You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap perusahaan dalam aktivitas bisnis tidak akan lepas dari risiko yang
dihadapi. Perusahaan selalu dihadapkan dengan kenyataan “high risk bring about
high return”, artinya jika ingin memperoleh hasil yang lebih besar, maka
perusahaan akan dihadapkan pada risiko yang lebih besar pula (Anisa, 2012).
Lingkungan bisnis yang semakin ketat berkompetitif akan mendorong perusahaan
dalam mengambil resiko yang lebih banyak dari waktu ke waktu. Semakin
meningkatnya level perusahaan akan diikuti pula oleh peningkatan level resiko
(Safitri, 2013).
Berkembangnya kompleksitas aktivitas dunia usaha juga memicu terjadinya
berbagai risiko bisnis yang akan dihadapi perusahaan, bahkan perubahan
teknologi, globalisasi, dan perkembangan transaksi bisnis seperti hegding dan
derivative menyebabkan makin tingginya tantangan yang dihadapi perusahaan
dalam mengelola risiko yang harus dihadapinya (Beasley, et al., 2007). Persaingan
dunia bisnis yang semakin ketat memicu kebutuhan akan pengelolaan perusahaan
yang baik dikarenakan risiko yang muncul dalam setiap kegiatan, mendorong
perusahaan untuk mengelola risiko secara efektif untuk mengurangi kerugian yang
terjadi pada perusahaan dan investor.
Risiko merupakan suatu kondisi yang muncul akibat ketidakpastian
(Habibah, 2013). Apabila risiko yang muncul ini tidak dikelola dengan baik maka
akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan maupun bagi pemangku
kepentingan di perusahaan tersebut. Maka risiko yang akan muncul ini perlu
dikelola dengan baik oleh manajemen risiko guna menghindari kerugiaan bagi
perusahaan. Pengelolaan risiko dilakukan oleh manajemen risiko atau risk
management.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1
1. Apa pengertian dari risiko?
2. Apa saja Komponen dari formula risiko audit?
3. Bagaimana cara Penilaian Risiko?
4. Apa saja situasi audit yang mengandung risiko besar?
5. Apa saja Jenis-jenis Situasi audit?
6. Apa saja akun yang memiliki risiko tinggi?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui pengertian dari risiko.
2. Untuk mengetahui komponen dari formula risiko audit.
3. Untuk mengetahui penilaian risiko.
4. Untuk mengetahui audit yang mengandung risiko besar.
5. Untuk mengetahui jenis-jenis situasi audit.
6. Untuk mengetahui akun yang memiliki risiko tinggi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2
2.1 Pengertian Risiko
Resiko adalah segala hambatan yang mungkin terjadi dalam pencapaian
suatu tujuan. Sedangkan menurut beberapa ahli artii dari resiko adalah sebagai
berikut :
 Resiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama
periode tertentu (Arthur Williams dan Richard, M.H)
 Resiko adalah ketidaktentuan (uncertainy) yang mungkin melahirkan
peristiwa kerugian (loss) (A. Abas Salim)
 Resiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarto)
 Resiko adalah probalitas sesuatu hasil / outcome yang berbeda dengan
yang diharapkan (Herman Darmawi)
Sedangkan penilaian resiko menurut Muhammad Badrus adalah sebuah
aktifitas yang dilakukan untuk mendeteksi atau mengevaluasi kemungkinan
adanya kesalahan atau penurunan kualitas akibat beroperasinya suatu kegiatan.
Pendapat lainnya, penilaian risiko adalah mengkuantitatifkan atau menggolongkan
tingkatan risiko agar mudah dikelola dan dilakukan penanganan yang tepat sesuai
prinsip Cost and Benefit. Penentuan resiko (risk assessment) merupakan hal
penting bagi manajemen dan auditor. Bagi manajemen penentuan resiko
merupakan tanggungjawab yang tidak terpisahkan dan dilakukan secara terus
menerus. Karena manajemen tidak dapat menetapkan tujuan dan dengan mudah
mengasumsikan bahwa tujuan tersebut telah tercapai. Banyak hambatan yang
timbul dalam pencapaian tujuan tersebut dan hambatan tersebut bisa berasal dari
luar entitas maupun dari dalam entitas. Sejumlah resiko tidaklah dalam bentuk
yang statis tetapi juga dinamis sesuai dengan perubahan yang terjadi sehingga
selalu ada resiko-resiko baru yang muncul setiap waktu. Oleh karena itu
penentuan resiko harus berjalan berkelanjutan dalam proses manajemen yang
dilakukan secara terorganisir dan berurutan.

3
Sedangkan bagi auditor, dalam kegiatan audit harus memasukan hasil
penentuan resiko ke dalam program audit untuk memastikan bahwa kontrol-
kontrol yang dibutuhkan memang diterapkan untuk mengurangi risiko. Resiko
dalam audit atau resiko audit memperlihatkan resiko yang dihadapi auditor yang
menyatakan bahwa laporan keuangan tersebut telah benar sehingga dan pendapat
auditor telah diterbitkan, tetapi pada kenyataannya laporan tersebut ternyata tidak
benar dan materialitasnya tinggi. hal tersebut menyebabkan pendapat auditor
tersebut menjadi tidak bermutu bagi para penggunanya. Hal ini bisa terjadi karena
auditor hanya mampu mengumpulkan bukti berdasarkan tes transaksi dan
kesalahan yang telah diatur sedemikian rupa menyebabkan menjadi sangat sulit
dideteksi meskipun auditor telah bekerja sesuai dengan standar audit yang
berlaku.
Risiko Audit adalah istilah yang umum digunakan dalam kaitannya
dengan audit atas laporan keuangan suatu entitas. The primary objective of such
an audit is to provide an action to the opinion as to whether or not the financial
statements under audit present fairly the financial position, profit/loss and cash
flows of the entity. Audit risk is the risk of the auditor providing an inappropriate
opinion on the financial statements, particularly when those financial statements
contain a material misstatement.
Tujuan utama dari audit tersebut adalah untuk memberikan suatu tindakan
untuk berpendapat, apakah atau tidak laporan keuangan yang diaudit menyajikan
secara wajar keuntungan keuangan, posisi/ rugi dan arus kas entitas. Risiko Audit
adalah risiko auditor memberikan pendapat yang tidak pantas atas laporan
keuangan, terutama ketika laporan keuangan tersebut mengandung salah saji
material. Of less concern is the situation where the auditor states that the financial
statements do not meet the standard of fair presentation, when in fact they do..
Perhatian kurang adalah situasi di mana auditor menyatakan bahwa laporan
keuangan tidak memenuhi standar penyajian secara wajar, padahal sebenarnya
mereka lakukan.

2.2 Komponen dari formula risiko audit

4
Menurut studi yang dilakukan oleh COSO, pembahasan tentang penentuan
resiko adalah sebagai berikut:
“Setiap entitas menghadapi berbagai resiko baik dari lua maupun dari dalam
yang harus ditentukan. Persyaratan awal untuk menentukan resiko adalah
adanya penetapan tujuan yang dihubungkan pada tingkat-tingkat yang
berbeda dan konsisten di dalam organisasi. Penentuan resiko adalah
identifikasi dan analisis resiko-resiko yang relevan untuk mencapai tujuan
entitas, yang membentuk suatu dasar untuk menentukan cara pengelolaan
resiko. Karena kondisi ekonomi, industri, peraturan, dan operasi akan terus
menerus berubah, maka dibutuhkan mekanisme untuk mengidentifikasi dan
menangani resiko-resiko khusus yang berhubungan dengan perubahan.”

Pada proses perencanaan audit, salah satu proses yang harus dilakukan
oleh seorang auditor adalah melakukan penilaian resiko bisnis klien. Auditor
mempergunakan pengetahuan yang didapatkan dari pemahaman sistem strategi
akan bisnis dan industri klien untuk melakukan penilaian resiko tersebut. Resiko
bisnis klien adalah resiko dimana klien akan gagal dalam mencapai tujuannnya.
Perhatian utama seorang auditor adalah resiko dari salah saji material dalam
laporan keuangan yang disebabkan oleh resiko bisnis klien. Dalam menilai resiko
bisnis klien juga harus mempertimbangkan kontrol manajemen yang bisa
mengurangi resiko bisnis.

1) Risiko Audit

Risiko audit diartikan sebagai tingkat ketidakpastian tertentu yang dapat


diterima auditor dalam pelaksanaan auditnya, seperti ketidakpastian validitas dan
reliabilitas bukti audit dan ketidakpastian mengenai efektivitas pengendalian
internal. In this context, audit risk (also referred to as residual risk) refers to
acceptable audit risk, ie it indicates the auditor’s willingness to accept that the
financial statements may be materially misstated after the audit is completed and
an unqualified (clean) opinion was issued. Dalam konteks ini, risiko audit (juga
disebut risiko residual) mengacu pada risiko audit dapat diterima, yakni

5
menunjukkan kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan
mungkin salah saji secara material setelah audit selesai dan pendapat (bersih)
wajar tanpa pengecualian diterbitkan . If the auditor decides to lower audit risk, it
means that he wants to be more certain that the financial statements are not
materially misstated. Jika auditor memutuskan untuk risiko audit yang lebih
rendah, itu berarti bahwa ia ingin lebih yakin bahwa laporan keuangan tidak salah
saji material.

AR = CR*IR*DR AR = CR * IR * DR

Keterangan:
IR is inherent risk (IR adalah risiko yang melekat)
CR is control risk (CR adalah pengendalian risiko)
DR is detection risk, the conditional probability that the auditor does not detect a
material misstatement in the F/S, given that one exists (DR adalah risiko deteksi,
probabilitas bersyarat bahwa auditor tidak mendeteksi salah saji material F/S,
mengingat bahwa satu ada.

Pada umumnya resiko audit sulit diukur, sehingga perlu ketelitian dan
kehati-hatian. Resiko audit terdiri atas resiko inheren/ bawaan, resiko
pengendalian, dan pendeteksian.

2) Risiko Inheren

Risiko inheren berkenaan dengan kemungkinan adanya kekeliruan dalam


segmen audit yang melampaui batas toleransi sebelum memper-hitungkan faktor
efektivitas pengendalian internal. Resiko inheren adalah faktor kerentanan laporan
keuangan terhadap kekeliruan yang material dengan asumsi tidak adanya
pengendalian internal. Oleh karena itu bila risiko inheren tinggi, maka auditor
harus mengumpulkan bukti audit yang lebih banyak.
Faktor-faktor yang perlu ditelaah auditor dalam menetapkan risiko inheren adalah
sifat bidang usaha organisasi, integritas manajemen, motivasi manajemen, hasil

6
audit sebelumnya, hubungan istimewa, transaksi non rutin, dan kerentanan
terhadap fraud.

Risiko inheren juga dapat dianggap sebagai risiko yang


signifikan. Inherent risk represents the auditor’s assessment that there may be a
material misstatement relating to an assertion in the financial statements under
audit, without taking the effectiveness of the related internal controls into
account. Risiko inheren merupakan penilaian auditor yang mungkin ada salah saji
material yang berkaitan dengan suatu pernyataan dalam laporan keuangan yang
diaudit, tanpa mengambil efektivitas pengendalian internal terkait ke rekening. If
the auditor concludes that there is a high likelihood of such a misstatement,
ignoring internal controls, he would assess the inherent risk as being high. Jika
auditor menyimpulkan bahwa ada kemungkinan salah saji yang tinggi seperti
sebuah, mengabaikan kontrol internal, ia akan menilai risiko yang melekat sebagai
tinggi. An example of inherent risk: the valuation of inventory is inherently more
risky when the type of inventory is difficult to value due to its nature, so the
valuation of diamonds are inherently much more risky than, say, tennis balls.
Salah satu contoh risiko yang melekat: penilaian persediaan secara inheren lebih
berisiko ketika jenis persediaan sulit untuk nilai karena sifatnya, sehingga
penilaian berlian secara inheren jauh lebih berisiko daripada, katakanlah, bola
tenis. Internal controls are ignored during the assessment of inherent risk because
they are considered when assessing another component of audit risk, namely
control risk. kontrol internal diabaikan selama penilaian risiko yang melekat
karena mereka dianggap saat menilai lain komponen risiko audit, yaitu
pengendalian risiko. The assessment of inherent risk (and also control risk) is an
exercise that requires professional judgement on the part of the auditor. Penilaian
risiko yang melekat (dan juga risiko kontrol) adalah latihan yang memerlukan
pertimbangan profesional di pihak auditor. Hence, two auditors assessing the
same company may assess the inherent and control risks differently, but it is to be
expected that their assessments should be in the same vicinity. Oleh karena itu,
dua auditor menilai perusahaan yang sama dapat menilai risiko yang melekat dan

7
kontrol berbeda, namun diharapkan bahwa penilaian mereka harus di sekitar
sama. Auditors express their risk assessment in one of two ways (and this goes for
all the components of the risk formula): as a percentage, or described as low,
medium or high. Auditor mengungkapkan penilaian risiko mereka dalam salah
satu dari dua cara (dan ini berlaku untuk semua komponen rumus resiko): sebagai
persentase, atau digambarkan sebagai rendah, sedang atau tinggi. Unlevered beta
requires the ratio between the equity value and the value of the firm measured in
market value terms. Beta leverage membutuhkan rasio antara nilai ekuitas dan
nilai perusahaan diukur dari segi nilai pasar. When a company has no debt, ie is
unlevered, its asset beta is obviously equal to its equity beta. Ketika sebuah
perusahaan memiliki utang tidak, yaitu adalah leverage, beta aset adalah jelas
sama dengan beta ekuitas.

3) Risiko Kontrol (Pengendalian)

Kontrol risiko adalah risiko bahwa kebijakan pengendalian internal klien


dan prosedur gagal untuk mendeteksi atau mencegah salah saji material dari
terjadi. Risiko kontrol berkenaan dengan kemungkinan adanya kekeliruan dalam
segmen audit yang melampaui batas toleransi yang tidak terdeteksi atau tidak
dapat dicegah oleh pengendalian internal. Resiko pengendalian dipengaruhi oleh
faktor efektivitas pengendalian internal, dan keandalan penetapan risiko yang
direncanakan (penetapan di bawah 100%), oleh karena itu bila resiko
pengendalian ditetapkan tinggi, maka auditor harus mengumpulkan bukti audit
yang lebih banyak.
Like inherent risk, control risk is out of the hands of the auditor; however,
its magnitude can be assessed. Seperti risiko bawaan, risiko pengendalian yang
keluar dari tangan auditor, namun besarnya bisa dinilai. For example, the control
risk associated with manual reviews of computer logs can be high because
activities requiring investigation are often easily missed, owing to the volume of
logged information. Sebagai contoh, risiko pengendalian yang berhubungan
dengan review manual log komputer bisa tinggi karena kegiatan memerlukan
penyelidikan yang sering mudah terlewatkan, karena volume informasi login. The

8
control risk associated with computerized data validation procedures is ordinarily
low if the processes are consistently applied. Pengendalian risiko yang berkaitan
dengan prosedur validasi data komputerisasi ini biasanya rendah bila proses ini
diterapkan secara konsisten.

4) Risiko Deteksi

Resiko pendeteksian berkenaan dengan kemungkinan terjadinya


kekeliruan dalam segmen audit yang melampaui batas toleransi yang tidak
terdeteksi karena pengujian menggunakan uji petik, prosedur audit yang tidak
tepat/ salah aplikasi, kekeliruan interpretasi atas hasil implementasi prosedur
audit. Guna meminimalkan risiko pendeteksian, auditor harus mengembangkan
perencanaan audit secara tepat, dan melakukan supervisi atas pelaksanaan audit.

Resiko deteksi didefinisikan sebagai kemungkinan bahwa salah saji material


berkaitan dengan pernyataan yang tidak akan terdeteksi oleh substantif pengujian
auditor. Risiko deteksi juga diartikan sebagai risiko bahwa auditor tidak akan
dapat mendeteksi salah saji material yang ada dalam suatu asersi. Dalam tahap-
tahap audit atas laporan keuangan, penentuan risiko deteksi terletak pada tahap
auditor mendesain pengujian substantif.
It is important to note that the detection risk indicates that the auditor is
willing to “live with”, given the acceptable audit risk and his assessment of
inherent and control risk. Penting untuk dicatat bahwa risiko deteksi
menunjukkan bahwa auditor bersedia untuk “hidup dengan”, mengingat risiko
audit yang dapat diterima dan penilaiannya risiko bawaan dan risiko
pengendalian. This means that if the detection risk is high, the auditor is willing to
accept a high detection risk, and will do less substantive testing as compared to a
situation where the detection risk is lower. Ini berarti bahwa jika deteksi risiko
tinggi, auditor bersedia menerima risiko deteksi yang tinggi, dan akan melakukan
pengujian kurang substantif dibandingkan dengan situasi dimana risiko deteksi
yang lebih rendah. It is important to note that while detection risk can be modified
at the auditor’s discretion, inherent risk and control risk exist independently of

9
the audit. Penting untuk dicatat bahwa sementara risiko deteksi dapat dimodifikasi
dengan kebijaksanaan auditor, risiko bawaan dan risiko pengendalian yang ada
secara independen dari audit.
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima akhir (setelah direvisi)
ditetapkan untuk setiap asersi dengan cara yang sama seperti rencana risiko
deteksi, kecuali bahwa penetapannya didasarkan pada risiko pengendalian
sesungguhnya atau akhir bukan pada rencana tingkat risiko pengendalian untuk
asersi yang bersangkutan

2.3 Penilaian Risiko


2.3.1 Menilai Risiko Yang Dapat Diterima ( Acceptable Audit Risk )
Auditor harus memutuskan risiko audit yang dapat diterima yang tepat bagi
suatu audit selama perencanaan audit. Pertama, auditor memutuskan risiko risiko
penugasan.
Risiko penugasan (engagement risk) adalah risiko bahwa auditor atau
organisasi yang membawahi auditor akan menderita kerugian setelah selesainya
audit, walaupun laporan audit sudah benar.
Untuk menilai risiko audit yang dapat diterima, auditor harus menilai setiap
factor yang mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima. Faktor faktor utama
yang mempengaruhi resiko penugasan dan mempengaruhi resiko yang audit yang
dapat diterima antara lain:
a Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan
b Kemungkinan klien mengalami kesulitan keuangan
c Integritas manajemen
Metode yang digunakan menilai risiko audit yang dapat diterima
a Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan
 Menelaah laporan keuangan
 Membaca notulen rapat dewan direksi unruk menentukan rencana
masa depan
 Membahas rencana pembiayaan dengan manajemen.
b Kemungkinan klien mengalami kesulitan

10
 Menganalisis keuangan laporan keuangan dan menggunakan
prosedur analitis lainnya
 Menelaah laporan arus kas historis dan proyeksi, untuk
mempelajari arus kas masuk dan keluar
c Integritas manajemen
 Menganalisa prosedur penerimaan klien dan kelanjutan klien.

Menurut Petunjuk Teknis Penilaian Risiko Pemeriksaan BPK


Penilaian risiko pemeriksaan yang dapat diterima secara kualitatif bisa
dibagi menjadi 3 kategori yaitu:
1) Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima rendah,
2) Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima menengah,
3) Tingkat risiko pemeriksan yang dapat diterima tinggi.
Sedangkan penilaian risiko pemeriksaan menggunakan pendekatan
kuantitatif menetapkan tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima merujuk
pada ASOSAI yaitu:
1. Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 5 %, artinya
tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sebesar 95% (AAR=1-tingkat
keyakinan). Tingkat ini berlaku untuk sebagian besar entitas yang
diperiksa.
2. Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 3%, artinya
tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sebesar 97%. Tingkat ini dinilai
cukup memadai untuk beberapa entitas yang sangat sensitif atau berisiko
tinggi.
3. Tingkat risiko pemeriksaan yang dapat diterima sebesar 1%, artinya
tingkat keyakinan pemeriksa atas opininya sampai 99%. Tingkat ini
berlaku bagi beberapa entitas dengan ciri-ciri sebagai berikut:
 Entitas tersebut mempunyai pengguna eksternal yang sangat
ekstensif perhatiannya terhadap laporan keuangan entitas tersebut,
dan/atau

11
 Entitas tersebut cukup rentan akan terjadinya salah saji material
dan secara politik sensitif dan/atau adanya harapan atas kewajaran
laporan keuangan entitas tersebut sehingga pemeriksa
membutuhkan tingkat keyakinan yang sangat tinggi.
 Pemeriksa harus menentukan risiko pemeriksaan yang dapat
diterima berdasarkan identifikasi kondisi entitas yang diperiksa dan
juga informasi penting lainnya yang berkaitan. Pemeriksa juga
perlu mempertimbangkan harapan penugasan atas entitas diperiksa
apalagi jika entitas tersebut mempunyai stakeholders yang luas.

2.3.2 Menilai Risiko Inheren (Inherent Risk)


Auditor melakukan penilaian risiko inheren selama tahap perencanaan dan
memperbaharui penilaian tersebut selama audit berlangsung. Auditor harus
mengevaluasi informasi yang mempengaruhi risiko inheren serta memutuskan
faktor risiko inheren yang tepat bagi setiap tujuan audit.
Faktor faktor yang mempengaruhi risiko inheren :
a. Sifat bisnis klien
Risiko inheren untuk akun tertentu dipengaruhi oleh sifat bisnis klien.
Pemahaman auditor atas bisnis klien akan membantu menilai risiko
inheren ini.
b. Hasil audit sebelumnya
Salah saji yang ditemukan dalam audit tahun sebelumnya dapat ditemukan
lagi dalam audit tahun berjalan. Oleh karena itu auditor tidak boleh
mengabaikan hasil audit tahun sebelumnya selama mengembangkan
proses audit di tahun berjalan.
c. Penugasan awal vs penugasan berulang
Auditor akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang
kemungkinan salah saji setelah mengaudit klien selama beberapa tahun.
Auditor menetapkan risiko inheren yang tinggi pada tahun pertama audit
dan mengurangi tinggkat risikonya pada tahun berikutnya karena telah
semakin memahami klien.

12
d. Pihak pihak yang terkait
Pihak yang terkait yaitu perusahaan induk dengan perusahaan anak, serta
manajemen dan entitas perusahaan. Risiko inheren atas transaksi pihak
yang terkait ini sangat tinggi karena kemungkinan salah saji yang lebih
besar.
e. Transaksi non rutin
Transaksi yang tidak biasa bagi klien lebih besar resikonya dibandingkan
transaksi rutin karen pengalaman untuk transaksi non rutin masih sedikit.
f. Pertimbangan yang diperlukan untuk mencatat saldo akun dan transaksi
dengan tepat
Auditor harus memperbesar risiko inheren karena banyak akun
memerlukan estimasi dan banyak pertimbangan manajemen.
g. Unsur unsur populasi
Seluruh item yang membentuk populasi mempengaruhi ekspektasi auditor
mengenai salah saji yang material
h. Faktor faktor yang berkaitan dengan pelaporan keuangan yang curang dan
misapropriasi aktiva
Menurut konsep maupun praktik sangat sulit memisahkan faktor faktor
risiko kecurangan ke dalam risiko yang dapat diterima ataupun risiko
inheren.

Menurut Petunjuk Teknis Penilaian Risiko Pemeriksaan BPK


Secara kualitatif, risiko inheren terbagi menjadi lebih rendah dan lebih tinggi.
Pemeriksa dapat mendokumentasikan penilaian risiko inherennya pada setiap
level melalui formulir Audit Risk Matrix (ARM). Berdasarkan analisis pada
matriks ARM maka dihasilkan akun-akun apa saja yang signifikan dan beresiko
tinggi terhadap kewajaran laporan keuangan.
a. Lebih tinggi atau 100%. Pada saat pemeriksa mengidentifikasi risiko
tertentu atau faktor lain yang menimbulkan keyakinan bahwa terdapat
kemungkinan yang lebih besar akan terjadinya kesalahan atas hal yang
menurut pemeriksaan penting, pemeriksa akan menilai risiko inheren bagi

13
asersi laporan keuangan yang relevan dengan kriteria lebih tinggi.
Pemeriksa juga menganggap risiko inheren sebagai 100% sebagai hasil
pertimbangan profesionalnya dan bersifat konservatif.
b. Lebih rendah atau <100%. Jika pemeriksa yakin bahwa kecil kemungkinan
terjadinya kesalahan atas hal yang menurut pemeriksaan penting (dengan
asumsi tidak ada pengendalian), pemeriksa akan memberi penilaian
dengan kriteria lebih rendah.

2.3.3 Menilai Risiko Deteksi Yang Direncanakan (Planned Detection Risk)


Para auditor menetapkan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima (risiko
deteksi yang direncanakan) yang mempengaruhi tes-tes substantif yang mereka
lakukan.
a. Jika tingkat risiko deteksi yang direncanakan rendah, maka auditor akan
mengumpulkan bukti sebanyak mungkin untuk menurunkan risiko
kesalahan saji .
b. Tingkat risiko deteksi yang direncanakan tinggi maka auditor mengurangi
pengumpulan bukti.
Menurut Petunjuk Teknis Penilaian Risiko Pemeriksaan BPK,
Ada dua jenis risiko deteksi berkaitan dengan audit sampling, yaitu risiko
prosedur analitis dan risiko pengujian substantive.
a. Risiko prosedur analitis berasal dari keputusan pemeriksa untuk
menggunakan pertimbangannya dan menentukan apakah prosedur analitis
merupakan prosedur yang efektif dan efisien dalam mendapatkan bukti
pemeriksaan yang memadai.
b. Penilaian risiko prosedur analitis sangat subyektif dan sulit untuk
dikuantifikasikan. Oleh sebab itu biasanya pemeriksa secara konservatif
memberikan nilai risiko ini cukup tinggi, yaitu antara 40% hingga 100%.

2.3.4 Menilai Risiko Pengendalian (Control Risk)


Auditor harus memahami perancangan dan pengimplementasian
pengendalian internal untuk melakukan penilaian pendahuluan atas risiko

14
pengendalian. Setelah memahami pengendalian internal, auditor dapat membuat
penilaian pendahuluan atas risiko pengendalian sebagai bagian dari penilaian
risiko secara keseluruhan. Penilaian ini merupakan ukuran ekspektasi auditor
bahwa pengendalian internal akan mencegah salah saji material atau mendeteksi
dan mengoreksinya jika terjadi.
Banyak auditor menggunakan matriks risiko pengendalian (control risk
matrix) untuk membantu proses penilaian risiko pengendalian. Tujuannya adalah
menyediakan cara yang mudah untuk mengatur penilaian risiko pengendalian bagi
setiap tujuan audit.
Langkah langkah dalam penilaian risiko pengendalian:
 Mengidentifikasi tujuan audit
 Mengidentifikasi pengendalian yang ada
 Menghubungkan pengendalian dengan tujuan audit
 Mengidentifikasi dan mengevaluasi defisiensi pengendalian,
defisiensi yang signifikan dan kelemahan yang material
 Menghubungkan defisiensi yang signifikan dan kelemahan yang
material dengan tujuan audit terkait.
 Menilai risiko pengendalian untuk setiap tujuan audit.
Menurut Petunjuk Teknis Penilaian Risiko Pemeriksaan BPK
Setelah pemeriksa menilai risiko inheren, risiko pengendalian juga harus
dinilai sebagai bagian proses penilaian risiko dalam pemeriksaan keuangan.
Penilaian risiko pengendalian merupakan estimasi terhadap risiko pengendalian
intern yang sangat bergantung pada bagaimana hasil evaluasi pemeriksa yang
bersangkutan terhadap pengendalian intern entitas yang diperiksa, meskipun
pertimbangan profesional pemeriksa masih juga menentukan.
Apabila sistem pengendalian intern entitas yang diperiksa telah dirancang
secara memadai, dan pengujian ketaatan yang dilaksanakan pemeriksa
menunjukkan bahwa pengendalian tersebut telah dijalankan secara memadai pula,
maka pemeriksa akan merasa bahwa pengendalian intern tersebut dapat
diandalkan, yang berarti bahwa dia akan memberikan estimasi yang cukup rendah
terhadap risiko ini. Demikian pula sebaliknya.

15
2.3.5 Menilai Risiko Kecurangan
Dalam menilai risiko kecurangan, SAS 99 memberikan pedoman bagi
auditor. Auditor harus mempertahankan sikap skeptisisme profesional ketika
memepertimbangkan serangkaian informasi termasuk faktor faktor risiko
kecurangan, untuk dapat mengidentifikasi dan menanggapi risiko kecurangan
a. Skeptisisme professional
Selama penugasan, bahwa tim auditor harus mempertahankan sikap dan
pikiran yang selalu mempertanyakan.
b. Evaluasi kritis atas bukti
Auditor harus menyelidiki secara mendalam permasalahan dan
kemungkinan kesalahan salah saji yang material karen kecurangan.
c. Komunikasi di antara tim audit
Diantara auditor dapat saling bertukar pendapat terutama dengan yang
telah berpengalaman mengenai penilaian risiko kecurangan, dan
bagaimana kecurangan kecurangan itu biasanya terjadi dalam organisasi
atau entitas yang diaudit.
d. Mengajukan pertanyaan kepada manajemen
Untuk menilai risiko kecurangan, auditor dapat menanyakan beberapa
pertanyaan secara langsung kepada manajemen ataupun pihak lain dalam
organisasi, sehingga terbuka kesempatan datangnya informasi yang dalam
kondisi lain tidak diungkapkan oleh manajemen ataupun pihak lain dalam
organisasi.
e. Prosedur analitis
Auditor harus melakukan prosedur analitis selama tahapan perencanaan
audit dan penyelesaian audit untuk membantu mengidentifikasi
kecurangan kecurangan.
f. Faktor faktor risiko
Untuk menilai resiko kecurangan, kondisi yang harus diperhatikan adalah
adanya faktor faktor risiko kecurangan (segitiga kecurangan/ fraud
triangle)
 Insentif/tekanan

16
Manajemen atau pegawai merasakan insentif atau tekanan untuk
melakukan kecurangan. Insentif yang umum bagi entitas untuk
memanipulasi laporan keuangan adalah menurunnya prospek
keuangan entitas.
 Kesempatan
Situasi yang membuka kesempatan bagi manajemen atau pegawai
lain untuk melakukan kecurangan. Risiko kecurangan yang lebih
besar akan dihadapi oleh entitas yang menggunakan banyak
pertimbangan dan estimasi dalam operasinya.
 Perilaku/rasionalisasi
Karakter, sikap dan nilai nilai etis yang membolehkan manajemen
dan pegawai lain bersikap curang atau lingkungan yang menekan
dan membuat adanya rasionalisasi tindakan curang.

2.4 Situasi Audit Yang Mengandung Risiko Besar


Dalam situasi tertentu risiko terjadinya kesalahan dan penyajian yang salah
dalam akun dan didalam dilaporan keuangan jauh lebih besar dibandingkan
dengan situasi yang biasa. Auditor, harus waspada jika menghadapi siatuasi audit
yang mengandung risiko besar seperti contoh berikut ini :
 Pengendalian Intern yang lemah
Pengendalian intern menentukan jumlah dan kualitas bukti, yang harus
dikumpulkan oleh auditor. Dalam situasi yang pengendalian intern dalam
suatu bidang lemah, auditor harus waspada dan mengumpulkan bentuk
bukti audit yang rinci yang lain yang dapat mengganti bukti-bukti yang
dihasilkan oleh pengendalian intern yang lemah tersebut.
 Kondisi keuangan yang tidak sehat
Suatu perusahaan yang mengalami kerugian atau dalam posisi yang sulit
untuk melunasi hutangnya akan mempunyai kecenderungan untuk
menunda penghapusan piutangnya yang sudah sulit untuk ditagih atau
sediaan barang dagangan yang sudah tidak laku dijual atau lupa mencatat

17
utangnya. Hal ini tidak mungkin terjadi dalam perusahaan yang keadaan
keuangannya baik.
 Manajemen yang tidak dapat dipercaya
Sebelum menerima suatu perusahaan sebagai klien, auditor publik harus
memperoleh informasi mengenai latar belakang atau riwayat para direktur
dan para manajernya. Auditor harus waspada terhadap manajer yang
pernyataan-pernyataan lisannya ternyata sebagian atau seluruhnya tidak
benar.
 Penggantian auditor
Klien yang mengganti auditornya tanpa alasan yang jelas, mungkin
disebabkan oleh ketidakpuasan klien terhadap jasa yang diberikan oleh
auditor yang lama. Tetapi, sering kali terjadinya penggantian auditor
tersebut disebabkan adanya perselisihan antara klien dengan auditor
publiknya mengenai penyajian laporan keuangan dan pengungkapannya.
Klien baru yang pernah mengganti auditornya merupakan klien yang
berisiko besar bagi auditor penggantinya.
 Perubahan tarif atau peraturan pajak atas laba
Jika tarif pajak penghasilan tiba-tiba dicatat sangat besar, maka reaksi
wajar perusahaan yang terkena adalah mencari cara meminimumkan
penghasilan atas laba kena pajak. Seringkali beban pajak ini menyebabkan
pergantian prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam perusahaan dan
penafsiran transaksi perusahaan yang tidak konsisten dengan yang telah
diikuti tahun-tahun sebelumnya. Perubahan tarif pajak yang drastis akan
mendorong perusahaan untuk menggeser pengakuan pendapatan dalam
periode yang pajaknya masih relatif rendah.
 Usaha yang bersifat spekulatif
Auditor yang melaksanakan audit terhadap laporan keuangan yang
kegiatannya dalam usaha yang sifatnya spekulatif, akan menghadapi risiko
yang lebih besar jika dibandingkan dengan auditor yang melakukan audit
terhadap perusahaan yang kegiatan usahanya relatif stabil dalam jangka
panjang.

18
 Transaksi perusahaan yang kompleks
Klien yang kegiatannya menghasilkan transaksi yang sangat rumit
merupakan klien yang mengandung risiko besar bagi auditor bila
dibandingkan dengan klien yang kegiatannya bersifat konvensional.

2.5 Jenis-jenis Situasi audit


Dalam melakukan audit, auditor biasanya dihadapkan pada situasi audit
yang secara umum dibagi atas dua macam. Yaitu situasi audit yang memiliki
resiko rendah (situasi regularities) dan situasi audit yang memiliki resiko tinggi
(situasi irregularities). Irregularities sering diartikan sebagai suatu situasi dimana
terdapat ketidakberesan atau kecurangan yang dilakukan dengan sengaja. Dalam
situasi audit yang beresiko rendah (regularities) auditor tidak begitu mengalami
kesulitan tapi dalam situasi yang memiliki resiko yang tinggi (irregularities),
auditor harus memiliki kewaspadaan yang tinggi terhadap kecurangan yang
mungkin terjadi agar audit yang dilakukannya efektif.
2.5.1 Situasi Irregulatoris
a) Related Party Transaction
Transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa adalah
suatu pengalihan sumber daya atau kewajiban antara pihak-pihak yang
mempunyai hubungan istimewa tanpa menghiraukan apakah suatu harga
diperhitungkan (SAK, 1999). Pihak-pihak yang dianggap mempunyai hubungan
istimewa adalah bila suatu pihak mempunyai mempunyai kemampuan untuk
mengendalikan pihak lain atau mempunyai pengaruh signifikan atas pihak lain
dalam mengambil keputusan keuangan dan operasional (SAK, 1999). Auditor
yang berpengalaman akan selalu mempertanyakan transaksi-transaksi yang terjadi
antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa dan melakukan prosedur
tambahan untuk memperoleh keyakinan yang memadai. Hubungan istimewa
dalam PSA 34 (SA 334) didefinisikan sebagai perusahaan afiliasi, pemilik utama
perusahaan klien atau pihak lainnya yang berhubungan dengan klien dimana salah
satu pihak dapat mempengaruhi manajemen atau kebijakan operasi pihak lainnya.

19
Karena transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa harus
diungkapkan dalam laporan keuangan, penting artinya bahwa seluruh pihak yang
mempunyai hubungan diidentifikasi dan dimasukkan dalam arsip permanen pada
awal penugasan. Cara umum yang dilakukan auditor untuk mengidentifikasi pihak
yang mempunyai hubungan istimewa misalnya bertanya pada pihak manajemen,
menelaah arsip pasar modal, dan memeriksa daftar pemegang saham. Banyak
kalangan yang berpendapat bahwa off-balance sheet financing yang berkaitan
dengan related parties telah menyebabkan bangkrutnya Enron, sebuah perusahaan
raksasa berbasis bisnis energi, yang juga melibatkan firma audit terkenal Arthur
Andersen. Transaksi off-balance sheet yang dilakukan Enron banyak yang
difasilitasi dengan mendirikan perusahaan afiliasi, asosiasi dalam bentuk limited
partnership dan spesial purpose enterprise (SPE). Pada IAS No. 24 paragraf 23
poin C mengharuskan pengungkapan pricing policies untuk setiap pengungkapan
transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa. Yang menjadi
permasalahan bagi auditor adalah bagaimana melakukan audit untuk mengetahui
suatu transaksi merupakan related party transactions atau tidak. Auditor akan
menemui kesulitan untuk dapat mengatahui suatu transaksi merupakan related
party transaction atau tidak jika seandainya pihak related parties melakukannya
melalui tangan pihak ketiga. Dalam situasi ini auditor diharapkan dapat
meningkatkan skeptisisme profesionalnya.
b) Motivasi Manajemen
Motivasi yang memungkinkan terjadinya irregularitas digambarkan oleh
Loebbecke et al. (1989) sebagai “sebuah kondisi dimana seseorang yang memiliki
kekuasaan atau tanggung jawab di dalam perusahaan mempunyai alasan atau
motivasi untuk melakukan kecurangan manajemen atau penyalahgunaan kekayaan
perusahaan atau sering disebut sebagai penggelapan (delfaction)”. Motif ini
dilakukan untuk keuntungan klien (karyawan) atau untuk kepentingan pribadi
karyawan itu sendiri. Jika manajemen tidak memiliki integritas yang tinggi,
motivasi tertentu bisa mendorong mereka untuk mensalahsajikan laporan
keuangan perusahaan.

20
Dalam situasi ini auditor dihadapkan pada kondisi manajemen dan
motivasi manajemen itu sendiri yang memungkinkan terjadinya kecurangan atau
kesalahan. Auditor diharapkan dapat memahami aspek bisnis kliennya dan juga
attitude manajemen. Auditor perlu mengkaji attitude manajemen dalam
melakukan bisnis dimana analisa tersebut dapat dilakukannya berdasarkan
kejadian-kejadian masa lampau serta iklim Good Corporate Governance yang
dimiliki oleh perusahaan klien tersebut.
c) Kualitas Komunikasi (Klien tidak Kooperatif)
Situasi ini bisa menunjukkan sikap klien yang merahasiakan atau tidak
menyajikan informasi yang akan menyebabkan keterbatasan ruang lingkup audit
yang akan dilaksanakan auditor. Dalam menghadapi situasi ini diharapkan auditor
bisa meningkatkan skeptisisme profesionalitasnya.
d) Klien Pertama Kali (Initial Audit)
Sebelum audit atas laporan keuangan dilaksanakan, auditor perlu
mempertimbangkan apakah ia akan menerima atau menolak penugasan audit. Jika
auditor memutuskan untuk menerima penugasan audit dari calon kliennya, ia akan
melaksanakan proses audit dalam 4 tahap, yaitu: (1) penerimaan penugasan audit,
(2) perencanaan audit, (3) pelaksanaan pengujian dan (4) pelaporan audit.
Penerimaan penugasan audit merupakan langkah awal pekerjaan audit berupa
pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak penugasan audit dari calon
klien atau untuk melanjutkan atau menghentikan penugasan audit dari klien.
Dalam penerimaan penugasan audit, auditor menempuh proses sebagai berikut:
1. Mengevaluasi integritas manajemen.
2. Mengidentifikasi keadaan khusus dan beresiko luar biasa.
3. Menentukan kompetensi untuk melaksanakan audit.
4. Menilai independensi.
5. Menentukan kemampuan untuk menggunakan kecermatan dan
keseksamaan.
6. Membuat surat penugasan audit.
Untuk klien yang pertama kali diaudit, sebagian besar Kantor Akuntan
Publik menyelidiki perusahaan tersebut untuk memutuskan apakah klien itu dapat

21
diterima. Selain itu juga dievaluasi prospektif klien dalam lingkungan usaha,
stabilitas keuangan dan hubungan dengan Kantor Akuntan Publik sebelumnya.
Untuk calon klien yang sebelumnya diaudit oleh Kantor Akuntan Publik lain,
auditor pengganti diwajibkan oleh PSA 16 (SA 315) untuk berhubungan dengan
auditor sebelumnya. Hal ini bertujuan untuk membantu auditor pengganti dalam
mengevaluasi apakah menerima penugasan itu. Inisiatif untuk mengadakan
komunikasi terletak pada auditor pengganti. Dari komunikasi itu, mungkin akan
diperoleh informasi misalnya klien tidak mempunyai integritas atau terjadi
perselisihan mengenai prinsip akuntansi, prosedur audit atau honorarium.
Standar Auditing mewajibkan auditor untuk memahami bisnis kliennya
sebelum menerima suatu penugasan. PSA 67 menekankan pada resiko apa yang
potensial bagi auditor bila kurang memahami bisnis kliennya. Resiko yang
dihadapi akuntan dapat berupa klaim atau tuntutan hukum dari klien atau
pengguna laporan hasil audit dan jasa akuntan. Bisnis klien merupakan bagian
integral yang tidak terpisahkan dengan pekerjaan auditor agar hasil auditnya dapat
memenuhi standar mutu auditing. Pemahaman atas pengetahuan yang terkait
dengan industri, hak kepemilikan, manajemen, dan operasi entitas, digunakan
sebagai dasar pertimbangan untuk menerima dan melaksanakan penugasan audit.
Melalui pemahaman ini dapat terungkap apakah klien sedang bermasalah dan
menjadi perhatian publik atau tidak. Dengan begitu auditor dapat memutuskan
akan menerima penugasan atau menolak. Pengetahuan bisnis klien yang memadai,
bermanfaat bagi auditor sendiri untuk memberikan berbagai pertimbangan.
Tentunya pertimbangan agar terhindar dari hal-hal yang merugikan kelangsungan
hidup bisnis jasa profesionalnya dan klaim dari klien.
e) Klien Bermasalah
Jika pada saat auditor mempertimbangkan penerimaan penugasan audit,
auditor mendapatkan informasi bahwa klien sedang menghadapi tuntutan
pengadilan, maka auditor dapat mempertimbangkan untuk menolak menerima
penugasan audit tersebut karena diperkirakan auditor akan terlibat secara
mendalam dalam perkara tersebut. Auditor juga dapat mempertimbangkan untuk
menolak penugasan audit, jika ia mendapat informasi bahwa calon kliennya

22
sedang mengalami kesulitan keuangan yang dapat mendorong manajemen dalam
melakukan salah saji material dalam laopran keuangannya. Dalam keadaan seperti
ini, auditor harus memperthankan pendapatnya atas laporan keuangan auditan dan
mutu pekerjaan audit yang telah dilaksanakannya.

2.5.2 Komponen Risiko Audit


Dalam praktik, seorang auditor tidak hanya harus mempertimbangkan
risiko audit untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi saja, tetapi juga setiap
asersi yang relevan dengan saldoakun dan golongan transaksi yang material.
Faktor risiko yang relevan dengan suatu asersi biasanya berbeda dengan faktor
risiko yang relevan dengan asersi lainnya untuk saldo akun atau golongan
transaksi yang sama.

2.6 Akun Yang Memiliki Risiko Tinggi


2.6.1 Pengakuan Pendapatan
Karena pendapatan merupakan akun yang memiliki risiko yang signifikan,
auditor harus memahami perusahaan bisnis dan proses, mendapatkan bukti audit
yang sesuai, tes kontrol atas pendapatan, dan menilai potensi salah saji. Auditor
harus memahami sumber pendapatan perusahaan dan jenis kontrak dan
mengevaluasi apakah pemilihan dan penerapan prinsip akuntansi untuk
pengakuan pendapatan adalah tepat. Perkiraan akuntansi yang signifikan sering
terlibat. Penghasilan audit termasuk pengujian apakah pendapatan itu diakui pada
periode yang benar, melakukan prosedur untuk mengatasi risiko penipuan, dan
mengevaluasi keuangan terkait pengungkapan pernyataan. Hanson menyarankan
pengauditan pendapatan yang efektif hari ini membutuhkan peralihan dari
pendekatan yang digunakan oleh banyak auditor di masa lalu, yang berfokus pada
keseimbangan lembar dengan kajian analitis yang lebih terbatas tentang
pendapatan pernyataan. “Perusahaan sedang dalam perjalanan menuju eksekusi
yang lebih baik, prosedur analitis substantif yang efektif,” katanya. “Auditor tidak
hanya perlu menentukan bahwa ada perubahan wajar dalam periode pendapatan
selama periode, namun juga untuk memahami alasan hubungan dan korelasi

23
angka-angka. Mereka perlu menetapkan harapan pada tingkat cukup granular
untuk mendeteksi material salah saji." PCAOB pada bulan September 2014
mengeluarkan Audit Staf Peringatan Praktik No. 12, Hal-Hal yang Berkaitan
dengan Penghasilan Auditing dalam Audit Laporan Keuangan, untuk membantu
auditor di area yang sulit ini. Hanson juga menunjukkan hal itu, auditor harus
memahami risiko spesifik material salah saji dan prosedur desain di sekitar
perusahaan proses bisnis, termasuk bagaimana pelanggannya, kontrak, dan produk
mempengaruhi pengakuan pendapatan. Dia menyarankan bahwa ketika lebih
banyak anggota senior audit tim terlibat dalam memahami bisnis dan terkait
proses, pekerjaan audit lebih efektif. Combs mengindikasikan bahwa tidak semua
area pengakuan pendapatan berisiko tinggi dan kompleks untuk semua
perusahaan. Perusahaan memproduksi sejumlah besar homogen produk, yang
dapat dijual ke sejumlah berbeda pelanggan, mungkin memiliki lebih sedikit
kerumitan seputar pendapatan pengakuan. Tetapi dia setuju bahwa daerah ini bisa
menjadi satu dengan ketidakpastian estimasi tinggi dan implikasi penipuan.
Statistik survei menunjukkan bahwa pengakuan pendapatan adalah area berisiko
tinggi untuk penipuan laporan keuangan. Dua puluh tiga persen responden ke
AICPA 2014 Survei tentang Tren Internasional di Forensik dan Layanan Penilaian
mengatakan bahwa pengakuan pendapatan akan menjadi financial, paling umum
pernyataan keliru dalam dua tahun berikutnya sampai bertahun-tahun. Sisir
mengatakan bahwa meskipun baru, standar pengakuan pendapatan konvergensi
seharusnya tidak mengubah sifat bagaimana mengaudit estimasi pendapatan, dia
mengharapkan itu akan memperkenalkan lebih banyak situasi di mana perkiraan
yang rumit diperlukan dalam akuntansi untuk pendapatan yang berpotensi akan
menghasilkan penilaian yang lebih tinggi risiko dan membutuhkan tambahan
audit perhatian.

24
BAB III
PENUTUP
3
3.1 Kesimpulan

Resiko adalah segala hambatan yang mungkin terjadi dalam pencapaian


suatu tujuan. Risiko Audit adalah risiko auditor memberikan pendapat yang tidak
pantas atas laporan keuangan, terutama ketika laporan keuangan tersebut
mengandung salah saji material. Resiko audit terdiri atas resiko inheren/ bawaan,
resiko pengendalian, dan pendeteksian.

Dalam situasi tertentu risiko terjadinya kesalahan dan penyajian yang salah
dalam akun dan didalam dilaporan keuangan jauh lebih besar dibandingkan
dengan situasi yang biasa.

Dalam melakukan audit, auditor biasanya dihadapkan pada situasi audit yang
secara umum dibagi atas dua macam. Yaitu situasi audit yang memiliki resiko
rendah (situasi regularities) dan situasi audit yang memiliki resiko tinggi (situasi
irregularities). Irregularities sering diartikan sebagai suatu situasi dimana
terdapat ketidakberesan atau kecurangan yang dilakukan dengan sengaja.

Dalam praktik, seorang auditor tidak hanya harus mempertimbangkan risiko


audit untuk setiap saldo akun dan golongan transaksi saja, tetapi juga setiap asersi
yang relevan dengan saldoakun dan golongan transaksi yang material.

25
DAFTAR PUSTAKA

Aritof, Giovanny Vermicom. et al. 2014. Pengaruh Situasi Audit, Etika,


Pengalaman Dan Keahlian Terhadap Skeptisisme Pofesional Auditor. JOM
FEKON : Vol 1 No. 2.

Jusup, Al Haryono. 2014. Auditing (Pengauditan Berbasis ISA). Yogyakarta :


Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YPKN.

Mulyadi. 2002. Auditing Buku 1, Edisi Keenam. Jakarta: Salemba Empat.

Murphy, Maria L. 2015. How to audit high-risk areas. Journal of Accountancy.

26

You might also like