You are on page 1of 289

CBT COMBO

PEMBAHASAN SOAL UKDI CLINIC IV


OPTIMAPREP
BATCH I UKMPPD 2016

Office Address:
Jl Padang no 5, Manggarai, Setiabudi, Jakarta Selatan
(Belakang Pasaraya Manggarai)
Phone Number : 021 8317064
Pin BB 2A8E2925
WA 081380385694
Medan : dr. Widya, dr. Eno, dr. Yolina
Jl. Setiabudi No. 65 G, Medan dr. Cemara, dr. Reza
Phone Number : 061 8229229 dr. Yusuf
Pin BB : 24BF7CD2
www.optimaprep.com
ILMU PENYAKIT DALAM
1. Infark miokard akut
• Def: nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung
• SS: angina intensif & menetap (>30mnt), gak ilang dgn istirahat &
nitrogliserin, otonom (mual, muntah, keringat, cemas), PF (pucat,
takikardi, JVP pd IMA kanan)
• EKG:
– ST elevasi, T-inverted
– Peningkatan Q min di 2 sadapan
• Enzim & isoenzim: kreatinin fosfokinase (cpk/CK), SGOT, LDH,
troponin T, isoenzim CPK MP (CKMB)
– CK  meningkat (4-8jam), N (48-72jam), TIDAK SPESIFIK
– CKMB  meningkat, puncak 20jam stlh infark, rasio CKMB:CK > 2,5%
(keduanya harus meningkat), rasio CKMB2:CKMB1 > 1,5 yg smp puncak 4-6jam
(SENSITIF)
– Troponin T  ???
– SGOT meningkat 24jam pertama
2. Gagal jantung
• Def: jantung gak bisa pompa darah untuk memenuhi
kebutuhan darah jaringan atau bisa memenuhi dgn
kompensasi peninggian volume diastolik abnormal.
• Faktor predisposisi:
– Penurunan fungsi ventrikel (CAD, HT, kardiomiopati, PJB)
– Gangguan pengisian ventrikel (stenosis mitral, peny perikardial,
kardiomiopati)
• Faktor pencetus:
– Peningkatan asupan garam
– CHF bad compliance
– IMA, HT, aritmia, infeksi, emboli paru
3. Angina pectoris - EKG
Mekanisme pembentukan EKG
EKG pada serangan jantung
4. Pengobatan hipertensi
Anti-Hypertensive Drugs
No 5.
pulmo
asma
6. Spirometry in COPD
• Reductions in FEV1 and in the ratio of forced
expiratory volume to vital capacity (FEV1% or
FEV1/FVC ratio)
• In severe, the FVC is markedly reduced
• Lung volume measurements reveal a marked
increase in residual volume (RV), an increase
in total lung capacity (TLC), and an elevation
of the RV/TLC ratio, indicative of air trapping,
particularly in emphysema
7. Drug-induced Hepatitis
(Stop OAT)
• Penatalaksanaan:
– Bila gejala klinis (+) (ikterik, mual muntah)  stop OAT
– Bila gejala klinis (+) disertai enzim hati ↑ >3x  stop OAT
– Bila gejala klinis (-) disertai hasil laboratorium berikut:
• Bilirubin >2  stop OAT
• Enzim hati ↑ >5x  stop OAT
• Enzim hati ↑ >3x  teruskan pengobatan dengan pengawasan

• Panduan OAT yang dianjurkan:


– Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
– Monitor klinik dan laboratorium. Bila klinik dan laboratorium normal
kembali (bilirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) desensitisasi
sampai dengan dosis penuh (300 mg).
– Bilaklinik dan laboratorium normal , tambahkan rifampisin,
desensitisasi sampai dengan dosis penuh sehingga menjadi RHES.
– Pirazinamid tidak boleh diberikan lagi.
8. Pengobatan PPOK
• Gambaran Klinis PPOK

Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK PDPI. 2003


9. Penyebaran TB
• TB menyebar dengan cara:

Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan TB. 2002.


10. osteoporosis
11. Osteoarthritis
11. Joint & Skeletal Disease

Disease Etiology Pathology Clinical Other test


Gout Arthritis Uric acid IgG activity Joint inflmation, tophi Serum uric acid,
to uric acid urine uric acid
Osteoarthritis Degeneration Bone Pain in affected joint, Synovial fluid
/Secondary remodelling nocturnal pain, joint stiffness analysis,
& < 20 min, joint space radiographic
hypertrophy narrowing, ostheophytes
Rheumatoid Unknown Autoimmun Morning stiffness (>1 hour), RF, Radiographic;
Arthritis e; synovial arthritis > 3 joint, symmetric bone
cell arthtiris, hand arthritis, erosion/unequivocal
hyperplasia rheumatoid nodules bony decalcification
Bacterial Gonococcal/ Inflammato Inflammatory sign in involved ESR, CRP, TREM-1
Synovitits Non- ry reaction joints
gonococcal
Ankylosis Autoimmune Antigen Back pain, arthropathy, back ESR, CRP, HLA-B27,
Spondylitis mimicry in morning stiffness (>30 min), Conventional
susceptible improved with mild exercise, radiology, MRI, CT-
individual nocturnal back pain, Scan
alternating buttock pain
12. Spondlitis ankilosa
13. Pengobatan Rheumatoid Arthritis
14. Anti
Hipertensi
(diuretik)
• some drug classes (ACE inhibitors, β-blockers, and
diuretics) have been repeatedly shown to be particularly
beneficial in reducing CVD events during the treatment
of uncomplicated hypertension and are therefore
preferred agents for initial therapy
http://care.diabetesjournals.org/content/26/suppl_1/s80.full#sec-9
15. Diagnosis DM dan TGT
16. Obat yang menstimulasi sekresi insulin

• Sulfonilurea
– Kerja: Menstimulasi sekresi insulin dr sel B, menurunkan ambang
sekresi insulin
– KI: DM 1 krn butuh fungsi kerja sel B
– Generasi 1: tolbutamid, clorpropamide,
– Generasi 2: gliburid, glipizid, gliclazid
– CAUTION: CVD, manula, prolonged hipoglikemi, diberikan u/
pasien BB normal
– Glibenklamid, klorpromazid KI u/ insufisiensi renal dan manula
– Tolbutamid, glikuidon u/ manula krn kerja singkat
– Glikuidon u/ pasien gangguan ginjal dan hati
Efek Samping Pengobatan Diabetes
(Glibenklamid)

• Sulfonilurea  hipoglikemia
• Sebuah meta-analisis dari
seluruh glibenclamide-
controlled study  risiko
hipoglikemia 2 kali lebih
tinggi pada glibenkamid
dibanding glimepirid pada
minggu pertama
pengobatan.
Intensive Insulin Therapy
17. Titrasi insulin

• Penggunaan insulin diperlukan penyesuaian berkala karena


dosis yang dibutuhkan berfluktuasi sesuai dengan kondisi
pasien
18. Ketoasidosis Metabolik
19. Anemia
• Eritropoesis distimulasi untuk
memproduksi sel darah merah
lebih banyak.
• Makrosit polikromasi dan
ditemukannya prekursor
eritrosit  normoblas.
• Morfologi sel darah merah
yang diproduksi bisa normal
atau makrositik, sehingga
menunjukkan anisositosis.

Sumber: Anemia and Polycythemia:


Introduction. Harrison’s Principles of
Internal Medicine 17th Edition. 2008.
Evaluasi Anemia Defisiensi Besi
• Feritin  protein intraseluler yang berfungsi
menyimpan besi dan mengeluarkannya saat
diperlukan; feritin merefleksikan jumlah besi yang
disimpan dalam tubuh
• Transferin  protein plasma yang
mentransportasikan besi dalam darah ke hepar,
limpa dan sumsum tulang
• TIBC  kemampuan darah untuk mengikat besi
dengan transferin

Sumber: Anemia and Polycythemia: Introduction. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th
Edition. 2008.
Stadium deplesi besi
20. Leukemia
Jenis Keterangan
Leukemia Anemia, sering demam, perdarahan, ebrat badan turun, anoreksia.
Pembesaran KGB, splenomegali, hepatomegali.
Anemia, trombositopeni, blast (+).
Pendesakan eritropoiesis, trombopoiesus, dan granulopoiesis
Anemia aplastik pansitopenia pada darah tepi,serta tidak dijumpainya adanya
keganasan pada sistem
hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum
tulang.
Thalassemia Pucat, gangguan tumbang, riwayat keluarga (+), splenomegali,
hepatomegali, facies cooley, ikterik, anemia microcytic, anisocytosis,
poikilocytosis, target cells, fragmented cells, normoblast +
Malaria Berasal/riwayat ke daerah endemis. Demam diselingin periode bebas
demam. Pucat, ikteris, lemah, mialgia athralgia. Syok, hipotensi. Apus
darah tepi: plasmodium
21. Diagnosis Thalasemia

Blood examination:
• CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW 
• Blood smear: microcytic, hypochromic,
anisocytosis, poikilocytosis, target cells,
fragmented cells, normoblast +
Normal
Iron
pheripheral
deficiency
blood

Thalassemia
major
22. Indication of blood transfusion
• Red cells • FFP :
– When Hb 7 g/dl, especially in acute anemia – As substitution for FVIII & F IX
– When Hb 7 – 10 g/dl with – Hemostasis neutralization after
hypoxia/hypoxemia warfarin therapy
– When Hb ≥ 10 g/dl with increased need for
oxygen transport (CHD, COPD) – Bleeding with abnormal coagulation
parameter
– In neonates with Hb ≤ 11 g/dl with symptoms
of hypoxia • Cryoprecipitate :
– Hb < 8.0 g/dL in perioperative period – Pre-invasive procedure (prophylaxis)
• Platelet : for patient with fibrinogen deficiency
– To stop bleeding if: – Hemophilia A & von Willebrand
disease with bleeding or prior to
• Platelet < 50.000/L
surgery
• Platelet < 100.000/L (diffuse
bleeding)
– Prophylaxis if platelet < 50.000/L
• Pre-surgery or invasive procedure
• After massive transfusion
– Bleeding in thrombopathic patient Health Technology Assessment (Ministry of Health 2003)
American Association of Blood Banks, 2003
23. Hepatic Encepalopathy
Nitrogenous Non-Nitrogenous
Encephalopathy Encephalopathy

Uremia/azotemia Sedative
Gastrointestinal bleeding Benzodiazepines
Dehydration Hypoxia
Metabolic alkalosis Hypoglycemia
Hypokalemia Hypothyroidism
Constipation Anemia
Excessive dietary protein
Infection
24. Chronic Renal Failure
Stages in Progression of Chronic Kidney Disease and
Therapeutic Strategies

Complications

Increased Kidney CKD


Normal Damage  GFR
risk failure death

Screening CKD risk Diagnosis Estimate Replacement


for CKD reduction; & treatment; progression; by dialysis
risk factors Screening for Treat Treat & transplant
CKD comorbid complications;
conditions; Prepare for
Slow replacement
progression
25. Differential Diagnosis Ikterus Obstruksi

• Obstruksi dalam lumen saluran empedu


batu, askaris
• Kelainan dinding saluran empedu
atresia kongenital, striktur traumatik,
tumor saluran empedu
• Tekanan saluran empedu dari luar
tumor kaput pancreas, tumor ampula vater,
pancreatitis, metastase di lig hepatoduodenale
Sirosis hepatis
Abses
Carsinoma hepar

Striktur

Ca Caput
Batu

Ascaris

Berbagai macam kelainan penyebab ikterus


Ikterus

Cek Urobilin & Bilirubin

Urobilin – Urobilin + Urobilin ++


Bilirubin urin+ + Bilirubin urin + Bilirubin urin -
Bilirubin Direct > Bilirubin Direct + Bilirubin Direct N
Bilirubin Indirect + Bilirubin Indirect >

Parenkim
Obstruksi:
- Hepatitis Hemolitik
- Intra hepatic
-Cirrhosis
- Extra hepatic
-Hepatoma

USG:Bile duct dilatation CT scan


PTC Tumor
ERCP Batu
Intra hepatal : hepatitis Extra hepatal MRI

Flow chart pasien dengan ikterus


26. Khemoprofilaksis malaria
Jenis Khemoprofilaksis Pemberian khemoprofilaksis:
malaria • Kelompok non-imun yang
• klorokuin (P. vivax) 300 bepergian ke daerah
mg basa/minggu endemis (pelancong,
• doksisiklin (P. falciparum) pegawai negri, TNI,
100 mg/hari transmigran dll)
• meflokuin (P. falciparum, • Wanita hamil di daerah
P. vivax & P. endemi
malariae)250 mg/
minggu
ILMU BEDAH DAN ANASTESIOLOGI
27. Nipple Discharge
• The most common causes of
nipple discharge in the
nonlactating breast:
– duct ectasia
– intraductal papilloma
– carcinoma
• Spontaneous, unilateral,
serous or serosanguineous
discharge from a single duct:
– intraductal papilloma
– rarely intraductal cancer
• Bloody discharge is suggestive
of cancer but is more often
caused by a benign papilloma
in the duct
28. Fibrocystic Disease
FIBROCYSTIC
Painful, often multiple, usually
bilateral masses in the breast.
Rapid fluctuation in the size of
the masses is common.
Frequently, pain occurs or
worsens and size increases
during premenstrual phase of
cycle.
Most common age is 30-50.
Rare in postmenopausal
women not receiving hormonal
replacement.
29. Struma
• A goitre or goiter (Latin gutteria, struma), is a swelling in the thyroid
gland
• Growth pattern
– Uninodular (struma uninodosa) - can be either inactive or a toxic nodule
– Multinodular (struma nodosa) - can likewise be inactive or toxic, the latter
called toxic multinodular goitre
– Diffuse (struma diffuse), with the whole thyroid appearing to be enlarged.
30. Prostatitis
PROSTATITIS AKUT BAKTERIAL PROSTATITIS KRONIS BAKTERIAL
• Etiologi : E coli, Pseudomonas, Enterococcus. • Lanjutan Prostatitis akut yang tidak
• Patogenesis : Infeksi asenden, refluks urin tersembuhkan, kadang-kadang tanpa riwayat
Invasi kuman dari rektum, limfogen, dan akut.
hematogen • Gejala & tanda-tanda klinis
• Tanda dan gejala: - bervariasi
- demam mendadak, menggigil - sebagian asymptomatik
- nyeri pada perineum, pinggang - umumnya mengalami urgensi, frekwensi,
- urgensi, frekwensi, nokturi,disuri nokturi & disuri + nyeri perineal
- obstruksi bladder out let - RT : Prostat bisa boggy, indurasi atau normal
- mialgia, arthralgia - hematuri terminal, hemospermi & discharge
- RT : Prostst membesar, lunak, indurasi, nyeri urethra kadang-kadang ditemukan
• Laboratorium • Laboratorium : >I0 Ieukosit pada analisis
cairan prostat, leukosit tampak bergerombol
- lekositosis dan tampak satu atau lebih makrofag
- piuria, mikroskopik hematiri, bakteriuri • Terapi
- discharge purulent setelah R.T  sesuai hasil kultur
• Terapi : - A.B. yang sering digunakan sebelum kultur
- A.B. - TMP-SM (160-800mg) 2x1 selesai : Tmp-Sm, Minosiklin, Eritrosin
- Gentamisin
- Tobramisin
31. Ureterolithiasis
• Urinary tract stone disease
• Signs:
– Flank pain
– Irritative voiding symptom
– Nausea
– microscopic hematuria
• Urinary crystals of calcium
oxalate, uric acid, or cystine
may occasionally be found
upon urinalysis
• Diagnosis: IVP
32. Epididimoorchitis
• Gejala-gejala :
- riwayat Prostatitis atau urethritis
- nyeri tiba-tiba pada scrotum yang menjalar ke sepanjang
spermatic cord & bahkan ke pinggang
- epididymis membengkak & nyeri
- demam
- scrotum bengkak, merah
- spermatic cord menebal
- Phren sign (+)
Terapi
- A.B
- Bed rest
- Support  me (-) nyeri
- Analgetik
33. Hydroceles
• Penumpukan cairan yang berlebihan di
antara lapisan parietalis dan viseralis tunika
vaginalis.
• Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong
skrotum yang tidak nyeri.
• PF :
– adanya benjolan di kantong skrotum
dengan konsistensi kistik
– Transiluminasi (+)
• Indikasi Operasi :
– hidrokel yang besar sehingga dapat
menekan pembuluh darah,
– indikasi kosmetik,
– hidrokel permagna yang dirasakan
terlalu berat dan mengganggu pasien
dalam melakukan aktivitasnya sehari-
hari.
34. Paraphimosis
Phimosis Paraphimosis
• Inability to retract the • Entrapment of a retracted
distal foreskin over the foreskin behind the
glans penis coronal sulcus
• Physiologic in newborn • Emergency
• Complications – Superficial vein obstruction
 edema and pain 
– Balanitis penile glands necrosis
– Postitis • Treatment
– Balanopostitis – Manual reposition
• Treatment – Dorsum incision
– Dexamethasone 0.1% (6
weeks) for spontaneous
retraction
35. Epispadia
• An epispadias is a rare type of
malformation of the penis in which
the urethra ends in an opening on
the upper aspect (the dorsum) of the
penis.
• An epispadias is an uncommon and
partial form of a spectrum of failures
of abdominal and pelvic fusion in the
first months of embryogenesis.
Hipospadia
• Hipospadia  kelainan
kongenital dimana meatus
berlokasi pada bagian
ventral penis, proksimal
dari posisi normal yaitu
diujung glans.
• Kasus sedang hingga berat
memiliki karakteristik
muara uretra yang lebih
proximal pada penis,
skrotum atau perineum.
Bentuk yang lebih berat
biasanya disertai kurvatura
penis (membengkok).
36. Urethral Trauma
Anterior Urethral Trauma Posterior Urethral Trauma
 Position : Distal from • Etiology
urogenital diagphram  Pelvic bone fracture
• Clinical Symptoms
 Etiology :  Blood from meatus
 Straddle Injury  Urinary retention
 Instrumentation  Pain, hematom on pubic region
– Clinical Signs : • Radiology
 Blood from urethral meatus  Pelvic Photo
 Hematom, perineal pain
 Urethrogram
 Urinary retenstion
• Therapy
 Sistostomy
– Radiology : urethrogram  Repair 3-4 days later.
– Therapy :
• Sistostomy
• immediate repair
Urethral Trauma

Posterior Urethral Trauma…


37. Basilar Skull Fracture
Basilar Skull Fracture Berdasarkan SKALA KOMA GLASGOW :
• Signs
– Battle's sign CEDERA KRANIOSEREBRAL RINGAN
– SKG 13 – 15
– Raccoon eyes / brille hematom – kesadaran menurun < atau = 10
– Cerebrospinal fluid rhinorrhea menit
– CT SCAN  normal
– Cranial nerve palsy
– Bleeding from the nose and ears CEDERA KRANIOSEREBRAL SEDANG
– Hemotympanum – SKG 9 –12
– kesadaran menurun > 10 menit s/d <
6 jam
• Anterior basal fracture – skening otak  abnormal
– ethmoid and the sphenoid bones. CEDERA KRANIOSEREBRAL BERAT = CKB
• Posterior basal fracture – SKG 3 – 8
– temporal bone, occipital bone, and – kesadaran menurun > 6 jam
some parts of the sphenoid bone. – skening otak  abnormal
38. Luas luka bakar
39. Inhalation Injury
• Patients who are trapped inside a burning room or house
are at increased risk of inhalation injury because of
prolonged exposure to smoke and products of production.
• Conversely, flash burns that occur outdoors will rarely
result in inhalation injury.
• On physical examination:
– the presence of carbonaceous sputum, raw oral and nasal
mucosa, and soot on the vocal cords (on laryngoscopy)
• In addition, patients may have a cough, hoarse voice, and
difficulty breathing.
• Patients with signs and symptoms of inhalation injury may
require intubation.
40. Fraktur Wajah
Fraktur orbita
Blow out fracture :
– fraktur dasar orbita  tekanan
rongga orbita yang meningkat.
– gejala diplopia dan enoftalmus
Fraktur nasal
• Os nasal terdepan, menonjol,ada struktur
tulang & kartilago
• 40 % dari kasus fraktur maxilofasial
• Anam :
– Adanya epistaxis
– Timbulnya deformitas
– Adanya disfungsi nasal pasca trauma
• PF :
– Deviasi nasal
– Laserasi mukosa atau kulit
– Ecchymosis, hematoma
– Odema palpebra, chemosis
– Subconjunctival hemorrhage
41. Severe Brain Injury
• GCS Score = 3-8
• Evaluate and resuscitate
• Intubate for airway
protection
• Focused neurologic exam
: Pupils and Lateralizing
signs
• Frequent reevaluation
• Identify associated
injuries
42. Choking
43. Airway Obstruction
Etiology: Sign & symtomps:
• GCS Score<9 • Cyanosis
• Obstruction due to • Rocking respirations
– Tongue • Decreased or no air
– Aspiration exchange
– Foreign body • Face or neck crepitus
– Maxillofacial injury • Neck hematoma or
– Neck injury swelling

Simple management maneuvers : Suction, Chin


lift, Jaw thrust
Definitive airway: Cuffed tube in trachea
Emergent Category
• Major trauma 44. The triage categories
• Acute myocardial
infarction
• Airway obstruction
• Tension Urgent
pneumothorax • Vertebral and Spine
• Flail Chest Injury
• Hypovolemic shock • Femoral shaft
(Class III and IV) fracture
• Burns with inhalation • Closed head injury
injury Non-urgent
• Burns
Management should • Skin lacerations
• Acute Appendicitis • Contusions
begin upon arrival
• Abrasions
They all are at risk if not • Upper extremity
treated in a few hours fractures
• Fever
• Associated medical
conditions
45. Hypovolemic Shock
Femoral shaft fracture
• The femur is very
vascular and fractures
can result in significant
blood loss into the
thigh. Up to 40% of
isolated fractures may
require transfusion, as
such injuries can result
in loss of up to 3 units
of blood
46. Dislocation of the Shoulder
Mostly Anterior > 95 % of dislocations Posterior Dislocation occurs < 5 %

• Patient is in pain • Many posterior dislocations


• Holds the injured limb with other are not diagnosed and
hand close to the trunk reduced in the emergency
• Acute dislocation hold their arm in
an adducted position. department.
• Any attempt at range of motion of • External rotation of the
the shoulder is extremely painful. shoulder is limited and painful,
• A thorough neurovascular check of
the upper extremity is necessary and is the hallmark of a
before any attempt is made to posterior shoulder dislocation.
reduce the dislocation.
• Attention to checking the sensory • External rotation of the shoulder
function of the axillary nerve over is limited and painful  hallmark
the lateral aspect of the shoulder is of a posterior shoulder
important. dislocation.
47. Kondrosarkoma

Bone tumor Age Predilection

Osteosarkoma 10-20 Distal femur,


y.o proximal
tibia
(metaphysis)
Osteokondroma 10-20 Shoulder;
y.o knee
(diaphysis)
Kondrosarkoma 30-40 Axial
y.o skeleton
Metastasis bone Varies Axial
disease skeleton
48. Fracture
A greenstick, buckle
or torus fracture is a
fracture in a young,
soft bone in which the
bone bends and
partially breaks

Montegia Fracture

Galleazi Fracture copyright by optimaprep 2012


49. Tension
Pneumothorax
• Tension
– Tanda2 pneumotoraks yg
disertai gangguan respirasi
berat dan sirkulasi
50. Open Pneumothorax
• 3 sided occlusive
dressing
– Pertolongan awal pada
open pneumotorax
– Open pneumotorax 
closed (mekanisme
ventil)
51. Tamponade Jantung
• Trias beck
– Distensi vena leher
– Bunyi jantung menjauh
– TD turun

• Tindakan
– pericardiosentesis
52. Flail Chest

• Fraktur segmental pada


dua iga atau lebih
– Ditandai dengan gerakan
paradoxal
• Diterapi dengan
– Stabilisasi dgn miring ke
arah yg sakit
– Anestesi lokal
– Dirawat jika ada kelainan
AGD
ILMU PENYAKIT MATA
53. Anisometropia
• Anisometropia : perbedaan kesalahan refraksi
yang nyata di antara kedua mata.

Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


• Heterotropia (strabismus) :
penyimpangan mata yang
bermanifestasi dan tidak
dapat dikontrol oleh
penglihatan binokular.
54. Koreksi pada Miopia
• Pada miopia, pemilihan kekuatan lensa untuk koreksi
prinsipnya adalah dengan dioptri yang terkecil dengan
visual acuity terbaik.
• Pada kasus miopia diatas, 2 lensa dengan kekuatan
berbeda (-0.75 D dan -1.00 D) memberikan VA 5/5,
maka lensa yang dipilih adalah -0.75 D.
– Pemberian lensa dgn kekuatan yg lebih besar akan
memecah berkas cahaya terlalu kuat sehingga bayangan
jatuh di belakang retina, akibatnya lensa mata harus
berakomodasi agar bayangan jatuh di retina.
– Sedangkan lensa dgn kekuatan yg lebih kecil akan
memecah berkas cahaya dan jatuh tepat di retina tanpa
lensa mata perlu berakomodasi lagi.

Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


• Sebaliknya pada hipermetropia, pemilihan kekuatan
lensa adalah dioptri terbesar.
– Jika diberikan dioptri yg lebih kecil, berkas cahaya
berkonvergen namun tidak cukup kuat sehingga bayangan
msh jatuh dibelakang retina, akibatnya lensa mata harus
berakomodasi agar bayangan jatuh tepat di retina.
– Sebaliknya, dgn dioptri yg lebih tinggi, berkas cahaya akan
berkonvergen dan jatuh tepat di retina tanpa lensa mata
perlu berakomodasi.
55. Glaukoma Sekunder
• Glaukoma sekunder  peningkatan TIO yang
terjadi sebagai salah satu manifestasi penyakit
mata lain.
• Salah satu penyebabnya adalah kelainan lensa:
– Dislokasi lensa
– Intumesensi lensa : lensa katarak menyerap banyak
cairan sehingga membesar, menimbulkan sumbatan
pupil dan pendesakan sudut sehingga terjadi
glaukoma sudut tertutup.
– Glaukoma fakolitik : katarak stadium lanjut mengalami
kebocoran lensa anterior, akibatnya protein lensa
menyumbat jalinan trabekular dan TIO meningkat.
Tonometri
• Tonometri : cara pengukuran tekanan
intraokuler dengan memakai alat terkalibrasi.

Tonometri aplanasi
Tonometri Schiotz
Gonioskopi
(melihat sudut kamera okuli anterior)
56. Glaukoma
• Rentang TIO normal  10-24 mmHg
– Hasil sekali pembacaan tidak menyingkirkan kemungkinan
glaukoma. Pada glaukoma sudut terbuka primer, banyak
pasien dgn TIO normal saat pertama kali diperiksa.
– TIO yang normal juga tdk memastikan tdk ada kerusakan
optic nerve, seperti pada glaukoma tekanan normal.
• Glaukoma  kerusakan optic nerve glaukomatosa
(cupping, ↑ CD ratio) disertai defek lapang pandang
glaukomatosa

Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


Pemeriksaan pada glaukoma:
• Tonometri  menilai TIO secara berkala
• Gonioskopi  menilai sudut kornea-iris
• Oftalmoskopi  menilai kerusakan pada
optic nerve glaukomatosa
• Pertimetri  menilai defek lapang
pandang akibat glaukoma
Perimetri / Kampimetri
• Perimetri (kampimetri) : pemeriksaan lapang
pandang perifer dan sentral, dilakukan
terpisah untuk masing-masing mata.
57. Konjungtivitis Inklusi
• Disebabkan oleh infeksi Chlamydia trachomatis, biasanya
terdapat pada dewasa muda yang aktif secara seksual.
• Gejala dan tanda :
– Mata merah, pseudoptosis, bertahi mata (terutama pagi hari)
– Papila dan folikel pada kedua konjungtiva tarsus (terutama inferior)
– Keratitis superfisial mungkin ditemukan tapi jarang
58. Konjungtivitis Atopik
• Gejala : sensasi terbakar, sangat gatal, sekret
berlendir, merah dan fotofobia.
• Terdapat papila halus terutama di konjungtiva
tarsal inferior  berbeda dgn vernalis yg lbh
sering pd konjungtiva superior berupa papila
raksasa.
• Komplikasi : keratitis perifer superfisial yg diikuti
vaskularisasi.
• Terapi : antihistamin oral, NSAID topikal, steroid
topikal jgk pendek, transplantasi kornea (pada
kasus yg parah)
Konjungtivitis Atopik

Papila halus pada konjungtiva


tarsal superior dan inferior

Keratokonjungtivitis atopik disertai


vaskularisasi  tindakan:
transplantasi kornea
Etiologi Diagnosis Karakteristik
Viral Konjungtivitis folikuler Merah, berair mata, sekret minimal, folikel sangat
akut mencolok di kedua konjungtiva tarsal
Klamidia Trachoma Seringnya pd anak, folikel dan papil pd konjungtiva
tarsal superior disertai parut, perluasan pembuluh
darah ke limbus atas
Konjungtivitis inklusi Mata merah, sekret mukopurulen (pagi hari), papil
dan folikel pada kedua konjungtiva tarsal (terutama
inferior)
Alergi/hiper- Konjungtivitis vernalis Sangat gatal, sekret berserat-serat, cobblestone pd
sensitivitas konjungtiva tarsal superior, horner-trantas dots
(limbus)
Konjungtivitis atopik Sensasi terbakar, sekret berlendir, konjungtiva
putih spt susu, papil halus pada konjungtiva tarsal
inferior
Konjungtivitis Reaksi hipersensitif tersering akibat protein TB,
fliktenularis nodul keabuan di limbus atau konjungtiva bulbi,
mata merah dan berair mata
Autoimun Keratokonjungtivitis sicca Akibat kurangnya film air mata, tes shcirmer
abnormal, konjungtiva bulbi hiperemia, sekret
mukoid, semakin sakit menjelang malam dan
berkurang pagi
59. Keratitis
• Gejala dan tanda :
– Sangat nyeri (krn banyaknya serabut saraf)
– Penurunan visus (tergantung derajat dan lokasi infiltrat)
– Fotofobia (refleks iris akibat iritasi pada ujung saraf kornea)
– Umumnya tidak ada sekret, kecuali pada ulkus bakteri
purulen
• Pemeriksaan oftalmologi :
– Injeksi silier (ciliary flush) dan injeksi konjungtiva
– Opasifikasi kornea (infiltrat pd kornea)

Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


American Academy of Ophthalmology. 2005.
Keratitis(1) vs. Uveitis Anterior(2)
• Perbedaan dengan uveitis anterior (iridosiklitis):
– Pada uveitis anterior ditemukan pupil ireguler (dapat
disertai sinekia posterior)
– Ditemukan mutton fat keratic precipitates (pada lapisan
endotel kornea), bukan infiltrat
– Penurunan visus lebih minimal dibandingkan keratitis

(1)
KP (+)

Ciliary
Corneal infiltrate Iregular pupil (2)
flush
60. Katarak Senilis Imatur
Phase Specific feature
Immature A lens with remaining clear areas, shadow test (+)
Mature completely opaque lens, shadow test (-)
Hipermature Liquefied surface that leaks through the capsule.
Morgagni The leaking material can cause inflammation in other eye structures.

Katarak imatur (ki) dan matur (ka)


Glaukoma Sekunder
• Penyebab glaukoma sekunder pd kasus 
intumesensi lensa (pada katarak imatur)
sehingga terjadi penyumbatan pupil dan
penutupan sudut COA  ↑ TIO.
• Glaukoma akut sudut tertutup:
– Mata merah dan nyeri, visus ↓ mendadak
– Pupil midriasis (mid-dilatasi)
– Edema kornea (akibat ↑ TIO mendadak)
Comparison of Open Angle and Angle Closure
Glaucoma
61. Koloboma Palpebra
• Merupakan defek full thickness pada kelopak mata.
• Dapat terjadi akibat kelainan kongenital (berkaitan
dgn sindroma Treacher Collins) atau trauma.
• Pada koloboma palpebra kongenital, lokasi tersering
adalah pada junction medial dan 1/3 tengah
palpebra superior.

Sources: Bashour M, et al. Eyelid Coloboma.


Medscape 2011.
62. Edema kornea pada Hifema
• Sudden opacification of cornea  dulling of
normally crisp reflection of light
• Paling sering akibat peningkatan TIO
• Pada glaukoma akut, penurunan visus lebih
disebabkan oleh edema kornea daripada atrofi
papil.

Sources: Vaughan DG, dkk.


Oftalmologi Umum Edisi 14.
1996.
Hifema
• Robekan pembuluh darah iris  perdarahan mengisi bilik
mata depan
• Komplikasi : glaukoma akut, apabila jaringan trabekular
tersumbat oleh fibrin/sel atau apabila bekuan darah
membuat sumbatan pupil.
• Dapat disertai penurunan visus (bila komplit) atau tidak
(bila hifema minimal).
• Komplikasi : peningkatan TIO (glaukoma sekunder)
63. Ablasio retina
• Pemisahan retina sensorik dari epitel pigmen
retina dibawahnya. Terdapat 3 jenis:
– Regmatogenosa  full thickness, korpus vitreum
mengisi ruang subretina; berkaitan dengan miopia,
afakia, degenerasi lattice, trauma mata
– Traksi  permukaan lebih konkaf, cenderung lokal,
tidak meluas ke ora serata; gaya traksi menarik retina
sensorik menjauhi epitel pigmen; berkaitan dgn RD,
vitreoretinopati
– Serosa  hasil penimbunan cairan di bawah retina
sensorik dan terutama disebabkan oleh penyakit
epitel pigmen retina dan koroid
Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.
64. Central Retinal Vein Occlusion
• CRVO  gangguan vaskular retina dgn potensi
menimbulkan kebutaan.
• Gejala  penurunan penglihatan mendadak yang
tidak nyeri. Faktor risiko  hipertensi (2/3 kasus
CRVO) dan atherosclerotic disease.
• Gambaran klinis  bervariasi dari perdarahan retina
kecil tersebar dan cotton wool spot (mikroinfark)
sampai perdarahan hebat superfisial atau dalam.
• Komplikasi  edema/disfungsi makula (potensi
kebutaan), dan glaukoma neovaskular.

Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


American Academy of Ophthalmology (AAO). Basic Ophthalmology 2005.
Ischemic CRVO  bentuk yang lebih parah, severe
visual loss, extensive hemorrhage, cotton wool spot;
perfusi retina buruk.
Non-ischemic CRVO  bentuk yang lebih ringan, VA
masih cukup baik, perdarahan dan eksudat sedikit,
perfusi baik, dan dapat resolusi sendiri.
Retinopati hipertensif
• Penurunan visus berlangsung perlahan.
• Klasifikasi mnrt Wagener dan Keith (1999):
– Stadium 1 : perubahan vaskular minimal, fundus
masih tampak hampir normal
– Stadium 2 : iregularitas diameter arteriol dan
pelemahan fokal, gambaran copper/silver wire,
eksudat minimal.
– Stadium 3 : hard exudate, cotton wool spot,
perdarahan, perubahan mikrovaskuler luas.
– Stadium 4 : (spt stadium 3) dgn edema optic disc.
Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.
silver wiring
NEUROLOGI
65-66. Stroke

Skor Pasien = (2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 1) + (0,1


x 110) – (3 x 0) – 12 = 1  stroke hemoragik
Skor Pasien = 1  stroke
hemoragik
67.
Management of
Head Injury

Management of Head Injury. American College of Surgeons Committee on Trauma. 1998


68. Glasgow coma
scale

Skor Pasien = 3 + 2 + 4 = 9
69. Arteri meningea media

= epidural hematoma
http://www.core.org.cn
Epidural Hematoma
• Temporal bone is often
the cause, but is not
essential
• Biconvex shape
• Depressed consciousness
or following lucid interval
• Often with compression
of the ipsilateral lateral
ventricle and dilatation of
the opposite lateral
ventricle

http://www.radiology.co.uk
70. Bell’s palsy
Parese N. VII

P S
e e
r n
i t
f r
e a
r l
Bell’s Palsy
Penatalaksanaan
• Kortikosteroid. Prednis
on, dimulai dengan
60mg/hari, diturunkan
dosisnya (tappering)
dalam 10 hari.
• Antivirus. Asiklovir
400mg lima kali sehari
selama 7 hari atau
valasiklovir 1 g/hari
selama 7 hari. Tetapi,
terapi ini tidak berguna
jika diberikan setelah
onset penyakit lebih
dari 4 hari.
71. Low back
pain

Journal of American
Academy of Family
Physician
Journal of American
Academy of Family
Physician
• Lasegue sign :
– Passive straight-leg raising
(possible up to almost 90
degrees in normal individuals)
with the patient supine,
producing radicular, radiating
pain from the buttock through
the posterior thigh.
– This maneuver is the usual way
in which compression of the L5
or S1 nerve root is detected.
72. Myesthenia gravis
Myasthenia Gravis
• Relatively rare autoimmune disorder of peripheral
nerves in which antibodies form against acetylcholine
(ACh) nicotinic postsynaptic receptors at the myoneural
junction.
• Progressively reduced muscle strength with repeated
use of the muscle and recovery of muscle strength
following a period of rest.
• The bulbar muscles are affected most commonly and
most severely, but most patients also develop some
degree of fluctuating generalized weakness.

http://emedicine.medscape.com
73. Fungsi otak
74. Spinal Injury
Penatalaksanaan
Cedera Med Spin

Cegah Trauma Resusitasi cairan


Sekunder monitoring Steroid

CVP Defisit neuro


< 8 jam
Methylprednisolone
Kateter 30mg/Kgbb 10 – 15’,
Urine dilanjutkan dgn drip
5,4mg/Kgbb/jam utk 23jam
berikutnya
Kateter
Lambung
Advanced Neurology Life Support 2011
Manajemen cedera spinal

Survei primer Survei sekunder Tentukan Prinsip


Evaluasi awal Nilai neurologis level terapi

Airway Anamnesis Motorik level C5


Breathing C6
Circulation Ulang nilai -Tetraparese C7
disabiliti C8
-Paraparese T1
Nilai vertebra
Disabiliti
dgn palpasi : Sensorik
Nilai : L2
nyeri, sensasi,
-kesadaran Landmark L3
motorik, refleks
& pupil anatomis L4
-kenali parese Nilai cedera S1
penyerta
Advanced Neurology Life Support 2011
75. Parkinsonisme
• Parkinson:
– Penyakit neuro degeneratif karena gangguan pada ganglia
basalis akibat penurunan atau tidak adanya pengiriman
dopamine dari substansia nigra ke globus palidus.
– Gangguan kronik progresif:
• Tremor  resting tremor, mulai pd tangan, dapat meluas hingga
bibir & slrh kepala
• Rigidity  cogwheel phenomenon, hipertonus
• Akinesia/bradikinesia  gerakan halus lambat dan sulit, muka
topeng, bicara lambat, hipofonia
• Postural Instability  berjalan dengan langkah kecil, kepala dan
badan doyong ke depan dan sukar berhenti atas kemauan sendiri
– Terapi medikamentosa : Levodopa
• Hemibalismus/sindrom balistik
– Gerakan involunter ditandai secara khas oleh
gerakan melempar dan menjangkau keluar yang
kasar, terutama oleh otot-otot bahu dan pelvis.
– Terjadi kontralateral terhadaplesi
• Chorea Huntington
– Gangguan herediter autosomal dominan, onset
pada usia pertengahan dan berjalan progresif
sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10
± 12 tahun
76. Managemen stroke akut
Stabilisasi jantung • Pasang EKG
dan pernafasan

Manajemen cairan • Rehidrasi IV dgn cairan isotonik 50 – 150


dan elektrolit cc/jam

• Pada SI, pemberian antihipertensi pada jam-jam


pertama berbahaya
• Indikasi pemberian antihipertensi:
Manajemen tekanan • SI : TDS > 220 mmHg/TDD > 120 mmHg
darah • SH : TDS > 180 mmHg/TDD > 110 mmHg
• Penurunan TD perlahan-lahan ( ≤ 25 % dalam 1
jam pertama) dgn dosis titrasi (pilihan
Nicardipin atau Diltiazem)
Advanced Neurology Life Support 2011
Hacke, W. et al, Cerebrovasc Dis 2000;10(suppl 3):22–33
PERDOSSI, Guideline Stroke 2007.
• Tinggikan posisi kepala dan badan bagian atas 15–
30°
• Osmoterapi (bila ada indikasi)
Manajemen
• Manitol 0.25 – 1 gr/kgBB, dapat diulangi 2 – 6 jam,
peninggian TIK dilanjutkan 310 - 320 mOsm/L.
• Dapat ditambahkan Furosemide 1 mg/kg i.v. (15
menit setelah manitol)

Penanganan kejang

Kontrol hiperglikemia • Turunkan GD dengan target <150 gr/dL dengan


akut pemberian insulin

Pengaturan suhu • Jaga suhu tubuh < 37.50 C

Advanced Neurology Life Support 2011


PSKIATRI
77-78. gangguan fobia
F40. GGN ANSIETAS FOBIK
• Agorafobia:
– Ansietas dicetuskan oleh adanya situasi berupa banyak
orang/keramaian, tempat umum, bepergian keluar rumah dan
bepergian sendiri, yg sbnrnya pada saat kejadian ini tidak
membahayakan
– Pasien menghindari situasi fobik (house bound)
• Fobia Sosial:
– Ansietas harus mendominasi atau terbatas pada situasi sosial
tertentu (outside the family circle)
• Fobia Khas:
– Ansietas terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu
• Klaustrofobia (tempat sempit), xenofobia (orang/sesuatu yg asing),
akrofobia (tempat tinggi)

Diagnosis Gangguan Jiwa . PPDGJ III.


79. Terapi desensitiasi
• Terapi Fobia:
– Desensitisasi sistematik (serial), ketika klien secara
progresif dipajankan pada objek yang
mengancam, di lingkungan yang aman, sampai
ansietas berkurang
– Flooding, bentuk desensitisasi cepat yang
dilakukan oleh terapis, ketika individu dihadapkan
dengan objek fobia sampai objek tsb tidak
menimbulkan ansietas
80. Gangguan cemas menyeluruh
F41. GGN ANSIETAS LAINNYA
• Ggn. Cemas menyeluruh
– Ansietas sbg gejala primer, berlangsung hampir setiap hari utk bbrp
mgg sampai bulan, tidak terbatas pada keadaan situasi khusus.
– Gejala mencakup: kecemasan, ketegangan motorik, overaktivitas
otonomik
• Ggn. Panik
– Ggn. Panik baru ditegakkan bila tdk ditemukan adanya ggn. Ansietas
fobik
– Terdapat bbrp kali serangan ansietas berat dalam masa kira-kira satu
bulan
• Pada keadaan yg secara objektif tdk ada bahaya
• Tdk terbatas pada situasi yg telah diketahui/diduga sblmnya
• Dapat tjd ansietas antisipatorik

Diagnosis Gangguan Jiwa . PPDGJ III.


81. Anoreksia Nervosa
F50. GGN MAKAN

Anoreksia Nervosa Bulimia Nervosa

Utk diagnosis pasti, Utk diagnosis pasti,


dibutuhkan semua hal dibutuhkan semua hal
spt dibawah ini: spt dibawah ini:
• BB dipertahankan 15% • Preokupasi yang menetap utk
dibawah yg seharusnya makan, pasien tidak berdaya
• Berkurangnya BB dilakukan thdp datangnya episode
sendiri makan berlebihan
• Distorsi body image • Pasien berusaha melawan
(ketakutan gemuk) kegemukan
• Gangguan endokrin yang luas • Ketakutan yang luar biasa
• Perkembangan pubertas akan kegemukan
tertunda

Diagnosis Gangguan Jiwa . PPDGJ III.


82. Psikotik Akut
• F22. GGN WAHAM MENETAP
– Gangguan waham sbg gejala dominan yg berlangsung lama, sedikitnya 3
bulan,harus bersifat pribadi dan bukan budaya setempat
• F23. GGN PSIKOTIK AKUT DAN SEMENTARA
– Gejala psikotik yg muncul dgn onset akut (dalam masa 2 minggu/kurang)
– Adanya sindrom yg khas (polimorfik = beraneka ragam dan berubah cepat,
atau schizophrenic like = gejala skizofrenia yg khas)
– Adanya stres akut yg berkaitan
• F25. GGN SKIZOAFEKTIF
– Gejala skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat
bersamaan
• F20. SKIZOFRENIA
– Terdapat gejala waham dan halusinasi auditorik (bisa kurang jelas)
– Harus ada min.2 gejala : arus pikiran terputus/interpolasi, inkoheren
katatonik, gejala negatif
– Berlangsung selama kurun wkt 1 bulan/lebih
83. Insomnia primer
F51.0 Insomnia primer/non organik
– Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur
atau kualitas tidur buruk
– Min. 3x/minggu slm min. 1 bulan
– Preokupasi dgn tidak bs tidur
– Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan/atau kualitas tidur
mempengaruhi fungsi sosial dan pekerjaan

F51.4 Teror tidur


– Satu atau lebih episode bangun dari tidur, mulai dgn berteriak krn
panik disertai ansietas hebat
– Episode ini dapat berulang, setiap episode 1-10 menit, tjd pd 1/3 awal
tidur malam
– Ingatan thdp kejadian minimal
– Tidak bereaksi thdp upaya org lain utk mempengaruhi teror tidur
Diagnosis Gangguan Jiwa . PPDGJ III.
84. Efek samping obat antipsikosis
• Obat antipsikosis yang kuat (Haloperidol)
sering menimbulkan gejala
ekstrapiramidal/sindrom parkinson. Tindakan
utk mengatasinya:
– Trihexyphenidil (Artane) 3-4 x 2mg/hari
– Sulfas atropin 0,50 – 0,75 mg (IM)

Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga. Rusdi Maslim.


85. Terapi ADHD
3 Gejala Utama ADHD
• Inatensi (kurangnya kemampuan utk memusatkan perhatian)
– Jarang menyelesaikan perintah sampai tuntas.
– Mainan, dll sering tertinggal.
– Sering membuat kesalahan.
– Mudah beralih perhatian (terutama oleh rangsang suara).
• Hiperaktif (perilaku yang tdk bisa diam)
– Banyak bicara.
– Tidak dapat tenang/diam, mempunyai kebutuhan untuk selalu bergerak.
– Sering membuat gaduh suasana.
– Selalu memegang apa yang dilihat.
– Sulit untuk duduk diam.
– Lebih gelisah dan impulsif dibandingkan dengan mereka yang seusia.
• Impulsive (kesulitan utk menunda respon)
– Sering mengambil mainan teman dengan paksa.
– Tidak sabaran.
– Reaktif.
– Sering bertindak tanpa dipikir dahulu.

Terapi utk anak > 6 tahun:


Methylphenidate
86. Waham
• Waham/delusi: satu perasaan keyakinan atau kepercayaan
yang keliru dan tidak bisa diubah lewat penalaran atau
dengan jalan penyajian fakta. Jenis waham:
– waham bizarre: keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh (contoh:
makhluk angkasa luar menanamkan elektroda di otak manusia)
– waham paranoid: termasuk di dalamnya:
• waham kebesaran
• waham kejaran
• waham rujukan (delusion of reference): satu kepercayaan keliru yang
meyakini bahwa tingkah laku orang lain itu pasti akan memfitnah,
membahayakan, atau akan menjahati dirinya.
• waham dikendalikan
– Waham nihilistik
– Waham somatik
– Waham sistematik
– Waham cemburu
– Erotomania
Tanda dan Gejala Klinis Psikiatrik. Suryo Dharmono
87. Delirium
• Delirium
– Ggn kesadaran & perhatian, ggn kognitif, ggn
psikomotor, ggn siklus tidur-bangun, ggn emosional,
hilang timbul sepanjang hari, kurang dr 6 bulan
• Amnesia
– ketidakmampuan untuk mengingat sebagian atau
seluruh pengalaman masa lalu
• Demensia
– Gangguan pada otak yang bersifat kronik progresif,
tdpt ggn fungsi luhur kortikal yg multipel,
kemerosotan pengendalian emosi, perilaku sosial,
motivasi hidup
88. Trans Disosiasi
F44. GGN DISOSIATIF(KONVERSI)
• Amnesia dissosiasi
– Hilangnya daya ingat, mengenai kejadian yg selektif, yg bukan disebabkan ggn mental
organik
• Fugue dissosiasi
– Ciri-ciri amnesia disosiatif, melakukan perjalanan tertentu melampaui hal yg umum
dilakukan sehari-hari, kemampuan mengurus diri yg dasar & interaksi sosial ada
• Trans dissosiasi
– Kehilangan sementara identitas diri dan kesadaran thdp lingkungan, kdg berperilaku
seakan-akan dikuasai kepribadian lain, involunter (di luar kemauan individu)
• Konversi histeria
– kondisi dimana seseorang memindahkan penderitaan mentalnya pada suatu jenis
penderitaan badaniah. Khas bagi kepribadian histerik, yang dicirikan oleh sifat narsistik,
infantil, suka bersandiwara dan hiperaktif.

Gangguan depersonalisasi
satu kondisi patologis yang muncul sebagai akibat dari perasaan subyektif dengan gambaran
seseorang mengalami atau merasakan diri sendiri (atau tubuhnya) sebagai tidak nyata atau
khayali (asing, tidak dikenali)
ILMU PENYAKIT KULIT DAN
KELAMIN
89. Tinea
Disease Sign & symptoms
Tinea cruris  The disease often begins after physical activity that results in copious
sweating, and the source of the infecting fungus is usually the patient's.
 Obesity predisposes to tinea cruris
 Tinea cruris begins with an erythematous patch high on the inner aspect
of one or both thighs (opposite the scrotum in men).
 It spreads centrifugally, with partial central clearing and a slightly
elevated, erythematous, sharply demarcated border that may show tiny
vesicles that are visible only with a hand glass
Candidiasis  Typical locations for intertrigo include: Inguinal folds, Axillae, Scrotum,
intertriginosa Intergluteal folds, Inframammary folds, Web spaces of the toes and
fingers, Abdominal folds, particularly beneath a pannus
 Intertrigo presents as erythematous, macerated plaques and erosions
with delicate peripheral scaling and erythematous satellite papulopustules
(hand and chicken pattern) .
 The pustules are easily ruptured, leaving an erythematous base with a
surrounding collarette of epidermis. The lesions are often pruritic and may
be painful if significant skin breakdown accompanies the infection
Dermatological Examination
Examination Specific Diagnostic
Skin Biopsy Leprae, pathologic diagnostic; skin cancer
Kultur kerokan Fungal and bakteri infeksi
KOH Fungal skin infection
Giemsa Chylamdial or viral skin/venereal infection
Wood Lamp Fungal in skin and hair

KOH stain
The presence of spores and
branching hyphae
90. Lesi Hipopigmentasi
• Ptiriasis alba • Ptiriasis versicolor
– Pityriasis alba is characterized by – Lesions have relatively sharp margins
hypopigmented, round-to-oval, scaling
and may be lighter or darker than the
patches on the face, upper arms, neck, or
shoulders. The legs and trunk are less normal skin color.
commonly involved. – Lesions are evenly pigmented. The
– Lesions vary in size, usually 1-4 cm in inflammatory border, relative central
diameter. clearing, and erythema seen in most
– Most commonly, patients have multiple fungal infections are lacking.
lesions that range in number from 4-5 to – Confluent patches with scattered
20 or more.
circular or oval macules around the
– Scales are fine and adherent
edges are common
– Lesions are usually asymptomatic but
may be mildly pruritic. The pruritus is
more intense when the patient is
excessively warm.
Wood’s Lamp

Colour Etiology
Golden Yellow Tinea versicolor – M. fufur

Pale Green Trichophyton schoenleini


Bright Microsporum audouini or M.
Yellowgreen Canis
Aquagreen To Pseudomonas aeruginosa
Blue
Pink To Porphyria Cutanea Tarda
Pinkorange
Ash-Leaf-Shaped Tuberous Sclerosis
Pale White Hypopigmentation
Purplebrown Hyperpigmentation
Bright White, Depigmentation, Vitiligo
Bluewhite
Bright White Albinism
Bluewhite Leprosy
91. Ulkus
Chanchroid (ulcus molle) Chancre (ulcus durum)
Etiology Haemophilus ducreyi Treponema pallidum
Pain Painful Painless
Consistency Soft Hard-indurated
Base Pus Non-exudative
Border Irregular or ragged Well-defined
Examination Specific Diagnostic

Perwarnaan For Gram +/- Bacterial or Parasit


Gram dan NacL

Kultur bakteri Bacterial infection


dan apusan

VDRL dan Specific and sensitivefor Treponema sp.


TPHA

Ig M dan Ig G Specific and sensitive for HSV


darn HSV

Antibodi ELISA
monoklonal
92. Pioderma
Vehikulum Keterangan
Ektima •infeksi pioderma pada kulit dengan karakteristik berbentuk krusta disertai
ulserasi (ulkus). Tanpa gejala umum.
•ulkus superfisial dengan gambaran “punched out appearance” atau berbentuk
cawan dengan dasar merah dan tepi meninggi
•Prediklesi di kaki ekstrimitas bawah, menyerang semua umur
Impetigo • Etiologi Streptococcus B Hemolyticus, hanya terdapat pada anak, tanpa gejala
Krustosa umum
• Predileksi di sekitar lubang hidung dan mulut. Krusta tebal berwarna kuning,
ulkus dibawah dangkal

Folukilitis • Peradangan dari satu atau lebih folikel rambut. Kondisi ini dapat terjadi di kulit
mana pun. Tanpa gejala umum.
• Gejala ruam (daerah kulit memerah), pustula yang terletak di sekitar folikel
rambut, dan gatal di kulit

Erysipelas •infeksi kulit akut dan saluran limfa yang di sebabkan oleh bakteriStreptokokkus
• Gambaran eritema dan berbatas tegas. Gejala umum ada
Eriterma • Erupsi mendadak dan rekuren pada kulit dan kadang mukosa, target lesi ,
Multiforme etiologi alergi obat, virus, bakteri
• Tipe Makula –Eriterma (kulit) dan Vesikobulosa (mukosa)
Folikulitis
Ektima Impetigo Krustosa

Erisepelas
Eriterma Multiforme
93. Infeksi Parasti
Organism Disease Feature
Dermatophagoides Asma, Alergy Reaction
Dermatitis
Alergic
Sarcoptes scabei Scabies 4 Cardinal sign: Pruritus nocturna, A history that
includes exposure to other infected family
members, Epidermal tunnel on location with thin
stratum corneum, and Mite
Trichuris triciura Trichuriasis Anemia (hidup di sekum- colon asendens) gejala diare-
disentri atau tanpa gejala
Ancylostoma Cutaneus Larva Stadium larva: eritem, papul, eritema berkelok-
brazilience Migran kelok, pustule, gatal
Ankilostomiasis Anemia (usus halus)
Trichinella spiralis trikiniasis Mialgia, miosistis, demama, hipereosinofilia
94. Pioderma
Impetigo Krustosa
• Etiologi Streptococcus B Hemolyticus, hanya
terdapat pada anak, tanpa gejala umum
• Predileksi di sekitar lubang hidung dan mulut.
Krusta tebal berwarna kuning, ulkus dibawah
dangkal
• Treatment
Ampisilin 4x250mg, Amoksilin 3x250 mg,
Eritromisin 4x500mg,
Pioderma

Antibiotik Indikasi Kontra indikasi Sediaan


Ampisilin Pioderma (DOC) Hipersensitif, Oral, Injeksi

Gentamisin Infeksi gram positif dan Hipersensitif Topikal dan


negatif. Injeksi
Ciprofloksasin Infeksi gram positif dan Hipersensitif, Hamil, Oral
negatif. menyusui, anak < 12 tahun
Kloramfinekol terapi pilihan utama Hipersensitif, gangguan Oral, Topikal
untuk pengobatan ginjal dan hati
tifus dan paratifus
Sulfamoksazol ISK, diare, ISPA Hipersensitif, ibu hamil, bayi oral
< 6 minggu
95. Anti helmintes

Parasit Treatment
Ascaris Lumbricoides Piperasin (Single Doses), Pirantel Pamoat (SD),
Mebendazol ( SD), Albendazole (SD)
Trichuris Trichuria Pirantel pamoat (SD), Albendazole (SD),
Mebendazole (2-3 hari)

Schistosoma sp Prazikuental
Oxyuris Vermicularis Pirantel Pamoat (SD), Mebendazol ( SD),
Albendazole (SD)
Anchilostoma D dan N. Pirantel pamoat (2-3 hari), Albendazole (SD),
Americanus Mebendazole (SD)

Strongyloides Stercoralis Tiabendazole (2-3 hari), Albendazole (2-3hari)<


Mebendazole (2-4 minggu)
96. Neurodermatitis
Disorder Location Lesion
Neurodermatitis Scalp, Extensor forearms and Intermittent pruritus (involved stressor),
elbows, Vulva and scrotum, Upper hyperpigmentation, erythematous, scaly, well-
medial thighs, knees, lower legs, demarcated, lichenified plaques with
and ankles exaggerated skin lines

Dermatitis scalp, face, and trunk A papulosquamous disorder patterned on the


seborrheic sebum-rich, branny or greasy scaling over red,
inflamed skin
Occurs on newborns, adolscenct and adult
(sebacea gland activity)

Contact – allergic Hypersensitivity History of contact with the substances which


can cause the lesion

Dermatitis atopic Flexural creases, particularly the xerosis, lichenification, and eczematous
antecubital and popliteal fossae, lesions, atopic history
and buttock-thigh

Numularis Unknown Coin lesion, erythematous, central healing,


very itchy
97. Penyakit Menular Seksual

Disorder Etiologic agent Characteristic


Gonorrhae N. gonorrhae Uretritis anterior, tysnonitis, prostatitis,
sekret mukopurulen
Non-specific C. trachomatis Asimptomatik- disuria ringan, polyuria,
Uretritis sekret mukopurulen
Sifilis Treponema Ulkus durum (st 1)
palidum
Herpes Herpes Simpleks Vesikel berkelompok, cairan bening, nyeri
Kondiloma HPV Wart of genital
Akuminatum
98. Parasitologi
Disease Etiology Clinical Egg/ Kista
Amoebiasis Entamoeba Bloody diarrhea, abdominal pain, and Psedoupodium
histolytica tenderness spanning several weeks’ dengan sel darah
duration. didalamnya
Tricuriasis Tricuris Anemia (hidup di sekum- colon Tempayan dengan
trichuria asendens) gejala diare-disentri atau penonjolan pada
tanpa gejala kedua kutubnya
Balantidiasis Balantidium Sindroma disentri Berdinding tebal,
coli bervakuola,
makronukleus
Taeniasis T. Solium/ T. Nyeri Ulu hati, mual, muntah, Telur dibungkus
Saginata mencret, obstipasi dan pusing embriofor yang
bergaris radial
Giardiasis Giardia Diarrhea, Malodorous, greasy stools Aktif: berflagel, In
intestinalis aktif: oval, dinding
tipis dan kuat, berinti
2-4
E. Histolytica
Taenia S.
B. Coli

Trichuris Trichuria Giardia


99. WHO Leprosy treatment guideline 2000
100. Infeksi Parasit
Disorder Location Lesion
Furunkulosis Infeksi pada lebih dari satu Gejala ruam (daerah kulit memerah), pustula yang
Folikel rambut dan jaringan terletak di sekitar folikel rambut, dan gatal di kulit
sekitarnya

Dermatitis scalp, face, and trunk A papulosquamous disorder patterned on the sebum-
seborrheic rich, branny or greasy scaling over red, inflamed skin
Occurs on newborns, adolscenct and adult (sebacea
gland activity)

Phitiriasis Alba most commonly on the Lesions can be hypopigmented, light brown, or
upper trunk and salmon colored macules face and intertriginous
extremities, and less often areas.
on the face and asymptomatic, some complain of mild pruritus, and
intertriginous areas. many are concerned about cosmesis or potential
contagion.
Pedinkulosis Kapitis Scalp, hair Pruritus, karena garukan menyebabkan erosi,
eksoriasi, dan infeksi sekunder (pus , krusta). Rambut
bergumpal karena pus dan krusta (plikapelonika)

Pedinkulosis Hair in trunk area Pruritus, karena garukan menyebabkan erosi,


Korporis eksoriasi, dan infeksi sekunder , keterlibatan limfatik
101. Herpes genital

• HSV-1 infections were


traditionally associated
with the oral area (fever
blisters), whereas HSV-2
infections occurred in the
genital region.
• HSV culture has long been
the criterion standard for
diagnosis of HSV infection,
with a sensitivity of 70%
and a specificity of nearly
100%.
• Tzank Smear, PCR
102. Keganasan Kulit
Disease Etiologi Clinical
Malignant Genetics, UV Asymmetrical, irregular borders, very dark black or blue,
Melanoma radiation disseminate through the lymphatics
Sebborhoic Unknown Initially one or more sharply defined, light brown, flat
Keratosis lesions develop with a velvety to finely verrucous surface.
Basal cell carcinoma Unknown Nodul yg tdak berambut , coklat/hitam, keruh, bagian
pinggir, meninggi, anular, tengahnya cekung (ulkus
rodents), telengiektasis +/-
Squamous cell Multiple Rasa gatal/nyeri, perubahan warna (gelap/pucat/terang),
carcinoma ukuran membesar, pelebaran tidak merata, permukaan
tidak merata, mudah berdarah, ulserasi, telengiektasis

Kapopsi Sarcoma High Human Discrete red or purple patches that are bilaterally
Herpesvirus-8 symmetric and initially tend to involve the lower
extremities.
103. Ptiriasis rosea
Disease Etiology Feature
Pitriasis Unknown, Self Mild itch
rosasea limiting Erythema and soft squama
First lesion: herald patch
Inverted Christmas Tree Appearance
Tinea Korporis Dermatofitosis Plak eritema batas tegas, centra healing, Itchy, skuama, pinggiran lesi
polisiklik

Tinea Unknown sharp margins and may be lighter or darker than the normal skin color.
Versikolor Relative central clearing, and erythema seen in most fungal infections
are lacking.
Psoriasis Multifaktor Kronik inflamasi, gatal, Plak dengan skuama tebal diatasnya, Auspitz
dan Kobner sign
Parapsoriasi UnKnow Umumnya Asimptomatik, Eritema dan berskuama, permukaan datar
104. Reaksi Kusta
Reaksi Deskripsi
Pure neuritis leprosy Jenis lepra yang gejalanya berupa neuritis saja

Lepra Tuberkuloid Bentuk stabil dari lepra, lesi minimal, gejala lebih
ringan. Tipe yg termasuk TT (Tuberkuloid polar),
Ti ( Tuberkuloid indenfinite), BT (Borderline
Tuberkuloid)
Reaksi Reversal Lesi bertambah aktif (timbul lesi baru, lesi lama
menjadi kemerahan), +/- gejala neuritis. Umum
pada tipe PB
Eritema Nodusum Nodul Eritema, nyeri, tempat predileksi lengan
Leprosum dan tungkai, Umum pada MB
Fenomena Lucio Reaksi berat, eritematous, purpura, bula, nekrosis
serta ulserasi yg nyeri
105. Infeksi Parasit

Etiology Clinical Egg/ Kista


Ascaris Anemia, Kurang energi telur berbentuk oval
Lumbricoides berdinding sel tebal dan
bergelombang berwarna
kuning kecoklatan
Tricuris Anemia (hidup di sekum- colon Tempayan dengan
trichuria asendens) gejala diare-disentri penonjolan pada kedua
atau tanpa gejala kutubnya
Oxycuris Pruritus Ani, malam hari Lonjong, asimetrik,
Vermicularis dinding telur bening
T. Solium/ T. Nyeri Ulu hati, mual, muntah, Telur dibungkus
Saginata mencret, obstipasi dan pusing embriofor yang bergaris
radial heksan / onkosfer
106. Lesi Kulit subkutis
Disease Etiology Feature
Cellulitis Group A The affected area are hot, red, warmth, and swollen.
streptococci, Systemic symptoms may occur; fever, chills, malaise.
S. Aureus
Carbunkel S. Aureus Red, swollen, and painful cluster of boils that are
connected to each other under the skin.
Infected Multiple; HPV, Normal epidermoid cyst appear as flesh-colored-to-
epidermal cyst epidermoid yellowish, firm, round nodules of variable size. When
rest infected the cyst could getting red, hot, warmth, and larger.
Suppurative Defect of Superficial abscess formation in axilla, mammary, &
Hidradenitis follicular perianal region . sinus-sinus di permukaan terdapat krusta
epithelium dan skar hipertropi
Tuberculosis M. Tuberculosis Painful lymph enlargement, abscess formation,
Lympadenitis constitutional symptoms may present
107. Herpes zoster
Herpes Zoster Skin Lesion of Herpes Zoster
• The primary physical finding is a
rash in a unilateral dermatomal
distribution.
• The rash may be erythematous,
maculopapular, vesicular,
pustular, or crusting, depending
on the stage of disease.
• Pain Management; Gabapentine
oral/NSAID topical/Lidocaine
topical
• Anti-Viral; Acyclovir (5x800mg),
Valgancyclovir, Famcyclovir
108. Vehikulum obat

Ointment Specific Indication/advantage


Gel/Jelly More liquid than salve and transparent, good use for mucosa,
can easily washed by water.
Cream/Cremores Good for topical use in mucosa/skin , easily cleaned, medium
penetration to skin
Salve/Zalf/unguent Deep potency in skin penetration, good for likenifikasi lesion,
a not easily cleaned, not recommended for interginosa skin
Powder For dry skin lesion, effective to reduce pruritus
Injection For systemic disease, Fast onset, 100% bioavailability, can be
given to patient in decrease conciousness
109.
Disorder Etiology Epidemiology Diagnosis Treatment
Steven Johnson Allergic reaction Above 3 years Skin lesion Steroid
Syndr. old Konjunctivitis Antibiotic
cattarrhalis Supportive
Mucosa lesion,
lesion <30%
Toxic Epidermal Allergic reaction Above 3 years Worse SJS Steroid
Necrolysis old Epidermolysis Antibiotic
(Nikolsky sign) Silver
Subepidermal, sulfadiazine
lesion >30% Supportive
Staphylococcal Staph. aureus Less than 5 y.o. Skin lesion Antibiotic for
Scalded Skin exotoxin Patient with Epidermolysis S.aureus
Syndr. renal (Nikolsky sign) Supportive
impairment Leukocytosis
S. Granulosum
110. Dermatitis
Dermatitis Cause Diagnosis
Contact – allergic Hypersensitivity History of repeated contact
with the substances which can
cause the lesion
Contact – irritant Irritative agent such as History of contact with the
strong acid or strong base. irritant
Numularis Unknown Coin lesion, erythematous
Seborrhoic Hyperactivity of sebaceous Erythema and oily squama
gland
Stasis Venous insufficiency at Blackish red skin with purpura.
lower limb Edema and varices can be
found if the patient stand in a
long time
111. Dermatitis
Dermatitis seborrheic
• Apapulosquamous disorder
patterned on the sebum-rich
areas of the scalp, face, and trunk
• Occurs on newborns, adolscenct
and adult (sebacea gland activity)
• branny or greasy scaling over red,
inflamed skin
• Therapy:
– Corticosteroid
– Isotretinoin
– Selenium sulfide
– Sulfur precipitatum 4-10%
112. Myasis
Myasis
• Infection by parasitic fly larvae feeding on the
host's necrotic or living tissue
• Clinical
– Cutaneous : Painful, slow-developing ulcers
or furuncle-like sores that can last for a
prolonged period, motile larve (+)
• Treatment
– Larvae must be eliminated through pressure
around the lesion and the use of forceps.
– The wound must be cleaned and disinfected.
– Further control is necessary to avoid further
reinfestation.
ILMU PENYAKIT ANAK
113. Marasmus
Soal 1

 wajah seperti orang tua


 kulit terlihat longgar
 tulang rusuk tampak
terlihat jelas
 kulit paha berkeriput
 terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan kulit
di pantat berkeriput
( baggy pant )
114. TOF
• The conotruncal family of heart lesions in which
the primary defect is an anterior deviation of the
infundibular septum (the muscular septum that
separates the aortic and pulmonary outflows)
• The consequences of this deviation are
– (1) obstruction to right ventricular outflow
(pulmonary stenosis),
– (2) ventricular septal defect (VSD),
– (3) dextroposition of the aorta with override of the
ventricular septum, and
– (4) right ventricular hypertrophy
115. Pneumonia
• Batuk atau kesulitan bernafas ditambah minimal
salah satu hal berikut
– Kepala terangguk angguk
– Nafas cuping hidung
– Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
– Foto rontgen thorax menunjukkan pneumonia
(infiltrat luas, konsolidasi)
– Nafas cepat, suara merintih pada bayi muda
– Auskultasi terdengar ronki, suara nafas menurun,
suara nafas bronkial
116. Anemia Defisiensi Besi
• Faktor Resiko
– Anak di bawah usia 2 tahun
– Remaja perempuan, Ibu hamil
Stadium Deplesi besi Defisiensi besi ADB

I II III

Deposit besi (feritin)   


Serum Iron Normal  
Hemoglobin Normal Normal 
MCV,MCH, MCHC
, RDW >
117. DHF
Grade Symptom Laboratorium
I Fever, headache, retroorbital pain, Trombositopenia
myalgia, athralgia, tournique test (+) (<100.000), plasma leakage

II Fever, headache, retroorbital pain, Trombositopenia


myalgia, athralgia, spontaneous (<100.000), plasma leakage
bleeding
III Fever, headache, retroorbital pain, Trombositopenia
myalgia, athralgia, circulatory failure (<100.000), plasma leakage

IV Profound shock in which pulse and Trombositopenia


blood pressure are not detectable. (<100.000), plasma leakage
Approximate time
Birth 118. Resusitasi


Clear of meconium ?
Breathing or crying ?
Neonatus
 Good muscle tone ? Assessment
 Color pink ?
 Term gestation ?
30 seconds

No
 Provide warmth
 Position; clear airway* (as
necessary)
 Dry, stimulate, reposition A
 Give O2 (as necessary)

 Evaluate respirations, heart rate, and


color Evaluation
30 seconds

Apnea or HR < 100


 Provide VTP* B
HR < 60 HR > 60 Evaluation
 provide VTP*
30 sec.

 Administer chest compressions C


HR < 60 Evaluation
 Administer epinephrine*
D
119. Passive Immunity
Passive Immunity Active Immunity

• Quick-short immunity • Long term immunity


• ASAP, IM, safe • Deep IM (deltoid,
• Acute exposure: thigh); safe
Newborn HBV mother • Seroconvert 95%
Occupational • Protects (10 mIU/ml)
Sexual contact min 12 ys – booster (-)
Household contact • Lapsed: proceed
• Can be – other vaccine
120. Down Syndrome
Manifestasi Klinis
Syndrome crigler-najjar A rare autosomal recessive disorder of bilirubin metabolism.
Persistent jaundice is present at or soon after birth in type 1 ;
Jaundice may not manifest until later in infancy or childhood in
type 2 . Kernicterus are hypotonia, deafness, oculomotor palsy,
lethargy, and, ultimately, death.

Sindrom down Trisomy 21, Hypotonia, flat face, upward and slanted palpebral
fissures and epicanthic folds, speckled irises (Brushfield
sports);varying degrees of mental and growth retardation;dysplasia
of the pelvis, cardiac malformations, and simian crease;short,
broad hands, hypoplasia of middle phalanx of 5th finger, duodenal
atresia, and high ached palate
Sindrom Turner Short stature, congenital lymphedema, horseshoe kidney, patella
dislocation
Sindrom Klinefelter Individuals with Klinefelter are male; this syndrome is the most
common cause of hypogonadism and infertility in males and the
most common sex chromosome aneuploidy in humans
Sindrom Edward
Edwards syndrome
• Trisomy 18, is a chromosomal
condition associated with severe
intellectual disability and
abnormalities in many parts of the
body
• low birth weight;
• a small, abnormally shaped head;
• a small jaw and mouth;
• clenched fists with overlapping
fingers;
• heart defects; and abnormalities of
other organs.
• Due to the presence of several life-
threatening medical problems, many
infants with trisomy 18 die within
their first month. Five percent to 10
percent of children with this
condition live past their first year.
121. Thallassemia
Anamnesis and physical examination:
1. Chronic pale
2. Organomegaly/splenomegaly.
3. Jaundice
4. Bone changes
5. Facial changes
6. Hiperpigmentasi
7. Family history (+)
122. poliomyelitis
123. Meningoensefalitis
 Meningitis  Ensefalitis
 Sakit kepala  Sakit kepala
 Demam  Demam
 Fotofobia  Kelainan serebral: gangguan
 Tanda rangsang meningeal kesadaran, defisit
neurologik
124. ALGORITME PENANGANAN KEJANG AKUT & SE KONVULSIF
Prehospital Diazepam 5- 0-10min
10mg/rect max 2x
jarak 5 menit

Hospital/ED Diazepam 0,25-0,5mg/kg/iv/io (rec ?) Monitoring


10-20min
(rate 2mg/min, max dose 20mg) Vital sign
atau EEG, EKG
Lorazepam 0,05-0,1mg/kg/iv Gula darah
(rate <2mg/min) Serum Elektrolit
atau (Na, K, Ca,
Midazolam 0,2mg/kg/iv bolus Magnesium, Cl)
Blood Gas
Koreksi kelainan
Phenytoin Pulse oxymetri
20mg/kg/iv
ICU/ED 20-30min drug blood level
(>20min /50ml NS)
Max 1000mg

Phenobarbitone 60-90min
20mg/kg/iv
(rate >5-10min; max 1g)

ICU Refracter

Midazolam 0,2mg/kg/iv bolus Phenobarbitone Propofol 3-5mg/kg/infusion


Dilanjut infus 20mg/kg/iv
Approximate time
Birth 125. Resusitasi


Clear of meconium ?
Breathing or crying ?
Neonatus
 Good muscle tone ? Assessment
 Color pink ?
 Term gestation ?
30 seconds

No
 Provide warmth
 Position; clear airway* (as
necessary)
 Dry, stimulate, reposition A
 Give O2 (as necessary)

 Evaluate respirations, heart rate, and


color Evaluation
30 seconds

Apnea or HR < 100


 Provide VTP* B
HR < 60 HR > 60 Evaluation
 provide VTP*
30 sec.

 Administer chest compressions C


HR < 60 Evaluation
 Administer epinephrine*
D
126. Atresia Esofagus
• Drools and has substantial mucus, with
excessive oral secretions
• If suckling at the breast or bottle is allowed,
the baby appears to choke and may have
difficulty maintaining an airway
• Significant respiratory distress may result.
127. Adverse Effect of AB
Drugs Adverse Effect
Sefalosporin Rash, diarrhea, nausea, vomiting, eosinophilia
Kotrimoksasol skin reactions: rash, erythema multiforme, Stevens-Johnson
syndrome, nausea, leukopenia
Tetrasiklin cause staining of teeth, hypoplasia of dental enamel, and
abnormal bone growth in this age group.
Amoksisilin Rash, diarrhea, abdominal cramping. Drug eliminated renally
Klindamicyin Diarrhea, nausea, C. difficile-associated colitis, rash
128. Laringomalasia
• A congenital laryngeal anomalies in children with stridor
• The most common congenital laryngeal anomaly and the
most frequent cause of stridor in infants and children
• Stridor is inspiratory, low pitched, and exacerbated by any
exertion (crying, agitation, feeding), supine position, and
viral infections of the upper airway.
• Stridor results from the collapse of supraglottic structures
inward during inspiration
• Symptoms usually appear in the first 2 wk of life and
increase in severity for up to 6 mo, although gradual
improvement can begin at any time
• Laryngopharyngeal reflux is commonly associated with
laryngomalacia.
129. TB in children
Feature 0 1 2 3 Score
Contact not clear - reported, AFB(+)
AFB(-)

TST - - - positive
BW (KMS) - <red line, severe -
BW malnutrition
Fever - unexplained - -
Cough <3weeks >3weeks - -
Node - >1 node, - -
enlargemnt >1cm,painless
Bone,joint - swelling - -
CXR normal sugestive - -
• TB diagnosis total score >6
• Score 5 in under5 child or strong suspicion, refer to hospital
• INH prophylaxis for AFB(+) contact with score <5

Class Contact Infection Disease Treatment

0 - - - -
1 + - - proph I

2 + + - proph II?
3 + + + therapy
130. Ikterik
• Physiologycal Jaundice
– Phototherapy should be initiated for normal term
infants only when serum total bilirubin is
>300mmol/l.
– In premature babies with serum bilirubin
>200mmol/l.
131. Nephrotic Syndrome
• heavy proteinuria (>3.5 g/24 hr in adults or 40
mg/m2/hr in children),
• hypoalbuminemia (<2.5 g/dL),
• edema,
• hyperlipidemia.
132. Imunisasi
133. Tetanus Neonatorum
• Manifests within 3–12 days of birth as
progressive difficulty in feeding (sucking and
swallowing), associated hunger, and crying.
• Paralysis or diminished movement, stiffness
and rigidity to the touch, and spasms, with or
without opisthotonos, are characteristic.
• The umbilical stump may hold remnants of
dirt, dung, clotted blood, or serum, or it may
appear relatively benign.
134. Kontraindikasi Imunisasi
Kondisi yang Bukan Halangan untuk Melakukan Imunisasi:
• Gangguan saluran napas atas atau gangguan salurancerna ringan
• Riwayat efek samping imunisasi dalam keluarga.
• Riwayat kejang dalam keluarga.
• Riwayat kejang demam
• Riwayat penyakit infeksi terdahulu
• Kontak dengan penderita suatu penyakit infeksi
• Kelainan saraf menetap seperti palsi serebralsindrom Down
• Eksim dan kelainan lokal di kulit
• Penyakit kronis (jantung, paru, penyakit metabolik)
• Terapi antibiotika; terapi steroid topikal (terapi lokal, kulit, mata)
• Riwayat kuning pada masa neonatus atau beberapa hari setelah lahir
• Berat lahir rendah
• Ibu si anak sedang hamil
• Usia anak melebihi usia rekomendasi imunisasi
Kondisi Dimana Imunisasi Tidak Dapat Diberikan
atau Imunisasi Boleh Ditunda:
• Sakit berat dan akut; Demam tinggi;
• Reaksi alergi yang berat atau reaksi anafilaktik;
• Bila anak menderita gangguan sistem imun berat
(sedang menjalani terapi steroid jangka lama,
HIV) tidak boleh diberi vaksin hidup (Polio Oral,
MMR, BCG, Cacar Air).
• Alergi terhadap telur, hindari imunisasi influenza
135. Thalassemia
• Elektroforesis Hemoglobin
 HbF: >N (10-90%)
 HbA2: N/ 
 Hb abnormal (Hb E,Hb O, Hb Lepore, ect)
136. Diare
Akut
Dehidrasi
Berat
137. Suspek Infeksi virus dengue
• The World Health Organization criteria for dengue
hemorrhagic fever are:
- fever,
- minor or major hemorrhagic manifestations,
- thrombocytopenia (≤100,000/mm3),
- and objective evidence of increased capillary permeability
(hematocrit increased by ≥20%), serosal effusion (by chest
radiography or ultrasonography), or hypoalbuminemia.

• Dengue shock syndrome criteria include those for dengue


hemorrhagic fever as well as hypotension or narrow pulse
pressure (≤20 mm Hg).
138. Ruam eritromakulo papular
disease Sign & symptoms
Rubella Classic rubella consists of low grade fever, lymphadenopathy, and rash
Lymphadenopathy, involving the posterior cervical and occipital lymph
nodes
The distribution and appearance are similar to those of measles except
that the rash in patients with rubella generally does not darken as in
measles, and patients with rubella are usually less sick than those with
measles
Morbili Measles is a serious infection characterized by high fever, an enanthem,
cough, coryza, conjunctivitis, and a prominent exanthem
The enanthem, Koplik spots, is the pathognomonic sign of measles
In more severe cases, generalized lymphadenopathy may be present, with
cervical and occipital lymph nodes especially prominent

Exanthema classically begins with a fever that may exceed 40ºC and lasts for three to
subitum five days, malaise, palpebral conjunctivitis, edematous eyelids,
inflammation of the tympanic membranes, uvulo– palatoglossal junctional
macules or ulcers (sometimes called Nagayama spots), upper and lower
respiratory symptoms, vomiting, diarrhea, and a bulging fontanelle
As the child's fever abates, a blanching macular or maculopapular rash
develops, starting on the neck and trunk and spreading to the face and
extremities
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
139. Diagnosis Kehamilan
Pregnancy can be diagnosed by 3 approaches:
• Physical examination
• Laboratory evaluation
• Ultrasonography
Early Physical signs of Investigastion laboratory
pregnancy • Detects presence of HCG in
• Blue discoloration of the cervix Urine sample.
and vagina (Chadwick's sign) • Easy to perform.
• Softening of cervix
(Goodell'ssign)
• Softening of uterus
(Ladin'ssignandHegar'ssign)
• Darkening of the nipples
• Unexplained pelvic or
abdominal mass
• Breast and nipple tenderness
• Nausea
• Urinary frequency
140. Perubahan fisiologis kehamilan
• Spider veins, also known as spider
nevi, are minute reddish tiny blood
vessels that branch outward.
• These spider veins are also caused by
the increase in blood circulation.
They will usually appear on the face,
neck, upper chest and arms.
• Spider veins do not hurt and usually
disappear shortly after delivery.
Spider veins appear more often in
Caucasian women than in African
American women.

http://www.americanpregnancy.org/pregnancyhealth/skinchanges.html
141. Amenorea primer
Amenorea tidak mendapatkan haid sedikitnya 3 bulan
primer berturut-turut setelah usia 18 tahun
Amenorea tidak mendapatkan haid sedikitnya 3 bulan
sekunder berturut-turut dengan terdapat riwayat haid
sebelumnya
Monometroragi perdarahan menstruasi yang lama dan banyak

Oligomenorea Siklus haid memanjang 5-6 minggu atau lebih


dengan jumlah dan lama haid normal
Polimenorea Siklus haid memendek hingga kurang dari 21
hari dengan jumlah dan lama haid normal
142. LEOPOLD
Leopold 1
menilai bagian fundus
bagian janin yang berada
paling atas

Leopold 3
menilai bagian janin yang
berada di pelvis

Leopold 2
menilai bagian lateral janin,
lokasi punggung janin berada
di kanan atau kiri ibu

Leopold 4
menilai seberapa banyak
bagian kepala yang telah
masuk ke dalam pintu atas
panggul
143. Tonsilofaringitis akut
Treatments to reduce the discomfort from tonsillitis
symptoms include:
• pain relief, anti-inflammatory, fever reducing
medications (acetaminophen/paracetamol and/or
ibuprofen)
• sore throat relief (salt water gargle, lozenges, warm
liquids)
• If the tonsillitis is caused by group A Streptococcus :
penicillin or amoxicillin being first line.
144. Ekstraksi Forcep
Indikasi relatif
 Indikasi de Lee  kepala sudah di dasar
panggul, putaran paksi dalam sudah
sempurna; m. Levator ani sudah teregang;
dan syarat lainnya sudah terpenuhi.
 Indikasi Pinard  pasien harus sudah
mengejan selama 2 jam.

Indikasi absolut
 Indikasi ibu  penyakit jantung, penyakit
paru-paru, eklampsia, preeklampsia, ruptur
uteri membakat.
 Indikasi janin  gawat janin.
 Indikasi waktu  kala II memanjang.
Syarat EKSTRAKSI FORCEP KONTRAINDIKASI EKSTRAKSI
• Pembukaan serviks sudah VAKUM
lengkap. • Ibu
• Kepala janin sudah cakap.  Ruptura uteri membakat
• Tidak ada disproporsi sefalo-  Pada penyakit-penyakit di
pelvik mana ibu secara mutlak
tidak boleh mengejan,
• Kepala janin harus dapat misalnya payah jantung,
dipegang alat cunam preeklamsia berat.
• Janin hidup • Janin
• Ketuban sudah pecah  Presentasi muka
 After coming head
 Janin preterm
145. Skrining Diabetes gestasional
146. Hyperemesis gravidarum
Emesis gravidarum
• 6 weeks after 1st day last menstrual period lasts about 10 weeks

Hyperemesis gravidarum
• Dehydration
• Hyperchloremic alkalosis
• Ketosis
Grade 1 Low appetite, epigastrial pain, weak, pulse 100 x/min,
systolic BP low, signs of dehydration (+)
Grade 2 Apathy, fast and weak pulses, icteric sclera (+), oliguria,
hemoconcentration, aceton breath
Grade 3 Somnolen – coma, hypovolemic shock, Wernicke
encephalopathy.
tatalaksana
• Atasi dehidrasi dan ketosis
 Berikan Infus Dx 10% + B kompleks IV
 Lanjutkan dengan infus yang mempunyai komposisi kalori dan elektrolit yang memadai seperti:
KaEN Mg 3, Trifuchsin dll.
• Atasi defisit asam amino
• Atasi defisit elektrolit
• Balans cairan ketat hingga tidak dijumpai lagi ketosis dan defisit elektrolit
• Berikan obat anti muntah: metchlorpropamid, largactil anti HT3
• Berikan suport psikologis
• Jika dijumpai keadaan patologis: atasi
• Jika kehamilannya patologis (misal: Mola Hidatidosa) lakukan evakuasi
• Nutrisi per oral diberikan bertahap dan jenis yang diberikan sesuai apa yang dikehendaki pasien
• Perhatikan pemasangan kateter infus untuk sering diberikan salep heparinkarena cairan infus yang
diberikan relatif pekat.
• Infus dilepas bila kondisi pasien benar-benar telah segar dan dapat makan dengan porsi wajar
147. polihidramnion
• Polyhydramnios (polyhydramnion, hydramnios) is a medical condition
describing an excess of amniotic fluid in the amniotic sac
• It is seen in about 1% of pregnancies
• Diagnosis :
– increased abdominal size out of proportion for her weight gain and
gestation age
– uterine size that outpaces gestational age
– shiny skin with stria (seen mostly in severe polyhydramnios)
– dyspnea
– chest heaviness.
– fetal heart sounds are also an important clinical sign of this
condition
148. Graves disease
Nilai rujukan :
TSH : 0.47 – 4.64
µIU/mL
FT3 : 2.3-4.2 ng/L
FT4 : 0.89-1.76 ng/L
149. KPD/PROM
• Pecahnya selaput ketuban secara spontan sebelum proses persalinan
dimulai yang ditandai dengan keluarnya cairan berupa air-air dari
vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu.
• Berdasarkan usia kehamilan :
 KPD pada kehamilan aterm (aterm PROM), yaitu pecahnya selaput
ketuban secara spontan pada usia kehamilan ≥ 37 minggu
 KPD pada kehamilan preterm (preterm PROM), yaitu pecahnya
selaput ketuban secara spontan pada usia kehamilan < 37 minggu,
dibagi menjadi :
1. KPD pada 32-36 minggu (preterm PROM near term)
2. KPD pada 23-31 minggu (preterm PROM remote from term),
3. KPD < dari 23 minggu (previable PROM)
Diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan penunjang
• keluar cairan per vaginam • Tes lakmus (tes nitrazin)
• kontraksi • Tes pakis (arborization)
• perdarahan pervaginam • Pemeriksaan USG (menilai
• riwayat hubungan seksual jumlah air ketuban) posisi
• Demam janin,TBJ, letak plasenta,
anomali
Pemeriksaan fisik • Amniosentesis
• Identifikasi bau cairan ketuban
yang khas.
• inspekulo cairan keluar
melalui OUE atau terkumpul di
forniks posterior.
• Batuk atau fundal pressure
• Jangan lakukan pemeriksaan
dalam
150. Mola hidatidosa
Pemeriksaan penunjang
• DPL  anemia
• LFT, fungsi ginjal
Anamnesis & PF • -hCG  (>100.000 mIU/ml)
• Sama dengan kehamilan biasa 
mual, muntah, pusing >> • Gambaran USG khas (snowflake
• Perdarahan pervaginam  gejala pattern)
utama (97%) • Histopatologi
– Intermiten, sedikit-sedikit, atau
sekaligus banyak – Pada pemeriksaan histopatologi
• Uterus tumbuh > usia kehamilan mola hidatidosa tidak dijumpai
– Terkadang ovarium membesar jaringan janin, dan ditemukan
karena kista lutein multipel proliferasi trofoblastik berat, vili
• DJJ Θ hidrofik, dan kromosom 46xx
• Anemia  anemia defisiensi besi, atau 46xy.
eritropoiesis megaloblastik
151-152. Abortus
153. HPP
Etiologi • Palpasi uterus : bagaimana kontraksi
uterus dan tinggi fundus uterus.
• Tone - uterine atony • Memeriksa plasenta dan ketuban :
• Trauma - genital tract apakah lengkap atau tidak.
trauma • Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk
mencari :
• Tissue - retained placenta – Sisa plasenta dan ketuban.
• Thrombin – coagulopathy – Robekan rahim.
• Inversio Uteri – Plasenta suksenturiata.
• Inspekulo : untuk melihat robekan pada
serviks, vagina dan varises yang pecah.
• Pemeriksaan laboratorium : periksa
darah, hemoglobin, clot observation test
(COT), dan lain-lain.
2 major components:
(1) resuscitation and
management of
obstetric
hemorrhage and,
possibly,
hypovolemic shock
(2) identification and
management of the
underlying cause(s)
of the hemorrhage.
Atonia Uteri
• Tahap I : perdarahan yang tidak banyak dapat
diatasi dengan memberikan uterotonika,
mengurut rahim (massage) dan memasang
gurita.
• Tahap II : bila perdarahan belum berhenti
dan bertambah banyak, selanjutnya berikan
infus dan transfusi darah lalu dapat lakukan :
– Perasat (manuver) Zangemeister.
– Perasat (manuver) Fritch.
– Kompresi bimanual.
– Kompresi aorta.
– Tamponade utero-vaginal.
– Jepit arteri uterina dengan cara Henkel.
• Tahap III : bila belum tertolong maka usaha
terakhir adalah menghilangkan sumber
perdarahan dengan 2 cara yaitu meligasi
arteri hipogastrika atau histerektomi.
15. Inversio Uteri
• Reposisi
155.Retensio plasenta
• Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir.
• Sebab: plasenta belum
lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas
tetapi belum dilahirkan
• Plasenta belum lepas:
kontraksi kurang kuat atau
plasenta adhesiva (akreta,
inkreta, perkreta)
Terapi
• Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu mengedan.
Jika Anda dapat merasakan plasenta dalam vagina keluarkan
plasenta tersebut.
• Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan
lakukan kateterisasi kandung kemih.
• Jika plasenta belum keluar berikan oksitosin 10 unit IM.
• Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian
oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan
tali pusat terkendali.
• Jika traksi tarikan tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah
untuk mengeluarkan plasenta secara manual.
156-157. Hipertensi dalam kehamilan
TABLE 49-1. Classification ofHypertensive Disorders Complicating Pregnancy
Gestational hypertension
BP ≥ 140/90 mmHg for the first time during pregnancy
No proteinuria
BP return to normal < 12 weeks postpartum
Final diagnosis made only on postpartum
May have other signs of preeclampsia, for example epigatric discomfort or thrombocytopenia
Preeclampsia
Minimum criteria
BP ≥ 140/90 mmHg after 20 weeks gestation
Proteinuria ≥ 300 mg/24 h or ≥ 1+ dipstick
Increased certainty of preeclampsia
BP ≥ 160/110 mmHg
Proteinuria 2 g/24 h or ≥ 2+
Serum creatinine >1,2 mg/dL unless known to be previously elevated
Platelets < 100.000/mm3
Microangiopathic hemolysis (increased LDH)
Elevated AST or ALT
Persistent headache or other cerebral or visual disturbance
Persistent epigastric pain
Eclampsia
Seizures that cannot be attributed to other causes in a woman with preeclampsia.
Superimposed preeclampsia (on chronic hypertension)
New onset proteinuria ≥ 300 mg/24 h in hypertensive women but no proteinuria before 20
weeks of gestation
A sudden increase in proteinuria or BP or platelet count <100.000/mm3 in women with
hypertension and proteinuria before 20 weeks of gestation
Chronic hypertension
BP ≥ 140/90 mmHg before pregnancy or diagnosed before 20 weeks of gestation
or
Hypertension first dignosed after 20 weeks gestation and persistent after 12 weeks
postpartum
158. MgSO4
• Tujuan: mencegah kejang eklamptik.
(efek MgSO4 > fenitoin & diazepam
u/ pencegahan kejang, kematian ibu
dan perinatal.5 serta terdapat efek
menenangkan, menurunkan tekanan
darah dan meningkatkan diuresis1
• Pemberian i.v. atau i.m. (i.v.
diutamakan)
• Monitoring tanda-tanda toksisitas
magnesium harus dilakukan selama
pemberian, meliputi refleks tendon
dalam, status mental dan laju
pernapasan.
-segera hentikan infus
Tanda toksik 
-evaluasi ggn napas dgn pulse oxymetri
-O2
-kadar magnesium serum diperiksa

D/ toksisitas magnesium tegak

-kalsium glukonat 10% i.v. 1 gr dlm 10ml NaCl


perlahan
-monitor ketat tanda-tanda toksisitas lanjut.

henti napas atau henti jantung

resusitasi segera termasuk intubasi


dan ventilasi mekanik k/p
159. PROM
Management
160. Oksitosin

1. Penderita diberi oleum ricini, kemudian klisma


3
jam

2. Infus oksitosin 5 Unit dalam 500 cc lar glukosa 5%


awal: 8 tts/menit

Pantau FN,TD, DJJ, His

3. Naikkan kecepatan 4 tts/mnt tiap 30’ (s.d 60 tts)

His adekuat pertahankan sampai kelahiran


His belum adekuat

Ulangi langkah 2 & 3


(ttsn lanjut) His adekuat

His belum adekuat pertahankan sampai


kelahiran

Ulangi langkah 2&3 (ttsn


lanjut) His adekuat
+ pecahkan ketuban

His belum adekuat


(KP 24 jam) SC
Efek samping pemberian oksitosin
• hipotensi yang terjadi setelah 1-3 menit
• Aritmia
• Mual
• Muntah
• Nyeri kepala

Oxytocin(pitocin). VIHA pharmacy. 2006


161.AKDR/IUD (1)
Efek samping
• Ringan : nyeri, kejang rahim,
• Menimbulkan rx inflamasi lokal
perdarahan di luar haid,
dalam endometrium kavum uteri  menoragia, sekret vagina lebih
menghambat implantasi. banyak.
• Berat : perforasi uterus, infeksi
• Copper T, Copper-7, Progestasert, pelvik, endometritis.
Lippes loop, Multiload, Novagard,
Nova-T, Ortho-Gyne T. Kontra indikasi
• Absolut : kehamilan dan penyakit
• Pemasangan IUD sebaiknya radang panggul aktif/rekuren.
dilakukan saat haid, karena:
1. Dapat dipastikan tidak dalam
• Relatif : tumor ovarium, kelainan
kehamilan uterus, gonorea, servisitis,kelainan
haid, dismenorea,
2. Portio serviks elastis dan mudah
membuka.

Buku panduan praktis pelayan kontrasepsi Edisi 2


162. Cara meminum pil
• Pil diminum setiap hari, lebih baik pada saat yang sama
• Pada paket 28 pil, mulai minum pil plasebo sesuai dengan
hari yang terdapat dipaket
• Bila muntah dalam waktu 2 jam setelah minum pil, ambil
dan minum 1 pil lagi
• Bila lupa minum 1 hari, segera minum pil setelah ingat
dan tidak perlu menggunakan metode kontrasepsi lain
• Bila lupa minum 2 hari atau lebih, minum 2 pil setiap hari
sampai sesuai jadwal yang ditetapkan, gunakan metode
kontrasepsi yang lain hingga paket pil tsb habis

Buku panduan praktis pelayan kontrasepsi Edisi 2


163. Kontrasepsi mantap
Manfaat :
• Sangat efektif
• Tidak mempengaruhi proses menyusui
• Tidak bergantung pada faktor senggama
• Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko
kesehatan serius
• Pembedahan secara sederhana dan dapat menggunakan
anestesi lokal
• Tidak terdapat efek samping jangka panjang
• Tidak terdapat perubahan dalam fungsi seksual

Buku panduan praktis pelayan kontrasepsi Edisi 2


• MEKANIK
AKDR TEMBAGA:
- ML, NT, CuT

• MEDIK
- PIL KB: Mc30ED, Nordette
- PROGESTIN: Postinor
- ESTROGEN
- MIFEPRISTONE
- DANAZOL
164. Ca serviks
• HGSIL  CIN II dan CIN III
terapi CIN II : ablasi, eksisi berupa diatermi loop
CIN III : ablasi, eksisi berupa konisasi atau histerektomi
• sebenarnya, anjuran pemeriksaan selanjutnya jika ditemukan
HGSIL pada pap smear maka harus dilanjutkan kolposkopi
untuk konfirmasi diagnosis. Namun yang ditanya adalah
tatalaksana, jadi pilihan tatalaksananya :
Loop Electrosurgical During a LEEP procedure, an electric current is sent
Excision Procedure (LEEP) through a wire loop. The wire loops acts as knife, removing
abnormal cervical cells.
Cryotherapy technique used to destroy abnormal tissue by freezing it. It
is also called crysosurgery.
Conization Also called a cone biopsy, conization removes a larger,
cone-shaped sample of abnormal tissue.
Laser Therapy During laser therapy, a tiny beam of light is used to destroy
abnormal cells.
FORENSIK
165.Otonomi
• Pandangan Kant :
otonomi kehendak = otonomi moral yakni : kebebasan
bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan diri
sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang
ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur-
tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam
berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia

• Tell the truth


hormatilah hak privasi liyan, lindungi informasi
konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien;
bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting

Agus Purwadianto. Kaidah dasar moral dan teori etika dalam membingkai tanggung jawab profesi kedokteran
Prinsip turunan kaidah dasar moral
• Berani berkata benar/kejujuran (veracity) : truth
telling
• Kesetiaan (fidelity) : keep promise
• Privacy (dari otonomi dan beneficence)
• Konfidensialitas.
• Menghormati kontrak (perjanjian)
• Ketulusan (honesty) : tidak menyesatkan
informasi kepada pasien atau pihak ketiga seperti
perusahaan asuransi, pemerintah, dll.
• Menghindari membunuh

Agus Purwadianto. Kaidah dasar moral dan teori etika dalam membingkai tanggung jawab profesi kedokteran
166. Otonomi
• otonomi kehendak = otonomi moral yakni :
kebebasan bertindak, memutuskan (memilih)
dan menentukan diri sendiri sesuai dengan
kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan
sendiri tanpa hambatan, paksaan atau
campur-tangan pihak luar

Agus Purwadianto. Kaidah dasar moral dan teori etika dalam membingkai tanggung jawab profesi kedokteran
167. Visum et Repertum
Pasal 133 KUHAP menyebutkan:
• (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.
• (2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat

Yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik


pembantu sebagaimana bunyi pasal 7(1) butir h dan pasal 11 KUHAP.
Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6(1) butir
a, yaitu penyidik yang pejabat Polisi Negara RI
168. Rekam Medis
• Dalam Pasal 47 ayat (1) UU Praktek Kedokteran bahwa dokumen rekam medis
milik dokter, doktek gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam
medis milik pasien.

• Dalam Pasal 48 UU Praktek Kedokteran.


– Ayat (1) setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran;
– Ayat (2) rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang – undangan.

• Permenkes Rekam Medis Pasal 11 ayat (2) yang menyatakan “pimpinan sarana
pelayanan kesehatan dapat menjelaskan” isi rekam medis secara tertulis atau
langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-
undangan
• Penyidik dapat meminta kopi rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan yang
menyimpannya, untuk melengkapi alat bukti yang diperlukan dalam perkara
hukum (pidana).
169. Beneficence
• Beneficence adalah berbuat yang terbaik untuk
kepentingan pasien
• Misal memilihkan keputusan terbaik pada pasien
yang tidak otonom ( kurang mampu memutuskan
bagi dirinya), seperti anak, gangguan jiwa, gawat)

Agus Purwadianto. Kaidah dasar moral dan teori etika dalam membingkai tanggung jawab profesi kedokteran
170. Beneficence - Autonomy
General beneficence
• melindungi & mempertahankan hak yang lain
• mencegah terjadi kerugian pada yang lain,
• menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain

Autonomy
hormatilah hak privasi liyan, lindungi informasi
konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri
pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan
Penting

• Jadi berbuat baik tapi tetap menghormati keputusan pasien

Agus Purwadianto. Kaidah dasar moral dan teori etika dalam membingkai tanggung jawab profesi kedokteran
171. Informed Consent
• PermenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004
Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun
2008:

“maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran


yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut”

• Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum


dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:
– Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus
segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
– Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa
menghadapi situasi dirinya.
172. Identifikasi Umur Bayi
• Kriteria yangumum dipakai adalah
– berat badan,
– tinggi badan,
– pusat penulangan.

• Tinggi badan memiliki nilai lebih dalam memperkirakan umur dibanding


berat badan.
• Tinggi badan diukur dari puncak kepala hingga tumit (crown-heel), dapat
digunakan untuk memperkirakan umur menurut Haase.
• Cara lain yaitu dari puncak kepala hingga tulang ekor (crown-rup),
digunakan oleh Streeter.
• Pusat penulangan yang paling bermakna dalam memperkirakan umur
adalah pusat penulangan pada bagian distal os femur. Pemeriksaan
dengan sinar-X dapat membantu untuk menilai timbulnya epifise dan
fusinya dengan diafise

Abdul Mun’im Idries. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Binarupa Aksara: 1997
173. Tanda pasti kematian
Tanda Keterangan
Livor mortis Penumpukan eritrosit pada lokasi terendah akibat pengaruh gravitasi, kecuali
bagian tubuh yang tertekan alas keras.
Tampak 20 – 30 menit pascamati, makin lama makin luas dan lengkap, akhirnya
menetap setelah 8 – 12 jam.
Rigor mortis terjadi bila cadangan glikogen dalam otot habis maka energi tidak terbentuk dan
aktin-miosin menggumpal sehingga otot menjadi kaku.

Mulai tampak 2 jam setelah mati klinis, arahnya sentripetal (dari luar ke dalam),
menjadi lengkap dalam 12 jam, dipertahankan selama 12 jam, kemudian
menghilang sesuai urutan terbentuknya.
Dekomposisi proses degradasi jaringan akibat autolisis dan kerja bakteri. Tampak kira-kira 24
jam pascamata berupa perubahan warna kehijauan pada perut kanan bawah
yang secara bertahan menyebar ke seluruh perut dan dada menyertai
terciumnya bau busuk.
36 – 48 jam pascamati akan dijumpai larva lalat (pengukuran panjang larva dapat
memperkirakan saat kematian).
• Pada kasus belum ditemukan livor mortis menetap (<8 jam), tidak ada
kaku yang lengkap (<12 jam), dan tidak ada pembusukan (<24 jam)
• Dapat disimpulkan waktu kematian antara 3-8 jam
174. Beneficence vs Otonomy
General beneficence
• melindungi & mempertahankan hak yang lain
• mencegah terjadi kerugian pada yang lain,
• menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain

Autonomy
hormatilah hak privasi liyan, lindungi informasi
konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri
pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan
Penting

• Jadi berbuat baik tapi tetap menghormati keputusan pasien


175. Visum et Repertum
• unsur-unsur dari suatu Visum et repertum (VER) :
– Projustitia : Pada bagian atas kertas untuk mengganti kewajiban
menempel materai artinya demi keadilan
– Pendahuluan : Isinya; identitas pemeriksa, korban dan peminta VER
juga berisikan waktu dan tempat pemeriksaan.
– Pemberitaan : Merupakan bagian terpenting dari VE, berisikan
keterangan tentang apa yang dilihat dan diperoleh (objektif)
– Kesimpulan :
- Jenis luka dan jenis kekerasan
- Pada orang hidup: tulis kualifikasi luka
- Pada orang mati : tulis sebab kematian
– Penutup: berisi
- Sumpah/janji sesuai dengan sumpah jabatan/pekerjaan, berbunyi:
“VER ini dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima
jabatan.”
- Tandatangan dan nama terang dokter yang membuat VER
176. Infark Miokard post mortem
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
177. Cara pengambilan sampel
Cara sampling Random Keterangan
Simple Random Sampling pengambilan sampel dari semua anggota populasi dilakukan secara acak
tanpa memperhatikan strata/tingkatan yang ada dalam populasi itu

Stratified Sampling Penentuan tingkat berdasarkan karakteristik tertentu. Misalnya :


menurut usia, pendidikan, golongan pangkat, dan sebagainya

Cluster Sampling disebut juga sebagai teknik sampling daerah. Teknik ini digunakan
apabila populasi tersebar dalam beberapa daerah, propinsi, kabupaten,
kecamatan, dan seterusnya

Cara sampling Non-Random Keterangan


Systematical Sampling anggota sampel dipilh berdasarkan urutan tertentu. Misalnya setiap
kelipatan 10 atau 100 dari daftar pegawai disuatu kantor, pengambilan
sampel hanya nomor genap atau yang ganjil saja.
Porpusive Sampling sampel yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya.

Snowball Sampling Dari sampel yang sedikit tersebut peneliti mencari informasi sampel lain
dari yang dijadikan sampel terdahulu, sehingga makin lama jumlah
sampelnya makin banyak
Quota Sampling anggota sampel pada suatu tingkat dipilih dengan jumlah tertentu
(kuota) dengan ciri-ciri tertentu
Convenience sampling mengambil sampel secara sembarang (kapanpun dan dimanapun
menemukan) asal memenuhi syarat sebagai sampel dari populasi
tertentu

Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta : Bumi aksara.
178. Lima tingkat pencegahan penyakit
Pencegahan Primer Keterangan
Health Promotion Saat pejamu sehat dengan tujuan meningkatkan status kesehatan
atau memelihara kesehatan :Penyuluhan/pendidikan kesehatan,
rekreasi sehat, olahraga teratur, perhatian terhadap perkembangan
kepribadian
Specific Protection Mencegah pada pejamu (Host) dengan menaikkan daya tahan
tubuh: Imunisasi, pelindung khusus : Helm, tutup telinga, perbaikan
lingkungan
Pencegahan Sekunder Keterangan
Early Diagnosis and Prompt Dilakukan bila pejamu sakit, setidak – tidaknya diduga sakit
Treatment (penyakitnya masih ringan)
Pemberian pengobatan yang tepat pada setiap permulaan kasus
Mencegah orang lain tertular. Misal : Case finding, skrining survei
penyakit asymtomatis, deteksi dini pencemaran dll
Pencegahan Tersier Keterangan
Disability limitation Dilakukan waktu pejamu sakit / sakit berat dengan tujuan mencegah
cacat lebih lanjut, fisik, sosial maupun mental
Rehabilitation Mengembalikan penderita agar berguna di masyarakat maupun bagi
diri nyasendiri, mencegah cacat total setelah terjadi perubahan
anatomi/fisiologi.
179. Observasional Studies

Fletcher RH, Fletcher SW, Wagner EH. Clinical epidemiology—the essentials. 3rd ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996
Case control
Rumus Odd Ratio
Kasus PPOK Kontrol
PPOK
Merokok 90 180
Tidak 30 300
Merokok
Total 120 480

Odd Ratio = ad/bc = (90x300)/(30x180) = 5


180. Teknik pengumpulan data
Teknik Keterangan
Wawancara proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara
tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian

Teknik Keterangan
Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
partisipasi penelitian melalui pengamatan dan penginderaan di mana peneliti terlibat
dalam keseharian informan
observasi yaitu peneliti melakukan penelitian dengan cara tidak melibatkan dirinya dalam
nonpartisipan interaksi dengan objek penelitian. Sehingga, peneliti tidak memposisikan
dirinya sebagai anggota kelompok yang diteliti
Observasi tidak ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi,
terstruktur sehingga peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan
perkembangan yang terjadi di lapangan
Observasi ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok tim peneliti terhadap
kelompok sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian

Teknik Keterangan
Focus Group yaitu upaya menemukan makna sebuah isu oleh sekelompok orang yang
Discussion dianggap mewakili sejumlah publik yang berbeda lewat diskusi untuk
menghindari diri pemaknaan yang salah oleh seorang peneliti
Hariwijaya, M, Metodologi dan teknik penulisan skripsi, tesis, dan disertasi, elMatera Publishing, Yogyakarta, 2007
181. Desain Studi Penelitian

DESAIN STUDI

Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD


Institute of Health Economic and Policy
Studies (IHEPS),
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret
Insidensi

Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC


Prevalensi

Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC


DESAIN STUDI

Prof. dr. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD


Institute of Health Economic and Policy
Studies (IHEPS),
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret
182. Cross Sectional
• Studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi
maupun hubungan penyakit dan paparan (faktor penelitian)
dengan cara mengamati status paparan, penyakit atau
karakteristik terkait kesehatan lainnya
• Status paparan dan penyakit diukur pada saat yang sama.
• Data yang dihasilkan adalah data prevalensi, maka disebut
juga survei prevalensi.
• Studi potong lintang pada dasarnya adalah survei

Budiarto, Eko.2003. Pengantar Epidemiologi.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC


183. Jenis Data Berdasarkan Sifatnya
Jenis Data Keterangan
Kualitatif data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk angka. Data
kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data
misalnya wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau
observasi yang telah dituangkan dalam catatan lapangan (transkrip)

Teknik Keterangan
Kuantitatif Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan.
Sesuai dengan bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau dianalisis
menggunakan teknik perhitungan matematika atau statistika
Nominal data yang diperoleh melalui pengelompokkan obyek berdasarkan kategori
tertentu. Contoh: laki-laki dan perempuan
Ordinal data yang berasal dari suatu objek atau kategori yang telah disusun secara
berjenjang menurut besarnya. Contoh: miskin, menengah, kaya
Numerik Terdapat informasi peringkat yang lengkap dan dapat di ukur.
Interval = tidak memiliki nilai 0 mutlak  suhu
Rasio = memiliki nilai 0 mutlak  kadar obat

Sastroasmoro S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Sagung Seto. Jakarta: 2002.


184. Desain Studi
Desain Keterangan
Deskriptif mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi, berdasarkan
karakteristik dasar individu, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan,
kelas sosial, status perkawinan, tempat tinggal dan sebagainya,
serta waktu
Analitik menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi) besarnya hubungan/
pengaruh paparan terhadap penyakit
Studi peneliti tidak sengaja memberikan intervensi, melainkan hanya
observasional mengamati (mengukur), mencatat, mengklasifikasi, menghitung, dan
menganalisis (membandingkan) perubahan pada variabel-variabel
pada kondisi yang alami
Studi peneliti meneliti efek intervensi dengan cara memberikan berbagai
eksperimental level intervensi kepada subjek penelitian dan membandingkan efek
dari berbagai level intervensi itu
185. Jenis Data dan Uji hipotesis
Variable Methode
Independent Dependent
Nominal Nominal Chi-square; Fischer
Nominal (dichotom) Numeric T-test (independent,
paired)
Nominal (> 2 score) Numeric Anova
Numeric Numeric Regression –
correlation

• Kontrasepsi  ya atau tidak  nominal


• Kadar lipid  numerik, rasio
• Pada soal, cara pemilihan sampel kelompok yang satu
tidak bergantung pada karakteristik subyek kelompok
lain
186. Uji Klinis pre-eksperimental
• Pada soal memenuhi desain uji klinis pre-
eksperimental yang dikenal sebagai the one
group pretest-posttest design/before and after
• Sekelompok subyek dilakukan pemeriksaan
terhadap penyakit (malaria) kemudian diberi
intervensi (obat kombinasi malaria baru);
kemudian dilakukan kembali pemeriksaan
terhadap penyakit (malaria) setelah periode
tertentu setelah intervensi (obat baru)
187. Jenjang Rujukan Pasien
188. Komunikasi efektif
• Dokter yang baik adalah dokter yang dapat
berkomunikasi dengan baik sesuai dengan
latar belakang pendidikan, budaya, dan sosial
pasien sehingga pasien dapat memahami isi
percakapan dokter-pasien
THT
189.Rinitis Vasomotor
Deskripsi
Batasan keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi,
eosinofilia, hormonal atau pajanan obat
Etiologi belum diketahui
Diagnosis Anamnesis: Hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan, tergantung
posisi pasien disertai sekret yang mukoid atau serosa yang dicetuskan
oleh rangsangan non spesifik
Rinoskopi anterior: Edema mukosa hidung, konka merah gelap atau
merah tua dengan permukaan konka dapat licin atau berbenjol
(hipertrofi) disertai sedikit sekret mukoid
Penunjang: Eosinofilia ringan
Tatalaksana Menghindari stimulus
Simptomatis: dekongestan oral, kortikosteroid topikal
Operasi
Neurektomi nervus vidianus

Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007


190.Rinitis Alergi
Deskripsi
Batasan Penyakit inflamasi karena reaksi alergi pada pasien atopi
WHO ARIA: kelainan pada hidung dengan gejala bersin, rinore, gatal
dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapan alergen yang
dierantarai Ig E
Patofisiologi Reaksi alergi fase cepat : berlangsung sejak kontak sampai 1 jam
Reaksi lergi fase lambat: berlangsung 2 – 4 jam dengan puncak 6 – 8
jam setelah pemaparan dan berlangsung 1 – 2 hari.
Histamin merangang reseptor H1 pada saraf vidianus sehingga timbul
rasa gatal, bersin dan hipersekresi kelenjar mukosa dan sel goblet
Klasifikasi Berdasarkan sifat
Intermitten: gejala < 4 hari/minggu atau < 4 minggu
Persisten: gejala > 4 hari/minggu dan > 4 minggu
Berdasarkan tingkat
Ringan : tidak ditemukan gangguan aktivitas dan tidur
Berat: terdapat gangguan aktivitas
ARIA 2007. http://www.whiar.org/docs/ARIA_PG_08_View_WM.pdf
Rinitis Alergi
Deskripsi
Diagnosis Anamnesis: Serangan bersin berulang terutama bila terpajan alergen
disertai rinore yang encer dan banyak, hidung tersumbat, gatal,
lakrimasi, riwayat atopi
PF dan Rinoskopi anterior: Mukosa edema, basah, pucat/livid, sekret
banyak, allergic shiner, allergic salute, allergic crease, facies adenoid,
geographic tongue, cobblestone appearance
Penunjang: Darah tepi: eosinofil meningkat, IgE spesifik meningkat,
Sitologi hidung, Prick test, Alergi makanan : food challenge test

Terapi Menghindari alergen


Medikamentosa: AH1 reseptor, Dekongestan oral, KS topikal, Natrium
kromoglikat, Antileukotrine
Operasi
Imunoterapi

Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007


191.AH 1
reseptor

ARIA 2007.
http://www.whiar.org/d
ocs/ARIA_PG_08_View_
WM.pdf
192.Polip Nasi
Dekripsi
Batasan Massa lunak mengandung cairan di dalam rongga hidung berwarna
putih keabu-abuan akibat inflamasi kronis
Patogenesis Inflamasi kronik, disfungsi otonom, predisposisi genetik
Polip berasal dari kompleks ostiomeatal di meatus medius dan sinus
etmoid
Diagnosis Anamnesis: hidung tersumbat ringan hingga berat, rinore, hiposmia
atau anosmia. Gejala sekunder: nafas melalui mulut, sengau,
halitosis, gangguan tidur
PF: polip masif menyebabkan deformitas hidung luar, pd rinoskopi
anterior tampak massa berwarna pucat yang berasal dari meatus
medius dan mudah digerakkan
Penunjang: Foto polos sinus paranasal, CT scan
Terapi Polipektomi medikamentosa dengan kortikosteroid
Polipektomi dengan endoskopi
Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007
193.Sinusitis Maxilla
Deskripsi
Batasan Inflamasi pada mukosa sinus paranasal
Sinusitis akut : < 4 minggu, subakut: 4 minggu – 3 bulan, kronik > 3
bulan
Etiologi Streptococcus pneumonia, Hemophylus influenza, M. catarrhalis
Diagnosis Anamnesis: hidung tersumbat, ingus purulen, post nasal drip, halitosis
Sinusitis maxila: nyeri pipi
Sinusitis etmoid : nyeri diantara kedua bola mata
Sinusitis frontalis: nyeri di dahi atau seluruh kepala
Sinusitis sfenoid: nyeri verteks, oksipital, belakang bola mata, mastoid

PF: pus di meatus medius atau meatus superior


Penunjang: Foto Waters, PA dan lateral
CT scan (gold standar)
Sinuskopi

Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007


194.Sinusitis Maxilla
Deskripsi
Terapi Prinsip: membuka sumbatan sehingga drainase dan
ventilasi pulih secara alami
Medikamentosa:
Antibiotik
Dekongestan
KS topikal/oral
Operasi: FEES

Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007


195.Foto Waters
Foto Deskripsi
Waters Sinus maxilaris, frontal dan etmoid
Schedel PA dan PA : sinus frontal
Lateral Lateral: sinus frontal, sfenoid dan etmoid
Schuller Lateral mastoid
Towne Dinding posterior sinus maxilaris
Caldwell (Posisi AP) Sinus frontalis
Rhese/ oblique Posterior sinus etmoidalis, kanalis optikus
dan lantai dasar orbita

Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007


196.Otomikosis / Anti Jamur
Deskripsi
Batasan Infeksi jamur di telinga tengah dengan faktor predisposisi
kelembapan yang tinggi
Etiologi Pytosporum, Aspergillus
Diagnosis Anamnesis: Telinga terasa gatal dan penuh
PF : tampak sekret dengan sisik
Penunjang: KOH
Terapi Irigasi liang telinga
Medikamentosa: Tampon yang mengandung larutan asam
asetat 2% atau povidon iodine 5 % atau antijamur seperti
nistatin atau klotrimazole

Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007


197. OMA Supuratif
Stadium Gejala klinis Terapi
Oklusi tuba Retraksi membran timpani Antibiotik
Hiperemis/ MT hiperemis dan edema Antibiotik
prespurasi

Supurasi MT bulging/ bombans, supurasi telinga tengah Miringotomi


Anak sangat kesakitan, nadi dan suhu Antibiotik
menigkat, nyeri hebat di telinga Analgetik

Perforasi MT perforasi, sekret mengalir Antibiotik


Anak tenang , suhu badan turun, bisa tidur Analgetik
Cuci telinga

Resolusi Sekret berkurang Antibiotik

Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007


198. Otitis Externa maligna
OE Karakteristik Terapi
Sirkump Lokasi: 1/3 luar liang telinga Antibiotik topikal
skripta/ Etiologi: S. aureus, S. albus (bacitracin, polimyixin)
furunkel Gejala: Nyeri hebat yang tidak sesuai dengan antiseptik
besarnya bisul, nyeri tarik, nyeri saat membuka Aspirasi abses
mulut Analgetik
Difus Lokasi: 2/3 dalam liang telinga Bersihkan liang telinga
Etiologi: Pseudomonas, S.albus Tampon antibiotik
Gejala: Nyeri tekan tragus, liang telinga sempit, Antibiotik sistemik
edema difus, sekret (+)
Maligna Lokasi: infeksi difus liang telinga luar dan Antibiotik sistemik
struktur sekitarnya Debridement
Etiologi: Pseudomonas
Predisposisi: Orang tua dengan
DM/imunodefisiensi
Gejala: gatal diikuti nyeri, sekret yang banyak,
pembengkakan liang telinga, disertai
pembentukan jaringan granulasi
199. OMSK
Deskripsi
Batasan Infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi MT dan sekret yang
keluar terus menerus atau hilang timbul (> 2 bulan)
Klasifikasi OMSK tipe benigna/aman/mukosa
- Perforasi sentral
- Tidak dijumpai kolesteatoma

OMSK tipe maligna/bahaya/tulang


-Perforasi marginal/atik
-Kolesteatoma (+)
Diagnosis Anamnesis: riwayat keluar cairan dari telinga > 2 bulan
PF: perforasi MT
Penunjang: Audiometri, rontgen mastoid, kultur dan uji resistensi, CT
scan
Terapi OMSK benigna: konservatif + medikamentosa
OMSK maligna: pembedahan (mastoidektomi)
200. Angiofibroma Nasofaring Juvenile
Deskripsi
Batasan Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring (secara klinis bersifat ganas)
Umumnya pada laki-laki dekade ke -2 (7 – 19 tahun)
Tumor tumbuh di bawah mukosa ditepi posterior dan lateral koana di atap
nasofaring
Gejala Anamnesis: hidung tersumbat progresif, disertai epistaksis masif berulang,
dapat disertai rinore, hiposmia, tuli dan otalgia
Rinoskopi posterior: massa tumor konsistensi kenyal, warna abu-abu
sampai merah muda diliputi selaput lendir keunguan
Penunjang: Foto waters tampak tanda Holman Miller, CT scan, MRI,
arteriografi
Terapi Operasi
Terapi hormonal
Radioterapi

Sumber: Buku ajar ilmu THT 2007


TERIMA KASIH

You might also like