Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
PENDAHULUAN
mereka menganggap bahwa nyeri sendi yang mereka alami merupakan hal biasa dan
tidak perlu dilakukan penanganan lebih lanjut.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) melaporkan bahwa 20%, penduduk dunia
terserang penyakit nyeri sendi. Dimana 20% mereka yang berusia 55 tahun (Wiyono,
2010). Prevalensi penyakit sendi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan pada tahun
1
2
Puskesmas dan sekitar 40% dari golongan umur yang menderita penyakit persendian
yaitu umur 40 tahun keatas (Dinkes Kalteng, 2014). Pada Tahun 2017 data hasil
survei lansia dari Puskesmas Pahandut Palangka Raya yang didapatkan diposyandu
Rindang Banua sebanyak 31,25% lansia yang mengalami gangguan sendi. Jumlah
lansia di Posyandu Rindang Banua ada sebanyak 48 lansia, berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan pada tanggal 10 Januari 2017 terhadap 10 lansia di
Posyandu Lansia Rindang Banua, 8 lansia mengatakan nyeri bagian lutut dan
persendian dan lansia tersebut tidak mengetahui tentang cara penanganan nyeri sendi
dilakukan dengan senam rematik bukan hanya dengan meminum obat dan dari 10
lansia didapatkan 6 orang (60%) belum mengetahui tentang senam sedangkan 4 orang
(40%) sudah mengetahui tentang senam.
Nyeri sendi mempunyai dampak negatif yang besar pada aktivitas lansia yaitu
mempengaruhi kemampuan dalam bergerak serta dalam melakukan segala aktivitas
sehari-hari Nyeri sendi timbul secara mendadak dan penderita mengeluhkan adanya
nyeri, pembengkakkan pada sendi, warna kemerahan, dan terjadinya gangguan gerak.
Sehingga lansia sangat terganggu apabila lebih dari satu sendi yang terserang. Maka
diperlukan pengetahuan yang merupakan hasil tahu dan terjadi setelah melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu, sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui ata (penglihatan) dan telinga (penginderaan) Notoadmodjo (2007:
15). Sikap lansia tentang nyeri sendi yang merupakan respon tertutup seseorang
terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah meliobatkan faktor dan emosi yang
bersangkutan sehingga menjadi sebuah masalah. Apabila kedua hal tersebut tidak
berfungsi dengan baik maka akan menimbulkan dampak perubahan anatomis,
fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi fungsi dan
kemampuan tubuh secara keseluruhan (Depkes RI, 2001). Dampak tersebut
cenderung akan semakin memburuk, dan serangan yang tidak diobati akan
3
berlangsung lebih lama, lebih sering, dan menyerang beberapa sendi. Sehingga sendi
yang terserang bisa mengalami kerusakan permanen seperti sendi bisa menjadi
bengkok atau cacat, Ariani (2014: 24).
Masalah usia lanjut dan nyeri sendi semakin menjadi perhatian dunia, hal ini
dilatar belakangi oleh meningkatnya usia harapan hidup. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan penyakit menua salah satunya Nyeri sendi. Senam ini konsentrasinya
pada gerakan sendi sambil merenggangkan ototnya, karena otot-otot inilah yang
membantu sendi untuk menopang tubuh (Candra, 2008). Maka solusi yang baik bagi
tenaga kesehatan dengan memberikan pendidikan kesehatan tentang senam rematik,
yang merupakan salah satu cara efektif untuk memperlambat nyeri sendi. Dengan
melakukan senam rematik diharapkan kualitas hidup lansia meningkat, sehingga
lansia dapat melakukan aktivitas fungsional dengan maksimal dan tidak menjadi
beban bagi orang lain. Pendidikan kesehatan senam rematik sangat berpengaruh
dalam pengetahuan tentang mengurangi nyeri sendi pada lansia dapat diperoleh dari
tenaga kesehatan seperti perawat. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik
untuk mengetahui Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan
Pengetahuan Dan Sikap Lansia Tentang Senam Rematik Dalam Penanganan Nyeri
Sendi Pada Lansia Di Posyandu Rindang Banua Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Pahandut Palangka Raya.
mengurangi nyeri pada persendian adalah dengan terapi non farmakologis dengan
senam rematik. Dengan diberikan pendidikan kesehatan tetang senam rematik
diharapkan agar lansia mampu secara mandiri dalam melakukan penangan nyeri
sendi, dan dapat mencapai tujuan hidup yang sehat. Sehingga, pengetahuan dan sikap
lansia sangat penting untuk menaggapi dan mengatasi hal tersebut. Berdasarkan latar
4
belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Adakah
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap
Lansia Tentang Senam Rematik Dalam Penanganan Nyeri Sendi Pada Lansia Di
Posyandu Rindang Banua Wilayah Kerja UPT Puskesmas Pahandut Palangka Raya?”
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
7
maupun di tingkat daerah, diharapkan dengan keputusan dari kelompok ini akan
berdampak kepada perilaku kelompok sasaran sekunder yang kemudian pada
kelompok primer. (Wahit, dan kawan-kawan 2007: 13-14).
Menurut Effendy (1998: 89) ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam
melaksanakan penyuluhan kesehatan masyarakat, yaitu:
1) Megkaji kebutuhan kesehatan masyarakat
2) Menetapkan masalah kesehatan masyarakat
3) Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu untuk ditangani melalui
penyuluhan kesehatan masyarakat
4) Menyusun perencanaan penyuluhan, seperti :
(4.1) Menetapkan tujuan
(4.2) Penentuan sasaran
(4.3) Menyusun materi atau isi penyuluhan
(4.4) Memilih metoda yang tepat
(4.5) Menentukan jenis alat peraga yang akan digunakan
5) Pelaksanaan penyuluh
6) Penilaian hasil penyuluhan
7) Tindak lanjut dari penyuluhan
11
Cara ini merupakann bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Wawancara antara
petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi.
2.1.6.2 Metode pendidikan kelompok
Metode pendidikan kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu
besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektivitas metodenya pun akan
tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
1) Kelompok besar
Ceramah: metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun
rendah. Seminar: hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan
menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau
beberapa tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di
masyarakat.
2) Kelompok kecil
(1) Diskusi kelompok
Dibuat sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan
diskusi/penyuluh duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap
kelompok punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan diskusi
memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi berjalan
hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta.
(2) Curah pendapat (Brain Storming)
Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan memberikan suatu
masalah, kemudian peserta memberikan jawaban/tanggapan, jawaban/tanggapan
tersebut ditampung dan ditulis dalam flipchart/papan tulis, sebelu semuanya
mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapapun, baru setelah
semuanya mengemukakan pendapat, tiap anggota mengomentari, dan akhirnya
terjadi diskusi.
12
melaksanakan tugas.
(6) Permainan simulasi (Simulation game)
Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan di sajikan
dalam bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis
seperti main monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (petunjuk arah), dan papan
main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi perperan sebagai nara
sumber.
Faktor-faktor reinforcing ini antara lain tokoh agama, tokoh masyarakat dan
petugas kesehatan. Pemberian pelatihan pendidikan kesehatan ditujukan kepada tokoh
agama, tokoh masayarakat dan petugas kesehatan. Individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat akan menjadikan mereka teladan dalam bidang kesehatan. Perubahan
perilaku hidup sehat akan lebih mudah tercapai jika memberikan pendidikan
kesehatan adalah orang yang diyakini kebenaran atas perkataan, sikap dan
perilakunya.
dikenal sebagai alat peraga pengajaran yang berfungsi untuk membantu dan
memperagakan sesuatu di dalam proses pendidikan, yang kemudian dapat
memperoleh pengalaman atau pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu
tersebut.
Menurut Notoatmodjo (2003: 65) pada garis besarnya hanya ada tiga macam
alat bantu pendidikan (alat peraga), yaitu:
1) Alat bantu lihat (visual aids)
2) Alat bantu dengar ( audio aids)
3) Alat bantu lihat dengar yang lebih dikenal dengan Audio Visual Aids (AVA)
Disamping pembagian tersebut, alat peraga juga dapat dibedakan menurut
pembuatan dan penggunaannya, yaitu:
1) Alat peraga yang complicated (rumit)
2) Alat peraga yang sederhana, mudah dibuat sendiri dengan bahan-bahan yang
mudah diperoleh.
14
dilancarakan, juga tidak ada pengamatan terhadap kelompok masyarakat lain yang
tidak terkena oleh program ini utnuk dipakai sebagai pembanding. N amun, demikian,
cara ini paling banyak dilakukan dalam penilaian program. Kelemahan, penilaian ini
adalah sulit untuk membuktikan bahwa perubahan memang disebabkan oleh program
yang dilaksanakan.
2.1.9.2 Pre test dan Post test , tanpa kontrol O1 X O2
Pada test ini, ada pengumpulan data awal, yaitu yang dilukiskan dengan
O1. Kemudian sesudah pelaksanaan program selesai, diadakan lagi pengamatan yang
dilukiskan O2. Jadi, dalam cara ini dilakukan dua pengamatan yaitu sebelum dan
sesudah program, pre-test dan post-test. Hasil kedua pengamatan ini lalu
dibandingkan. Cara ini lebih baik daripada case studi sebab ada pembanding, namun
cara masih mempunyai beberapa kelemahan yang disebabkan oleh hal-hal berikut:
1) Adanya pengaruh luar, selain intervensi yang diberikan.
2) Adanya pengaruh waktu, yang membuat orang menjadi lebih matang tanpa
bergantung pada intervensi yang diadakan.
3) Adanya pengamatan pada sebelum intervensi sendiri, hal ini bisa memengaruhi
orang untuk bertindak yang lebih baik tanpa terpengaruh program pada waktu
pengamatan kedua.
4) Kekeliruan-kekeliruan yang timbul waktu pengukuran pada post test, dapat
disebabkan oleh kelelahan si pengamat, alat yang kurang baik, dan sebagainya.
Jadi, masih dipertanyakan apakah benar perubahan yang terjadi pada pengamatan
yang kedua, yaitu O2 itu disebabkan oleh kegiatan program.
2.1.9.3 Mempergunakan kontrol
XO1X = program
O2O = pengamatan
15
Cara ini juga tidak ada pengumpulan data awal, program langsung dimulai.
Sesudah pelaksanaan program selesai, lalu diadakan pengamatan, baik terhadap
kelompok masyarakat yang menerima program pada O 1, maupun terhadap kelompok
masyarakat yang tidak mendapat program pada O 2, kelompok masyarakat yang tidak
mendapatkan program tersebut disebut kelompok kontrol. Jika pengamatan terhadap
kelompok yang mendapat program menunjukkan hasil yang lebih baik daripada hasil
pengamatan terhadap kelompok kontrol, berarti programnya berhasil baik. Hanya saja
kelemahannya tidak tahu apakah kedua kelompok tadi memang sama keadaannya
sebelum program dimulai.
2.1.9.4 Pre-test dan Post-test dengan kontrol
O1 O2
O3 O4
Dilakukan pengumpulan data awal, baik pada kelompok yang mendapat
program, yang selanjutnya disebut eksperimen maupun terhadap kelompok yang tidak
mendapat program, yang selanjutnnya disebut kelompok control, hal ini dilukiskan
pada O1 dan O 2. Selanjutnya dilaksanakan program yang akan dinilai terhadap
eksperimen dilukiskan pada X. Sedangkan kelompok control tidak mendapat program
tersebut. Sesudah program selesai, diadakan pengamatan terhadap kelompok
eksperimen pada O2dan juga terhadap kelompok kontrol 0 4. Kalau O2-O1 kita
umpamakan d, dan O4-O3 kita umpamakan d’, maka kalau d-d’ cukup besar, maka
program dikatakan berasil. Pada cara ini kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
ditentukan melalui random sampling, agar yakin bahwa pada awalnya kedua
kelompok mempunyai kondisi yang sama. Alat penilai, bisa dengan pengamatan
langsung (observasi), wawancara, dan sebagainya.Sumber data, berasal dari
dokumen-dokumen yang ada (data sekunder) atau bisa dari masyarakat langsung
(data primer).
menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami organisasi karena adanya
pemahaman-pemahaman baru (Budiman, 2013: 3).
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya, pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan
situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinip dalam konteks atau situasi
nyata. Misalnya seseorang yang telah paham tentang penggunaan rumus statistik
dalam penghitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam masalah kesehatan dari kasus
yang diberikan.
2.2.2.4 Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam sutau masalah atau objek yang diketahui, tetapi masih dalam satu
struktur organisasi dan ada kaitannya satu sama lain. Indikasi bahwa pengetahuan
seseorang sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah
dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram dan bagan.
Misalnya dapat membuat diagram ( flow chart) siklus hidup cacing kremi.
2.2.2.5 Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan seseorang untuk merangkum, meletakkan,
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru
atau kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah ada. Seseorang
yang dikatakan memiliki tingkat pengetahuan sintesis yatu dapat menyusun,
merencanakan, meringkas, dan dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau
rumusan yang telah ada. Misalnya dapat meringkas dengan kata-kata atau kalimat
sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar.
2.2.2.6 Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Evaluasi dilakukan dengan
menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.
18
pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat nyata, seperti
keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip-prinsip. Pengetahuan seseorang biasanya
sulit untuk distransfer ke orang lain baik secara tertulis ataupun lisan. Pengetahuan
implisit sering kali kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.
2.2.3.2 Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan esksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau
disimpan dalam wujud nyata, kebiasanya dalam wujud perilaku kesehatan.
Pengetahuannya dideskripsikan dalam tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
Jadi jenis pengetahuan ada yang sulit ditransfer seperti keyakinan pribadi dan
prinsip sedangkan yang dapat dibagikan seperti yang sudah digambarkan atau
dituliskan dalam buku dan dapat dijadikan sebagai pedoman untuk bertindak terutama
tentang sesuatu objek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif.
Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap objek
tertentu. Semakin banyak objek positif dari objek yang diketahui, makan akan
menumbuhkan sikap positif terhadap objek tersebut.
2.2.4.2 Paparan media massa (akses informasi)
Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan
memberikan pengetahuan yang jelas. Melalui berbagai media baik cetak maupun
elektronik, berbagai informasi yang dapat diterima oleh masyarakat sehingga
seseorang lebih sering terpapar media massa (TV, Radio, majalah, panflet, dan lain-
lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan orang yang
tidak pernah terpapar media massa. Ini berarti paparan media massa mempengaruhi
2.2.4.6 Pengalaman
Pengalama di sini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,
maksudnya pendidikan yang tinggi pengalaman akan luas sedangkan umur semakin
bertambah tua.
2.2.4.7 Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya,
individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih
banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia
tua. Selain itu, orang usia madya akan lebih banyak menggunakan banyak waktu
untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan
verbal, dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional
mengenai jalannya perkembangan selama hidup adalah sebagai berikut.
(1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan
semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.
(2) Tidak dapat mengejarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Menifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku tertutup (Soekidjo N,
2003: 72).
22
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Notoadmojo, 2003: 86).
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar
atau salah, adalah berarti bahwa orang lain menerima ide tersebut.
2.3.3.3 Menghargai (valving)
Pada tingkat ini, sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah. Contoh: seorang ibu mengajak orang lain untuk pergi
menimbangkan putranya ke Posyandu atau mendiskusikan tentang manfaat masalah.
pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat. Sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan
faktor emosional
2.3.6.2 Pengaruh Orang Lain
Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau
searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting.
2.3.6.3 Pengaruh Budaya
Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat.
Sebagai akibatnya, tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh
sikap kita terhadap berbagai masalah.
2.3.6.4 Media Masa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya.
2.3.6.5 Lembaga Pendidikan dan Lembaga Keagamaan
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat
menentukan sistem kepercayaan. Hal tersebut kemudian berpengaruh terhadap sikap.
25
dinilai oleh responden, apakah pernyataan tersebut didukung atau ditolak melalui
rentang nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua
kategori, yakni penyataan yang positif dan pernyataan negatif. Skala sikap yang
digunakan adalah skala likert. Dalam skala likert, pernyataan-pernyataan yang
diajukan baik pernyataan positif maupun negatif dinilai oleh suatu subjek dengan
sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
Skala Likert merupakan skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang tentang suatu gejala atau fenomena tertentu. Ada dua
bentuk skala likert yaitu pernyataan positif yang diberi skor 4, 3, 2, dan 1. Sedangkan
pernyataan negatif diberi skor 1, 2, 3, dan 4 dengan makna kuantitatif dari skor adalah
sebagai berikut (Budiman dan Agus, 2013: 16):
1) Pernyataan Positif
(1) Sangat Setuju :4
(2) Setuju :3
(3) Tidak Setuju :2
(4) Sangat Tidak Setuju : 1
2) Pernyataan Negatif
(1) Sangat Setuju :1
(2) Setuju :2
(3) Tidak Setuju :3
(4) Sangat Tidak Setuju : 4
Cara interprestasi dapat berdasarkan prestasi sebagaimana sebagai berikut:
STS TS S SS
2.4.2.3 Menurut Masadani (dalam Nugroho, 2008 cit Widuri, 2010: 20), lanut usia
merupakan kelanjutan usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat
bagian, yaitu :
1) Fase iuventus, antara usia 25 – 40 tahun.
2) Fase verilitas, antara usia 40 – 50 tahun.
3) Fase presenium, antara usia 55 – 65 tahun.
2.4.4.2 Penuaan sekunder: proses penuaan akibat dari faktir lingkungan, fisik, psikis,
dan social. Stres fisik, psikis, gaya hidup, dan diit dapat mempercepat proses
menjadi tua.
7) Daya membedakan warna menurun, terutama warna biru atau hijau pada
skala.
2.4.5.5 Sistem Kardiovaskular
1) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
2) Elastisitas dinding aorta menurun.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun.
4) Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun).
5) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk
berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg
(mengakibatkan pusing mendadak).
6) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan.
7) Tekanan darah meninggi resistensi pembuluh darah perifer meningkat.
30
2) Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula
menggigil, pucat dan gelisah.
3) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.
2.4.5.7 Sistem Pernapasan
1) Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan,
dan menjadi kaku.
2) Aktivitas silia menurun.
3) Paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik napas lebih
berat, kapasitas pernapasan maksimum menurun dengan kedalaman bernapas
menurun.
3) Esophagus melebar.
4) Rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun), asam lambung menurun,
motilitas dan waktu pengosongan lambung menurun.
5) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorbsi melemah.
7) Hati semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah
berkurang.
2.4.5.9 Sistem Reproduksi
1) Wanita
(1) Vagina mengalami kontraktur dan mengecil.
(2) Ovari menciut, uterus mengalami atrofi.
(3) Atrofi payudara.
(4) Atrofi vulva.
(5) Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi
berkurang, sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan warna.
2) Pria
(1) Testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun ada penurunan
6) Atrofi serabut otot, otot mengecil sehingga pergerakan menjadi lamban, otot
kram, dan menjadi tremor.
7) Komposisi otot berubah sepanjang waktu (myofibril digantikan oleh lemak,
kolagen, dan jaringan parut).
8) Aliran darah ke otot berkurang sejalan dengan proses menua.
panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar 50 tahun ke
atas.
2.5.3.4 Artritis Gout (Pirai)
Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus,
yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari pada wanita. Pada
pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya mendekati
masa menopause.
2.5.4 Patofisiologi
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi dan perilaku. Cara yang paling
baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan membantu untuk menjelaskan tiga
komponen fisiologi berikut:
2.5.4.1 Resepsi
Semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus termal, mekanik,
kimiawi atau stimulus listrik, menyebabkan pelepasan substansi yang menghasilkan
nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin tekanan friksi dan zat-zat kimia
menyebabkan pelepasan substansi, seperti histamin, bradikinin dan kalium yang
brgabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor. Impuls saraf yang dihasilkan stimulus
nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf perifer aferen. Dua tipe saraf perifer
mengonduksi stimulus nyeri.
2.5.4.2 Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus nyeri
ditransmisikan naik ke medula spinalis ke talamus dan otak tengah. Dari talamus,
serabut mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori
dan korteks asosiasi.
Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang
kompleks. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor
neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri.
2.5.4.3 Reaksi
1) Respons Fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan
talamus sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon stres.
36
Neri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan
reaksi “flight atau fight” yang merupakan sindrom adaptasi umum.
2) Respons Perilaku
Pada saat nyeri dirasakan, pada saat itu juga dimulai suatu siklus, yang apabila
tidak diobati atau tidak dilakukan upaya untuk menghilangkannya, dapat mengubah
kualitas kehidupan individu secara bermakna. Antisipasi terhadap nyeri
pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet untuk gerakan.
Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan mensekresikan cairan
kedalam ruang antara tulang. Cairan sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut
(shock absorber) dan pelumas yang memungkinkan sendi untuk bergerak secara
bebas dalam arah yang tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang sering terkena inflamasi dan degenerasi
yang terlihat pada penyakit nyeri sendi. Meskipun memiliki keaneka ragaman mulai
dari kelainan yang terbatas pada satu sendi hingga kelainan multi sistem yang
sistemik, semua penyakit reumatik meliputi inflamasi dan degenerasi dalam derajat
tertentu yang biasa terjadi sekaligus. Inflamasi akan terlihat pada persendian yang
mengalami pembengkakan. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi merupakan
proses primer dan degenerasi yang merupakan proses sekunder yang timbul akibat
pembentukan pannus (proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari
respon imun. Sebaliknya pada penyakit nyeri sendi degeneratif dapat terjadi proses
inflamasi yang sekunder, pembengkakan ini biasanya lebih ringan serta
37
menggambarkan suatu proses reaktif, dan lebih besar kemungkinannya untuk terlihat
pada penyakit yang lanjut. Pembengkakan dapat berhubungan dengan pelepasan
proteoglikan tulang rawan yang bebas dari karilago artikuler yang mengalami
degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlibat. Nyeri yang dirasakan
bersifat persisten yaitu rasa nyeri yang hilang timbul. Rasa nyeri akan menambahkan
keluhan mudah lelah karena memerlukan energi fisik dan emosional yang ekstra
2.5.6 Penatalaksanaan
Penanganan medis bergantung pada tahap penyakit saat diagnosis dibuat dan
termasuk kedalam kelompok yang mana sesuai dengan kondisi tersebut.
2.5.4.1 Pendidikan pada pasien mengenal penyakitnya dan penatalaksanaan yang
akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien
untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2.5.4.2 OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) diberikan sejak dini untuk
mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai.
2.5.4.3 DMARD (Desease Modifying Antirheumatoid Drugs) digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat athritis
38
2.5.4.5 Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat
alasan yang cukup kuat. Dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan
ini pada pasien arthritis reumatoid umumnya bersifat orthopedic, misalnya
sinovectomi, artrodesis, memperbaiki deviasi ulnar. Untuk menilai kemajuan
pengobata dipakai parameter:
1) Lamanya morning stiffness.
2) Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan atau berjalan.
3) Kekuatan menggengga.
4) Waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter.
5) Peningkatan LED.
3) Hipnosis Diri
Hipnosis dapat membantu menurunkan persepsi nyeri melalui pengaruh
sugesti positif untuk pendekatan kesehatan holistik, hipnosis diri menggunakan
sugesti diri dan kesan tentang perasaan yang nyaman dan damai.
4) Relaksasi dan Teknik Imajinasi
Klien dapat merubah persepsi kognitif dan motivasi afektif. Latihan relaksasi
memandu mencegah dan memberikan terapi terhadap gejala rematik atau gejala
osteoartritis. Latihan ini juga ditujukan bagi mereka yang sehat dan pasien rematik
yang berada dalam kondisi normal atau fase tenang. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam melakukan senam rematik, antara lain:
2.6.4.1 Senam rematik dapat dilakukan dalam posisi apapun, baik berdiri maupun
duduk.Tetapi jika sendi-sendi besar seperti sendi panggul atau sendi lutut
tubuh tak cukup kuat menahan berat badan, senam dapat dilakukan dengan
duduk. Hal ini berprinsip bahwa latihan fisik apapun harus dilaksanakan
sesuai kemampuan dan tidak boleh dipaksakan.
2.6.4.2 Begitu halnya ketika melaksanakan senam rematik sebaiknya tidak
dipaksakan agar rasa nyeri tidak bertambah.
Senam rematik ini konsentrasinya pada gerakan sendi sambil meregangkan dan
menguatkan otot, karena otot-otot inilah yang membantu sendi untuk menopang
tubuh (wahyuni, 2008).
Gerakan senam rematik dimulai darilatihan pernapasan, latihan pemanasan
(Warming Up), latihan gerak sendi dan di akhiri dengan pendinginan ( Cooling
Down). Gerakan senam rematik yang mempunyai pengaruh dalam penurunan
terhadap nyeri sendi yaitu terutama pada latihan gerak sendi . Berbagai gerakan senam
rematik tersebut menyebabkan gerak sendi tidak terbatas lagi , nyeri atau kekakuan,
mencegah kerusakan tulang rawan sendi, dan memperkuat otot-otot di sekitar sendi .
Senam rematik dilakukan rutin 3-5 kali seminggu.
secara bertahap melakukan gerakan-gerakan otot besar, mulai dari kepala, bahu,
tubuh bagian atas sampai tubuh bagian bawah.
(3) Miringkan kepala kearah bahu kanan, ditahan kemudian kearah bahu
kiri.
Gambar 2.4 Latihan Sendi Bahu Pada Lansia (Arifin, 2006: 10)
(3) Satu tangan letakkan di leher bagian belakang, kemudian gerakkan kea
rah punggung sejauh mungkin yang dapat dicapai. Lakukan bergantian
tanngan kanan dan kiri.
(4) Letakkan salah satu tangan dipunggung kemudian cobalah meraih sejauh
mungkin. Lakukan bergantian tangan kanan dan kiri.
44
Gambar 2.5 Latihan Sendi Lengan Pada Lansia (Arifin, 2006: 10)
3) Sendi Pinggul
(1) Latihan ini dapat dilakukan dengan berdiri tegak dan memegang
sandaran kursi (atau sandaran lain) atau dengan posis tiduran.
Tekuklah salah satu lutut sampai pada dada dimana kaki lain tetap lurus
dan tahan beberapa saat. Lakukan untuk kaki kiri dan kanan secara
bergantian.
(2) Renggangkanlah kaki kesamping kiri sejauh mungkin, lalu kembali dan
kemudia kaki kanan dengan cara yang sama.
Gambar 2.6 Latihan Sendi Pinggul Pada Lansia (Arifin, 2006: 16)
5) Pergelangan Tangan
(1) Kepalkan tangan sekuatnya. Kemudian tekuk jari –jari tangan, putar
pergelangan tangan searah jarum jam dan kemudian berlawanan dengan
jarum jam. Kemudian luruskan kembali jari-jari tangan.
Gambar 2.8 Latihan Sendi Pergelangan Tangan Pada Lansia (Arifin, 2006: 13)
6) Ruas Jari
(1) Balikkan telapak tangan. Tariklah ibu jari melintasi permukaan telapak
tangan untuk menyentuh jari kelingking, kemudian tarik kembali.
Lannjutkan dengan menyentuh jari-jari denngan ibu jari. Ulangi hingga 5
kali
Gambar 2.9 Latihan Ruas Jari Pada Lansia (Arifin, 2006: 13)
3) Mengambil napas turun ke posisi menekuk lutut akan terasa peregangan otot
punggung dan kontraksi otot perut serta relaksasi tubuh bagian atas. Lalu
kembali ke posisi awal.
4) Peregangan dinamis
Mengayunkan tangan ke depan dan ke belakang sebanyak 6 kali.
5) Diakhiri dengan gerakan pernapasan.
Variabel Dependent
Tabel 2.1 Suhendriyo (2014) “Pengaruh Senam Rematik Terhadap Pengurangan Rasa Nyeri Pada Penderita Osteoartritis Lutut Di
Karangasem Surakarta 2014”.
menunjukkan
test adalah 5.1 bahwa
dan padarerata nyeri
post test pada3.51
adalah pre
menunjukkan bahwa nilai Z hitung = -2.809
dan diperoleh nilai p = 0.005 .
Ada pengaruh senam rematik terhadap
pengurangan rasa nyeri pada penderita
osteoartritis lutut di karangan Surakarta.
51
Tabel 2.1 Ryan Rahmanda Putra dan Dr. Noortje Anita Kumaat, M.Kes (2016) “Pengaruh Senam Bugar Lansia Terhadap Nyeri
Persendian Pada Posyandu Lansia Karang Werdha Kedurus Surabaya”.
Populasi Penelitian Tindakan yang diberikan Hasil Penelitian Uji Statistik
Populasi pada penelitian ini Responden diberikan pre test skala nyeri pada lansia dengan nyeri Jenis Penelitian ini adalah
adalah keseluruhan lansia baik dan pos test dari angket persendian sebelum diberikan perlakuan penelitian eksperimental dan
pria maupun wanita di Posyandu kemudian mendapatkan senam bugar lansia sebanyak 8 orang design one group pre- test dan
Lansia Karang Werdha Kedurus treatment berupa senam bugar sampel (53,33%) dengan skala nyeri 1-3 post test design Metode analisis
Surabaya. Sampel pada lansia selama 16 kali (nyeri ringan), sebanyak 4 orang sampel data yang digunakan pada
penelitian ini adalah lansia baik pertemuan durasi seminggu 3 (26,67%) dengan skala nyeri 4-6 (nyeri penelitian ini adalah
pria maupun wanita di Posyandu kali dengan waktu latihan sedang), dan sebanyak 3 orang sampel menggunakan uji skala nyeri
Lansia Karang Werdha Kedurus bertambah setiap minggunya, (20,00%) dengan skala nyeri 7-9 (sangat Numeric Rating Scale dan
Surabaya. Jumlah Sampel 15 setelah itu diambil data akhir nyeri). Skala nyeri sesudah dilakukan WOMAC.
orang pemilihan
purposive dengan teknik untuk
sampling mengetahui
rasa nyeri perubahan
persendian setelah terapi
sampel senam lansia
(66,67%) sebanyak
dengan 10 (nyeri
skala 1-3 orang
dilakukan treatment. ringan) dan sebanyak 5 orang sampel
(33,33%) skala nyeri 4-6 (nyeri sedang).
Terdapat pengaruh pemberian senam bugar
lansia terhadap pengurangan nyeri
persendian yang dirasakan lansia pada
Posyandu Lansia Karang Werdha Kedurus
Surabaya karena nilai t hitung 6,325 > t
tabel 1,76131.
52
BAB 3
METEOLOGI PENELITIAN
52
53
penelitian, teknik pengumpulan data, dan analisa data (Hidayat, 2008: 31).
Kerangka kerja merupakan bagan kerja terhadap ranncangan kegiatan penelitian
yang akan dilakukan yaitu meliputi siapa yang akan diteliti (subyek penelitian),
variabel yang akan diteliti, dan variabel yang mempengaruhi dalam penelitian,
Hidayat (2009).
54
Kerangka kerja yang di gunakan pada penelitian disajikan pada gambar di bawah
ini :
Populasi
Semua lansia di Posyandu Rindang Banua
Sampel
Lansia yang mengalami nyeri sendi
Teknik Sampling
Menggunakan metode Teknik sampling Nonprobability Sampling
(Consecutive Sampling)
Di berikan kuesioner
Pre test
Dilakukan intervensi Penyuluhan
tentan senam rematik
Pengumpulan data
Hasil pengisian kuesioner
Pengolahan Data
Editing, coding, scoring, tabulating
Uji Statistik
Uji Wilcoxon
respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabael-variabel lain. Dalam
ilmu perilaku, variabel terkait adalah aspek tingkah laku yang diamati dari suatu
organisme yang dikenai stimulus. Dengan kata lain, variabel berikut adalah faktor
yang diamati dan diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh
dari variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel dependennya adalah Peningkatan
pengetahuan dan sikap lansia tentang senam rematik (Nursalam, 2014).
No. Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur Skala Hasil Ukur
1 Independen: Pendidikan kesehatan Pendidikan - - -
Pendidikan adalah suatu kegiatan Kesehatan Meliputi:
kesehatan memberikan informasi 1) Pengertian senam
tentang senam mengenai senam rematik
rematik rematik dengan 2) Tujuan senam
harapan informasi rematik
yang diberikan dapat 3) Kegunaan senam
menambah rematik
pengetahuan lansia. 4) Cara dan Gerakan
senam rematik
No. Variabel Definisi Operasional Parameter Alat ukur Skala Hasil Ukur
3. dependent: Sikap merupakan Sikap lansia tentang Kuesioner Ordinal Pernyataan Positif:
Sikap lansia reaksi atau respon senam rematik 1. Sangat setuju = 4
tentang sena seseorang yang masih meliputi: 2. Setuju = 3
rematik tertutup terhadap 1) Pernyataan Positif 3. Tidak setuju = 2
suatu stimulus atau 2) Pernyataan negatif 4. Sangat tidak setuju = 1
objek. Pernyataan negatif:
1. Sangat setuju = 1
2. Setuju = 2
3. Tidak setuju = 3
4. Sangat tidak setuju = 4
Rumus:
= x100%
Keterangan
N : Nilai
Sp : Skor yang didapat
Sm : Skor tertinggi maksimum
Kategori:
1. Nilai Sikap Positif: Nilai 60-
100%
2. Nilai Sikap Negatif : Nilai 1-59%
58
2) Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2011: 92).
Dalam penelitian ini kriteria eksklusi yaitu:
(1) Lansia yang tidak bersedia menjadi responden
(2) Lansia yang tidak bisa membaca dan menulis
3.5.2 Sampel
Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai
subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2011:91). Sampel dalam penelitian ini
adalah lansia yang mengalami nyeri sendi di Posyandu Rindang Banua wilayah kerja
Puskesmas Pahandut Palangka Raya.
Rumus yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan rumus:
N
=
1 + N(d)2
Keterangan:
N : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
d : Tingkat signifikansi (d=0,05)
3.5.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili
populasi (Nursalam, 2011:93). Sampel dalam penelitian ini diambil dengan
menggunakan teknik Nonprobability Sampling (Consecutive Sampling).
Nonprobability Sampling (Non Random Sampling) pengambilan sampel bukan secara
acak atau nonrandom adalah penngambilan sampel yang tidak didasarkan atas
kemungkinan yang dapat diperhitungkan, tetapi semata-mata. Hanya berdasarkan
kepada segi-segi kepraktisan belaka (Notoatmodjo, 2012: 124). Tehnik sampling
yang digunakan consecutive sampling ini merupakan jenis non probability terbaik,
dan seringkali merupakan cara yang paling mudah. Pada Consecutive Sampling,
setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukan dalam penelitian sampai
kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi.
60
1) Pada kotak Descriptives for → pilih kotak kecil scale if item deleted kemudian
→ continue dan OK.
2) Out-put validitas dan reliabilitas.
3) Pada kolom corrected item-total correction bandingkan dengan tabel r.
Apabila lebih besar dari nilai tabel r, maka item dinyatakan valid. Apabila
nilai corrected item-total correction ada yang lebih kecil dari nilai r tabel
maka item tidak valid dan sebaiknya dikeluarkan dari instrumen penelitian.
Pada nilai yang bersifat marginal dapat dilakukan perbaikan pernyataan pada
item kuisioner.
Langkah-langkah mencari nilai r table dan t table dengan mempergunakan SPSS
(Susilo, 2014 : 159).
1) Nilai t table dicari dengan langkah: menentukan df (derajat bebas) = N
(jumlah item instrumen penelitian riset) – 2.
2) Buka SPSS → klik data view isikan nilai df dengan N – 2 lalu → transform
selanjutnya pilih compute variable.
3) Isikan pada kolom target variable t_0.05 pada level signifikansi 95%.
Kemudian pada kotak Numeric expression, ketik rumus IDF.T (0,95,df) →
OK.
4) Maka didapat nilai t tabel.
5) Selanjutnya untuk mencari r table, ulangi lagi dengan transform dan
compute variabel. Pada kotak target variable → ketik r_0.05 sedangkan
pada kotak numeric expression ketik rumus t_0,05/SQRT(df+t_0.05*2).
6) Luaran nilai r yang dipergunakan sebagai cut of point uji validitas pada
kuisioner.
Hasil uji akan dibandingkan antara harga r hitung dan r tabel dengan taraf
signifikan 0,05. Apabila hasil r hitung > r tabel maka pertanyaan dinyatakan
valid untuk digunakan penelitian.
3.7.3.2 Uji Rehabilitas
Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil
pengukuran tersebut tetap konsisten atau sama bila dilakukan pengukuran dua kali
63
atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama
(Budiman, 2013 : 22).
Pertanyaan yang sudah valid dilakukan uji reliabilitas dengan cara
membandingkan r tabel dengan r hasil. Jika nilai r hasil adalah alpha yang terletak di
awal output dengan tingkat kemaknaan 5% (0,05) maka setiap pertanyaan dikatakan
valid, jika r alpha lebih besar dari konstanta maka pertanyaan tersebut reliabel
(Budiman, 2013 : 22). Nilai reliabilitas dapat dilihat pada tabel luaran reliability
statistics pada nilai Alpha Cronbach’s (Susilo, 2014 : 167).
Menurut Budi (2006), tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach
diukur berdasarkan skala Alpha 0 sampai 1. Apabila skala alpha tersebut
dikelompokkan ke dalam 5 kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan
alpha dapat dipresentasikan ke dalam tabel berikut.
Tabel 3.3 Tingkat Reliabilitas berdasarkan Nilai Cronbach atau α
pendidikan, dan pekerjaan). Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi dan persentase dari tiap variabel. Dengan menggunakan bantuan program
SPSS (Notoatmodjo, 2010: 88).
64
kelengkapan data yang diisi responden, jika tidak lengkap peneliti mengembalikan
kepada responden agar dapat dilengkapi.
3.7.5.2 Coding data
Setelah melakukan proses editing kemudian dilakukan pengkodean pada
jawaban dari setiap pertanyaan terhadap setiap variabel sebelum diolah dengan
komputer, dengan tujuan untuk memudahkan dalam melakukan analisa data.
3.7.5.3 Skoring
Skoring adalah menentukan skor atau nilai untuk setiap item pertanyaan,
dengan cara menentukan nilai terendah dan tertinggi, tetapkan jumlah kuesioner dan
bobot masing-masing kuesioner.
3.7.5.4 Tabulating
Tabulasi adalah proses penyusunan data kedalam bentuk tabel, pada tahap ini
data dianggap telah selesai diproses sehingga harus segera disusun ke dalam suatu
format yang telah dirancang.
yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya kelompok data
tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2010:95).
1
DAFTAR PUSTAKA
Budiman dan Agus Riyanto. 2013. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap
dalam Penelitian. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.
Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa
Data. Jakarta: Salemba Medika.
Kushariyadi. 2012. Asuhan Keperawatan pada Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika.
Maryam, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Naga, Sholeh S. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta:
DIVA Press.
Susilo, Wihelmus Harry dkk. 2014. Bistatistika Lanjut dan Aplikasi Riset. Jakarta :
Trans Info Media.
Wratsongko,Madyo. 2015. Sehat Tanpa Obat Kimia dengan BEST. Jakarta: Mizania.
Https://id.scribd.com/mobile/doc/196775707/MATERI-SENAM-REMATIK.
Diakses tanggal 13 Februari 2017.