Professional Documents
Culture Documents
A. Pengertian
Kurikulum adalah suatu rencana pendidikan, yang memberikan pedoman tentang jenis,
lingkup, urutan isi, serta proses pendidikan. Dengan program itu para siswa melakukan
berbagai kegiatan belajar sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku pada
dirinya. Kurikulum sebagai rencana pembelajaran juga diartikan sebagai seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu
B. Fungsi
1. Fungsi penyesuaian
Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan peserta didik agar memilki sifat
untuk mampu menyesuaikan dengan llingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial.
2. Fungsi pengintegrasian
Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh,
dalam hal ini orientasi dan fungsi kurikulum adalah mendidik peserta didik agar memilki
pribadi yang integral. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari
masyarakat.
3. Fungsi perbedaan
Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan
individu peserta didik.
4. Fungsi persiapan
Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan peserta didik agar mampu
melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jauh, baik dalam memasuki
pendidikan yang lebih tinggi ataupun dalam memasuki kehidupan dalam masyarakat.
5. Fungsi pemilihan
Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada peserta
didik dalam memilih programprogram belajar sesuai dengan kemampuan dan minatnya.
6. Fungsi diagnostic
Kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan peserta didik
untuk dapat memahami kemampuan dan potensi yang ada dalam dirinya.
C. Peranan
1. Peranan konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk
mentransmisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan
masa kini kepada anak didik sebagai generasi penerus.
2. Peranan kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat.
Kurikulum melakukan kegiatankegiatan kreatif dan konstruktif, dalam arti menekankan bahwa
kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang baru. Kurikulum harus dapat
membantu setiap peserta didik dalam mengembangakan potensi dirinya.
Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilainilai dan budaya yang hidup
dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya
masa lalu kepada peserta didik perlu disesuaikan kondisi yang ada di masa sekarang.
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya.
1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam kurikulum harus benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Dalam konteks Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia, fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang termuat dalam silabus harus benar dan
sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam bidang ilmu tersebut. Penggunaan
istilah, notasi atau lambang untuk menunjuk objek tertentu, hendaknya sesuai dengan istilah,
notasi atau lambang yang umum dan lazim digunakan dalam bahasa dan sastra Indonesia.
2. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, serta teknik dan instrumen penilaian.
Dengan prinsip konsistensi ini, pemilihan materi pembelajaran, penetapan strategi dan
pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penggunaan sumber dan media pembelajaran, serta
penetapan teknik dan penyusunan instrumen penilaian semata-mata diarahkan pada pencapaian
kompetensi dasar dalam rangka pencapaian standar kompetensi.
3. Relevan
Prinsip ini mendasari pengembangan kurikulum, baik dalam pemilihan materi pembelajaran,
strategi dan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran, penetapan waktu, strategi penilaian
maupun dalam mempertimbangkan kebutuhan media dan alat pembelajaran.
4. Ketercukupan
Cakupan indikator, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem
penilaian cukup untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar. Dengan prinsip ini, maka
tuntutan kompetensi harus dapat terpenuhi dengan pengembangan materi pelajaran dan
kegiatan pembelajaran yang dikembangkan. Sebagai contoh, jika standar kompetensi dan
kompetensi dasar menuntut kemampuan menganalisis suatu obyek belajar, maka materi
pelajaran, kegiatan pembelajaran, dan teknik serta instrumen penilaian harus secara memadai
mendukung kemampuan itu.
5. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi, baik pengetahuan, sikap, maupun
praktik (psikomotor). Prinsip ini hendaknya dipertimbangkan, baik dalam mengembangkan
materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, maupun penilaiannya.
Kegiatan pembelajaran dalam silabus perlu dirancang sedemikian rupa sehingga peserta didik
memiliki keleluasaan untuk mengembangkan kemampuannya, bukan hanya kemampuan
kognitif saja, melainkan juga dapat mempertajam kemampuan afektif dan psikomotoriknya,
serta dapat secara optimal melatih kecakapan hidup (lifeskill).
6. Fleksibel
Pengembangan kurikulum harus bersifat luwes dalam pelaksanaannya; memungkinkan
terjadinya penyesuaian-penyesuaian dengan perkembangan zaman. Keseluruhan komponen
dalam kurikulum juga mengakomodasi keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika
perubahan yang terjadi di sekolah dan kebutuhan masyarakat.
Cakupan indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian
memerhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan
peristiwa yang terjadi. Banyak fenomena dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan
materi dan dapat mendukung kemudahan dalam menguasai kompetensi perlu dimanfaatkan
dalam pengembangan pembelajaran. Di samping itu, penggunaan media dan sumber belajar
berbasis teknologi informasi, seperti komputer dan internet perlu dioptimalkan.
Teori belajar tingkah laku (behaviorisme) memandang belajar sebagai hasil dari pembentukan
hubungan antara rangsangan dari luar (stimulus) seperti ‘2 + 2’ dan balasan dari siswa
(response) seperti ‘4’ yang dapat diamati. Semakin sering hubungan (bond) antara rangsangan
dan balasan terjadi, maka akan semakin kuatlah hubungan keduanya (law of exercise). Para
penganut teori belajar tingkah laku ini berpendapat bahwa batu saja akan berlubang jika ditetesi
air terus menerus. Thorndike menyatakan kuat tidaknya hubungan ditentukan oleh kepuasan
maupun ketidakpuasan yang menyertainya (law of effect). Itulah sebabnya, dua kata kunci
menurut para penganutnya selama proses pembelajaran adalah ‘latihan’ dan ‘ganjaran/
penguatan’. Teori ini menitikberatkan pada perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengulangan. Ganjaran atau penguatan pada binatang ditunjukkan dengan pemberian sesuatu
jika ia dapat menyelesaikan tugasnya, sehingga binatang tersebut akan mengulangi
kegiatannya. Para siswa akan sangat senang dan merasa dihargai jika mereka mendapat hadiah
ketika mereka dapat melaksanakan tugas dengan baik, sehingga mereka akan berusaha untuk
melakukan hal yang sama. Namun jika mereka melakukan hal yang salah maka mereka harus
mendapat hukuman agar ia tidak melakukan hal itu lagi. Teori belajar tingkah laku ini
menekankan adanya ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement). Semakin banyak
ganjaran yang diberikan maka respon yang diharapkan dari siswa akan lebih baik. Selain itu,
jika respon siswa di luar yang diinginkan maka diperlukan adanya konsekuensi hukuman
(punishment) sebagai stimulus agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang sudah
ada atau, dengan kata lain, agar perilaku siswa sesuai yang diinginkan. Khusus untuk
punishment ini, beberapa tokoh teori tingkah laku, misalnya Skinner, memiliki perbedaan
pendapat, khususnya karena dampak yang kurang baik. Skinner memberikan alternatif yaitu
digunakannya penguatan negatif (negative reinforcement). Pada masa kini, teori belajar yang
dikemukakan penganut psikologi tingkah laku ini cocok digunakan untuk mengembangkan
kemampuan siswa yang berhubungan dengan pencapaian hasil belajar (pengetahuan)
matematika seperti fakta, konsep, prinsip, dan skill (keterampilan).
Menurut Piaget, struktur kognitif atau skemata (schema) adalah suatu organisasi mental tingkat
tinggi yang terbentuk pada saat orang itu berinterkasi dengan lingkungannya. Dua proses yang
sangat penting adalah asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah suatu proses di mana suatu
informasi atau pengalaman baru dapat disesuaikan dengan kerangka kognitif yang sudah ada
di benak siswa; sedangkan akomodasi adalah suatu proses perubahan atau pengembangan
kerangka kognitif yang sudah ada di benak siswa agar sesuai dengan pengalaman yang baru
dialami. Sejalan dengan itu, Ausubel menginginkan proses pembelajaran di kelas-kelas adalah
suatu pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) yaitu suatu pembelajaran di mana
pengetahuan atau pengalaman yang baru dapat terkait dengan pengetahuan lama yang sudah
ada di dalam struktur kognitif seseorang. Untuk membantu terjadinya pembelajaran bermakna,
Bruner menyarankan agar proses pembelajaran melalui tiga tahap, yaitu tahap enaktif, tahap
ikonik, dan tahap simbolik.
Empat tahap perkembangan kognitif siswa menurut Piaget adalah (1) tahap sensori motor (0–
2 tahun), (2) tahap pra-operasional (2–7 tahun), (3) tahap operasional konkret (7–11 tahun),
dan (4) tahap operasional formal (11 tahun ke atas).
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan
mengatur kegiatan fsik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap
ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera
mereka. Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh
hal-hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indera, sehingga ia belum mampu
untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten. Pada tahap
operasional konkret (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di sekolah
dasar. Di tahap ini, seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata atau
dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu
situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran). Pada tahap operasional
formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan benda
nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan kognitif.
Bruner membagi penyajian proses pembelajaran dalam tiga tahap, yaitu tahap enaktif, ikonik,
dan simbolik. Pada tahap enaktif, para siswa dituntut untuk mempelajari pengetahuan dengan
menggunakan sesuatu yang “konkret” atau “nyata” yang berarti dapat diamati dengan
menggunakan panca indera. Contohnya, ketika akan membahas geometri ruang di awal
pembelajaran, guru dapat menggunakan alat peraga maupun barang sehari-hari semisal kaleng,
dus, dll. Pada tahap ikonik, yakni setelah mempelajari pengetahuan dengan benda nyata atau
benda konkret, tahap berikutnya adalah tahap ikonik, dimana para siswa mempelajari suatu
pengetahuan dalam bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang
menggunakan benda konkret atau nyata tadi. Pada tahap simbolik para siswa harus melewati
suatu tahap dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak.
Dengan kata lain, siswa harus mengalami proses berabstraksi. Berabstraksi terjadi pada saat
seseorang menyadari adanya kesamaan di atara perbedaan-perbedaan yang ada.
1. Model Penemuan
Bruner berpendapat bahwa belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan
(learning by discovery is learning to discover). Ada dua model penemunaan, yaitu model
penemuan murni dan model penemuan terbimbing. Model penemuan yang dapat
dikembangkan di kelas adalah model penemuan terbimbing di mana para siswa dihadapkan
dengan situasi di mana ia bebas untuk mengumpulkan data, membuat dugaan (hipotesis),
mencoba-coba (trial and error), mencari dan menemukan keteraturan (pola), menggeneralisasi
atau menyusun rumus beserta bentuk umum, membuktikan benar tidaknya dugaannya itu.
Berbeda dengan model penemuan murni di mana mulai dari pemilihan strategi sampai pada
jalan dan hasil penemuan ditentukan para siswa sendiri maka pada penemuan terbimbing ini,
para guru bertindak sebagai penunjuk jalan, ia membantu dan memberi kemudahan bagi para
siswanya sedemikian rupa sehingga mereka dapat mempergunakan idea, konsep dan
ketrampilan yang sudah dia pelajari untuk menemukan pengetahuan yang baru. Penggunaan
serangkaian pertanyaan yang tepat akan sangat membantu siswa untuk menemukan
pengetahuan yang baru berdasar pada pengetahuan lama yang dipunyainya.
2. Model Saintifk
Pendekatan saintifk meliputi lima pengalaman belajar sebagaimana dijelaskan berikut ini.
Dari berbagai prinsip belajar tersebut terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang
dapat digunakan sebagai dasar dalam upaya pembelajaran sebagai berikut.
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Dari kajian belajar
pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar
(Gage dan Berliner, 1984: 355). Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting
dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas
seseorang. Motivasi dapat dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil (Gage dan
Berliner, 1984: 372).
B. Keaktifan
Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya
sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak bisa dilimpahkan kepada
orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.
C. Keterlibatan langsung/Berpengalaman
Belajar adalah mengalami, belajar tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Edgar Dale dalam
penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut pengalamannya
mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung.
Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa yang tidak hanya mengamati secara
langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab
terhadap hasilnya.
D. Pengulangan
Pada teori Psikologi Asosiasi atau Koneksionisme mengungkapkan bahwa belajar ialah
pembentukan hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-
pengalaman itu memperbesar peluang timbulnya respons benar. Pengulangan dalam belajar
akan melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, menanggap,
mengingat, mengkhayal, merasakan, hingga berpikir yang akan membuat daya-daya tersebut
berkembang.
E. Tantangan
Dalam situasi belajar, siswa menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai. Namun selalu
terdapat hambatan, yaitu mempelajari bahan belajar. Timbullah motif untuk mengatasi
hambatan itu, yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut.
Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang baik dalam ulangan. Nilai yang
baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant
conditioning atau penguatan positif. Sebaliknya, anak yang mendapatkan nilai yang jelek pada
waktu ulangan akan merasa takut tidak naik kelas, karena takut tidak naik kelas ia terdorong
untuk belajar lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif.
G. Perbedaan Individual
Siswa yang merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama
persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan individu ini
berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa
Dalam Lampiran 3 Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 (233) pendekatan dimaknai sebagai
cara menyikapi/melihat (a way of viewing); strategi dimaknai sebagai cara mencapai tujuan
dengan sukses (a way of winning the game atau a way of achieving of
objectif);metode dimaknai sebagai cara menangani sesuatu (a way of dealing).
Sedangkan teknikdimaknai sebagai cara memperlakukan sesuatu (a way creating something);
dan modeldimaknai sebagai kerangka yang berisikan langkah-langkah/uruturutan
kegiatan/sintakmatik yang secara operasional perlu dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam
referensi lain dijelaskan bahwa pendekatan adalah titik tolak atau sudut pandang terhadap
proses pembelajaran; metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran;teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan
suatu metode secara spesifk; dan model adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal
sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru (bungkus atau bingkai dari penerapan suatu
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran). Pendekatan (approach) merupakan titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Roy Killen (1998) misalnya, mencatat
ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada
guru (teacher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-
centered approaches) yang digunakan dalam perancangan kurikulum dan pembelajaran saat
ini. Strategi pembelajaran merupakan perencanaan tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran
yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan metodemerupakan upaya untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang
telah disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan sebagai cara untuk melaksanakan dan
merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dalam mengimplementasikan metode
pembelajaran, seorang pendidik perlu menetapkan teknik atau cara tertentu agar proses
pembelajaran berjaan efektif dan efsien, serta taktik atau gaya individu dalam melaksanakan
suatu teknik atau metode tertentu misalnya dalam menggunakan ilustrasi atau menggunakan
gaya bahasa atau idialek agar materi pembelajaran mudah dipahami.
1. Sahih (Valid)
Materi yang akan dituangkan dalam pembelajaran benar-benar telah teruji kebenaran dan
kesahihannya. Pengertian ini juga berkaitan dengan keaktualan materi sehingga materi yang
diberikan dalam pembelajaran tidak ketinggalan jaman dan memberikan kontribusi untuk
pemahaman ke depan.
Dengan demikian, materi yang dipilih untuk diajarkan tentunya memang yang benar-benar
diperlukan oleh siswa.
3. Kebermanfaatan (utility)
Manfaat harus dilihat dari semua sisi, baik secara akademis maupun nonakademis. Bermanfaat
secara akademis artinya guru harus yakin bahwa materi yang diajarkan dapat memberikan
dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada jenjang
pendidikan berikutnya. Bermanfaat secara nonakademis maksudnya bahwa materi yang
diajarkan dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skills) dan sikap yang dibutuhkan
dalam kehidupan sehari-hari
Materinya memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek tingkat kesulitannya (tidak terlalu
mudah, atau tidak terlalu sulit), maupun aspek kelayakannya terhadap pemanfaatan bahan ajar
dan kondisi setempat.
Terdapat beberapa pola pengembangan materi pembelajaran yang dapat dipilih guru, yakni
sebagai berikut.
Sumber Pustaka:
Wibowo, Hari, dkk. 2016. Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan.
__________ 2016. Teori Belajar. Jakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan
I. PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK
A. Pengertian
Kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan
semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan
informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah,
dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana
individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai
dan memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2009)
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Guru harus mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik. Yang sangat
sentral dalam factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif adalah gaya
pengasuhan dan lingkungan. Biasanya gaya pengasuhan lebih diterapkan pada anak-anak. Pada
pengasuhan ini merupakan cika lbakal perkembangan kognitif tersebut, karena ketika anak
diasuh secara tidak sesuai dengan semestinya, ini akan berakibat pada perkembangan kognitif
anak, bahkan pada perkembangan mental anak tersebut. Lingkungan pun sangat berpengaruh
pada perkembangan kognitif, semakin buruk lingkungan maupun pergaulan seseorang maka
kemungkinan pengaruh lingkungan pada perkembangan kognitif anak semakin besar.
(Wibowo, 2016)
C. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Empat tahap perkembangan kognitif siswa menurut Piaget adalah sebagai berikut.
1. tahap sensori motor (0–2 tahun)
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan
mengatur kegiatan fIsik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap
ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera
mereka.
2. tahap pra-operasional (2–7 tahun)
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal
khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indera, sehingga ia belum mampu untuk
melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten
3. tahap operasional konkret (7–11 tahun)
Pada tahap Operasional konkret (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan
di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata
atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari
suatu situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).
4. tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun)
Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti
menggunakan benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan
kognitif. (Doyin, 2015)
Bekal ajar awal peserta didik dapat pula diartikan kemampuan awal (entry behavior)
adalah kemampuan yang yang telah diperoleh peserta didik sebelum dia memperoleh
kemampuan terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal menunjukkan status pengetahuan
dan keterampilan peserta didik sekarang untuk menuju ke status yang akan datang yang
diinginkan guru agar tercapai oleh peserta didik. Dengan kemampuan ini dapat ditentukan
darimana pengajaran harus dimulai.
Identifikasi bekal ajar awal peserta didik bertujuan untuk:
1) Memperoleh informasi yang lengkap dan akurat berkenaan dengan kemampuan awal peserta
didik sebelum mengikuti program pembelajaran tertentu;
2) Menyeleksi tuntutan, bakat, minat, kemampuan serta kecendrungan peserrta didik berkaitan
dengan pemilihan program program pembelajaran tertentu yang akan diikuti mereka; dan
3) Menentukan desain program pembelajaran dan atau pelatihan tertentu yang perlu
dikembangkan sesuai dengan kemampuan awal peserta didik.
untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik, seorang pendidik dapat melakukan tes awal
(pre-test). Tes yang diberikan dapat berkaitan dengan materi ajar sesuai dengan panduan
kurikulum. Selain itu pendidik dapat melakukan wawancara, observasi, dan memberikan
kuisioner kepada peserta didik atau calon peserta didik, serta guru yang biasa mengampu
pelajaran tersebut. Teknik yang paling tepat untuk mengetahui bekal ajar awal peserta didik
yaitu tes. Teknik tes ini menggunakan tes prasyarat dan tes awal. Sebelum memasuki pelajaran
sebaiknya guru membuat tes prasyarat dan tes awal. Tes prasyarat adalah tes untuk mengetahui
apakah peserta didik telah memiliki pengetahuan keterampilan yang diperlukan atau di
syaratkan untuk mengikuti suatu pelajaran. Sedangkan tes awal adalah tes untuk mengetahui
seberapa jauh siswa telah memiliki pengetahuan atau keterampilan mengenai pelajaran yang
hendak diikuti. Benjamin S. Bloom melalui beberapa eksperimen membuktikan bahwa “untuk
belajar yang bersifat kognitif apabila pengetahuan atau kecakapan pra syarat ini tidak dipenuhi,
maka betapa pun kualitas pembelajaran tinggi, maka tidak akan menolong untuk memperoleh
hasil belajar yang tinggi”. Hasil pretest juga sangat berguna untuk mengetahui seberapa jauh
pengetahuan yang dimiliki dan sebagai perbandingan dengan hasil yang dicapai setelah
mengikuti pelajaran. Jadi kemampuan awal sangat diperlukan untuk menunjang pemahaman
siswa sebelum diberi pengetahuan baru karena kedua hal tersebut saling berhubung.
Hamalik (hal: 1983) menyatakan kesulitan belajar dapat diartikan sebagai keadaan di mana
peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut tidak bisa diabaikan
oleh seorang pendidik karena dapat menjadi penghambat tujuan pembelajaran. Kesulitan
belajar tidak hanya disebabkan oleh faKtor intelegensi yang rendah, akan tetapi bisa
disebabkan oleh faktor-faktor nonintelegensi. Oleh karena itu, IQ yang tinggi belum tentu
menjamin keberhasilan belajar. Wood (2007:33) menyatakan kesulitan belajar adalah suatu
kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan tersebut diakibatkan oleh faktor yang berasal dari
dalam diri peserta didik maupun luar diri peserta didik.
1. Kesulitan belajar akademis, meliputi kesulitan membaca, kesulitan menulis, dan kesulitan
berhitung.
2. Gangguan simbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat memahami suatu obyek
sekalipun ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya.
3. Gangguan nonsimbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk memahami isi pelajaran karena
ia mengalami kesulitan untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajarinya.
4. Ganguan sosial-emosional, yaitu gangguan yang berasal dari lingkungan dan emosi dalam
diri anak.
2. Faktor kondisi fisik dan kesehatan, termasuk kondisi kelainan, seperti kurangnya gizi pada
ibu hamil, bayi dan anak, kerusakan susunan dan fungsi otak, dan penyakit persalinan;
4. Faktor keluarga, seperti keadaan keluarga yang tidak baik dan kurangnya dukungan belajar
dari orang tua.
Anak yang mengalami kesulitan pendengaran dan penglihatan hendaknya mengambil posisi
tempat duduk bagian depan.
2. Gangguan kesehatan
Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap
memberinya bahan pelajaran dan dibimbing oleh orang tua dan keluarga lainnya.
3. Program remedial
Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran akibat gangguan internal, perlu ditolong
dengan melaksanakan program remedial.
Suasana belajar yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami
hambatan dalam menerima materi pelajaran.
Rancangan mengatasi kesulitan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut.
1. Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-
langkah sebagai berikut : (1) Identifikasi kasus; Identifikasi kasus merupakan upaya untuk
menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin
Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar. (2) Call them approach;
melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara
ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan. (3)
Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak
terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai
cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui
kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya. (4) Developing a desire
for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan
masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang
bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran
lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya. Melakukan
analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan
atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa. (5) Melakukan analisis sosiometris; dengan cara
ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan Penyesuaian social
2. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah
yang dihadapi siswa. Dalam konteks proses belajar mengajar, permasalahan siswa dapat
berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral;
dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah
mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat
Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan
yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan
sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g)
agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j)
waktu senggang.
Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran
dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing,
pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri.
Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan
lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat
rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
Sumber Pustaka
Doyin, Mukh dan Supriyono. 2015. Materi UKG Bahasa Indonesia 2015. Semarang:
Bandungan Institute
Wibowo, Hari dkk. 2016. Karakteristik Peserta Didik. Jakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan
I. PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK
A. Pengertian
Kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan
semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan
informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah,
dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana
individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai
dan memikirkan lingkungannya. (Desmita, 2009)
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Guru harus mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik. Yang sangat
sentral dalam factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif adalah gaya
pengasuhan dan lingkungan. Biasanya gaya pengasuhan lebih diterapkan pada anak-anak. Pada
pengasuhan ini merupakan cika lbakal perkembangan kognitif tersebut, karena ketika anak
diasuh secara tidak sesuai dengan semestinya, ini akan berakibat pada perkembangan kognitif
anak, bahkan pada perkembangan mental anak tersebut. Lingkungan pun sangat berpengaruh
pada perkembangan kognitif, semakin buruk lingkungan maupun pergaulan seseorang maka
kemungkinan pengaruh lingkungan pada perkembangan kognitif anak semakin besar.
(Wibowo, 2016)
C. Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Peserta Didik
Empat tahap perkembangan kognitif siswa menurut Piaget adalah sebagai berikut.
1. tahap sensori motor (0–2 tahun)
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan
mengatur kegiatan fIsik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap
ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera
mereka.
2. tahap pra-operasional (2–7 tahun)
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal
khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indera, sehingga ia belum mampu untuk
melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten
3. tahap operasional konkret (7–11 tahun)
Pada tahap Operasional konkret (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan
di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata
atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari
suatu situasi nyata secara bersamasama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).
4. tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun)
Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti
menggunakan benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan
kognitif. (Doyin, 2015)
Bekal ajar awal peserta didik dapat pula diartikan kemampuan awal (entry behavior)
adalah kemampuan yang yang telah diperoleh peserta didik sebelum dia memperoleh
kemampuan terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal menunjukkan status pengetahuan
dan keterampilan peserta didik sekarang untuk menuju ke status yang akan datang yang
diinginkan guru agar tercapai oleh peserta didik. Dengan kemampuan ini dapat ditentukan
darimana pengajaran harus dimulai.
1) Memperoleh informasi yang lengkap dan akurat berkenaan dengan kemampuan awal peserta
didik sebelum mengikuti program pembelajaran tertentu;
2) Menyeleksi tuntutan, bakat, minat, kemampuan serta kecendrungan peserrta didik berkaitan
dengan pemilihan program program pembelajaran tertentu yang akan diikuti mereka; dan
3) Menentukan desain program pembelajaran dan atau pelatihan tertentu yang perlu
dikembangkan sesuai dengan kemampuan awal peserta didik.
untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik, seorang pendidik dapat melakukan tes awal
(pre-test). Tes yang diberikan dapat berkaitan dengan materi ajar sesuai dengan panduan
kurikulum. Selain itu pendidik dapat melakukan wawancara, observasi, dan memberikan
kuisioner kepada peserta didik atau calon peserta didik, serta guru yang biasa mengampu
pelajaran tersebut. Teknik yang paling tepat untuk mengetahui bekal ajar awal peserta didik
yaitu tes. Teknik tes ini menggunakan tes prasyarat dan tes awal. Sebelum memasuki pelajaran
sebaiknya guru membuat tes prasyarat dan tes awal. Tes prasyarat adalah tes untuk mengetahui
apakah peserta didik telah memiliki pengetahuan keterampilan yang diperlukan atau di
syaratkan untuk mengikuti suatu pelajaran. Sedangkan tes awal adalah tes untuk mengetahui
seberapa jauh siswa telah memiliki pengetahuan atau keterampilan mengenai pelajaran yang
hendak diikuti. Benjamin S. Bloom melalui beberapa eksperimen membuktikan bahwa “untuk
belajar yang bersifat kognitif apabila pengetahuan atau kecakapan pra syarat ini tidak dipenuhi,
maka betapa pun kualitas pembelajaran tinggi, maka tidak akan menolong untuk memperoleh
hasil belajar yang tinggi”. Hasil pretest juga sangat berguna untuk mengetahui seberapa jauh
pengetahuan yang dimiliki dan sebagai perbandingan dengan hasil yang dicapai setelah
mengikuti pelajaran. Jadi kemampuan awal sangat diperlukan untuk menunjang pemahaman
siswa sebelum diberi pengetahuan baru karena kedua hal tersebut saling berhubung.
Hamalik (hal: 1983) menyatakan kesulitan belajar dapat diartikan sebagai keadaan di mana
peserta didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut tidak bisa diabaikan
oleh seorang pendidik karena dapat menjadi penghambat tujuan pembelajaran. Kesulitan
belajar tidak hanya disebabkan oleh faKtor intelegensi yang rendah, akan tetapi bisa
disebabkan oleh faktor-faktor nonintelegensi. Oleh karena itu, IQ yang tinggi belum tentu
menjamin keberhasilan belajar. Wood (2007:33) menyatakan kesulitan belajar adalah suatu
kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan tersebut diakibatkan oleh faktor yang berasal dari
dalam diri peserta didik maupun luar diri peserta didik.
1. Kesulitan belajar akademis, meliputi kesulitan membaca, kesulitan menulis, dan kesulitan
berhitung.
2. Gangguan simbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat memahami suatu obyek
sekalipun ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya.
3. Gangguan nonsimbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk memahami isi pelajaran karena
ia mengalami kesulitan untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajarinya.
4. Ganguan sosial-emosional, yaitu gangguan yang berasal dari lingkungan dan emosi dalam
diri anak.
2. Faktor kondisi fisik dan kesehatan, termasuk kondisi kelainan, seperti kurangnya gizi pada
ibu hamil, bayi dan anak, kerusakan susunan dan fungsi otak, dan penyakit persalinan;
4. Faktor keluarga, seperti keadaan keluarga yang tidak baik dan kurangnya dukungan belajar
dari orang tua.
Anak yang mengalami kesulitan pendengaran dan penglihatan hendaknya mengambil posisi
tempat duduk bagian depan.
2. Gangguan kesehatan
Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap
memberinya bahan pelajaran dan dibimbing oleh orang tua dan keluarga lainnya.
3. Program remedial
Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran akibat gangguan internal, perlu ditolong
dengan melaksanakan program remedial.
Penggunaan alat peraga pelajaran dan media belajar kiranya cukup membantu siswa yang
mengalami kesulitan menerima materi pelajaran. Misalnya, karena materi pelajaran bersifat
abstrak sehingga sulit dipahami siswa.
Suasana belajar yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami
hambatan dalam menerima materi pelajaran.
Rancangan mengatasi kesulitan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut.
1. Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-
langkah sebagai berikut : (1) Identifikasi kasus; Identifikasi kasus merupakan upaya untuk
menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin
Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar. (2) Call them approach;
melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara
ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan. (3)
Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak
terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai
cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui
kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya. (4) Developing a desire
for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan
masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang
bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran
lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya. Melakukan
analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan
atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa. (5) Melakukan analisis sosiometris; dengan cara
ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan Penyesuaian social
2. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah
yang dihadapi siswa. Dalam konteks proses belajar mengajar, permasalahan siswa dapat
berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c) behavioral;
dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah
mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat
Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan
yang dihadapi siswa, seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan
sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g)
agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j)
waktu senggang.
Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran
dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing,
pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri.
Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan
lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat
rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
Sumber Pustaka
Doyin, Mukh dan Supriyono. 2015. Materi UKG Bahasa Indonesia 2015. Semarang:
Bandungan Institute
Wibowo, Hari dkk. 2016. Karakteristik Peserta Didik. Jakarta: Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan
I. KONSEP PENDEKATAN SAINTIFIK (5M)
KISI-KISI PPG
KLIKhttps://drive.google.com/drive/folders/0B1g6rHUe5ZrudXJmTmRpUGc2
OG8
A. Esensi Pendekatan Saintifik
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah. Pendekatan ilmiah
diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didik.
Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih
mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran
deduktif (deductivereasoning).
Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih
mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran
deduktif (deductivereasoning).
Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik.
Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian
menarik simpulan secara keseluruhan.
Penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas.
Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk
kemudian merumuskan simpulan umum.
Langkah-langkah Mengamati
1. Menentukan objek apa yang akan diobservasi
2. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
3. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun
sekunder
4. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
5. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data
agar berjalan mudah dan lancar
6. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku
catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
Jenis-jenis Pengamatan
Observasi biasa (common observation). Peserta didik merupakan subjek yang sepenuhnya
melakukan observasi (complete observer), dan sama sekali tidak melibatkan diri dengan
pelaku, objek, atau situasi yang diamati.
Observasi terkendali (controlled observation). peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri
dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Pada observasi terkendali pelaku atau
objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan.
Observasi partisipatif (participant observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik
melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. Observasi semacam
ini mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang
diamati
2. Menanya
Kegiatan Belajarnya
Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau
pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik).
Kompetensi yang Dikembangkan
Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk
membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya,
pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika
guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu
untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan dimaksudkan
untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat
tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan
tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk
pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!
Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau
pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati. (dimulai dari
pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan hipotetik)
3. Mengumpulkan Informasi/ Eksperimen
Kegiatan Belajarnya: Melakukan eksperimen, Membaca sumber lain selain buku teks,
Mengamati objek/kejadian, Aktivitas Wawancara dengan narasumber
Kompetensi yang Dikembangkan: Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai
pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan
informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar
sepanjang hayat.
4. Mengasosiasikan/ Mengolah
Kegiatan Belajarnya
Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen maupun hasil mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi
Kompetensi yang Dikembangkan
Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan
prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan .
5. Mengkomunikasikan
Kegiatan Belajarnya : Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil
analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnnya.
Kompetensi yang Dikembangkan: Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan
berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan
kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
Indikator:
Kegiatan Pembelajaran
Tahapan Pokok
1. Peserta didik menyimak tayangan berbagai peristiwa sejarah
dunia.
2. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
menghadapkansiswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi
A. Pemberian Rangsangan
terhadap pemahaman teks hasil observasi cerita sejarah.
(Stimulation)
3. Guru mengarahkan jawaban siswa terhadap pembelajaran yang
akan dilakukan
4. Siswa membaca contoh model teks cerita sejarah berjudul
“Sejarah Hari Buruh.”.
5.
6. Peserta didik mengidentifikasi masalah yang relevan dengan
B. Pernyataan/Identifikasi
bahan bacaan diantaranya diarahkan untuk menanyakan fungsi teks
Masalah (Problem
cerita sejarah dan bentuk atau strukturnya,
Statement)
7. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, siswa memilih dan
merumuskan salah satu di antaranya dalam bentuk hipotesis.
8. Peserta didik membentuk kelompok belajar sesuai arahan guru
dengan mempertimbangkan kemampuan akademik, gender, dan ras
(@5 0rang per kelompok).
9. Peserta didik mengidentifikasi siapa, apa, kapan, di mana,
C. Pengumpulan Data mengapa, dan bagaimana peristiwa yang terjadi pada teks cerita
(Data Collection) sejarah “Hari Buruh.”
10. Peserta didik menyusun periode sejarah secara kronologis, sesuai
dengan urutan waktu dari peristiwa sejarah teks “Hari Buruh.”
11. Peserta didik menentukan struktur yang membangun teks
“Sejarah Hari Buruh”
12.
D. Pengolahan Data (Data 13. Peserta didik mengolah informasi yang diperoleh dari hasil
Processing) kegiatan sebelumnya untuk menentukan unsur-unsur atau struktur teks
cerita sejarah.
14. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memverifikasi
E. Pembuktian
sehingga dapat menemukan konsep tentang struktur teks cerita
(Verification)
sejarah.
15. Peserta didik membuat kesimpulan tentang struktur teks cerita
F. Menarik Kesimpulan
sejarah
(Generalization)
16. Peserta didik mempresentasikan.
III. MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED
LEARNING)
A. Definisi/Konsep
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan
masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.
Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim
untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world)
B. Kelebihan PBL
1. Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik yang
belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang
dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin
bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik/mahapeserta didik berhadapan dengan
situasi di mana konsep diterapkan
2. Dalam situasi PBL, peserta didik/mahapeserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan
3. PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta
didik/mahapeserta didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat
mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
C. Langkah-langkah Operasional dalam Proses Pembelajaran
1. Konsep Dasar (Basic Concept)
Fasilitator memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan
dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk
dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan
pembelajaran
2. Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)
Dalam langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan peserta didik
melakukan berbagai kegiatan brainstorming dan semua anggota kelompok mengungkapkan
pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul
berbagai macam alternatif pendapat
3. Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi.
Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan,
halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.
Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu: (1) agar peserta didik mencari informasi
dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan
di kelas, dan (2) informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan
informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
4. Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran
mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya
untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok.
Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan cara peserrta didik berkumpul sesuai
kelompok dan fasilitatornya.
5. Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan
(skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup
seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian
tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik
software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian.
D. Contoh Penerapan
Memanfaatkan lingkungan peserta didik untuk memperoleh pengalaman belajar. Guru
memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan peserta didik,
antara lain di sekolah, keluarga dan masyarakat.
Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk belajar
diluar kelas. Peserta didik diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung tentang apa
yang sedang dipelajari. Pengalaman belajar merupakan aktivitas belajar yang harus dilakukan
peserta didik dalam rangka mencapai penguasaan standar kompetensi, kemampuan dasar dan
materi pembela
Fase-Fase
Perilaku Guru
Fase 1
Orientasi peserta didik kepada masalah.
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yg dibutuhkan.
Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Fase 2
Mengorganisasikan peserta didik
Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
Fase 3
Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.
Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Fase 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, model dan berbagi tugas dengan teman.
Fase 5
Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari /meminta kelompok presentasi
hasil kerja.
F. Sistem Penilaian
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan
(skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup
seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian
tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik
software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian
terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam
diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot
penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Penilaian pembelajaran dengan PBL dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian dapat
dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan
peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam
kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dalam pendekatan PBL dilakukan dengan
cara evaluasi diri (self-assessment) dan peer-assessment.
Self-assessment. Penilaian yang dilakukan oleh pebelajar itu sendiri terhadap usaha-usahanya
dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh
pebelajar itu sendiri dalam belajar.
Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap
upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman
dalam kelompoknya
Kegiatan Pembelajaran
Tahapan Pokok
1. Peserta didik menyimak tujuan pembelajaran
2. Peserta didik membaca contoh teks cerita sejarah yang kurang
A. Orientasi siswa pada
baik dan menyimak penjelasan terhadap permasalahan tersebut
Masalah
3. Peserta didik memberikan tanggapan dan pendapat terhadap
permasalahan tersebut
B. Mengorganisasi
siswa dalam belajar
4. Peserta didik membentuk kelompok belajar sesuai arahan
guru dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan gender
5. Peserta didik membaca teks cerita sejarah yang tidak baik dengan
C. Membimbing
cermat
penyelidikan siswa secara
6. Peserta didik dengan difasilitasi dan dibimbing guru menelaah
mandiri atau
dan mendiskusikan kelemahan teks cerita sejarah dari segi struktur,
kelompok
kaidah, dan isi
D. Sistem PenilaianPenilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang
harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak
dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data.
Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik
pada mata pelajaran tertentu secara jelas. Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu
dipertimbangkan yaitu:
Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu
pengumpulan data serta penulisan laporan.
Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan,
pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan
mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta
didik.
Langkah-langkah
Kegiatan Pembelajaran
Pembelajaran
1. Peserta didik menentukan hari atau peristiwa bersejarah
A. Penentuan Proyek sebagai topik yang akan dikembangkan menjadi teks cerita
bersejarah
2. Peserta didik dibimbing guru mendiskusikan aturan main dan
pemilihan aktivitas yang dapat mendukung pelaksanaan proyek
3. Peserta didik mendiskusikan sumber/bahan/alat pendukung
B. Perancangan
pelaksanaan proyek
Langkah-langkah
4. Peserta didik menyimak penjelasan guru mengenai penilaian
Penyelesaian Proyek
dalam kelompok masing masing, peserta didik mendiskusikan
dan perencanaan proyek berupa penentuan fase peristiwa
bersejarah
5. Peserta didik membuat time line pemilihan dan penyiapan
proyek
C. Penyusunan Jadwal 6. Peserta didik mendiskusikan deadline untuk menyelesaikan
proyek menyusun teks cerita sejarah
Pelaksanaan Proyek 7. Peserta didik mendiskusikan dan membuat jadwal atau waktu
pelaksanaan penyelesaian setiap fase persitiwa dalam teks cerita
sejarah yang akan ditulisnya
8. Peserta didik mengidentifikasi dan mencatat hal-hal yang
berkaitan dengan fase peristiwa yang menjadi objek untuk
D. Penyelesaian
penulisan teks cerita sejarah
proyek
9. Peserta didik mengonsultasikan permasalahan atau kendala
dengan fasilitasi dan
dalam menyelesaikan penulisan teks cerita sejarah
monitoring guru
10. Peserta didik memperbaiki hasil tulisan berdasarkan hasil
konsultasi
11. Peserta didik membaca kembali teks cerita sejarah yang
sudah ditulis dan memperbaiki jika masih terjadi kesalahan
dengan mengacu pada point-point penilaian yang disepekati pada
E. Penyusunan
tahap perencanaan
Laporan
12. Peserta didik menempelkan teks cerita sejarah yang sudah
dan Presentasi
dibuatnya di tempat yang sudah disediakan (tempat seperti
/Publikasi
bentuk pameran)
Hasil Proyek
13. Peserta didik melakukan kegiatan shopping model,yaitu
mengunjungi, membaca, dan menanggapi teks cerita sejarah
kelompok lain.
14. Peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil
tugas proyek yang sudah dilaksanakan.
F. Evaluasi Proses
15. Peserta didik mengemukakan pengalamannya selama
dan
menyelesaikan tugas proyek peserta didik mendengarkan umpan
Hasil Proyek
balik terhadap proses yang telah dilaksanakan dan produk yang
telah dihasilkan.
Sumber Pustaka :
Ariani, Farida dkk. 2016. Model Pembelajaran . Jakarta: Pusat Pengembangan dan
\Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bahasa, Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan
PPT Badan Sumber Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan
Penjaminan Mutu Pendidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2014