasalahan kelembagaan dan kebutuhan fasilitasi
kelembagaan pada Kota dan atau Kabupaten.
d. Pelaksanaan fasilitasi kelembagaan yang meliputi :
1. Rapat
2. Workshop
e. Penyusunan profil kelembagaan yang meliputi :
1. Proses desain buku profil
2. Input data ke buku profil
3. Finalisasi buku profil kelembagaan
f. Pelaporan yang meliputi :
1. Laporan pendahuluan
2. Laporanp roseding
3. Konsep laporan akhir
4. Laporan akhir
5. Laporan akhir kelembagaan

III. Prosedur kerja


Adapun prosedur kerja dalam kegiatan evaluasi pemanfaatan infrastruktur
bidang PLP adalah sebagaimana tampak dalam diagram alir kegiatan
dibawah ini :
M ulai

P engum pulan
D ata

Data Primer Data Primer Data Sekunder

 Satker PSPLP  Satker PSPLP  Data Lapangan


 Dinas Terkait

Desk
Study

Pembahasan

Penyusunan Profil
Kelembagaan

Pelaporan

Selesai

Diagram Alir Kegiatan Evaluasi Pemanfatan Bidang PLP


Penjelasan diagram alir
1. Pengumpulan data dilakukan dengan metode sebagai berikut:
a. Data primer : diperoleh melalui koordinasi dengan satker PSPLP dan
intansi yang terkait yang meliputi regulasi terkait jenis dan persebaran
infrastruktur bidang PLP
b. Data sekunder : diperoleh melalui kunjungan ke lima Kabupaen Kota
sasaran. Kegiatan ini meliputi :
 Koordinasi dengan instansi terkait pengelola infrastruktur bidang
PLP (OPD/UPTD/KPP) dengan data yang dibutuhkan antara lain :
- Regulasi kelembagaan daerah : Peraturan Daerah, Peraturan
Walikota/Peraturan Bupati
- SDM pengelola infrastruktur bidang PLP yang meliputi jumlah
dan mutu
- Anggaran / pembiayaan OPD / UPTD dalam pengelolaan
infrastruktur bidang PLP 3 tahun anggaran terakhir
- Tata kelola infrastruktur bidang PLP yang meliputi : (kebijakan,
program kerja dalam hal pengaturan, pembinaan,
pembangunan dan pengawasan, serta SOP dan lain-lain)
 Wawancara dengan pengelola MCKyang menyangkut data sebagai
berikut :
- Struktur dan personalia KPP
- Jumlah Pengguna MCK
- Retrebusi Penggunaan MCK
- Pengelolaan Keuangan retribusi MCK
 Wawancara dengan masyarakat pengguna infrastruktur
 Pengambilan foto/dokumentasi
2. Desk Study yang meliputi pembahasan : yakni melakukanan alisis terhadap
keberfungsian dan permasalahan ketidakberfungsian infrastruktur bidang
PLP dari perspektif kelembagaan serta menyusun rekomendasi
kelembagaan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan infrastruktur bidang
PLP.
3. Penyusunan buku profil kelembagaan
4. Pelaporan.

You might also like