You are on page 1of 6

PPKN

“SEJARAH SUKU TORAJA”

Disusun Oleh :
- Ilham Mauliddandi
- Maulana Arizal

SMP NEGERI 3 PURBALINGGA


TAHUN AJARAN 2015/2016
SUKU TORAJA
Nama Toraja mulanya diberikan oleh suku Bugis Sidendereng dan dari luwu. Orang
Sidendreng menamakan penduduk daerah ini dengan sebuatn To Riaja yang mengandung arti
“Orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan”, sedang orang Luwu menyebutnya To
Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada juga versi lain
bahwa kata Toraya asal To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar), artinya orang
orang besar, bangsawan. Lama-kelamaan penyebutan tersebut menjadi Toraja, dan kata Tana
berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja dikenal kemudian dengan Tana
Toraja.

Adat Istiadat Suku Toraja

Rambu Solo adalah upacara adat kematian masyarakat Toraja yang bertujuan untuk
menghormati dan menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, yaitu
kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan.
Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian karena orang yang
meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruhprosesi upacara ini digenapi.
Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang sakit atau
lemah, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat
tidur dan diberi hidangan makanan dan minuman bahkan selalu diajak berbicara.

Puncak dari upacara Rambu solo ini dilaksanakan disebuah lapangan khusus. Dalam upacara
ini terdapat beberapa rangkaian ritual, seperti proses pembungkusan jenazah, pembubuhan
ornament dari benang emas dan perak pada peti jenazah, penurunan jenazah ke lumbung
untuk disemayamkan, dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.

Rumah Adat Suku Toraja


Tongkonan adalah rumah tradisional masyarakat Toraja, terdiri dari tumpukan kayu yang
dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata “tongkon” berasal dari bahasa
Toraja yang berarti tongkon “duduk”. Selain rumah, Tongkonan merupakan pusat kehidupan
sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan dengan rumah adat ini sangatlah penting dalam
kehidupan spiritual suku Toraja. Oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut
serta karena melambangkan hubungan mereka dengan leluhur mereka. Menurut cerita rakyat
Toraja, Tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku
Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.

Kesenian Suku Toraja

Tanah toraja adalah salah satu daerah yang terkenal akan ukirannya. Ukiran ini menjadi
kesenian khas suku bangsa Toraja di Sulawesi Selatan. Ukiran dibuat menggunakan alat ukir
khusus di atas sebuah papan kayu, tiang rumah adat, jendela, atau pintu. Bukan asal ukiran,
setiap motif ukiran dari Tana Toraja memiliki nama dan makna khusus. Keteraturan dan
ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran kayu Toraja. Selain itu, ukiran Tana Toraja
memiliki sifat abstrak dan geometris. Tumbuhan dan hewan sering dijadikan dasar dari
ornament Toraja.

Musik dan Tarian

Suku Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam upacara penguburan.
Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita, dan untuk menghormati sekaligus
menyemangati arwah almarhum karena sang arwah akan menjalani perjalanan panjang
menuju akhirat. Pertama-tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu
sepanjang malam untuk menghormati almarhum (ritual terseebut disebut Ma'badong).[6][26]
Ritual tersebut dianggap sebagai komponen terpenting dalam upacara pemakaman.[23] Pada
hari kedua pemakaman, tarian prajurit Ma'randing ditampilkan untuk memuji keberanian
almarhum semasa hidupnya. Beberapa orang pria melakukan tarian dengan pedang, perisai
besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai ornamen lainnya. Tarian
Ma'randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante,
tempat upacara pemakaman. Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian
Ma'katia sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma'akatia bertujuan
untuk mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan almarhum. Setelah
penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki dan perempuan bertepuk tangan
sambil melakukan tarian ceria yang disebut Ma'dondan.
Tarian Manganda' ditampilkan pada ritual Ma'Bua'.

Seperti di masyarakat agraris lainnya, suku Toraja bernyanyi dan menari selama musim
panen. Tarian Ma'bugi dilakukan untuk merayakan Hari Pengucapan Syukur dan tarian
Ma'gandangi ditampilkan ketika suku Toraja sedang menumbuk beras[28] Ada beberapa tarian
perang, misalnya tarian Manimbong yang dilakukan oleh pria dan kemudian diikuti oleh
tarian Ma'dandan oleh perempuan. Agama Aluk mengatur kapan dan bagaimana suku Toraja
menari. Sebuah tarian yang disebut Ma'bua hanya bisa dilakukan 12 tahun sekali. Ma'bua
adalah upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan
menari di sekeliling pohon suci.

Alat musik tradisional Toraja adalah suling bambu yang disebut Pa'suling. Suling berlubang
enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada tarian Ma'bondensan, ketika alat ini
dimainkan bersama sekelompok pria yang menari dengan tidak berbaju dan berkuku jari
panjang. Suku Toraja juga mempunyai alat musik lainnya, misalnya Pa'pelle yang dibuat dari
daun palem dan dimainkan pada waktu panen dan ketika upacara pembukaan rumah.[29]

Passuling

Ini merupakan seruling tradisional Toraja, yang juga dikenal dengan nama “Suling Lembang”.
Seruling dimainkan oleh kelompok laki-laki untuk mengiringi “Pa’Marakka” atau lagu duka
yang dinyanyikan oleh para wanita. Mereka membawakan seni tradisional ini untuk
menyambut tamu, yang hadir untuk menyampaikan rasa duka mereka kepada keluarga yang
sedang berduka.
Pakaian Adat Suku Toraja

Pakaian adat pria Toraja dikenal dengan Seppa Tallung Buku, berupa celana yang panjangnya
sampai di lutut. Pakaian ini masih dilengkapi dengan asesoris lain, seperti kandaure, lipa',
gayang dan sebagainya. Baju adat Toraja disebut Baju Pokko' untuk wanita. Baju Pokko'
berupa baju dengan lengan yang pendek. Warna kuning, merah, dan putih adalah warna yang
paling sering mendominasi pakaian adat Toraja. Baju adat Kandore yaitu baju adat Toraja
yang berhiaskan Manik-manik yang menjadi penghias dada, gelang, ikat kepala dan ikat
pinggang.

Peninggalan Suku Toraja

Londa adalah sebuah kompleks kuburan kuno yang terletak di dalam gua. Di bagian luar gua
terlihat boneka-boneka kayu khas Toraja. Boneka-boneka merupakan replika atau miniatur
dari jasad yang meninggal dan dikuburkan di tempat tersebut. Miniatur tersebut hanya
diperuntukkan bagi bangsawan yang memiliki strata sosial tinggi, warga biasa tidak mendapat
kehormatan untuk dibuatkan patungnya.

Kuburan Gua londa Tana Toraja adalah kuburan pada sisi batu karang terjal , salah satu sisi
dari kuburan itu berada di ketinggian dari bukit mempunyai gua yang dalam dimana peti-peti
mayat di atur dan di kelompokkan berdasarkan garis keluarga. Disisi lain dari puluhan tau-tau
berdiri secara hidmat di balkon wajah seperti hidup mata terbuka memandang dengan penuh
wibawah.
Makanan Khas Suku Toraja

Pa’piong merupakan makanan khas suku toraja yang mempunyai nama cukup unik dan
berbahan dasar daging babi atau biasanya juga bisa daging ayam. Kalau biasanya daging babi
atau ayam diolah di bakar atau di goreng atau bisa juga di rebus, masyarakat Toraja mengolah
daging-daging tersebut dengan memasukkannya ke dalam bambu lalu di bakar. Seperti
pengolahan nasi bambu. Tapi setelah di masak dengan bambu makanan ini kemudian diolah
lagi dengan memanggang daging yang sudah dimasak dengan bambu. Proses pembuatannya
sebelum dimasukkan kedalam bambu daging terlebih dahulu diolah dengan cara dicampurkan
dengan rempah rempah dan bumbu yang kemudian ditambahkan dengan cabai local.

You might also like