Professional Documents
Culture Documents
Bioaugemntasi Dan Bioremediasi PDF
Bioaugemntasi Dan Bioremediasi PDF
HENNY PAGORAY
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ABSTRACT
HENNY PAGORAY
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul Disertasi : Biostimulasi dan Bioaugmentation untuk Bioremediasi Limbah
Hidrokarbon serta Analisis Keberlanjutan
Nama : Henny Pagoray
NRP : P062030051
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Zainal Alim Mas´ud, DEA. Prof. Dr.Bibiana Widiyati Lay, M.Sc.
Anggota Anggota
Diketahui :
Henny Pagoray
NIM P062030051
RINGKASAN
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas kasih
dan limpahan berkatnya, sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan
dengan judul Biostimulasi dan Bioaugmentation untuk Bioremediasi Limbah
Hidrokarbon serta Analisis Keberlanjutan, yang merupakan salah satu syarat
penyelesaian pendidikan program Doktor (S3) pada Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir. Erliza Noor selaku ketua
komisi pembimbing, Ibu Dr.Ir. Linawati Hardjito, M.Sc., Bapak Dr.Ir. Zainal
Alim Mas'ud, DEA., dan Ibu Prof.Dr. Drh. Bibiana W.Lay, M.Sc. selaku anggota
komisi pembimbing atas segala perhatian dan bimbingannya sejak penyusunan
proposal, penelitian, hingga selesai penyusunan disertasi ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Rektor dan Dekan Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta seluruh staf, atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi hingga selesai penulisan
disertasi ini. Kepada Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan Bapak Prof. Dr.Ir. Surjono H. Sutjahyo, MS, atas motivasi dan
dorongan mulai dari awal diterima sebagai mahasiswa hingga penyelesaian
disertasi ini.
Terima kasih kepada Ibu Dr.Ir.Linawati Hardjito, M.Sc. yang telah
membantu peneliti untuk melakukan penelitian di Laboratoriun Bioteknologi
Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP) Fakultas Perikanan IPB.
Kepada Bapak Prof. Dr.Ir. Surjono H. Sutjahyo, MS. dan Bapak Dr. M. Yani yang
telah memberikan saran dan perbaikan pada ujian tertutup, Ibu Dr. Ir. Nonon
Saribanon M.Si., dan Ibu Dr.Ir. Etty Riani, M.Si., sebagai penguji pada ujian
terbuka.
Terima kasih kepada rekan-rekan S3 PSL angkatan 2003, rekan S2 THP
angkatan 2005 atas kerjasamanya di Laboratorium THP FPIK IPB dan kepada
semua pihak yang tidak dapat disebut, penulis mengucapkan banyak terima kasih
atas segala bantun dan kerjasamanya.
Pada kesempatan ini juga diungkapkan terima kasih kepada Orang tua, July
Pagoray dan Helena Pirade, mertua Wihelmina M.T., atas kasih sayang dan doa
yang tak henti-hentinya di panjatkan kepada yang Maha Kuasa. Ungkapan terima
kasih kepada suami terkasih Dr. Ir. Taufan Purwokusumaning Daru MP., yang
selalu memberikan dukungan dan doa, serta anak-anakku terkasih F.A.Yudhistira
Yogapratama dan Anastasia S.A.Dwiputri, semoga pengorbanan selama kedua
orang tuanya mengikuti pendidikan dapat memberikan buah kebahagian bagi
mereka.
Pada akhirnya penulis harapkan agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
yang membaca dan membutuhkan informasi yang berhubungan dengan disertasi
ini.
Henny Pagoray
RIWAYAT HIDUP
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..... xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………........ xv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….... xvii
PENDAHULUAN ....…………………………………………………………... 1
Latar Belakang ..………………………………………………………..... 1
Kerangka Pemikiran ...………………………………………………….... 4
Perumusan Masalah ..………………………………………………......... 4
Tujuan Penelitian ..……………………………………………………... 5
Hipotesis Penelitian ..………………………………………………........... 5
Manfaat Penelitian .….…………………………………………………..... 6
Novelty (Kebaruan) .….………………………………………………....... 6
TINJAUAN PUSTAKA ......………………………………………………......... 8
Limbah Hidrokarbon .……………………………………………...... 8
Pengolahan Limbah dengan Bioremediasi .………………………….......... 10
Biodegradasi Hidrokarbon ……………….……………………………...... 13
Mikroba Pendegradasi Hidrokarbon …….. …………………………....... 15
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Biodegradasi .……....…........... 17
Bioremediasi dengan Kompos ……………………………….…............ 19
Bioremediasi Berkelanjutan …………………………………................... 21
Rapid Appraissal (RAP) Bioremediasi Limbah Hidrokarbon (BLH)
dengan Metode Multidimensional Scaling (MDS) .……............................... 23
Teori Respon Surface Methodology (RSM) .……….……………............. 26
METODE PENELITIAN .....…………………….……………………….............. 30
Tempat dan Waktu Penelitian ..…………………………………................ 30
Bahan dan Alat ..………………………………………………………......... 30
Tahapan Penelitian ............................…………………………………........ 30
xii
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 74
Kesimpulan ...…………………………………………………..................... 74
Saran ...……………………………………………………………............... 74
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xv
sosial .................................................................................................................. 65
20. Hasil analisis sensitivitas bioremediasi limbah hidrokarbon dimensi
sosial ................................................................................................................. 66
21. Nilai indeks keberlanjutan bioremediasi limbah hidrokarbon dimensi
ekologi, ekonomi dan sosial ………………………………………................ 66
22. Analisis Monte Carlo nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi ….………... 68
23. Analisis Monte Carlo nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi …….……. 69
24. Analisis Monte Carlo nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial ……….……… 69
25. Hasil analisis keberlanjutan bioremediasi limbah hidrokarbon dimensi
ekonomi dengan menggunakan data laboratorium .............................................. 72
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xvii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
al. 2003). Pada proses pengolahan secara biologi, hal yang harus diperhatikan
selain karakteristik limbah, juga kondisi-kondisi yang mempengaruhi aktifitas
bakteri (Zulfitri 1994). Hasil penelitian di atas memperlihatkan bahwa bahwa
peran mikroba sangat membantu untuk mempercepat proses biodegradasi
hidrokarbon.
Penelitian dari Bosser & Bartha (1984), menemukan beberapa mikroba
(bakteri) yang hidup di lingkungan minyak bumi, antara lain dari genera
Alcaligenes, Arthrobacter, Acinetobacter, Nocardia, Achromobacter, Bacillus,
Flavobacterium, dan Pseudomonas. Penelitian lain menemukan beberapa isolat
bakteri dari tanah yang terkontaminasi limbah minyak pelumas teridentifikasi
beberapa jenis mikroba yaitu: Bacillus megaterium, Pseudomonas diminuta,
Gluconobacter cerenius, Pasteurella caballi (Suortti et al. 2000).
Keberhasilan proses biodegradasi juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan antara lain suhu, pH, kandungan air di tanah, dan ketersediaan nutrien.
Pada dasarnya semua mikroba memerlukan karbon sebagai sumber energi untuk
aktifitasnya. Pada kondisi sumber C telah tersedia dari hidrokarbon, maka
senyawa lain menjadi faktor pembatas yaitu N dan P. Kadar kedua unsur ini turut
menentukan aktifitas pertumbuhan mikroba.
Kompos yang berasal dari sampah kota dapat digunakan sebagai sumber
mikroba dan bulking agen untuk bioremediasi. Kompos juga berperan
memperbaiki sifat kimia tanah seperti pH, kelembaban, struktur tanah dan
berperan sebagai sumber nutrien, dengan demikian memperbaiki lingkungan tanah
terkontaminasi bagi aktifitas mikroba asli maupun introduksi (Farmor et al. 2001).
Beberapa penelitian dengan menggunakan kompos terbukti dapat
memperbaiki tanah terkontaminasi polutan. Penelitian Mahro & Kasner (1996)
menyatakan bahwa penambahan kompos pada tanah yang terkontaminasi limbah
minyak dapat mengurangi kandungan bahan pencemar hidrokarbon dalam tanah.
Pengomposan tanah terkontaminasi khlorofenol dengan penambahan inokulan dan
penambahan nutrien memperlihatkan bahwa 80 % terdegradasi selama 2 bulan
(Laine & Jorgensn 1997). Penambahan 0.25 % urea dan bioaugmentation Bacillus
dapat mengurangi kandungan toluen hingga 97.05 % (Komar & Irianto 2000).
Penambahan pupuk 400 kg-1 ha-1minggu-1 selama 6 (enam) minggu dapat
3
Kerangka Pemikiran
Perumusan Masalah
lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis keberlanjutan untuk menilai
efek penanganan limbah terhadap ekologi, ekonomi dan sosial budaya yang
merupakan lingkungan global.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini :
1. Apakah biostimulasi kompos dan bioaugmentation dengan penambahan
bakteri Arthrobacter simplex, Mycobacterium phlei dan Pseudomonas
aeruginosa dapat mempercepat degradasi bahan pencemar hidrokarbon.
2. Bagaimana keberlanjutan secara ekologi, ekonomi dan sosial, dari proses
bioremediasi untuk limbah hidrokarbon.
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian
Novelty
Kerangka Berpikir
Workshop (bengkel)
Limbah (hidrokarbon)
Pencemaran tanah
Pengolahan limbah
Bioremediasi
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah Hidrokarbon
Limbah minyak bumi dapat berupa tumpahan, ceceran atau buangan dari
minyak bumi maupun produk-produknya, minyak bekas pakai, dan limbah
minyak yang terkandung dalam limbah alat-alat mesin dari kegiatan industri
maupun rumah tangga (Udiharto 1996). Umumnya minyak bumi maupun
produknya merupakan campuran kompleks senyawa organik yang terdiri atas
senyawa hidrokarbon 50 sampai 95 %, dan sisanya non hidrokarbon misalnya
nitrogen, belerang, oksigen dan logam (Speight 1980). Limbah minyak yang
mengandung hidrokarbon apabila masuk ke lingkungan merupakan bahan
pencemar yang berbahaya.
Limbah yang dihasilkan pada tempat pemeliharaan dan perbaikan alat-alat
transportasi (Workshop) dapat berupa minyak pelumas, minyak diesel dan gasolin.
Hidrokarbon minyak bumi merupakan senyawa organik yang terdiri dari
rangkaian atom karbon dan hidrogen, dengan jumlah tertentu dan digolongkan
menjadi tiga jenis, yaitu hidrokarbon alifatik, hidrokarbon alisiklik, dan
hidrokarbon aromatik (Speight 1980). Fraksi hidrokarbon gasolin (C5 – C12),
minyak diesel (C15 – C18) dan minyak pelumas (C16 – C25) (Wood et al. 1992).
Hidrokarbon alifatik atau disebut juga parafin adalah senyawa yang
mempunyai rantai atom karbon terbuka. Hidrokarbon alifatik terdiri dari alkana,
alkena dan alkuna. Hidrokarbon alisiklik adalah senyawa yang umumnya
berbentuk cincin, bersifat stabil dan tahan terhadap oksidasi. Hidrokarbon alisiklik
terdiri atas sikloalkana, sikloalkena dan sikloalkuna. Hidrokarbon aromatik
merupakan senyawa yang sangat kompleks, termasuk diantaranya senyawa-
senyawa aromatik dengan substitusi mono, di dan poli alkil maupun tanpa
substitusi. Pada minyak bumi senyawa ini jumlahnya lebih sedikit dibandingkan
dengan parafin atau naftalena. Seperti halnya sikloalkana, hidrokarbon aromatik
mempunyai cincin sederhana atau tunggal, sebagai contoh benzen terdiri dari 6
(enam) atom karbon yang berikatan ganda dan tunggal serta cincin ganda seperti
naftalen (Speight 1980). Keberadaan senyawa tersebut dalam limbah akan
menyebabkan degradasi kualitas lingkungan. Pencemaran hidrokarbon
9
berpengaruh terhadap manusia, hewan dan tumbuhan (Schlegel 1994; Connel &
Miller 1995).
Metode pengolahan limbah minyak dapat dilakukan secara fisik, kimia dan
biologi. Secara fisik yaitu dengan sistem pembakaran (insinerator), secara kimia
dengan penambahan bahan kimia, dan biologi dengan memanfaatkan mikroba
yang mendegradasi bahan pencemar. Pada pembakaran mengakibatkan
pencemaran udara oleh karena menghasilkan gas hidrokarbon (HC),
karbonmonoksida (CO) berpengaruh terhadap lingkungan, sedangkan proses
kimia digunakan bahan kimia, juga memberi dampak terhadap lingkungan dan
umumnya membutuhkan biaya besar. Pengolahan limbah secara fisik yaitu
dengan insinerator membutuhkan biaya $250 – $800 per cubic yard, £ 35 -
£100 m-3 tanah (Pedersen 1995; Crawford & Crawford 1996; Udiharto 1996;
Fermor et al. 2001). Untuk itu penanganan secara biologi dengan memanfaatkan
mikroba sebagai pengolah limbah diharapkan merupakan alternatif yang efektif,
biaya rendah ($40 – $100 per cubic yard, dan £ 5 – £ 75 m-3 tanah) dan proses
ramah lingkungan (Udiharto 1996; Fermor et al. 2001; Kitts & Kaplan 2004).
Salah satu metode yang digunakan untuk mengolah limbah workshop pada
tanah menggunakan mikroba disebut bioremediasi. Bioremediasi merupakan
proses penting untuk pemulihan lingkungan tercemar oleh berbagai bahan
pencemar termasuk limbah minyak dari bengkel. Metode ini telah digunakan
untuk mendegradasi limbah minyak pelumas, solar pada sedimen (Schinner &
Margesin 2001; Obbard & Ran 2003).
Lingkungan secara alamiah mengandung beraneka ragam mikroba.
Penanganan limbah dengan bantuan mikroba dapat dilakukan dengan
memanfaatkan mikroba yang berada di lingkungan tercemar. Mikroba diharapkan
dapat menguraikan atau mendegradasi bahan organik kompleks menjadi bahan
lebih sederhana dan aman bagi lingkungan (senyawa hidrokarbon dengan bantuan
mikroba akan berubah menjadi karbondioksida, air dan energi).
10
tidak semua bahan pencemar (bahan kimia) dapat diolah secara bioremediasi.
Pengawasan yang intensif selama proses berlangsung juga merupakan kelemahan
proses bioremediasi.
Teknologi bioremediasi dapat dilakukan dengan:
a. Bioaugmentation : penambahan kultur bakteri terhadap medium yang
terkontaminasi). Bakteri merupakan organisme yang umum digunakan
dalam bioaugmentasi untuk merombak bahan pencemar yang terdapat
dalam limbah. Contoh: bioremediasi limbah minyak di Cepu dengan
menggunakan bakteri Bacillus (Komar & Irianto 2000).
b. Biofilter : memisahkan gas organik dengan melewatkan udara melalui
suatu carrier yang dapat berupa kompos atau tanah yang mengandung
mikroba yang mampu mendegradasi bahan pencemar yang dilewatkan.
Contoh : bioremediasi bahan pencemar gasolin BTEX dengan biofilter
kompos (Vandergheynst et al. 2003).
c. Biostimulasi (stimulasi populasi mikroba asli dalam tanah dan/ atau air
tanah, yang dilakukan secara in situ atau ex situ) dengan penambahan
nutrien seperti phospor, nitrogen yang merupakan pemicu pertumbuhan.
Keberadaan sejumlah kecil bahan pencemar juga dapat difungsikan
sebagai pemicu untuk mengaktifkan enzim. Contoh: bioremediasi
minyak mentah di pantai dengan biostimulasi nitrogen dan phospor
(Head et al. 2004).
d. Bioslurry : pengolahan tanah yang mengandung bahan pencemar
hidrokarbon dengan menggunakan konsorsium bakteri pendegradasi
hidrokarbon pada bioreaktor dalam bentuk slurry. Proses ini dilakukan
pada kolam yang berfungsi sebagai bioreaktor.
e. Bioventing : teknik ini mirip dengan biostimulasi, dilakukan dengan
menyemburkan oksigen melalui tanah untuk menstimulasi pertumbuhan
mikroba. Cara ini banyak digunakan pada tanah yang tercemar limbah
minyak bumi.
f. Pengomposan: Teknik ini dilakukan dengan mencampur bahan yang
terkontaminasi dengan kompos yang mengandung mikroba. Contoh :
13
Biodegradasi Hidrokarbon
Tabel 1 lanjutan
7. Minyak Pengomposan pilot 12 minggu 85 % Ryckeboer
diesel dengan sampah et al.2003.
biologis
8. Gasoline Biofilter Lab. 4 bulan 85 % Vandergheyn
BTEX dengan kompos et al. 2003.
9. Toluena, Bioremediasi Lab. 4 minggu 97.05 % Komar &
pengeboran penambahan Irianto 2000
minyak mikroba
Cepu Bacillus dan
pupuk urea
10. Naftalen Penggunaan Lab. 28 hari 1362 ppm– Wijayaratih
bakteri 728.6 ppm; Y 2001.
Pseodomonas,
dari Unit 813 ppm –
Pengolahan 837.2 ppm
Minyak
Pertamina
11. Detoksifika Biostimulasi Pilot 85 hari 97.8%, Lemigas
si tanah N,P jagung 2002.
tercemar Uji toxit tumbuh http://www.
lumpur dengan pada lemigas
minyak penanaman kandungan erdm.
jagung < 1.3 % go.id/kode/
536.2002
12. Pyrene Bioaugmentasi Lab. 20 hari 61.5 % Lai et al.
(penambahan 2004
mikroba)
Suhu
Oksigen
pH
Kadar air
Kadar air sangat penting untuk hidup, tumbuh dan aktivitas metabolik dari
mikroba. Tanpa air mikroba tidak dapat hidup dalam limbah minyak, mikroba
hidup aktif di interfase antara minyak dengan air. Kadar air harus berada pada
kondisi optimum yakni 10 – 25 %, agar transfer gas untuk proses oksigenase
dapat berjalan dengan baik (Fermiani 2003). Jika kandungan air terlalu tinggi
akan berakibat sulitnya oksigen untuk masuk ke dalam tanah .
Nutrisi
2. Tingginya aktifitas mikroba dalam proses yakni sekitar 20 – 40 kali lebih aktif
dalam hal aktifitas dehidrogenasi dibanding dengan aktifitas dalam tanah yang
subur.
3. Kompos tidak mengandung hama dan penyakit serta tidak membahayakan
pertumbuhan atau produk tanaman.
4. Kompos dapat meningkatkan daya tahan tanaman terhadap penyakit.
5. Kompos tidak mengakibatkan pencemaran dalam tanah, air ataupun udara.
6. Kompos merupakan absorben yang sangat baik untuk senyawa-senyawa
organik maupun anorganik.
Bioremediasi dengan cara pengomposan telah digunakan untuk berbagai
jenis polutan seperti pencemar klorofenol di tanah. Bioremediasi kompos
menurunkan klorofenol hingga 80 % (44 mg kg-1 turun menjadi 10 mg kg-1)
(Laine and Jorgensen 1997). Pada tanah tercemar diazinon, penggunaan kompos
limbah media jamur dapat mendegradasi diazinon hingga 97,5 % (Jumbriah
2006). Secara umum bioremediasi limbah hidrokarbon dengan penambahan
kompos dilakukan pada skala pilot dan laboratorium membutuhkan waktu
bioremediasi antara 3 hingga 5 bulan mampu mendegradasi 25 % sampai dengan
97.5 %. Beberapa penelitian bioremediasi kompos disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2: Review penelitian bioremediasi kompos untuk limbah hidrokarbon
Tabel 2 lanjutan
5. Diazinon Bioremediasi Lab. 28 hari 97,5% Jumbriah
kompos limbah 2006. Tesis
jamur
6. Bahan Bioremediasi Pilot 95 hari 92 % Fermor
peledak pengomposan direduksi et al. 2001.
TNT
7. Minyak Bioremediasi Lab. 80 jam 25 % TPH Fermor
bumi dengan tereduksi, et al. 2001
pengomposan, sedangkan
bioaugmentation penambahan
mikroba
tereduksi
55 %
8. PAH Bioremediasi Pilot 3 bulan 55 % Fermor
dengan et al. 2001
pengomposan,
bioaugmentation
9. Pestisida Bioremediasi pilot 50 hari 47 % 2,4 D Fermor
dengan mengalami et al. 2001
pengomposan mineralisasi
potongan daun
dan rumput
10 Pyrene Bioremediasi Lab. 20 hari 80 % adanya Mahro &
kompos kompos dan Kasner
tanpa 1993
kompos
< 5 %.
Bioremediasi Berkelanjutan
dan tanggung jawab satu terhadap yang lain seperti layaknya berada di dalam satu
generasi.
Konsep pembangunan berkelanjutan akan ada perpaduan antara dua kata
yang kontradiktif yaitu pembangunan (development) yang menuntut perubahan
dan pemanfaatan sumberdaya alam, dan berkelanjutan (sustainability) yang
berkonotasi tidak boleh mengubah di dalam proses pembangunan berkelanjutan.
Persekutuan antara kedua kepentingan ini pada dasarnya mengembalikan
developmentalis dan environmentalis back to basic yaitu oikos dimana
kepentingan ekonomi dan lingkungan hidup disetarakan (Saragih & Sipayung
2000). Selanjutnya Kay and Alder (1999) mengemukakan adanya tiga tema yang
terkandung dalam definisi pembangunan berkelanjutan yaitu: integritas
lingkungan, efisiensi ekonomi, dan keadilan kesejahteraan (equity). Pendapat ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Munasinghe (1993) bahwa pembangunan
dikatakan berkelanjutan jika memenuhi tiga dimensi, yaitu: secara ekonomi dapat
efisien serta layak, secara sosial berkeadilan, dan secara ekologis untuk
kelestarian lingkungan (ramah lingkungan). Konsep berkelanjutan secara umum
dapat dikelompokkan ke dalam empat dimensi yaitu ekologi, sosial ekonomi,
sosial politik, hukum dan kelembagaan (Dahuri et al. 1996; Kay & Alder (1999).
Sedangkan Susilo (2003) menyatakan bahwa bukan pengelompokan aspek besar
tersebut yang penting tetapi atribut atau kriteria dari setiap aspek yang penting.
Pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi memberikan penekanan
pada pentingnya menjamin dan meneruskan kepada generasi mendatang sejumlah
kuantitas modal alam (natural capital) yang dapat menyediakan hasil
berkelanjutan secara ekonomi dan jasa lingkungan termasuk keindahan alam.
Konsep lain yang masih berkaitan dengan hal tersebut adalah konsep pemanfaatan
sumberdaya tidak boleh melebihi jumlah yang dapat diproduksi atau dihasilkan
dalam kurun waktu yang lama.
Untuk menjamin keberlanjutan dari bioremediasi limbah hidrokarbon pada
tanah dalam jangka panjang dan lintas generasi, maka penerapan konsep
pembangunan berkelanjutan perlu dilakukan sebagai tanggung jawab dari generasi
sekarang terhadap hak-hak generasi yang akan datang. Penerapan konsep
pembangunan berkelanjutan menjadi lebih komprehensif untuk menjelaskan
23
Tabel 3 lanjutan
4. Model pengelolaan Indeks keberlanjutan pengeolaan Marhayudi
sumberdaya hutan sumberdaya hutan termasuk (2006)
berkelanjutan di wilayah dalam kategori kurang
perbatasan Kalimantan berkelanjutan dilihat dari dimensi
Barat ekologi, ekonomi, sosial,
teknologi, hukum, kelembagaan.
Nilai indeks terendah yaitu
dimensi teknologi.
5 Indeks Keberlanjutan Indeks keberlanjutan Iswari (2008)
Pengembangan Kawasan pengembangan kawasan sentra
Sentra Produksi Jeruk produksi jeruk dari dimensi
dengan Rap-CITRUS ekologi dan sosial berkelanjutan,
Studi Kasus di Kabupaten sedangkan untuk dimensi
Agam, Sumatera Barat ekonomi, teknologi, kelembagaan
tidak berkelanjutan
Fauzi & Anna (2005) menyatakan bahwa prosedur rapid appraisal indeks
keberlanjutan sumberdaya dilakukan melalui lima tahapan yaitu : (1) Analisis
terhadap data sektor yang diteliti melalui studi literatur dan pengamatan
dilapangan;(2) Melakukan skoring dengan mengacu pada literatur dengan
menggunakan Excell; (3) Melakukan analisis MDS dengan software SPSS
(statistical products and solution services) untuk menentukan ordinasi dari nilai
stress melalui ALSCAL (alternating lest squares approach to scaling); (4)
Melakukan rotasi untuk menentukan posisi sumberdaya pada ordinasi bad dan
good dengan excel dan visual basic; (5) Melakukan sensitivity analysis dan Monte
Carlo Analysis untuk memperhitungkan aspek ketidakpastian.
Pendekatan multidimensional telah banyak digunakan untuk analisis
ekologis. Pendekatan ini juga telah dikembangkan untuk analisis lingkungan
dimana salah satu metode yang digunakan adalah metode multidimensional
scaling (Susilo 2003). Secara umum penelitian analisis indeks keberlanjutan
dengan menggunakan metode multidimensional scaling dapat digunakan untuk
mengetahui nilai keberlanjutan dari suatu kegiatan.
METODE PENELITIAN
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu tanah segar, limbah bengkel
(minyak pelumas bekas, minyak diesel bekas dan gasolin), aquades, tripton, NaCl,
yeast extract, agar, pepton, alkohol untuk sterilisasi, kloroform, heksan, gel silika,
kompos dari sampah kota, bakteri.
Alat yang digunakan yaitu: erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, cawan
petri, jarum ose (lup inokulasi), vortex, inkubator, ruang aseptik, aluminium foil,
kapas, timbangan analisis, bunsen, kertas label, lampu bunsen, tabung ependorf
steril, korek api, hot plate, oven, shaker, botol, magnetic stirrer, thermometer, pH
indikator (pH 4.0 – 7.0).
Tahapan Penelitian
Penelitian pendahuluan
Pada penelitian ini sudah diketahui karakteristik awal dari tanah yang
terkontaminasi oleh minyak pelumas, minyak diesel dan gasolin yang
mengandung hidrokarbon. Kemudian dilakukan bioremediasi terhadap tanah yang
tercemar limbah hidrokarbon. Metode yang digunakan yaitu biostimulasi kompos
dan bioaugmentation. Kompos yang digunakan dianalisis terlebih dahulu jenis
mikroba. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Kompos digunakan untuk menstimulasi tanah yang tercemar. Langkah-
langkah penelitian:
1. Tanah segar sebanyak 5 kg dimasukkan ke dalam bak plastik
2. Perlakuan yang diberikan yaitu: minyak 15 % v/w (minyak pelumas 60%+
disel 20% + gasolin 20%) ; kompos 10 %, 20 %, 30 % (w/w) ; dan inokulan
5 % (v/w), 10 %(v/w), 15 % (v/w).
3. Melakukan pengadukan secara manual untuk memberikan kandungan oksigen,
3 kali seminggu, dan penyemprotan air untuk menjaga kelembaban tanah
kali/minggu.
5. Pengambilan sampel tanah untuk menghitung jumlah mikroba (populasi
mikroba) dua minggu sekali. Untuk pengamatan suhu ruang setiap hari , pH
setiap dua minggu , kadar air tanah pada awal dan akhir. Identifikasi mikroba
dilakukan pada awal dan akhir penelitian.
6. Pengambilan sampel tanah untuk analisis bobot minyak yaitu setiap 2 minggu
dan untuk analisis TPH setiap bulan (4 minggu sekali) selama 16 minggu.
32
Perlakuan
dapat dilihat
pada Tabel 6
Tahapan III
Metode Analisis
Parameter yang dianalisis yaitu: Suhu, pH, kadar air tanah, C, N, P, bobot
minyak,TPH, jumlah populasi dan jenis mikroba. Selama penelitian parameter
yang diamati: Suhu, pH, bobot minyak dan jumlah populasi mikroba, sedangkan
untuk analisis TPH per empat minggu .
Suhu
Suhu adalah merupakan salah satu faktor ekologis yang sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan penyebaran hewan (merupakan faktor pembatas).
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer raksa.
Pengamatan dilakukan pada setiap hari (mulai dari awal sampai akhir penelitian).
pH
pH tanah dapat diukur dengan menggunakan kertas lakmus (pH indikator).
5 g tanah dimasukkan dalam botol, ditambahkan 5 ml air destilasi, dikocok selama
10 menit dan diamkan selama 5 menit. Kertas lakmus dicelupkan dengan hati-hati
pada cairan bening di atas lumpur tanah. Warna kertas lakmus disesuaikan
dengan daftar warna di kotak lakmus dan dicatat pHnya. pH tanah diukur pada
setiap perlakuan setiap 2 minggu.
Kadar air total tanah adalah kadar air tanah yang diperoleh dengan jalan
pengeringan tanah kering udara dalam oven pada suhu 105 °C sehingga bobotnya
tetap (Dasar-dasar Ilmu Tanah 1996). Contoh tanah (± 10 g) dimasukkan kedalam
botol yang bersih dan kering, kemudian dimasukkaan kedalam oven pada suhu
105 ° C selama 24 jam.
Unsur Hara
Metode Gravimetri
Penentuan berat minyak dalam tanah.
(x – y)
TPH (%) = -------------- x 100 %
gram contoh
Keterangan :
x = berat botol + TPH (gram)
y = berat botol kosong (gram)
35
Tmbo - Tmbn
% B = _____________________ x 100 %
Tmbo
Keterangan :
%B = persentase biodegradasi
Tmbn = total TPH akhir
Tmbo = total TPH awal
Identifikasi Bakteri
Untuk mengetahui jenis mikoba yang ada dalam tanah yang terkontaminasi
minyak pelumas, minyak disel, gasolin dan juga pada kompos dilakukan
identifikasi terhadap mikroba dengan metode Bergey's manual of Determinative
Bakteriology (Holt & Krieg 1983). Identifikasi dilakukan di Laboratorium
Bakteriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Isolat yang telah dimurnikan diidentifikasi dengan menggunakan microbact
24E. Sebelum diidentifikasi perlu dilakukan pemurnian isolat dan pengujian gram
negatif, motilitas, katalase, dan oksidase. Hasil pengamatan dicatat dan
dicocokkan dengan data dasar determinasi yang tersedia beserta microbact 24E.
Mikroba yang telah diidentifikasi tersebut selanjutnya ditumbuhkan pada media
agar (yeast extract, tripton, glukosa, agar) dan disimpan pada suhu < 4 oC sebagai
kultur.
Ciri morfologi dan ciri mikroskopis yang diamati meliputi bentuk koloni,
warna koloni, bentuk tepian, diameter koloni, bentuk sel dan motilitas, serta
pewarnaan gram. Ciri-ciri fisiologis (biokimia diuji dengan microbact 24E yang
terdiri atas 24 sumur reaksi pengujian biokimia ditambah uji oksidasi, nitrat, dan
motilitas). Biakan yang diamati ciri fisiologisnya ditumbuhkan pada media agar
NA. Sebanyak satu lup biakan disuspensikan ke dalam larutan garam fisiologis
(NaCl 0.9 %). 200 µl suspensi kultur diteteskan ke dalam sumur microbact 24E.
Setelah diinkubasi semalam pada suhu 37 oC, ke dalam setiap sumur ditetesi
reagen mordant iodium sesuai dengan uji yang dilakukan. Reaksi yang terbentuk
dibandingkan dengan standar.
36
Populasi bakteri dapat diamati dengan cara memipet 0.1 ml sampel yang
sudah diencerkan (10 -1 - 10-6) ke dalam larutan fisiologis (NaCl 0.85%) yang akan
dimasukkan ke dalam media NA (Nutrient agar) dilakukan secara aseptik
(menggunakan clean bench). Untuk mensterilkan clean bench disemprot dengan
alkohol lalu disinari dengan lampu UV selama 15 – 20 menit. Kemudian ke dalam
cawan petri dimasukkan agar cair (yeast extract, tripton, glukosa dan agar)
sebanyak 15 ml, steril yang telah didinginkan 47 – 50 °C. Setelah agar memadat,
cawan-cawan tersebut diinkubasi di dalam inkubator pada suhu 30 °C dan diamati
pada waktu 24 jam, 48 jam dan 96 jam. Data dapat digunakan jika jumlah koloni
antara 30- 300. Bila jumlah koloni lebih dari 300, maka perlu dilakukan
pengenceran, dan dilakukan teknik seperti di atas kembali.
Dengan dua peubah uji kompos dan inokulan maka model kuadratiknya
seperti pada persamaan berikut:
Yi = bo + b1x1i + b2x2i + b11x1i 2+ b 22x2i2 + b12x1i + ri
Keterangan :
Y = respon dari masing-masing perlakuan
x = (x1: volume kompos; x2:volume inokulan)
b = koefisien parameter r = galat
jumlah peringkat pada setiap atribut. Jumlah peringkat pada setiap atribut akan
ditentukan oleh tersedia tidaknya literatur yang dapat digunakan untuk
menentukan jumlah peringkat. Penentuan atribut disajikan pada Tabel 7.
Proses ordinasi Rap-BLH ini menggunakan perangkat lunak modifikasi
rapfish (Kavanagh 2001). Perangkat lunak rapfish ini merupakan pengembangan
MDS yang terdapat pada perangkat lunak SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan
posisi (fliping), dan beberapa analisis sensitivitas telah dipadukan menjadi satu
perangkat lunak.
Melalui MDS ini maka posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan
dalam dua dimensi (sumbu horizontal dan vertikal). Untuk memproyeksikan titik-
titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi, sedangkan titik ekstrem
buruk diberi nilai skor 0 dan titik ekstrem baik diberi skor nilai 100. Posisi
keberlanjutan yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrem tersebut. Nilai ini
merupakan nilai indeks keberlanjutan bioremediasi untuk limbah hidrokarbon.
Skala indeks keberlanjutan mempunyai selang 0 - 100, Jika yang dikaji
mempunyai nilai indeks lebih dari 50 (> 50) maka sustainable, dan sebaliknya
jika kurang atau sama dengan 50 ( 50) maka belum sustainable. Pada penelitian
yang dilakukan (Fauzi & Anna 2005; Suwandi 2005; Mersyah 2005; Marhayudi
2006) membuat empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala tersebut
yaitu: skala indek 75 - 100 kategori: baik ; skala indek 50 - 75 kategori : cukup;
skala indek 25 - 50 kategori: kurang ; skala indek 0 - 25 kategori: buruk. Iswari
(2008) nilai indeks lebih dari 50 (> 50) maka berkelanjutan, dan sebaliknya jika
kurang atau sama dengan 50 ( 50) maka belum berkelanjutan.
Selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas untuk melihat atribut apa yang
paling sensitif memberikan konbtribusi terhadap indeks keberlanjutan
bioremediasi yang dilakukan. Sensitivitas dihitung berdasarkan standar error
perbedaan antara skor dengan atribut dan skor yang diperoleh tanpa atribut.
39
Tabel 7 lanjutan
Dimensi Sosial
Tingkat pendidikan 0 ; 1; 2 2 0 (0); dibawah rata-rata
formal masyarakat nasional ; (1) sama dengan
rata-rata nasional ; (2)diatas
rata-rata nasional
Pengetahuan 0;1 1 0 (0) tidak tahu; (1) tahu
masyarakat mengenai
lingkungan
Pengetahuan 0;1 1 0 (0) tidak tahu; (1) tahu
masyarakat mengenai
limbah
Peran masyarakat 0;1 1 0 (0) tidak berperan; (1)
dalam pengelolaan berperan
lingkungan/ limbah
Sosialisasi tentang 0;1 1 0 (0) tidak ada; (1) ada
pengelolaan
lingkungan /limbah
Tingkat penyerapan 0;1;2 2 0 (0) rendah; (1) sedang; (2)
tenaga kerja tinggi
masyarakat sekitarnya
Jarak pemukiman 0;1;2 2 0 (0) dekat; (1) sedang; (2)
dengan jauh
bengkel/pengolahan
limbah
Pemanfaatan daerah 0;1 1 0 (0) tidak dimanfaatkan; (1)
sekitarnya oleh dimanfaatkan
masyarakat
Pengaruh terhadap 0; 1; 2 2 0 (0) berpengaruh (-); (1)
daerah sekitarnya tidak berpengaruh; (2)
berpengaruh (+)
Mulai
Analisis Keberlanjutan
Tabel 18 lanjutan
12. Jumlah bakteri (0) sedikit, (1) banyak 1
13 Identifikasi bakteri (0) tidak ada (1) ada 0
B. Dimensi Ekonomi
1. Jumlah tenaga kerja (0) sedikit; (1) sedang; (2) banyak 2
2. Tingkat pendapatan (0) < UMRl; (1) = UMR; (2) > 2
tenaga kerja UMR
3. Harga limbah (olie (0) rendah; (1) sedang; (2), tinggi 1
bekas)
4. Biaya pengolahan limbah (0) tinggi/mahal; (1) sedang; (2) 0
rendah/murah
5. Nilai lahan tercemar (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi 0
6. Nilai lahan disekitarnya (0) rendah; (1) sedang; (2) tinggi 2
7. Kontribusi terhadap (0) tidak ada; (1) ada 1
pemerintah setempat
(pajak)
C. Dimensi Sosial Budaya
1. Tingkat pendidikan (0) dibawah rata-rata nasional; (1) 1
formal masyarakat sama dengan rata-rata nasional;
(2) diatas rata-rata nasional
2. Pengetahuan masyarakat (0) Tidak tahu; (1) tahu 1
mengenai lingkungan
3. Pengetahuan masyarakat (0) tidak tahu; (1) tahu 1
mengenai limbah
4. Peran masyarakat dalam (0) tidak berperan; (1) berperan 0
pengelolaan
lingkungan/limbah
5. Sosialisasi tentang (0) tidak ada; (1) ada 1
pengelolaan
lingkungan/limbah
6. Tingkat penyerapan (0) rendah; (1) sedang, (2) tinggi 2
tenaga kerja masyarakat
sekitarnya
7. Jarak pemukiman dengan (0) dekat; (1) sedang, (2) jauh 2
bengkel/pengolahan
limbah
8 Pemanfaatan daerah (0) tidak dimanfaatkan; (1) 1
sekitarnya oleh dimanfaatkan
masyarakat
9. Pengaruh terhadap (0) berpengaruh (-); (1) tidak 2
perilaku masyarakat berpengaruh ;(2) berpengaruh (+)
Marhayudi 2006). Nilai indeks dimensi ekologi masih dapat ditingkatkan melalui
identifikasi faktor sensitif yang berpengaruh terhadap keberlanjutan dimensi
ekologi yang merupakan hasil analisis sensitivitas.
60 Up
40
Sumbu Y setelah rotasi
20
Bad Good
83.87
0
0 20 40 60 80 100 120
-20
-40
Down
-60
Sumbu X setelah rotasi: skala keberlanjutan
pH t anah 2.82
Atribut
0 1 2 3 4 5 6
Nilai RMS (%) Hasil Analisis Sensitivitas
60 Up
40
Bad 55.24
Good
0
0 20 40 60 80 100 120
-20
-40
-60 Down
0 2 4 6 8 10 12 14 16
lahan, alat-alat dan bahan yang digunakan untuk bioremediasi, dan juga waktu
bioremediasi cukup lama.
Penelitian yang dilakukan di lokasi pengolahan limbah KPC menjelaskan
bahwa biaya bioremediasi yang digunakan sebesar Rp. 200.000.000,- untuk
mengolah limbah 147 m3, atau sekitar Rp. 1.360.544 m-3. Menurut Fermor et al.
(2001) pengolahan dengan bioremediasi membutuhkan biaya 40$ m-3, atau
Rp.400.000,- m-3.
Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya sebesar 76.76 disajikan
pada Gambar 19. Nilai indeks termasuk ke dalam ketegori berkelanjutan. Hasil
ini didukung oleh peneliti sebelumnya bahwa apabila indeks keberlanjutan berada
pada kisaran 75 – 100 termasuk dalam ketegori berkelanjutan (Suwandi 2005;
Mersyah 2006; Marhayudi 2006). Nilai indeks dimensi sosial masih dapat
ditingkatkan melalui identifikasi faktor sensitif terhadap keberlanjutan yang
merupakan hasil dari analisis sensitivitas.
60 Up
40
20
SumbuYsetelah rotasi
-20
-40
Down
-60
Sumbu X set elah rot asi: skala keberlanjutan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai RMS (%) Hasil Analisis Sensitivitas
76.76 55.24
sosial Ekonomi
60
40
Other DistingishingFeatures
20
80.64
0
0 20 40 60 80 100 120
-20
-40
-60
Rap-BLH
60
40
Other Distingishing Features
20
55.43
0 0 100
0 20 40 60 80 100 120
-20
-40
-60
Rap-BLH
60
40
Other Distingishing Features
20
72.96
0
0 20 40 60 80 100 120
-20
-40
-60
Rap-BLH
Penelitian Pendahuluan
Penelitian lapangan
No. sampel TPH (%) pH N total (mg kg-1) P total (mg kg-1)
1 1.3 6.7 1692,34 2.16
2 1.2 6.4 1665.34 0.794
3 1.2 6.2 1909.22 0.470
4 1.5 6.5 2070.33 0.521
5 1.2 6.2 2246.92 0.366
6 1.2 6.5 1846.80 2.080
Sumber data : Laporan Hasil Uji KPC (2006)
Penelitian Laboratorium
Dari Tabel 11 terlihat bahwa kandungan unsur hara dalam kompos sampah
kota pada setiap lokasi secara umum hampir sama. Secara umum kandungan
unsur hara pada kompos sampah kota cukup tinggi, sehingga dapat digunakan
sebagai sumber nutrien pada tanah yang tercemar oleh limbah hidrokarbon. Hasil
identifikasi bakteri pada kompos Galuga tahun 2006 yang ditambahkan minyak
dan diaklimatisasi selama 1 bulan, dan tanah yang ditambahkan minyak dan
diaklimatisasi selama 1 bulan disajikan pada Tabel 12.
45
Tabel 12. Hasil identifikasi bakteri pada kompos dan tanah yang
ditambahkan minyak dan diaklimatisasi selama 1 bulan
No. Sampel Jenis mikroba
1. Tanah yang ditambahkan Azotobacter sp, Bacillus alvei, Bacillus
minyak dan macerans, Bacillus laterosporus, Bacillus
diaklimatisasi selama 1 larvae, Bacillus megaterium, Pseudomonas
bulan putida, Micrococcus roseus.
2. Kompos yang Azotobacter sp., Micrococcus roseus,
ditambahkan minyak dan Pseudomonas aeruginosa, Micrococcus
diaklimatisasi selama 1 agalis, Mycobacterium sp. Nocardia sp.,
bulan Bacillus cereu.
Lingkungan
25
20
10
Awal
5 M inggu XII
0
A B C D E1 E2 E3 F G H I J
perlakuan
Gambar 6. Kadar air tanah (%) awal dan minggu XII proses bioremediasi
limbah hidrokarbon.
Pada penelitian ini pH tanah 6.1 – 7.0, masih pada batas yang sesuai,
sehingga mikroba dapat bekerja dengan baik untuk mendegradasi hidrokarbon.
Hasil analisis pH tanah disajikan pada Gambar 7. Hasil ini masih berada pada
kisaran yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba, yang dapat mempercepat
terjadinya degradasi dari hidrokarbon. Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian sebelumnya (Chan & Pelczar 1986), mereka melaporkan bahwa pH
optimum bagi pertumbuhan mikroba adalah pada kisaran 6 .5 – 7.5. Penelitian
lain yang dilaporkan oleh Alexander (1994) menyatakan bahwa pH optimum
untuk degradasi hidrokarbon yaitu 6.0 – 8.0.
7.1
7
6.9
6.8
6.7
pH
6.6
6.5
Awal
6.4
Minggu XII
6.3
6.2
A B C D E1 E2 E3 F G H I J
Perlakuan
Gambar 7. pH tanah pada awal dan minggu XII proses bioremediasi limbah
hidrokarbon
48
27.2
27
26.8
Suhu lingkungan
26.6
26.4
26.2
26
25.8
25.6
25.4
0 II IV VI VIII X XII XVI
Minggu
Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh faktor suhu, pH, kadar air, dan
nutrisi sebagai sumber energi (Baker & Herson 1994). Nutrisi yang dibutuhkan
yaitu karbon, nitrogen dan phosfor. Unsur-unsur karbon, nitrogen dan phosfor
yang tersedia di lingkungan digunakan mikroba untuk pertumbuhan. Nitrogen
merupakan unsur berperan dalam pertumbuhan, perbanyakan sel dan
pembentukan dinding sel. Beberapa mikroba dapat menggunakan nitrogen dari
atmosfer, tetapi kebanyakan memperoleh nitrogen dalam bentuk terlarut di air.
Phosfor merupakan komponen utama asam nukleat dan lemak sel membran yang
berperan dalam proses pemindahan energi. Phosfor selain digunakan untuk
transport energi, juga penting untuk pertumbuhan mikroba, dan pembentukan
asam amino.
49
8
7
6
5
C (%)
4
3
Awal
2
1 Minggu XII
0
A B C D E1 E2 E3 F G H I J
Perlakuan
Gambar 9. C-organik (%) tanah pada awal dan minggu XII proses
bioremediasi limbah hidrokarbon.
0.5
0.4
N-total (%)
0.3
0.2 Awal
M inggu XII
0.1
0
A B C D E1 E2 E3 F G H I J
Perlakuan
Gambar 10. N-total (%) tanah pada awal dan minggu XII proses
bioremediasi limbah hidrokarbon.
45
40
35
P-total (ppm)
30
25
20
15
Awal
10
5 Minggu XII
0
A B C D E1 E2 E3 F G H I J
perlakuan
Gambar 11. P total (ppm)tanah pada awal dan minggu XII proses
bioremediasi limbah hidrokarbon.
Tabel 14. Hasil analisis rasio C:N:P pada bioremediasi limbah hidrokarbon
Awal Minggu XII
Perlakuan C:N:P C:N:P
A 465:18.6:0.1 132:12.9:0.1
B 656:22.5:0.1 157:13.6:0.1
C 464:17.1:0.1 155:13.8:0.1
D 656:23.6:0.1 148:14:0.1
E1 530:20:0.1 102:10.5:0.1
E2 523:20:0.1 98:10.2:0.1
E3 580:21.7:0.1 98:10:0.1
F 537:21.7:0.1 183:14.4:0.1
G 740:24:0.1 136:10:0.1
H 523:20:0.1 144:13.3:0.1
I 573:23:0.1 138.2:10:0.1
J 1013:29.7:0.1 425:17.5:0.1
Rasio C:N:P yang terdapat dalam tanah berfungsi sebagai pemicu untuk
metabolisme bagi pertumbuhan mikroba baik indigen maupun eksogen, agar tidak
menyebabkan kondisi lingkungan menjadi toksik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan 20 % kompos dan
inokulan 10 % nilai C:N:P ratio lebih kecil jika dibandingkan dengan perlakuan
yang lain yaitu kompos 30 %, 10 % dan inokulan 15 %, 5 %, dan menghasilkan
degradasi yang terbesar jika dibandingkan dengan perlakuan lain. Hasil degradasi
TPH disajikan pada Gambar 12. Besarnya degdarasi TPH memperlihatkan bahwa
ada keseimbangan unsur hara dalam tanah yang digunakan oleh mikroba untuk
hidup dan pertumbuhan, sehingga mikroba dapat mendegradasi bahan pencemar
hidrokarbon. Rasio C:N:P (9.8 : 1: 0.01) ini termasuk dalam kategori yang dapat
mempercepat terjadinya degradasi hidrokarbon. Hasil ini didukung oleh peneliti
sebelumnya (Alexander 1994) yang melaporkan bahwa C:N:P ratio terbaik untuk
mendegradasi limbah minyak adalah 10:1:0.2. Peneliti lain (Dickson and
Odokuma 2003) menyatakan bahwa semakin kecil C:N ratio dan P naik degradasi
limbah minyak lebih besar jika dibandingkan dengan C:N ratio yang besar dan P
rendah. Obbard and Ran (2003), melaporkan bahwa C:N:P ratio 100:10:1 lebih
baik dibandingkan dengan C:N:P ratio 100:1.1:0.05.
52
Degradasi TPH
100
90
80
A
70
Degradasi TPH (%)
B
60 C
D
50
E1
40 E2
E3
30
F
20 G
10 H
I
0
J
0 IV VIII XII XIV XVI
Minggu
Mikroba
Kompos
Komar & Irianto (2000) menyatakan bahwa status nutrien tanah merupakan
faktor utama yang mempengaruhi aktivitas mikroba. Kompos dapat digunakan
sebagai sumber mikroba dan bulking agent, untuk melakukan bioremediasi.
Kompos juga berperan memperbaiki sifat kimia tanah seperti pH, kelembaban dan
struktur tanah, dan juga dapat digunakan untuk memperbaiki tanah yang
terkontaminasi dengan berbagai polutan organik (Fermor et al. 2001).
Penggunaan kompos untuk beioremediasi limbah hidrokarbon mampu
mendegradasi minyak pelumas 73 % (Suortti et al. 2000); minyak disel 85 %
(Ryckeboer et al. 2003); dan crude oil 88.25 % (Munawar et al. 2007).
Kompos 20 % dan bakteri 10 % yang ditambahkan pada penelitian ini
mampu mendegradasi TPH 91.15 %. Hasil identifikasi bakteri pada kompos yang
ditambahkan minyak dan diaklimatisasi selama 1 bulan, tanah yang ditambahkan
minyak dan diaklimatisasi selama 1 bulan dan tanah hasil bioremediasi selama 3
bulan pada perlakuan kompos 20 % dan inokulan 10 % teridentifikasi 15 jenis
bakteri disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil identifikasi bakteri pada kompos dan tanah
Tabel 17. Hasil analisis ragam pengaruh kompos dan bakteri terhadap
degaradasi TPH pada minggu XII
Faktor Pendugaan pengaruh %Signifikansi
Intersep 83.15 100
X1 1.65 70.04
X2 3.26 93.28
X1 2 -6.04 98.17
X2 2 -5.80 98.27
X1X2 -0.38 14.36
R2 0.84
kompos 20 % (w/w) dan inokulan 10 % (v/w), dan pada minggu tersebut nilai
TPH 0.87 % di bawah baku mutu Kep-MenLH No. 23 Tahun 2003 yaitu 1 %.
Sedangkan untuk perlakuan kontrol sampai pada minggu XVI masih di atas baku
mutu yaitu 2.32 %.
Pada Gambar 14 TPH yang terdegradasi tertinggi pada minggu XII ini
terlihat bahwa waktu proses bioremediasi berpengaruh terhadap degradasi TPH.
Menurut Schinner & Margesin (2001) degradasi hidrokarbon pada proses
bioremediasi dimulai pada minggu ke 3 dan perubahan yang mencolok itu terjadi
setelah 8 minggu (minggu ke 11). Pada penelitian ini hasil analisis jumlah
mikroba juga memperlihatkan bahwa pada minggu ke 4 - 12 jumlah sel mikroba
7.0 x 10 6 CFU ml-1 - 1.5 x 108 CFU ml-1, sedangkan pada perlakuan kontrol
jumlah mikroba 3.5 x 104 – 3.0 x 105 CFU ml-1. Hasil ini memperlihatkan bahwa
pada perlakuan penambahan kompos jumlah mikroba lebih banyak dibandingkan
pada perlakuan kontrol, sehingga TPH yang terdegradasi juga lebih besar.
% degradasi TPH/pengamatan
70
60 A
% degradasi TPH/pengamatan
B
50 C
D
40 E1
E2
30
E3
F
20
G
H
10
I
0 J
0 IV VIII XII XVI
Minggu
Gambar 14. Grafik degradasi TPH (%) per empat minggu selama 16 minggu
pengamatan.
Pembahasan Umum
Tanah tercemar limbah minyak akan mengkontaminasi air tanah. Apabila terjadi
pencemaran minyak pada permukaan, maka minyak tersebut akan masuk ke
dalam tanah. Jarak rembesan minyak yaitu 10 – 50 m (Fatimah & Rahmat 2007).
Tanah tercemar minyak apabila dijadikan sebagai lahan pemukiman, akan
berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Connel & Miller (1995) melaporkan
bahwa pencemaran yang disebabkan karena adanya hidrokarbon berpengaruh
terhadap hewan dan manusia.
Pemanfaatan lahan untuk pertanian termasuk sensitif berpengaruh terhadap
keberlanjutan dari dimensi ekologi. Lahan tercemar minyak apabila dijadikan
sebagai lahan pertanian, akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa di lokasi kilang minyak Mathura-India
yang tercemar limbah minyak tidak ada vegetasi yang tumbuh (Mishra et al.
2001). Penelitian lain melaporkan bahwa di dalam tanah dengan konsentrasi
hidrokarbon 1% - 5 % umumnya tanaman, dapat tumbuh tetapi kurang subur
(Bossert & Bartha 1984). Schlegel (1994) menyatakan bahwa tumpahan atau
ceceran minyak dapat menyebabkan flora, fauna mati dan terganggu
pertumbuhannya Oleh karena itu tanah yang tercemar limbah hidrokarbon perlu
dilakukan pemulihan dengan bioremediasi agar lahan yang digunakan untuk
pertanian dapat berkelanjutan.
Keberlanjutan bioremediasi limbah hidrokarbon juga perlu ditinjau dari
dimensi ekonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan indeks keberlanjutan dimensi
ekonomi sebesar 55.24. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi termasuk ke
dalam kategori cukup berkelanjutan, yaitu berada pada kisaran 50.00 – 75.00
(Suwandi 2005; Mersyah 2006; Marhayudi 2006). Nilai indeks dimensi ekonomi
masih dapat ditingkatkan melalui identifikasi faktor sensitif terhadap
keberlanjutan yang merupakan hasil dari analisis sensitivitas.
Hasil analisis sensitivitas, atribut yang berpengaruh terhadap keberlanjutan
dari dimensi ekonomi yaitu ; nilai lahan yang tercemar dan biaya pengolahan
limbah. Nilai lahan di sekitar lokasi pengolahan limbah Rp. 2.000 m-2, dengan
radius 1 km dari kota Sangatta, sedangkan di Sangatta nilai Rp. 100.000,- m-2.
Untuk meningkatkan nilai lahan yang tercemar limbah hidrokarbon, perlu
dilakukan pemulihan yaitu dengan bioremediasi.
72
60
Up
40
Other Distingishing Features
20
Bad Good
0
0 20 40 60 80 100 120
71.12
-20
-40
Down
-60
Sumbu X setelah rot asi: skala keberlanjut an
Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya sebesar 76.76 . Nilai ini
jika dibandingkan dengan nilai indeks keberlanjutan yang bersifat multidimensi
berada di atas nilai IKB-BLH dan termasuk ke dalam kategori berkelanjutan
73
dengan nilai 75 – 100 (Suwandi 2005; Mersyah 2006; Marhayudi 2006). Nilai
indeks dimensi sosial masih dapat ditingkatkan melalui identifikasi faktor sensitif
terhadap keberlanjutan yang merupakan hasil analisis sensitivitas.
Berdasarjan hasil analisis sensitivitas dimensi sosial, atribut yang
berpengaruh terhadap keberlanjutan dari dimensi sosial yaitu peran masyarakat
dalam pengolalan limbah. Masyarakat diharapkan terlibat dalam proses
pengolahan limbah sehingga keberlanjutan dari dimensi sosial dapat ditingkatkan.
Hasil penelitian yang dilakukan dilaboratorium dapat dijadikan saran untuk
bioremediasi limbah hidrokarbon di lapangan. Bioremediasi dengan biostimulasi
dan bioaugmentation dapat mempercepat proses bioremediasi, sehingga indeks
keberlanjutan dari bioremediasi limbah hidrokarbon dapat ditingkatkan.
Berdasarkan analisis sensitivitas dari dimensi ekologi, ekonomi dan sosial
diusulkan rekomendasi kebijakan pelaksanaan bioremediasi yakni :
1. Dalam melakukan bioremediasi hal yang pertama kali harus dilakukan
adalah melihat karakteristik dari limbah tersebut; dalam hal ini
menentukan konsentrasinya; jika konsentrasi TPH > 1 %, maka limbah
tersebut perlu di bioremediasi.
2. Dalam melakukan bioremediasi harus memperhatikan lahan sekitarnya,
termasuk untuk pemukiman dan pertanian.
3. Dalam melakukan bioremediasi juga harus memperhatikan biaya
pengolahan limbah.
4. Pengelolaan limbah dan pelestarian lingkungan harus ada kerjasama antara
pemerintah, pengusaha dan masyarakat sehingga pengelolaan limbah dan
pelestarian lingkungan dapat dilakukan secara baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang jenis bakteri pada kompos yang
sangat berperan dalam proses degradasi total petroleum hidrokarbon.
2. Untuk mempercepat proses degradasi limbah bengkel disarankan
menggunakan metode bioremediasi dengan biostimulasi kompos dan
bioaugmentation (penambahan bakteri).
3. Analisis keberlajutan bioremediasi limbah hidrokarbon dari 3 dimensi yang
dianalisis ada satu dimensi yang cukup berkelanjutan yaitu dimensi ekonomi.
Untuk meningkatkan keberlanjutan dimensi ekonomi disarankan bioremediasi
dengan biostimulasi kompos dan bioaugmentation akan mempercepat
degradasi TPH sehingga waktu yang digunakan relatif singkat dan dapat
mengurangi biaya bioremediasi.
DAFTAR PUSTAKA
Baker, K.H., Herson, D.S. 1994. Bioremediation. Mc. Graw-Hill Inc. New York.
Bragg, J.R, Prince, R.C., Wilkinson, J.B., Atlas, M. 1993. Bioremediation for
Shoreline Clean Up Following the 1989 Alaska Oil Spill. Office of Research
and Development, United States Environmental Protection Agency,
Washington.
Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.P., Sitepu, M.J. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Pesisir dan Lautan Secara terpadu. Pradnya Paramita , Jakarta.
76
Fermor, T.R., Reid, B.J., Semple, K.T. 2001. Impact of Composting Strategi on
the Treatment of Soil Contaminated With Organik Pollution. Rev. Environ.
Poll.112: 269 - 283.
Fisheries. 1999. Rapfish Software for Excel. Fisheries Centre Research Reports.
75 hal.
Head, M.I., Daniel, F., Swannell, J.P.R., Fratepietro, F., Jones, M.D., Milner,
G.M., Rolling, F.W. 2004.Bacterial Community Dynamics and Hydrocarbon
Degradation During a Field-Scale Evaluation of Bioremediation on a
Mudflat Beach Contaminated with Buried Oil. Appl. Environ. Microb. 70:
2603 - 2613.
IPB 2006. Kandungan Unsur Hara Hasil Uji Laboratorium IPB Bogor.
Kay, R., Alder, J. 1999. Coastal Planning and Management. Routledge. New
York.
Lai, B., Krishnan. S., Bhattacharya, D., Sarma, M.P. 2004. Degradation of
Polycyclic Aromatic Hydrocarbons by a Newsly Discovered Enteric
Bacterium, Leclercia adecarboxylata. Appl. Environ. Microb., 70 (5), 3163-
3166.
Montgomery, D.C. 1991. Design and Analysis of Experiments. John Willey &
Sons, New York.
Rosenberg, E., Ron, E.Z., Knezevic, V., Koren, O. 2003. Petroleum Pollution
Bioremediation Using Water-Insoluble Uric Acid as The Nitrogen Source.
Appl. Environ. Microb. 6337-6339.
Ryckeboer,J.,Coosemans,J.,Swings,J.,Mergaert,J.,Gestel,V.K.2003.
Bioremediation of Diesel Oil-Contaminated Soil by Composting wiyh
Biowaste. Environ. Poll., 125: 361 -368.
Setiyo R. 2006. Pengaruh Sampah Kota Terhadap Hasil dan Tahana Hara
Lombok. J. Ilmu Tanah dan Lingk.3 (2), 24 -28.
Suwandi. 2005. Keberlanjutan Usaha Tani Pola Padi Sawah-Sapi Potong terpadu
di Kabupaten Sragen: Pendekatan RAP-CLS. Disertasi Sekolah Pasca
Sarjana Institup Pertanian Bogor.
Swannell, R.P., Lee K., McDonagh, M. 1996. Field Evaluation of Marine Oil
Spill Bioremediation. National Environmental Technology Centre, Canada.
Tiwary, R.K. 2001. Environmental Impact Of Coal Mining on Water Regime and
Its Management. Water Air and Soil Poll., 132: 185-199.
White, C.D., Chang, J.Y., Davis, A.G., Venosa, D.A.,Stephen, R.J., MacNaughton
JS.1999. Microbial Population Changes During Bioremediation of
Experimental Oil Spill. Appl. Environ. Microb., 65 (8), 3566-3574.
Wood, H.J., Kleinfelter, C.D., Keenan, W.C. 1992. Ilmu Kimia Untuk
Universitas. Penerbit Erlangga.
Lampiran 3. Degradasi total petroleum hidrokarbon TPH (%) per empat minggu
selama penelitian
Critical Value
88
Critical Value
Critical Value
89
Critical Value
90
Lampiran 11. C- organik, N- total dan P- total tanah yang terkontaminasi limbah
bengkel.
Penentuan N Total
1. 10 gram tanah dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan dengan
aquades.
2. Diambil 10 ml dari larutan tersebut dan dimasukkan dalam labu Kjeldahl 500 ml
dan ditambahkan 10 ml H2SO4, kemudian ditambahkan 5 gram campuran
Na2SO4-HgO (20:1) untuk katalisator.
3. Didihkan sampai jernih dan dilanjutkan pendidihan 30 menit, setelah dingin
dinding labu Kjeldahl dicuci dengan aquades dan dididihkan lagi selama 30
menit.
4. Setelah dingin ditambahkan 140 ml aquades, dan ditambahkan 35 ml larutan
NaOH-Na2SO4 dan beberapa butiran zink.
5. Kemudian dilakukan destilasi, destilat ditampung sebanyal 100 ml dalam
Erlenmeyer yang berisi 25 ml larutan jernih asam borat dan beberapa tetes
indikator metil merah atau metal biru. Langkah tersebut juga dilakukan terhadap
blanko.
6. Larutan yang diperoleh dititrasi menggunakan 0,02 N HCL
7. Dihitung total N.
8. Perhitungan jumlah total N.
(ts-tb) x N HCL
____________________
Jumlah N total = x 14,008 x f mg/ml
Berat tanah (g)
102
Keterangan :
f = factor pengenceran
ts = HCL yang diperlukan untuk titrasi sample
tb = HCL yang diperlukan untuk titrasi blanko
Standarisasi HCL 0,02 N
1. 5 ml natrium boraks 2 %
2. Ditambah 2 tetes indicator BCG-MR
3. Titrasi dengan HCL 0,02 N sampai terjadi perubahan warna
2 x berat natrium boraks
__________________________________________________________
N HCL =
BM natrium boraks x volume HCL untuk titrasi (ml)
Barat natrium boraks 2 % = 2 % g/ml x 5 ml x 1000
Larutan NaOH – Na2S2O3
500 ml NaOH + 500 ml H2O + 125 g NaOH – Na2S2O3 digojok sampai larut semua.
Larutan indikator metal merah atau metal biru
100 mg metil merah + 30 mg metilin biru dilarutkan 60 ml alcohol 90 %, diencerkan
menjadi 100 ml dengan aquades yang telah dididihkan.
Penentuan P Total
1. 2 gram tanah yang telah dihaluskan dan dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl 100 ml
dan digunakan sebagai blanko.
2. Ditambahkan 6 ml HNO3, diaduk perlahan dalam penangas air listrik pada suhu < 80
o
C.
3. Setelah semua gas NO2 menguap tabung Kjeldahl didinginkan dan ditambahkan 6 ml
HCLO4, diaduk dalam penangas air listrik pada suhu 120 oC.
4. Setelah dingin ditambahkan 1 ml HCl, dipanaskan ± 30 menit dan kemudian
didinginkan.
5. Setelah dingin leher tabung dibilas dan larutan disaring ke dalam labu ukur 100 ml,
dicuci beberapa kali dengan aquades hingga batas tanda. Larutan digunakan untuk
mendeterminasi HClO4 larutan sulfur.
103
Taufan (2009) : pH (H2O) 5.20 ; C (organic) 1.98 %; N (total) 0.25 % dan P (33.70 %)
Pemberian kompos pada tanah pasir dapat memperbaiki struktur tanah dan kapasitas
tukar kation. Selain itu dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah serta
menurunkan kalsium carbonat yang mengikat asama humat.