Professional Documents
Culture Documents
Askep Kejang Demam Pada Anak
Askep Kejang Demam Pada Anak
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian besar
kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat anti kejang
sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang demam. Tetapi hal
ini sekarang sudah jarang dilakukan kepada anak-anak yang cenderung mengalami kejang
demam, saat mereka menderita demam, bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut
maupun melalui rektal). Untuk mengatasi demam bisa diberikan asetaminofen atau ibuprofen.
Aspirin sebaiknya tidak digunakan untuk mengobati demam pada anak-anak karena resiko
terjadinya sindrom reye. Kejang merupakan hal paling dicemaskan oleh orang tua meski tidak
membahayakan dan pada umumnya tidak berdampak buruk pada tumbuh dan berkembangnya
anak nantinya. (Mansjoer,Arif,2000)
Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara
umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah tebukti adanya infeksi
intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada
kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh sutu proses ekstranium (diluar
rongga kepala). (Febrile Seizures,1980)
Kejang merupakan mal fungsi pada system listrik otak. Kejang merupakan
disfungsi neurologic yang paling sering terlihat pada anak-anak dan dapat terjadi dengan
berbagai keadaan yang melibatkan SSP (Sistem Saraf Pusat). Manifestasi kejang di tentukan
oleh lokasi asal gangguan dan dapat meliputi keadaan tidak sadar atau perubahan kesadaran.
Misalnya gerakan infolunter dan perubahan dalam persepsi dan juga perubahan postur tubuh.
Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat
terjadi difusi dari ion K&Na melalui membran inti, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel/membran sel di dekatnya
dengan bantuan neurotransmiter, sehingga terjadi kejang. Kejang disebabkan oleh pelepasan
hantaran listrik yang abnormal di otak. Gejala-gejala yang timbul dapat bermacam-macam
tergantung pada bagian otak yang terpengaruh, tetapi umumnya kejang berkaitan dengan suatu
sensai “aneh”, kekakuan otot yang tidak terkendali dan hilangnya kesadaran. (Mansjoer,2000)
Kejang dapat terjadi akibat adanya kelainan medis. Rendahnya kadar gula darah, infeksi,
cedera kepala, keracunan, atau overdosis obat-obatan dapat menybabkan kejang dan juga
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan
terlambat, problem pada masa neonates, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrum rendah.
Setelah kejang demam pertama. Resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak
mendapatkan kejang setelah demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat
keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsy. (Mansjoer,2000)
Kejang demam terjadi dalam waktu singkat, umumnya pada rentang waktu dibawah 15
menit. Diatas rentang waktu 15 menit, serangan tersebut perlu diwaspadai, karena tergolong
serangan kompleks yang bisa terjadi lebih dari 1 kali dalam kurun waktu 24 jam. Kejang terjadi
bersamaan dengan kenaikan suhu badan (demam) yang tinggi dan cepat hingga mencapai suhu
luar tubuh 38oC atau lebih. Wujud kejang dapat berupa (bola) mata ke atas disertai kekakuan
atau kelemahan. Atau, terjadi gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan pada anggota
gerak. Anak tidak responsif untuk bebrpa waktu, napas akan terganggu dan kulit akan tampak
lebih gelap. Untuk kasus kejang demam kompleks, biasanya penderita memiliki kelainan
neurologis dan atau memiliki riwayat kejang bahkan epilepsi dalam keluarganya penderita
biasanya akan tidur pulas atau nyenyak setelah mengalami kejang demam. (Mansjoer,2000)
Di Sulawesi Selatan, pada anak yang berumur 0 bulan sampai 5 tahun terdapat 50% yang
terkena kejang demam. Hasil yang diperoleh didapat demam dengan suhu >37,8oC mempunyai
resiko kejadian kejang demam sebesar 42,3 kali, umur <24 bulan mempunyai resiko kejadian
kejang demam sebesar 4,32 kali, riwayat keluarga mempunyai resiko kejadian kejang demam
sebesar 7,04 kali, Trauma persalinan mempunyai resiko kejadian kejang demam 3,88, Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) mempunyi resiko kejadian kejang demam sebesar 0,13 kali.
Kesimpulan didapatkan bahwa faktor demam, umur, riwayat keluarga, trauma persalinan, BBLR,
mempunyai resiko kejadian kejang demam. (Rahma, 2008)
Secepatnya menurunkan panas badan adalah hal utama menghindari kejang. Longgarkan
pakaian yang ketat atau berbahan dasar dengan sifat memerangkap panas. Gunakan kompres air
hangat dan perbanyak minum air putih untuk merangsang turunnya panas badan penderita,
hindari penggunaan air dingin dan kompres alkohol. Obat penurunan panas dapat puka
digunakan bila dibutuhkan. Hindari penggunaan kopi sebagai anti kejang, gunakan obat
pencegah kejang yang diberikan lewat bubur jika penderita tidak dapat mengkonsumsi obat. Bila
terjadi kejang, jangan menahan gerakan-gerakan anak seperti memegani tangan atau kakinya.
Segera miringkan anak apabila kejang telah berhenti. (Fatimah,2004)
Keadaan ini tidak edentik dengan epilepsi, dimana serangan kejang terjadi berulang-ulang
tanpa demam. Ada sekitar 15% kasus epilepsi yang didahului dengan gejala kejang demam.
Namun, kurang dari 5% anak kejang demam berkembang menjadi epilepsi. Tetap monitor suhu
tubuh penderita selama 16 hingga 24 jam sejak awal serangan. Karena kemungkinan serangan
ulang masih mengintainya. Yang paling penting tetap tenang dan tidak panik saat menghadapi
gejala dan serangan kejang demam yang terjadi pada pendeita. Kejang demam yang yang banyak
dialami anak balita yang memiliki sifat bawaan mudah mendapatkan gangguan kesehatan
tersebut. Tidak seperti epilepsi, kejang demam pada umumnya demam tinggi. (Fatimah,2004)
Namun bila serangan itu berlanjut lebih dari lima menit, segeralah mencari bantuan
dokter. Orang tua disarankan tetap waspada terhadap kemungkinan serangan kejang demam.
Kalau serangan datang, orang tua hendaknya tetap tenang. Menulis dan mengatakan untuk tetap
tenang memang tidak semudah melakukannya saat kita berhadapan dengan penderita, apalagi
bila penderita adalah buah hati tercinta. Kejang umumnya berhenti sendiri begitu kejang
berhenti, anak tidak akan memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi beberapa detik/menit
kemudian anak akan terbangun dan sadar kembali tanpda kelainan saraf. Ketika seorang perawat
yang dihadapkan dengan kilien yang berbeda budaya, maka perawat profesional tetap
memberikan asuhan keperawatan yang tinggi, demi terpenuhinya kebutuhan dasar klien tersebut.
(Fatimah,2004)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Transcultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar
dan praktek keperawatan yang focus memandang perbedaan dan kesamaan antara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,kepercayaan dan
tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia. (Leininger, 2002)
Asumsi mendasar daro teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi dari
keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan
Caring dikatakan sebagi tindakan yang dialkukan dalam memberikan dukugan kepada individu
secara utuh. Perilaku Caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam
perkembangan dan pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human
caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi
diantara kultur satu tempat dengan tempat lainya.
2. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi kehidupannya,
terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai,pola kegiatan
dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat
yang dapat diobservasi dalam aktifitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang
sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat sakit yang adaptif (Andrew
and Boyle, 1995).
3. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas
kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan
yaitu : fisik, social dan simbolik .Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh
manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah
didaerah Eskimo yang hamper tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun.
Lingkungan social adalah keseluruhan struktur social yang berhubungan dengan sosialisasi
individu, keluarga atau kelompok kedalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan
social individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan symbol yang menyebabkan individu atau
kelompok merasa bersatu seperti music, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan
yang diberikan kepaqda klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan
ditujukan memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam
asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoisasi
budaya dan mengubah / mengubah menganti budaya klien (Leininger, 1991).
a. Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan
yang telah dimiliki klien sehinga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah peroses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi maslah kesehatan klien
sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger anDavidhizar, 1995). Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Sinrise Model” yaitu:
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budanya yang dapat
dicegah,diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan ( Giger and Davidhizar,1995).
Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatam
transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan
kultur,gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidak patuhan
dalam pengobatanm berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
3. Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan
yang tidak dapat dipisahkan.Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan
pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien
(Gierand Davidhizar,1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural
(Andrew and Boyle,1995) yaitu: mempertahankan budaya yang dimiliki klien tidak bertentangan
dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klienkurang menguntungkan
kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang dimilki klien bertentangan dengan
kesehatan
a. Cultural care preservation/maintenance
1) Indentifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi
2) Bersikap tenang dan tidak berburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b. Cultural careaccomadation/negotiation
1) Gunakan bahas yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila ada konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan
pengetahuan biomedis.pandangan klien dan standar etik
c. Cultual care repartening/reconstruction
1) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksankannya
2) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan terminologi gejala pasien kedalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh
klien dan orang tua
5) Berikan informsi kepada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.Perawat dan klien harus
mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu proses
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya
budaya mereka bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya
sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya
klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang
bersifat terapeutik.
4. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang
mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan,mengurangi budaya klien yang tidak
sesuai dengan kesehatan atau beradapatasi dengan budaya baru yang mungkin sangat
bertentangan dengan budaya yang dimiliki oleh klien. Melalui evaluasi dapat diketahuhi asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien
2.2.6. Penatalaksanaan
Ada 3 hal yang perlu dikerjakan, yaitu (1) pengobatan fase akut; (2) mencari dan mengobati
penyebab; dan (3) pengobatan profilaksis terhadap berulang kejang demam
1. Pengobatan fase akut.Sering kali kejang berhenti sendiri pad waktu kejang pasien di
miringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar orgenasi
terjamin.Perhatikan keadaan vital seperti kesadarantekanan darah,suhu,pernafasan dan fungsi
jantung suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian anti
piretik.Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena
atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit
dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis,hentikan
penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila dizepam tidak
tersedia atau pemberianya sulit gunakan diazepam intraktel 5 mg (BB<10kg) atau 10 mg
(BB>10kg) bila kejang tidak berhenti dapat diulang lagi lima menit kemudian. Bila tidak
berhenti juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena pelahan-lahan
1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenition harus dilakukan pembilasan dengan NaCI
fisiologis karena fenition bersifat basa dan meyebabkan iritasi vena. Bila kejang berhenti dengan
iazepam lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal
untuk bayi 1 bulan – 1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuskular. Empat
jam kemudian berikan fenobarbital dosis rumat. Untuk dua hari pertama dengan dosis 8-10
mg/khBB/hari dibagi 2 dosis.Selama keadaan belum membaik obat diberikan secara suntikan
dan setelah membaik per oral.Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek
samping adalah hipotensi penuruanan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti
dengan fenitoin lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8 mg/kgBB/hari,12-24 jam setelah dosis awal
2. Mencari dan menobati penyeba. Pemeriksaaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
meyingkirkan kemungkinan meningitis terutama pada pada pasien kejang demam yang pertama.
Walapun demikian kebanyakan dokter melakukan fungsi lubal hanya pada kasus yang dicurigai
sebagai meningitis misalnya bila ada gejala meningitis atau bile kejang demam berlangsung lama
3. Pengobatan profilaksis. Ada dua cara profilaksis, yaitu(1) profilaksis intermiten saat
demam dan (2) profilaksis terus-menerus dengan anti konvulsan setiap hari.
Untuk profilaksis intermiten di berikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari
dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam diazepam dapat dpat pula diberikan secara intrarektal
tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB,10 kg) dan 10 mg (BB>10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu
lebih dari 38,5 derajat C efek samping diazepam adalah ataksia,mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus-menerus tiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/khBb/hari dibagi dlam 2 dosis.
Obat lain yang dapat digunakan adlah asam valproat dengan dosis 15-40
mg/kgBB/hari.Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah
kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 tahun. Profilaksis terus-menerus dapat
dipertimbangkan bila ada dua kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu:
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan(misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
2. Kejang demam lebih dari 15 menit,fokal, atau diikuti kelainan neurologis sementara atau
menetap
3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam datu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka
berikan profilaksi intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazipam oral atau rektal tiap
8 jam disamping antipiretik.
b) Kulit
Inpeksi : Kulit klien kelihatan bersih, tidak tidak ada lesi atau peradangan
Palpasi : Tidak ada luka tekan pada kepala dan leher, tidak ada benjolan dan perdarahan
Palpasi : Tidak ada lika tekan dan nyeri pada dada, tidak ada benjolan dan pendarahan.
Perkusi : Terdengar redup pada dada sebelah kanan
Auskultasi : Dada bagian terdengar ronchi basah
i) Abdomen
Inpeksi : Abdomen simetris, abdomen tampak cekung, abdomen cukup bersih
Palpasi : Tidak ada nyeri saat ditekan, perut teraba kembung, tidak ada benolan, berdarah, dan
tidak lesi atau odema
Ekstrimitas Bawah : Tidak ada keterbatasan aktivitas maupun kelainan bentuk tulang dan tidaka
ada trauma pada ekstrimitas bawah.
Di RS : Klien hanya berbaring diatas tempat tidur dan digendongnya oleh ibunya dan
kondisinya masih lemah.
b. Personal Hgyiene
Di rumah : Klien Mandi 2x sehari, dan potong kuku bila panjang.
Di RS : Selama di RS klien tidak pernah mandi hanya diseka 1x sehari oleh keluarganya.
c. Nutrisi
Di rumah : Klien makan 3x/ hari, makan SUN, dan minumnya setelah makan dan apabila haus
minum susu.
Di RS : Klien makan 2x sehari, minum air putih, dan juga minum susu
d. Eliminasi
Di rumah : Klien BAB kurang teratur, sedangkan BAK 7 – 8x sehari
e. Sexsual
Klien berjenis kelamin perempuan, klien tidak pernah mengalami penyakit kelamin.
f. Pisiko Sosial
Hubungan klien dengan keluarga sangat baik karena banyaknya keluarga yang mengunjungi
klien, hubungan dengan perawat, dokter dan tenaga medis lainnya baik dan dapat bekerjasama
dalam perawatanya.
g. Spiritual
Klien beragama islam, keluarga klien hanya bisa berdoa untuk kesembuhan klien
V. Diagnosa Keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh b.d peningkatan metabolisme penyakitnya.
Tujuan : dalam 3 hari suhu badan klien kembali normal, tidak terjadi kejang lagi.
Kriteria hasil : suhu badan normal, tidak ada kejang, kembali segar.
Rencan :
1) Observasi TTV
2) Anjurkan keluarga untuk kopres dingin klien
3) Anjurkan keluarga untuk memakaikan baju yang menyerap keringat untuk klien
4) Berikan penjelasan pada keluarga klien
Jelaskan tentang :
- Nama penyakit anak
- Penyebab penyakit
- Akibat yang di timbulkan
- Pengobatan yang dilakukan
Jelaskan tentang :
- Pengertian kompres dan pentingnya
- Suhu badan yang normal bagi anaknya
Beri kesempatan keluarga untuk mengulangi isi penyuluhan
Anjurkan keluarga untuk membawa anak selalu kontrol setelah pulang dari rumah sakit