You are on page 1of 23

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Hepatomegali
3.1.1 Definisi
Hepatomegali atau pembengkakan hati adalah suatu kondisi dimana

terjadi pembesaran ukuran organ hati yang melebihi ukuran normalnya.

Ukuran hati normal sekitar 7,5 cm pada wanita dan 10,5 cm pada laki-laki.

Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus

hepatitis, demam tifoid, amoeba, penimbunan lemak (fatty liver), penyakit

keganasan seperti leukemia, kanker hati (hepatoma) dan penyebaran dari

keganasan (metastasis)2,3.

3.1.2 Etiologi
Di antara penyebab-penyebab hepatomegali, kasus paling umum
yang menjadi pemicu hepatomegali adalah berbagai penyakit dan kondisi
berikut2,3,10:
1. Kanker yang berasal dari hati itu sendiri.
2. Metastasis, kanker di hati yang berasal dari kanker di organ-organ lain.
3. Penyakit hati alkoholik atau Alcoholic liver diseases akibat konsumsi
minuman beralkohol berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
penumpukan lemak pada hati. Penyakit yang termasuk dalam penyakit
hati alkoholik antara lain hepatitis alkohol, penyakit perlemakan hati
alkoholik, dan sirosis.
4. Penyakit perlemakan hati nonalkoholik atau Non-alcoholic fatty liver
diseases adalah gangguan pada proses metabolisme akibat pola hidup
tertentu.
5. Hepatitis A, B, C, D, atau E.
6. Beberapa kondisi penyakit lain dapat menjadi penyebab hepatomegali,
seperti infeksi bakteri dan parasit, berbagai kelainan pada jantung,
berbagai kanker, dan kelainan genetik.

22
7. Kelainan genetik dapat menyebabkan terjadinya penumpukan lemak,
protein, atau zat lain pada organ hati yang bisa berujung kepada terjadinya
pembesaran ukuran hati. Kelainan genetik tersebut antara lain penyakit
penimbunan glikogen, penyakit Wilson, dan hemokromatosis.
8. Sebagian jenis kanker, seperti kanker darah, limfoma, dan multiple
myeloma juga dapat menjadi pemicu hepatomegali. Berbagai kelainan
jantung juga termasuk faktor risiko hepatomegali, antara lain gagal
jantung kongestif dan stenosis pada katup jantung.
9. Pada bayi yang baru lahir dan anak-anak, hepatomegali juga dapat
disebabkan oleh penyakit gaucher, galaktosemia, malaria, infeksi
TORCH, talasemia, anemia sel sabit, dan obat-obatan.
3.1.3 Patofisiologi
Faktor-faktor resiko seperti rokok jamur, kelebihan zat dan infeksi
virus hepatitis B serta alkohol yang mengakibatkan sel-sel pada hepar rusak
serta menimbulkan reaksi hiperplastik dan mengakibatkan pembesaran hati.
Hepatomegali dapat mengakibatkan infasi pembuluh darah yang
mengakibatkan obstruksi vena hepatika sehingga menutup vena porta yang
mengakibatkan menurunnya produksi albumin dalam darah (hipoalbumin)
dan mengakibatkan tekanan osmosis meningkatkan yang mengakibatkan
cairan intra sel keluar ke ekstrasel dan mengakibatkan udema. Hepatomegali
juga dapat mengakibatkan vaskularisasi memburuk, sehingga mengakibatkan
nekrosis jaringan. Hepatomegali dapat mengakibatkan proses desak ruang,
yang mendesak paru, sehingga mengakibatkan sesak, proses desak ruang yang
melepas mediator radang yang merangsang nyeri3,10.
3.1.4 Manifestasi Klinis
Hati yang membesar biasanya tidak menyebabkan gejala. Tetapi jika
pembesarannya hebat, bisa menyebabkan rasa tidak nyaman di perut atau
perut terasa penuh. Jika pembesaran terjadi secara cepat, hati bisa terasa nyeri
bila diraba. Tanda dan gejala yang lain berupa3, :
• Umumnya tanpa keluhan
• Pembesaran perut
• Nyeri perut pada epigastrium/perut kanan atas
• Nyeri perut hebat, mungkin karena ruptur hepar
• Ikterus

23
• Sering disertai kista ginjal
3.1.5 Diagnosis
Ukuran hati bisa diraba/dirasakan melalui dinding perut selama

pemeriksaan fisik. Jika hati teraba lembut, biasanya disebabkan oleh hepatitis

akut, infiltrasi lemak, sumbatan oleh darah atau penyumbatan awal dari

saluran empedu. Hati akan teraba keras dan bentuknya tidak teratur, jika

penyebabnya adalah sirosis. Benjolan yang nyata biasanya diduga suatu

kanker. Pemeriksaan lainnya yang bisa dilakukan untuk membantu

menentukan penyebab membesarnya hati adalah3, 10:

 USG Abdomen
 CT scan abdomen
 Tes fungsi hati.

3.1.6 Komplikasi
a. Hipertensi portal dengan pembesaran limpa
b. Asites (pengumpulan cairan dalam rongga perut)
c. Gagal ginjal sebagai akibat dari gagal hati (sindroma hepatorenalis)
d. Kebingungan (gejala utama dari ensefalopati hepatikum) atau
e. Kanker hati (hepatoma).

3.1.7 Penatalaksanaan
Penanganan dan pengobatan hepatomegali tergantung dari kondisi

yang menjadi penyebab munculnya penyakit ini pada penderita. Dengan

merawat penyakit yang menjadi pemicu hepatomegali, secara tidak langsung

dapat membantu meningkatkan proses penyembuhan hepatomegali. Berhenti

mengonsumsi minuman beralkohol, olahraga secara rutin, mengurangi berat

badan (pada penderita obesitas), dan menerapkan diet makan yang sehat

adalah langkah yang disarankan untuk mengurangi risiko penyakit hati

alkoholik dan penyakit perlemakan hati nonalkoholik3,10.

3.2. Hepatoma
3.2.1 DEFINISI5,6

24
Secara umum tumor hati dibagi menjadi dua, yaitu tumor hati primer
dan tumor hati sekunder, dan tumor hati primer dibedakan lagi menjadi jinak
atau ganas. Tumor ganas hati primer yang paling sering ditemukan adalah
hepatoma yang berasal dari sel hepatosit, dan kolangiokarsinoma yang
merupakan kanker primer dari sel epitel bilier. Dari seluruh tumor ganas hati
yang pernah didiagnosis, 85% merupakan HCC; 10% CC, dan 5% adalah
jenis lainnya.
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada

hepatosit dimana stem sel dari hati berkembang menjadi massa maligna yang

dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati (cirrhosis).

Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar maupun

ekstrahepatik seperti pada metastase jauh.

Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa

yang difus dan sulit dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena

konsistensinya yang tidak dapat dibedakan dengan jaringan hepar biasa.

Massa ini dapat mengganggu jalan dari saluran empedu maupun

menyebabkan hipertensi portal sehingga gejala klinis baru akan terlihat

setelah massa menjadi besar. Tanpa pengobatan yang agresif, hepatoma dapat

menyebabkan kematian dalam 6 – 20 bulan.

3.2.2 ETIOLOGI3,5,10

Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis

multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan

proses banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan gen terkait,

mutasi multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada,

25
virus hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor

utama yang terkait dengan timbulnya hepatoma.

3.2.2.1 Virus hepatitis

 HBV
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya

hepatoma terbukti kuat, baik secara epidemiologis, klinis

maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap hati

mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan

proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel

pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan

gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif

(quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan

tingkat karsinogenesis hati.

 HCV
Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesis hepatoma pada

pasien yang bukan pengidap HBV. Pada kelompok pasien

penyakit hati akibat transfusi darah dengan anti-HCV positif,

interval antara saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat

mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV

diduga melalui aktifitas nekroinfiamasi kronik dan sirosis hati.

3.2.2.2 Aflatoksin

Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang

diproduksi oleh jamur Aspergillus. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-

3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin

yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah

26
satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1

menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.

3.2.2.3 Malnutrisi8,9
Selain peran virus hepatitis kronis yang sangat penting dalam
menyebabkan karsinoma hepatoseluler, status gizi dan faktor gizi
spesifik tampaknya mempengaruhi risiko penyakit. Hal ini terlihat
pada peningkatan risiko yang terkait dengan sirosis hepatik non
alkohol yang terjadi dalam konteks obesitas, sindrom metabolik, dan
diabetes tipe 2. Nutrisi spesifik dan racun yang tertelan, termasuk
etanol, aflatoksin, mikrokonsin, zat besi, dan kemungkinan
komponen daging merah, juga dikaitkan dengan peningkatan risiko
karsinoma hepatoselular.
Malnutrisi adalah suatu keadaan tidak terpenuhinya energi,
protein atau keduanya dari asupan makanan. Malnutrisi pada pasien
bisa terjadi karena proses penyakit yang dideritanya yang bisa
mempengaruhi asupan makanan, meningkatkan kebutuhan, merubah
metabolisme dan bisa terjadi malabsorpsi dan bisa juga karena tidak
adekuatnya asupan kalori makanan yang dikonsumsi oleh pasien.
Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kelainan faal
hati di antaranya adalah malnutrisi. Penderita malnutrisi sering
mengalami perlemakan pada hati dan ini merupakan suatu pre
sirosis serta dapat menyebabkan kanker hati; akan tetapi
mekanismesnya masih tetap kontroversi. Kerusakan hati dapat
disebabkan oleh hepatotoksin menghasilkan radikal bebas yang
dapat bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh pada membran
organela. Pada keadaan kwarshiorkor, perlemakan hati ada
hubungannya dengan gagalnya sintesis apoprotein tertentu sehingga
menimbulkan kegagalan dalam proses sintesis lipoprotein densitas
rendah dan lipoprotein densitas sangat rendah yang dihasilkan oleh
sel hati. Dengan kata lain, kelainan faal hati dapat disebabkan oleh
kekurangan protein juga oleh karena ada kerusakan toksis pada sel
hati. Bagaimanapun, semua faktor risiko yang dapat menyebabkan

27
HCC dengan adanya sirosis hati juga merupakan faktor risiko untuk
pengembangan HCC tanpa adanya sirosis.
Studi biokimia menunjukkan bahwa defisiensi vitamin D
dapat berperan dalam penyebab dan perkembangan kanker.
Sebaliknya, diet kalsium, vitamin D, lemak dan protein dari sumber
susu dikaitkan dengan peningkatan risiko HCC sementara nutrisi
yang sama dari sumber non-susu menunjukkan asosiasi invers atau
nol.

3.2.2.4 Pencemaran air minum


Dari hasil survei epidemiologi di China ditemukan

pencemaran air minum dan kejadian hepatoma berkaitan erat, di area

insiden tinggi hepatoma seperti kecamatan Qidong dan Haimen di

propinsi Jiangshu, Fuhuan di Guangxi, Shunde di Guangdong dll.

menunjukkan peminum air saluran perumahan, air kolam memiliki

mortalitas hepatoma secara jelas lebih tinggi dari peminum air sumur

dalam. Dengan beralih ke minum air sumur dalam, mortalitas

hepatoma penduduk cenderung menurun. Algae biru hijau dalam air

saluran perumahan dan air kolam dianggap sebagai salah satu

karsinogen utama.

3.2.3 FAKTOR RISIKO13,14


Factor risiko terjadinya HCC adalah :
1. Jenis kelamin
Dimana laki-laki lebih rentan dibandingkan perempuan. Hal ini

diduga karena laki-laki lebih sering terpajan oleh factor risiko HCC

seperti virus hepatitis dan alkohol.


2. Sirosis Hati

28
Sirosis hati (SH) merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia

dan melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Otopsi pada pasien

SH mendapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC. Prediktor

utama hepatoma pada SH adalah jenis kelamin laki-laki, peningkatan

kadar alfa feto protein (AFP) serum, beratnya penyakit dan tingginya

aktifitas proliferasi sel hati.

3. Obesitas

Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk

non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic

steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan

kemudian dapat berlanjut menjadi HCC.

4. Diabetes Melitus (DM)

DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik

maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan

steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan

dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs)

yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.

5. Alkohol

Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum

berats alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk

menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol

bersifat dose-dependent, sehingga asupan sedikit alkohol tidak

meningkatkan risiko terjadinya HCC.

29
6. Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang

merupakan faktor risiko HCC namun lebih jarang dibicarakan/ditemukan,

antara lain : penyakit hati autoimun (hepatitis autoimun, sirosis bilier

primer), penyakit hati metabolik (hemokromatosis genetik, defisiensi

antitripsin-alfa 1, penyakit Wilson), kotrasepsi oral, senyawa kimia

( thorotrast, vinil klorida, nitrosamin, insektisida organoklorin, asam

tanik), tembakau.

3.2.4 PATOGENESIS3,14,15

Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus

berlanjut merupakan proses khas dari sirosis hepatis yang juga merupakan

proses dari pembentukan hepatoma walaupun pada pasien–pasien dengan

hepatoma, kelainan sirosis tidak selalu ada. Hal ini mungkin berhubungan

dengan proses replikasi DNA virus dari virus hepatitis yang juga

memproduksi HBV X protein yang tidak dapat bergabung dengan DNA sel

hati, yang merupakan host dari infeksi virus hepatitis, dikarenakan protein

tersebut merupakan suatu RNA. RNA ini akan berkembang dan mereplikasi

diri di sitoplasma dari sel hati dan menyebabkan suatu perkembangan dari

keganasan yang nantinya akan menghambat apoptosis dan meningkatkan

proliferasi sel hati. Para ahli genetika mencari gen–gen yang berubah dalam

perkembangan sel hepatoma ini dan didapatkan adanya mutasi dari gen p53,

PIKCA, dan β-Catenin.

Sementara pada proses sirosis terjadi pembentukan nodul–nodul di

hepar, baik nodul regeneratif maupun nodul diplastik. Penelitian prospektif

menunjukan bahwa tidak ada progresi yang khusus dari nodul–nodul diatas

yang menuju kearah hepatoma tetapi, pada nodul displastik didapatkan bahwa

30
nodul yang terbentuk dari sel–sel yang kecil meningkatkan proses

pembentukan hepatoma. Sel sel kecil ini disebut sebagai stem cel dari hati.

Sel–sel ini meregenerasi sel–sel hati yang rusak tetapi sel–sel ini juga

berkembang sendiri menjadi nodul–nodul yang ganas sebagai respons dari

adanya penyakit yang kronik yang disebabkan oleh infeksi virus. Nodul–

nodul inilah yang pada perkembangan lebih lanjut akan menjadi hepatoma.

Gambar 1. Patobiologi karsinoma hepatoseluler

3.2.5 MANIFESTASI KLINIS3,7,11


1. Hepatoma fase subklinis

Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien

yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya

ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya

adalah dengan gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik

pencitraan terutama dengan USG lebih dahulu, bila perlu dapat

digunakan CT atau MRI. Yang dimaksud kelompok risiko tinggi

hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden tinggi

hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien

dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma

primer.
31
2. Hepatoma fase klinis

Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut,

manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:

(1) Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut

sering datang berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri

samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul

(dullache) atau menusuk intermiten atau kontinu, sebagian merasa

area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat

hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen

bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan ruptur

hepatoma.

(2) Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan

batas atas hati bergeser ke atas, pemeriksaan fisik menemukan

hepatomegali di bawah arkus kostae berbenjol benjol; hepatoma

segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba

massa di bawah arkus kostae kanan; hepatoma lobus kiri tampil

sebagai massa di bawah prosesus xifoideus atau massa di bawah

arkus kostae kiri.

(3) Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites dan

gangguan fungsi hati.

(4) Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak

saluran gastrointestinal, perut tidak bisa menerma makanan dalam

jumlah banyak karena terasa begah.

32
(5) Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan

berkurangnya masukan makanan dll, yang parah dapat sampai

kakeksia.

(6) Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit

tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya

tidak disertai menggigil.

(7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena

gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat

karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak

saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.

(8) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut. Secara klinis

ditemukan perut membuncit dan pekak bergeser, sering disertai

udem kedua tungkai.

(9) Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan, diare, nyeri

bahu belakang kanan, udem kedua tungkai bawah, kulit gatal dan

lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar

eritema, lingua hepatik, spider nevi, venodilatasi dinding abdomen

dll. Pada stadium akhir hepatoma sering timbul metastasis paru,

tulang dan banyak organ lain.

3.2.6 DIAGNOSIS15,16

A. Pemeriksaan laboratorium

1. Alfa-fetoprotein (AFP)

AFP adalah sejenis glikoprotein, disin-tesis oleh hepatosit dan sakus

vitelinus, terdapat dalam serum darah janin. Pasca partus 2 minggu,

33
AFP dalam serum hampir lenyap, dalam serum orang normal hanya

terdapat sedikit sekali (< 25 ng/L). Ketika hepatosit berubah ganas,

AFP kembali muncul. Selain itu teratoma testes atau ovarium serta

beberapa tumor lain (seperti karsinoma gaster, paru dll.) dalam serum

pasien juga dapat ditemukan AFP; wanita hamil dan sebagian pasien

hepatitis akut kandungan AFP dalam serum mereka juga dapat

meningkat.

AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma

hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/ L

bertahan 2 bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan

kehamilan dan kanker embrional kelenjar reproduksi, maka dapat

dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat lebih awal 6-12 bulan

dari timbulnya gejala hepatoma. AFP sering dapat dipakai untuk

menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma, kadar AFP darah terus

menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca operasi

dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun

hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi

residif atau rekurensi tumor.

2. Zat penanda tumor lainnya

Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifik

untuk diagnosis sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untuk

diagnosis kasus dengan AFP negatif memiliki nilai rujukan tertemu,

yang relatif umum digunakan adalah: des-gama karboksi protrombin

34
(DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil transpeptidase (GGT-

II), CA19-9, antitripsin, feritin, CEA, dll.

3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B

Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis dan

latar belakang penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsi

hati, petanda hepatitis B atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasar

penyakit hati untuk hepatoma, itu dapat membantu dalam diagnosis.

B. Pemeriksaan pencitraan

1. Ultrasonografi (USG)

USG merupakan metode paling sering digunakan dalam diagnosis

hepatoma. Kegunaan dari USG dapat dirangkum sebagai berikut:

memastikan ada tidaknya lesi pe-nempat ruang dalam hati; dapat

dilakukan penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagai metode

diagnosis penapisan awal untuk hepatoma.

Secara umum pada USG tumor primer hati sering diketemukan adanya

hepar yang membesar, permukaan yang bergelombang, dan lesi-lesi

fokal intrahepatik dengan struktur eko yang berbeda dengan parenkim

hati normal. Biasanya menunjukan struktur eko yang lebih tinggi

disertai dengan nekrosis sentral berupa gambaran hipoekoik sampai

anekoik akibat adanya nekrosis, tepi ireguler. Yang sangat sulit ialah

menentukan hepatoma pada stadium awal dimana gambaran struktur

eko yang masih isoekoik dengan parenkim hati normal.

35
Gambar 2: (A) Karsinoma hepatoseluler. USG menggambarakan lesi tidak berkapsul
yang sebagian hiperechoic, bagian dalam isoechoic dibandingkan dengan
gambaran parenkim sekitar. Kontur liver ireguler, batas hepar bulat.
Semua gambaran tersebut cocok dengan gambaran sirosis liver yang
diasosiasikan dengan tingginya resiko kejadian HCC. (B) Cholangiocellular
Carcinoma (CCC). Terdapat gambaran yang hipoechoic dibandingkan
jaringan hepar sekitarnya. Dilatasi duktus biliaris tidak tampak. (Dikutip
dari kepustakaan 12)

2. CT-Scan

CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk

diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas

diagnosis, menunjukkan lokasi, jumlah dan ukuran tumor dalam hati

hubungannya dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan

modalitas terapi sangatlah penting. Terhadap lesi mikro dalam hati

yang sulit ditentukan CT rutin dapat dilakukan CT dipadukan dengan

angiongrafi (CTA), atau ke dalam arteri hepatika disuntikkan lipiodol,

sesudah 1-3 minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini

CT-lipiodol dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm.

36
Gambar 3 : HCC tipikal. Gambaran CT menunjukkan lesi homogen yang
menyangat. (dikutip dari kepustakaan 13)

3. MRI

MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat

kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur

pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik

memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat

membantu dalam menilai efektivitas aneka terapi. Dengan zat kontras

spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1cm

dengan angka keberhasilan 55%.

C. Pemeriksaan lainnya

Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk pemeriksaan biopsy, biopsi

nodul sub-kutis, mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi dll. juga

mempunyai nilai tertentu pada diagnosis hepatoma primer.

D. Prinsip diagnosis hepatoma

Untuk pasien yang dicurigai hepatoma atau lesi penempat ruang dalam

hati yang tak dapat menyingkirkan hepatoma, semua harus diupayakan

kejelasan diagnosisnya dalam waktu sesingkat mungkin. Teknik

pemeriksaan pencitraan modern tidak dapat dilewatkan, biasanya dimulai

dengan pemeriksaan noninvasif, bila perlu barulah dilakukan pemeriksaan

37
invasif. Untuk kasus yang dengan berbagai pemeriksaan masih belum

jelas diagnosisnya, harus dipantau ditindaklanjuti secara ketat, bila perlu

pertimbangkan laparotomi eksploratif.

E. Standar diagnosis
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China

telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis

hepatoma primer.

1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.

(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor

embrional sistem reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma

metastatik, selain itu teraba hati membesar, keras dan bermassa

nodular besar atau pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi

penempat ruang karakteristik hepatoma.

(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor

embrional sistem reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma

metastatik, selain itu terdapat dua jenis pemeriksaan pencitraan

menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma atau

terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-II, AFU, CA19-9, dll)

positif serta satu pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi

penempat ruang karakteristik hepatoma.

(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapat kepastian

lesi metastatik ekstrahepatik (termasuk asites, hemoragis

makroskopik atau di dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat

menyingkirkan hepatoma metastatik

38
2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer

Ia :tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpa

metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.

Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm,

di separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar

limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.

IIa : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10

cm, di separuh hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan <

5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor,

tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.

IIb : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10

cm, di separuh hati, atau tumor multipel dengan diameter

gabungan > 5 cm, di kedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa

emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun

jauh; Child A. Terdapat emboli tumor di percabangan vena

portal, vena hepatik atau saluran empedu dan/atau Child B.

IIIa : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh

utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar

limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau

B.

IIIb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis;

Child C.

39
Tabel 2. Klasfikiasi Child-Pugh untuk Sirosis Hati

3.2.7 DIAGNOSIS BANDING

1. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP positif


Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan, tumor

embrional kelenjar reproduktif, metastasis hati dari kanker saluran digestif

dan hepatitis serta sirosis hati dengan peninggian AFP. Pada tumor

embrional kelenjar reproduktif, terdapat gejala klinis dan tanda fisik

tumor bersangkutan, umumnya tidak sulit dibedakan; kanker gaster,

kanker pankreas dengan metastasis hati. Kanker gaster, kanker pankreas

kadang kala disertai peninggian AFP, tapi konsentrasinya umumnya

relatif; rendah, dan tanpa latar belakang penyakit hati, USG dan CT serta

pemeriksaan minum barium dan pencitraan lain sering kali dapat

memperjelas diagnosis. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai

peninggian AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan

pemeriksaan pencitraan hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi

penempat ruang dalam hati, selain secara berkala harus diperiksa fungsi

hati dan AFP, memonitor perubahan ALT dan AFP.

40
2. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP negatif
Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari

hepatoma kecil dengan AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita,

riwayat penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang

hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT tunda, MRI

dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat

riwayat kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan

tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran bervariasi. Pada abses hati,

terdapat riwayat demam, takut dingin dan tanda radang lain, pencitraan

menemukan di dalam lesi terdapat likuidasi atau nekrosis. Pada

hidatidosis hati, kista hati, riwayat penyakit panjang, tanpa riwayat

penyakit hati, umumnya kondisinya baik, massa besar dan fungsi hati

umumnya baik, zat petanda hepatitis negatif, pencitraan menemukan lesi

bersifat cair penempat ruang, dinding kista tipis, sering disertai ginjal

polikistik. Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat

minum pil KB bertahun-tahun, tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati,

petanda hepatitis negatif, CT tunda dapat membedakan. Hiperplasia

nodular fokal, pseudotumor inflamatorik dll. sering cukup sulit dibedakan

dari hepatoma primer.

3.2.8 PENATALAKSANAAN15,16
Karena sirosis hati yang melatarbelakanginya serta tingginya kekerapan
multi-nodularis, resektabilitas HCC sangat rendah. Disamping itu kanker ini
juga sering kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah kuratif.
Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan ada tidaknya sirosis, jumlah dan
ukuran tumor, serta derajat perburukan hepatik.
A. Reseksi Hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempuyai
fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun
untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat
41
memicu timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan angka harapan
hidup. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya metastasis
ekstrahepatik, HCC difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan
penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien
menjalani operasi.
B. Transplantasi Hati
Bagi pasien HCC dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan
kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim
hati yang mengalami disfungsi.
C. Ablasi Tumor Perkutan
Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia
(alkohol, asam asetat) atau dengan memodifikasi suhunya
(radiofrequency, microwave, laser dan cryoablation). Injeksi etanol
perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor kecil (<5cm)
karena efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah.
Dasar kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular
dan fibrosis.
Radiofrequency ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan
yang lebih tinggi daripada PEI an efikasinya tertinggi untuk tumor yang
lebih besar dari 3 cm, namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan
hidup pasien. Selain itu, RFA lebih mahal dan efek sampingnya lebih
banyak dibandingkan dengan PEI.
Guna mencegah terjadinya rekurensi tumor, pemberian asam
poliprenoik selama 12 bulan dilaporkan dapat menurunkan angka
rekurensi pada bulan ke-38 secara bermakna dibandingkan dengan
kelompok plasebo.
D. Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien HCC diiagnosis pada stadium menengah
lanjut yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta analisis, pada
stadium ini hanya TAE/TACE (transarterial embolization/chemo
embolization) saja yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor
serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak
resektabel. TACE dengan frekuensi 3 – 4 kali setahun dianjurkan pada
pasien yang fungsi hatinya cukup baik serta tumor multinodular
asimptomatik tanpa invasi vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang
tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya, bagi pasien yang daam

42
keadaan gagal hati, serangan iskemik akibat terapi ini dapat
mengakibatkan efek samping yang berat.

3.2.9 PROGNOSIS

Hepatoma primer jika tidak diterapi, survival rata-rata alamiah adalah

4,3 bulan. Kausa kematian umumnya adalah kegagalan sistemik, perdarahan

saluran cerna atas, koma hepatik dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi

prognosis terutama adalah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya trombus

kanker dan kapsul, derajat sirosis yang menyertai, metode terapi, dll.

Studi yang dilakukan oleh Yeung dkk. (1996) mendapatkan nilai

median angka harapan hidup pasien hepatoma dengan meggunakan sistem

Okuda yaitu:

 Okuda stadium I 5.1 bulan


 Okuda stadium II 2.7 bulan
 Okuda stadium III 1.0 bulan
Tabel 2. Definisi System Okuda untuk KSH

43
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Karsinoma hati primer (KHP) atau hepatoma adalah merupakan salah satu tumor
ganas hati yang paling sering ditemukan.7 Tumor hepar ganas sering dipaparkan
sebagai ikterus dan hilangnya berat badan. Tumor ini paling sering merupakan
metastasis dari berbagai organ lain. Yang tergolong tumor hepar ganas primer yaitu
karsinoma sel hepar (karsinoma hepatoseluler), kolangiokarsinoma
(adenokarsinoma ductus biliaris), angiosarkoma (neoplasma ganas endotel
vaskuler), dan hepatoblastoma (tumor hepar primer pada anak-anak).8 Karsinoma
hepatoseluler (hepatocellular carsinoma = HCC) merupakan tumor ganas hati
primer yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar
dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati lainnya, kolangiokarsinoma
(cholangiocarsinoma = CC) dan sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier,
sedangkan angiosarkoma dan leiomiosarkoma berasal dari sel mesenkim. Dari
seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan HCC; 10% CC,
dan 5% adalah jenis lainnya.11
Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus Hepatitis,
aflatoksin, dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang terkait
dengan timbulnya hepatoma.9 Sampai saat sekarang, belum diketahui dengan pasti
penyebab sebenarnya dari karsinoma hati primer. Tetapi ada beberapa faktor yang
diduga menjadi penyebab atau merupakan faktor predisposisi.

44

You might also like