Professional Documents
Culture Documents
Nine Dash Line China: Upaya Indonesia Dalam Menjaga Kedaulatan Di Perairan Natuna
Nine Dash Line China: Upaya Indonesia Dalam Menjaga Kedaulatan Di Perairan Natuna
Nine Dash Line China: Upaya Indonesia dalam Menjaga Kedaulatan di Perairan
Natuna
Oleh:
Arif Nugraha
ABSTRACT
The Nine Dish Line is a China policy of dashed lines that surround the South China Sea region.
Nine Dash Line issued by China as their attempt to keep the claim in South China Sea. South
China Sea itself is known, have abundant natural resources, this is one of the factors of this
region is conflictual. Furthermore, the South China Sea has also strategic values
geographically, as the South China Sea lies between several countries where it makes the South
China Sea a very potential trade flot. The impact of the South China Sea conflict and the Nine
Dash Line issued by China is also felt by Indonesia. The South China Sea map based on the
Nine Dash Line policy of China has alluded to the Indonesian territory located in North of
Natuna. Therefore it has become an obligation of Indonesia to maintain the dignity and also
the dignity of the nation for what has been done by China. Moreover, during the reign of
President Joko Widodo, Indonesia has a development focus on maritime sector, with the aim
of making Indonesia as the World Maritime Axis. Therefore, in this paper the authors are
interested to discuss and to know more how the efforts made by the Indonesian government to
maintain the sovereignty of waters in Natuna due to the Nine Dash Line China in the South
Pendahuluan
Nine Dash Line Cina adalah garis imajiner yang digunakan China untuk mengklaim
sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang menjadi sengketa sejumlah negara di Asia. 1
Klaim Cina ini didasarkan pada latar belakang sejarah Cina kuno tentang wilayah kekuasaan
kerajaannya. Menurut Cina, adalah Dinasti Han yang menemukan wilayah ini pada abad ke-2
masehi. Pada abad ke-12, Dinasti Yuan kemudian memasukkan Laut Cina Selatan ke dalam
peta wilayahnya, yang kemudian kembali diperkuat oleh Dinasti Ming dan Dinasti Qing pada
abad ke-13. Pada Tahun 1947, Cina membuat peta wilayah yang memuat 9 garis putus-putus
yang membentuk huruf U, yang melingkupi seluruh Laut Cina Selatan. Semua wilayah yang
berada di dalam garis putus-putus tersebut diklaim Cina sebagai wilayahnya. Hingga akhir
2013, klaim Cina tersebut masih belum berubah. Klaim Cina tidak hanya diwujudkan dalam
bentuk sikap politik, tetapi juga dalam bentuk lain. Di bidang militer, Cina sering melakukan
aksi patroli di perairan tersebut yang kadang memicu bentrok dengan kapal dari negara lain
seperti Vietnam dan Filipina. Di bidang eksplorasi, Cina juga menempatkan peralatan
Sejak awal munculnya konflik di Laut Cina Selatan, Indonesia telah menyatakan
posisinya sebagai negara yang tidak memiliki klaim (non claimant state) apapun terhadap Laut
Cina Selatan. Namun saat ini Indonesia mulai ikut terseret ke dalam konflik di Laut Cina
Selatan setelah Cina mengeluarkan peta Nine Dash Line yang memasukkan perairan Kepulauan
Natuna di dalamnya. Indonesia pertama kali mengetahui peta Nine Dash Line pada tahun 1993,
saat diselenggarakannya Workshop Managing Potential Conflicts in South China Sea. Delegasi
Cina pada waktu itu mendistribusikan satu peta yang isinya Nine Dashed Line yang masuk
1
Kementerian Luar Negeri RI dalam 'Nine-Dashed Line China ke Natuna Bak Muncul dari Langit' di
akses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160623113553-20-140352/nine-dashed-line-china-ke-
natuna-bak-muncul-dari-langit/ 30 Agustus 2017
2
Karmin Suharna, 2012, “Konflik dan Solusi Laut Cina Selatan dan Dampaknya bagi Ketahanan
Nasional”, Majalah Ketahanan Nasional, Edisi 94, hlm. 33-34.
3
sampai perairan Natuna. Pihak Indonesia mempertanyakan maksud dari garis-garis dalam peta
tersebut namun Cina tidak memberikan jawaban pasti perihal garis tersebut.3
Berdasarkan uraian diatas dalam tulisan ini penulis akan membahas bagaimana upaya
Natuna terhadap movement Cina melalui Nine Dash Line nya dalam menjaga klaim di Laut
Cina Selatan.
Tinjauan Pustaka
Kedaulatan Negara
Kedaulatan negara yang diakui dalam Perjanjian Westphalia adalah mengenai batas
teritorial negara, yang tidak dapat dilanggar oleh negara lain. Negara yang terbentuk, pada
dasarnya memiliki hak untuk mengatur dan mengelola apapun yang terdapat didalamnya,
termasuk sumber daya alam dan manusia.4 Annan dalam tulisannya yang berjudul Two
Concepts of Sovereignty menjelaskan mengenai redifinisi yang ada pada konsep kedaulatan di
era kontemporer seperti saat ini. Seperti yang telah diketahui, kedaulatan negara dalam konsep
Westphalia lebih menekankan kepada batas-batas yang dimiliki oleh suatu negara sehingga
dunia terlihat menjadi terkotak-kotakkan. Namun, hal tersebut mengalami pergeseran definisi
Hal ini didukung oleh pernyataan Annan yang memandang bahwa negara di era
terhadap masyarakatnya, tidak lagi mengenai vice versa. Annan menjelaskan bahwa sistem
kedaulatan dan legitimasi yang dimiliki oleh suatu negara memiliki peran dalam menciptakan
stabilitas dan keamanan domestik sehingga menciptakan rasa aman dalam masyarakatnya.
3
Raja Eben Lumbanrau .2016. “ Indonesia dan China di Pusaran Laut China Selatan” dalam
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160624092606-75-140606/indonesia-dan-china-dipusaran-laut-china-
selatan/, diakses pada tanggal 22 Oktober 2017
4
Peter M.R Stirk. 2011. The Westphalian Model and Sovereign Equality. London: British International
Studies Association.
4
Pada era kontemporer ini, tatanan sistem internasional mengenai politik dan keamanan
internasional menjadi lebih kompleks dengan berbagai perubahan struktur yang mengikuti
Berdasarkan ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, zona laut
dapat dibedakan berdasarkan kedaulatan dan hak berdaulat suatu negara di wilayah laut.
Prinsipnnya kedaulatan (sovereignty) dan hak berdaulat (sovereign rights) adalah dua hal yang
berbeda sesuai dengan konteks hukum internasional.6 Kedaulatan adalah kewenangan penuh
atas wilayah (territory) yang dalam hal ini meliputi semua wilayah daratan, perairan kepulauan
dan laut territorial dan yang berlaku pada wilayah tersebut adalah hukum nasional suatu negara.
Laut teritorial merupakan kawasan laut dengan lebar hingga 12 mil laut dari garis pangkal.
Di luar laut territorial, sebuah negara pantai tidak memiliki kedaulatan penuh
(sovereignty) tetapi memiliki hak berdaulat (sovereign rights) yakni hak untuk mengelola dan
memanfaatkan untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber
daya alam baik hayati dan non-hayati dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan
tanah dibawahnya dan berkenan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan
eksploitasi zona ekonomi tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin. Kawasan
tempat berlakunya hak berdaulat ini dikenal dengan yurisdiksi, bukan wilayah atau territory.
Sebagai contoh di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Indonesia tidak punya kedaulatan penuh
tetapi berhak untuk mengelola kekayaan alamnya dan negara lain tidak berhak memanfaatkan
5
Kofi Annan. 1999. Two Concepts of Sovereignty. The Economist.
6
Beda Kedaualtan dan Hak Berdaulat di Laut menurut UNCLOS 1982’ diakses dari
http://maritimnews.com/beda-kedaulatan-dan-hak-berdaulat-di-laut-menurut-unclos-1982/ 25 Agustus 2017
5
Menurut Huth & Alle (2002), interstate territorial disputes didefinisikan sebagai kasus-
kasus perselisihan antar pemerintahan mengenai lokasi sebuah perbatasan baik itu berupa batas
darat maupun laut. Perselisihan territorial dapat terjadi apabila suatu pemerintahan menempati
territori nasional negara lain dan menolak untuk menyerahkan atau menarik kekuasaannya dari
wilayah tersebut; ketika suatu pemerintahan tidak mengakui kedaulatan negara lain atas
beberapa bagian wilayah yang berada dalam garis perbatasan pemerintahan negara lain
tersebut; atau bilamana sebuah pemerintahan tidak mengakui kemerdekaan dan kedaulatan
pemerintahan lain dan mencoba untuk mencaplok beberapa atau semua wilayah negara lain
tersebut.7
Konflik Laut Cina Selatan dalam klasifikasi Huth dan Alle masuk kedalam, sengketa
antar negara-negara yang berpusat pada klaim atas hak-hak territorial untuk wilayah air dan
tanah di pedalaman laut. Sengketa ini berkaitan dengan perpanjangan hak territorial atas air
sepanjang wilayah pantai dan pulau, wilayah dasar laut di bawah perairan territorial dan lokasi
Sekuritisasi Keamanan
Buzan, memberikan metode terhadap keamanan baru, dimana keamanan tidak saja
dipahami sebagai bagian dari sektor militer, akan tetapi sebagai bagian dari politik yang dilihat
melalui reference to existential threats dan sektor lainnya dapat memberikan responnya
terhadap isu yang dihadapi. Agenda security saat ini menghadapi beberapa bidang kehidupan,
diantaranya : environmental, economic, social dan political as well as military antara satu
dengan lainya saling bersinggungan. Menurut Buzan, bahwa konsep keamanan terdapat di
dalamnya politik berperan penting dalam menjustifikasi penggunaan militer, maupun intensitas
7
Paul K. Huth dan Todd L. Allee, The Democratic Peace and Territorial Conflict in the 20th Century,
(Cambridge: Cambridge University Press, 2002), hlm. 30 - 34
6
peran pemerintahan. Buzan, dalam kajiannya juga memperhatikan permasalahan pada level
Menurut Buzan terdapat 3 unit dalam menganalisis proses Sekuritisasi sekarang ini:
1. Referent object: things that are seen to be existentially threatenend and that have a
legitimate claim to survival.
2. Securitizing actor: actors who securitize issue by declaring something.
3. Functional actors: actors who affects a dynamic of sector
C. Pembahasan
Dari topografinya, laut Cina Selatan memiliki luas area sampai 648.000 mil persegi
atau setara dengan 3.000.000 kilometer persegi di Samudera Pasifik, dengan panjang yang
membentang dari Selat Malaka sampai ke Selat Taiwan.9 Laut Cina Selatan dikelilingi oleh
negara-negara ASEAN, di utara berbatasan dengan Cina dan Taiwan, di barat berbatasan
dengan Vietnam, di Selatan berbatasan dengan Malaysia, Indonesia dan Singapura, serta di
Sengketa yang terjadi di laut China Selatan sangatlah kompleks karena adanya tumpang
tindih klaim antar negara pengklaim. Tumpang tindih ini terjadi karena wilayah perbatasan
teritorial satu negara pengklaim bertindihan dengan negara lain. Saat ini terdapat dua sengketa
di kawasan laut Cina Selatan, yaitu sengketa teritorial kawasan Kepulauan Paracel, Spratlys,
dan Kepulauan lainnya (selain dua kepulauan utama tersebut, terdapat juga kawasan kepulauan
Pratas yang dikenal sebagai Dongsha, dan Macclesfield Bank yang dikenal sebagai (Juan Dao
8
Barry Buzan, Rethinking Security After The Cold War. Corporation & Conflict, Sage Publication, , Vol.
32 (I), 1997
9
Dong Manh Ngunyen, “Settlement Of Disputes Under The 1982 United Nations Convention On The
Law Of The Sea: The Case Of The South China Sea Dispute”, University of Queensland Law Journal, Vol. 25
No. 1, (Queensland, 2006), hlm. 89
7
Tnmg Sa atau Zhongsha Qundao) dan sengketa perbatasan kawasan laut akibat tumpang
Hal ini terjadi karena pengukuran perbatasan laut lebih sulit dilakukan daripada
pengukuran perbatasan darat sebab perbatasan laut harus pula memperhitungkan kenaikan dan
penurunan permukaan air laut yang mempengaruhi pengukuran atas Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) negara yang bersangkutan. Selain itu, Negara - negara pengklaim kawasan ini juga
memiliki dasar tersendiri untuk mengklaim kawasan yang mereka yakini masuk sebagai bagian
dari teritori mereka khususnya berdasarkan prinsip landas kontinental (continental shelf ) atau
Perairan Natuna merupakan wilayah perairan yang merupakan bagian dari Kabupaten
Natuna yang secara administratif masuk ke dalam Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Artinya
perairan Natuna merupakan wilayah perairan dan yurisdiksi dari Indonesia. Secara tegas dan
jelas berdasarkan Undang-Undang nasional, wilayah Natuna merupakan bagian integral dari
Indonesia. Pulau Natuna merupakan pulau terdepan yang menjadi titik dasar untuk
menentukan batas-batas perairan kepulauan Indonesia. Selain itu Indonesia menarik Zona
Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen dari Pulau Natuna sebagai titik dasarnya. Di perairan
kepulauan Natuna ini Indonesia memiliki kedaulatan penuh karena itu termasuk dalam laut
teritorial. Sementara untuk Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen, di wilayah tersebut
Klaim Cina pada di Laut Cina Selatan berdampak kepada Indonesia. Kebijakan Nine
Dash Line yang di keluarkan oleh Cina untuk menjaga eksistensinya terhadap klaim yang
mereka lakukan di Laut Cina Selatan. Dapat kita lihat dampak dari klaim yang dilakukan oleh
10
Abd Rivai Ras, Konflik Laut Cina Selatan dan Ketahanan Regional Asia Pasifik Sudut Pandang
Indonesia, (Jakarta: Yayasan Abdi Persada Siporennu Indonesia, Spers Mabes TNI AL, 2001), hlm 53
8
Cina melalui Nine Dash Line nya mengganggu kedaulatan dari Indonesia, dimana garis putus-
putus tersebut (Nine Dash Line) masuk kedalam kedaulatan Indonesia (ZEE Indonesia).11
Nine Dash Line Cina mulai menjadi persoalan serius bagi Indonesia pada tahun 2016,
ketika terjadi insiden antara Kapal Pengawas Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan
Perikanan RI dengan Kapal Kway Fey yang berbendera China. Saat Kapal Pengawas Hiu 11
hendak menangkap Kapal Kway Fey yang diduga mencuri ikan, muncul kapal pengawas
China yang mengintervensi dengan menabrak Kway Fey. Pemerintah Indonesia langsung
melayangkan nota protes ke Cina, menuduh Cina melanggar kedaulatan dan yurisdiksi
Indonesia, serta melanggar upaya penegakan hukum oleh aparat Indonesia di ZEE Indonesia.
Pada ZEE yang berjarak 200 mil laut dari garis pangkal suatu negara, negara itu berhak
melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam. ZEE
Indonesia itulah yang dimasuki Kway Fey. Insiden pertama Indonesia-China di Natuna itu
disambut China dengan penjelasan bahwa dalam zona nine-dashed line, nelayan-nelayannya
menangkap ikan di situ.12 Insiden kedua terjadi pada bulan Mei 2016, di mana Cina memprotes
keras tindakan Angkatan Laut Indonesia yang menyita kapal Cina di sebuah perairan di dekat
Kepulauan Natuna. Kapal Cina disita karena diduga menangkap ikan di wilayah Indonesia
secara ilegal. Selanjutnya, insiden ketiga terjadi pada bulan Juni lalu, Kapal perang Indonesia
mendekati 12 kapal asing yang diduga mencuri ikan di Natuna. Kapalkapal asing itu melarikan
diri, namun ada satu kapal berbendera Cina yang berhasil ditangkap.
kedaulatan adalah mengenai batas teritorial negara, yang tidak dapat dilanggar oleh negara lain.
11
Joe Cochrane, “Indonesia, Long on Sidelines, Starts to Confront China’s Territorial Claims” dalam
https://www.nytimes.com/2017/09/10/world/asia/indonesia-south-china-sea-military-buildup.html di akses pada
7 Oktober 2017
12
'Nine-Dashed Line China ke Natuna Bak Muncul dari Langit' di akses dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160623113553-20-140352/nine-dashed-line-china-ke-natuna-bak-
muncul-dari-langit/ 30 Agustus 2017
9
Negara yang terbentuk, pada dasarnya memiliki hak untuk mengatur dan mengelola apapun
yang terdapat didalamnya, termasuk sumber daya alam dan manusia. Maka dari itu penulis
mengambil kesimpulan bahwa Cina telah menganggu kedaulatan Indonesia dengan kebijakan
Nine Dash Line dan juga atas aksi yang dilakukan Cina pada tahun 2016 silam. Dan Indonesia
Konsep kedaulatan dan hak berdaulat merupakan dua konsep yang berbeda. Konsep
kedaulatan merujuk pada kewenangan penuh yang dimiliki suatu negara atas wilayah yang
meliputi wilayah daratan, perairan kepulauan dan laut teritorial dimana di wilayah tersebut
berlaku hukum nasional negara tersebut. Sedangkan hak berdaulat adalah hak yang diberikan
hukum internasional kepada suatu negara untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi
dan pemanfaatan sumber daya alam termasuk kegiatan lain berdasarkan ketentuan UNCLOS
1982. Meski begitu, Indonesia mengakui adanya batas-batas maritim dengan negara lain yaitu
dengan Vietnam dan Malaysia. Saat ini Indonesia masih berunding mengenai hal tersebut
meskipun sudah ada beberapa hal yang telah disepakati. Terutama dengan malaysia mengenai
adanya tradisional fishing rights. Hal tersebut berbeda dengan Cina yang menyebut adanya
overlapping claims yang dilakukan oleh Indonesia dalam enetapkan Zona Ekonomi Eksklusif
yang dianggap Cina bersinggungan dengan wilayah Laut Cina Selatan yang tengah diklaim
oleh negara tersebut sehingga mengakibatkan adanya saling tumpang tindih klaim. Sampai saat
ini Indonesia tidak mengakui adanya overlapping claims tersebut karena sejak awal Indonesia
tidak mengakui apa yang disebut Cina sebagai Nine Dash Line tersebut.
Dari beberapa insiden yang terjadi antara Cina dan Indonesia di Laut Natuna Utara Indonesia
13
Layangkan Nota Protes ke China, Indonesia Sampaikan Tiga Hal dalam
http://nasional.kompas.com/read/2016/03/21/15584441/Layangkan.Nota.Protes.ke.China.Indonesia.Sampaikan.
Tiga.Hal di akses pada 30 September 2017
10
Cina masuk ke dalam wilayah Indonesia harus dilakukan tindakan tegas karena Indonesia
diberikan kewenangan untuk melakukan hal tersebut berdasarkan UNCLOS 1982. Dalam hal
ini yang menjadi dasar dilayangkannya nota protes oleh Indonesia adalah ketika tindakan
penegakan hukum yang dilakukan Indonesia, mendapat gangguan dari Cina yaitu dengan
menabrak kapal nelayannya sendiri dalam rangka menghilangkan barang bukti. Nota protes itu
memiliki fungsi persistant objection atau secara terus menerus Indonesia menolak mengakui
klaim Cina tersebut dalam rangka meniadakan klaim tersebut dan hal tersebut menunjukkan
sikap Indonesia kepada masyarakat internasional bahwa Indonesia tidak setuju terhadap adanya
klaim itu dan menentang keras hal tersebut. Apabila nota protes tersebut tidak dilakukan maka
Dalam hal keamanan maritim aktor yang melakukan sekuritisasi adalah Negara dalam
hal ini adalah Indonesia sebagai sebuah Negara yang berdaulat. Sehingga sudah menjadi
perannya untuk merespon movement yang dilakukan Cina dalam klaimnya di LCS yang
menyinggung kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara. Hal ini ditunjukkan oleh Indonesia
dari agenda Presiden Indonesia Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim
Dunia sehingga agenda pembangunan akan difokuskan pada 5 (lima) pilar utama, yaitu:
14
Ibid
11
langsung adalah sebuah respon terhadap ancaman yang terjadi di perairan Indonesia yang
dilakukan oleh Cina melalui Nine Dash Line serta beberapa kejadian yang berpotensi
menimbulkan konflik lebih besar pada tahun 2016 di perairan Natuna. Melalui kebijakan ini
secara tidak langsung Indonesia menyatakan apa yang terjadi di Natuna adalah sebuah
ancaman, dan Indonesia sebagai negara yang berdaulat memliki kewajiban untuk melindungi
Indonesia sebagai poros maritim dunia. Langkah konstruktivis ini diharapkan akan
memberikan rasa aman bagi rakyat Indonesia pada umumnya, khususnya masyarakat di
Kepulauan Natuna.
12
Adapun implementasi dalam sektor militer yang dilakukan Indonesia atas sekuritisasi
dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi
masyarakat di Kep. Natuna. Dan juga penguatan pada sektor militer ini meningkatkan
Indonesia dalam menjaga kedaulatannnya dan menjaga masyarakatnya dari ancaman negara
lain. Penguatan pada sektor militer di Natuna juga diharapkan dapat menjaga perairan di
Selain penguatan pada sektor militer, tercatat pada Februari tahun 2017, Badan
di Perairan Natuna. Perjanjian kerjasama yang merupakan perpanjangan dari perjanjian yang
telah ditandatangani terdahulu saat Bakamla masih bernama Bakorkamla ini diadakan dengan
tujuan untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bagi pengguna laut khususnya di wilayah
15
Tulika Bhatnagar. 2016. Mengapa Indonesia menambah kekuatan militer di Natuna? Dalam
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/12/151230_dunia_indonesia_natuna di akses pada 28 September 2017
13
Kabupaten Natuna, yang merupakan wilayah pulau perbatasan terluar Indonesia dan menjadi
incaran negara-negara asing. Melalui perjanjian kerja sama ini diharapkan terbentuk
kesepahaman pola pikir dan pola tindak dalam peningkatan keamanan dan keselamatan di
nama baru untuk wilayah Laut Cina Selatan yang berada di sebelah Utara Kepulauan Natuna,
Provinsi Riau dengan nama Laut Natuna Utara. Hal ini menimbulkan protes dari Cina melalui
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang Cina menyebut, langkah Indonesia di
wilayah yang semula bernama Laut China Selatan (LCS) itu mengada-ada dan tidak masuk
akal. Geng Shuang bahkan mengingatkan bahwa Cina memiliki klaim dengan dasar kuat atas
wilayah Laut China Selatan, yaitu sembilan garis putus-putus atau nine-dash line yang dibuat
negaranya.17
Namun kembali apabila merujuk pada pembagian wilayah laut menurut UNCLOS
1982, penamaan yang dilakukan oleh Indonesia tidak menyalahi peraturan dan hukum
internasional. Karena kawasan itu termasuk kedalam Landasan Kontinen Indonesia. Dimana
landasan kontinen adalah wilayah yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari area di
16
Bakamla RI Perbarui Perjanjian Kerjasama Peningkatan Keamanan Perairan Natuna dalam
http://tni.mil.id/view-109767-bakamla-ri-perbarui-perjanjian-kerjasama-peningkatan-keamanan-perairan-
natuna.html diakses pada 2 November 2017
17
Tiara Sutari. 2017. China dan Arti Sebuah Nama Laut di Utara Natuna dalam
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170721095355-20-229358/china-dan-arti-sebuah-nama-laut-di-utara-
natuna/ di akses pada 29 September 2017
14
bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah
wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari
garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak
mencapai jarak tersebut. Di wilayah ini negara hanya memiliki hak-hak berdaulat. Tindakan
ini juga mengindikasikan bahwa Indonesia tidak pernah menganggap Nine Dash Line Cina
yang masuk kedalam kedaulatan Indonesia di perairan Natuna Utara. Meskipun mendapatkan
protes dari Cina, pemerintah Indonesia tetap mendaftarkan perubahan nama laut Natuna Utara
mengirimkan nota protes terhadap Cina, sekuritisasi keamanan, Indonesia dapat berperan
dalam meredam konflik LCS. Dengan berperan dalam meredamkan konflik LCS, secara tidak
langsung Indonesia sudah menjaga kedaulatannya, karena konflik LCS itu sendiri berdampak
langsung kepada Indonesia seperti yang sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya.
Ada 3 indikator bahwa Indonesia mampu berperan dalam meredam konflik LCS bahkan dapat
pihak yang bersengketa dalam konflik LCS. Dalam konteks kerjasama ini harus ada prinsip-
18
Riva Dessthania Suastha. 2017. “Diprotes China, RI Daftarkan Nama Laut Natuna Utara ke PBB”
dalam https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170720172204-106-229239/diprotes-china-ri-daftarkan-
nama-laut-natuna-utara-ke-pbb/
15
prinsip yang harus ditaati oleh semua pihak yang bertikai agar kerjasama yang akan datang
1. Samudera harus digunakan untuk tujuan damai dengan berpijak pada UNCLOS,
UN Charter dan hukum internasional,
2. Kerjasama harus mulai dari yang tidak sensitif mislanya tentang marine
environmental protection,
3. Keuntungan harus dibagai secara sama ke pihak yang terlibat di LCS,
4. Eksploitasi dan eksplorasi living and non-living resources tidak dibebankan pada
satu negara, tetapi merupakan tanggung jawab bersama,
5. Penyelesasian pembuatan Code of Conduct diantara negara yang bersengketa.
Beberapa aspek kerjasama yang mungkin bisa dilakukan adalah sebagai berikut :
D. Penutup
Kesimpulan
Laut Cina Selatan tidak dapat dipungkiri merupakan kawasan perairan yang memiliki
sumber daya alam yang melimpah dan juga memiliki nilai strategis yang baik. Oleh karena itu
bagi negara yang bisa menguasai kawasan perairan tersebut akan mendapatkan banyak
keuntungan. Hal inilah yang mendorong terjadinya aksi saling klaim antar negara yang
berdekatan dengan kawasan Laut Cina Selatan. Konflik di Laut Cina Selatan bertambah
kompleks ketika Cina pada tahun 1947 mengeluarkan peta yang merinci kedaulatan Cina atas
Laut Cina Selatan yang dikenal dengan Nine Dash Line. Indonesia sendiri baru mengetahui
peta atau Nine Dash Line ini pada tahun 1993, saat diselenggarakannya Workshop Managing
Indonesia sendiri bukanlah negara klaim pada disputes tersebut dan tidak akan masuk
terlalu dalam. Mengingat polugri Indonesia yaitu bebas aktif, dimana Indonesia tidak akan
memihak pada satu pihak. Tetapi sikap yang diambil oleh Indonesia ini tidak serta merta
menjauhkan Indonesia dari konflik tersebut. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya,
peta yang dikeluarkan Cina atas klaim Cina pada Laut Cina Selatan mengusik kedaulatan
Indonesia. Nine Dash Line yang dibuat oleh Cina masuk kedalam wilayah kedaulatan Indonesia
di Natuna, lebih tepatnya di perairan Natuna Utara. Dampak dari Nine Dash Line ini adalah
Penangkapan ikan oleh kapal dengan bendera Cina di kawasan ZEE Indonesia di perairan
Natuna hingga terjadinya ketegangan antara pihak Indonesia yaitu kapal Kapal Pengawas Hiu
11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia dan kapal pengawas Cina yang
Perairan Natuna Utara. Selain itu tindakan Cina atas menjaga klaimnya di Laut Cina Selatan
telah menimbulkan rasa tidak nyaman pada masyarakat Indonesia, khususnya di Kepulauan
Natuna. Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia memiliki kewajiban dan hak untuk
strategis sebagai respon dari apa yang telah dilakukan oleh Cina di perairan Natuna Selatan,
antara lain, Indonesia mengirimkan Nota Protes kepada pemerintahan Cina terkait insiden yang
dengan memperkuat keamanan di perairan Natuna sehingga memberikan rasa aman dan
percaya dari masyarakat terhadap pemerintah Indonesia. Hal ini pun diperkuat ketika Indonesia
dengan rezim yang baru fokus bidang kemaritiman ( Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia).
Selain menjaga kedaulatannya, Indonesia juga dapat berperan dalam mengatasi konflik
yang terjadi ini. Mengingat Indonesia adalah bukan negara klaim dalam konflik LCS dan
17
didukung dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif serta Indonesia sebagai negara
terbesar di kawasan (ASEAN). Oleh karenanya Indonesia dapat menjadi fasilitator sebuah
pertemuan yang melibatkan pihak-pihak yang bersengketa dalam konflik LCS. Dalam konteks
kerjasama ini harus ada prinsip-prinsip yang harus ditaati oleh semua pihak yang bertikai agar
Saran
negara-negara yang masuk kedalam konflik tersebut. Indonesia pun tidak terlepas dari ancaman
tersebut. Dengan adanya Nine Dash Line yang dikeluarkan oleh Cina adalah sebagai bukti
ancaman nyata bahwa kedaulatan Indonesia sedang di ganggu aktor lain. Oleh karenanya dalam
tulisan ini penulis ingin memberikan beberapa sumbangsih saran bagi Indonesia dalam
menjaga kedaulatannya dari ancaman Nine Dash Line Cina, antara lain :
1. Indonesia harus tetap menjaga statusnya sebagai negara non-claim dalam konflik
LCS. Karena dengan menjaga status Indonesia sebagai negara non-claim Indonesia
konflik LCS.
konflik LCS, terutama Cina. Hal ini sebagai langkah awal untuk sebuah
penyelesaian konflik LCS. Politik luar negeri Indonesia yan bebas aktif dan status
3. Untuk memberikan rasa aman dan percaya masyarakt di Indonesia pada umumnya
Uprgrading dalam sektor teknologi (Senjata, Tank, Satelit, Drone, dll) dan juga
18
upgrading dalam sektor SDM. Hal ini dapat menjadi kekuatan Indonesia dalam
menjaga kedaulatan. Dengan kuatnya militer Indonesia baik secara kuantitas dan
kualitas akan meredam konfrontasi yang akan dilakukan oleh pihak luar.
4. Menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia bukan hanya sebuah wacana.
program ini. Tidak lupa bagi pemerintahan yang sekarang (Jokowi-JK) harus
membuat pondasi yang kokoh dalam menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim
Dunia. Memfokuskan pembangunan pada sektor maritim adalah langkah yang baik
LCS ini. Selain sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia dapat memanfaatkan
statusnya sebagai bukan negara klaim dalam. Terutama dalam penyusunan COC
(Code of Conduct). Code of conduct sendiri adalah beberapa aturan yang dibuat,
dipahami dan disepakati hingga menjadi komitmen bersama, dalam konflik LCS
COC disini adalah mengatur perilaku aktor dengan membuat aturan yang dihasilkan
Referensi
Buzan, Barry. 1997. Rethinking Security After The Cold War. Corporation & Conflict. Sage
Dong Manh Ngunyen. 2006. “Settlement Of Disputes Under The 1982 United Nations
Convention dalam The Law Of The Sea: The Case Of The South China Sea Dispute”.
Huth, Paul K. dan Todd L. Allee. 2002. The Democratic Peace and Territorial Conflict in the
Ras, Abd Rivai. 2001. Konflik Laut Cina Selatan dan Ketahanan Regional Asia Pasifik Sudut
Stirk, Peter M.R. 2011. The Westphalian Model and Sovereign Equality. London: British
Suharna, Karmin. 2012. “Konflik dan Solusi Laut Cina Selatan dan Dampaknya bagi
Daring
http://tni.mil.id/view-109767-bakamla-ri-perbarui-perjanjian-kerjasama-
Beda Kedaualtan dan Hak Berdaulat di Laut menurut UNCLOS 1982 diakses dari
http://maritimnews.com/beda-kedaulatan-dan-hak-berdaulat-di-laut-menurut-unclos-
Bhatnagar, Tulika. 2016. Mengapa Indonesia menambah kekuatan militer di Natuna? Dalam
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/12/151230_dunia_indonesia_natuna di
Joe Cochrane, “Indonesia, Long on Sidelines, Starts to Confront China’s Territorial Claims”
dalam https://www.nytimes.com/2017/09/10/world/asia/indonesia-south-china-sea-
Kementerian Luar Negeri RI dalam 'Nine-Dashed Line China ke Natuna Bak Muncul dari
http://nasional.kompas.com/read/2016/03/21/15584441/Layangkan.Nota.Protes.ke.C
Lumbanrau, Raja Eben .2016. “Indonesia dan China di Pusaran Laut China Selatan” dalam
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160624092606-75-140606/indonesia-dan-
'Nine-Dashed Line China ke Natuna Bak Muncul dari Langit' di akses dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160623113553-20-140352/nine-dashed-
Suastha, Riva Dessthania. 2017. “Diprotes China, RI Daftarkan Nama Laut Natuna Utara ke
229239/diprotes-china-ri-daftarkan-nama-laut-natuna-utara-ke-pbb/
Sutari, Tiara. 2017. China dan Arti Sebuah Nama Laut di Utara Natuna dalam
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170721095355-20-229358/china-dan-