You are on page 1of 20

1

Nine Dash Line China: Upaya Indonesia dalam Menjaga Kedaulatan di Perairan

Natuna

Oleh:

Arif Nugraha

ABSTRACT

The Nine Dish Line is a China policy of dashed lines that surround the South China Sea region.

Nine Dash Line issued by China as their attempt to keep the claim in South China Sea. South

China Sea itself is known, have abundant natural resources, this is one of the factors of this

region is conflictual. Furthermore, the South China Sea has also strategic values

geographically, as the South China Sea lies between several countries where it makes the South

China Sea a very potential trade flot. The impact of the South China Sea conflict and the Nine

Dash Line issued by China is also felt by Indonesia. The South China Sea map based on the

Nine Dash Line policy of China has alluded to the Indonesian territory located in North of

Natuna. Therefore it has become an obligation of Indonesia to maintain the dignity and also

the dignity of the nation for what has been done by China. Moreover, during the reign of

President Joko Widodo, Indonesia has a development focus on maritime sector, with the aim

of making Indonesia as the World Maritime Axis. Therefore, in this paper the authors are

interested to discuss and to know more how the efforts made by the Indonesian government to

maintain the sovereignty of waters in Natuna due to the Nine Dash Line China in the South

China Sea Conflict.

Keyword: Indonesia, South China Sea Disputes, Nine Dash Line


2

Pendahuluan

Nine Dash Line Cina adalah garis imajiner yang digunakan China untuk mengklaim

sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang menjadi sengketa sejumlah negara di Asia. 1

Klaim Cina ini didasarkan pada latar belakang sejarah Cina kuno tentang wilayah kekuasaan

kerajaannya. Menurut Cina, adalah Dinasti Han yang menemukan wilayah ini pada abad ke-2

masehi. Pada abad ke-12, Dinasti Yuan kemudian memasukkan Laut Cina Selatan ke dalam

peta wilayahnya, yang kemudian kembali diperkuat oleh Dinasti Ming dan Dinasti Qing pada

abad ke-13. Pada Tahun 1947, Cina membuat peta wilayah yang memuat 9 garis putus-putus

yang membentuk huruf U, yang melingkupi seluruh Laut Cina Selatan. Semua wilayah yang

berada di dalam garis putus-putus tersebut diklaim Cina sebagai wilayahnya. Hingga akhir

2013, klaim Cina tersebut masih belum berubah. Klaim Cina tidak hanya diwujudkan dalam

bentuk sikap politik, tetapi juga dalam bentuk lain. Di bidang militer, Cina sering melakukan

aksi patroli di perairan tersebut yang kadang memicu bentrok dengan kapal dari negara lain

seperti Vietnam dan Filipina. Di bidang eksplorasi, Cina juga menempatkan peralatan

pengeboran di beberapa titik di Laut Cina Selatan.2

Sejak awal munculnya konflik di Laut Cina Selatan, Indonesia telah menyatakan

posisinya sebagai negara yang tidak memiliki klaim (non claimant state) apapun terhadap Laut

Cina Selatan. Namun saat ini Indonesia mulai ikut terseret ke dalam konflik di Laut Cina

Selatan setelah Cina mengeluarkan peta Nine Dash Line yang memasukkan perairan Kepulauan

Natuna di dalamnya. Indonesia pertama kali mengetahui peta Nine Dash Line pada tahun 1993,

saat diselenggarakannya Workshop Managing Potential Conflicts in South China Sea. Delegasi

Cina pada waktu itu mendistribusikan satu peta yang isinya Nine Dashed Line yang masuk

1
Kementerian Luar Negeri RI dalam 'Nine-Dashed Line China ke Natuna Bak Muncul dari Langit' di
akses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160623113553-20-140352/nine-dashed-line-china-ke-
natuna-bak-muncul-dari-langit/ 30 Agustus 2017
2
Karmin Suharna, 2012, “Konflik dan Solusi Laut Cina Selatan dan Dampaknya bagi Ketahanan
Nasional”, Majalah Ketahanan Nasional, Edisi 94, hlm. 33-34.
3

sampai perairan Natuna. Pihak Indonesia mempertanyakan maksud dari garis-garis dalam peta

tersebut namun Cina tidak memberikan jawaban pasti perihal garis tersebut.3

Berdasarkan uraian diatas dalam tulisan ini penulis akan membahas bagaimana upaya

yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam menjaga kedaulatannya khususnya perairan

Natuna terhadap movement Cina melalui Nine Dash Line nya dalam menjaga klaim di Laut

Cina Selatan.

Tinjauan Pustaka

Kedaulatan Negara

Kedaulatan negara yang diakui dalam Perjanjian Westphalia adalah mengenai batas

teritorial negara, yang tidak dapat dilanggar oleh negara lain. Negara yang terbentuk, pada

dasarnya memiliki hak untuk mengatur dan mengelola apapun yang terdapat didalamnya,

termasuk sumber daya alam dan manusia.4 Annan dalam tulisannya yang berjudul Two

Concepts of Sovereignty menjelaskan mengenai redifinisi yang ada pada konsep kedaulatan di

era kontemporer seperti saat ini. Seperti yang telah diketahui, kedaulatan negara dalam konsep

Westphalia lebih menekankan kepada batas-batas yang dimiliki oleh suatu negara sehingga

dunia terlihat menjadi terkotak-kotakkan. Namun, hal tersebut mengalami pergeseran definisi

dalam era kontemporer seperti saat ini.

Hal ini didukung oleh pernyataan Annan yang memandang bahwa negara di era

kontemporer memiliki kecenderungan sebagai instrumen dalam memberikan pelayanan

terhadap masyarakatnya, tidak lagi mengenai vice versa. Annan menjelaskan bahwa sistem

kedaulatan dan legitimasi yang dimiliki oleh suatu negara memiliki peran dalam menciptakan

stabilitas dan keamanan domestik sehingga menciptakan rasa aman dalam masyarakatnya.

3
Raja Eben Lumbanrau .2016. “ Indonesia dan China di Pusaran Laut China Selatan” dalam
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160624092606-75-140606/indonesia-dan-china-dipusaran-laut-china-
selatan/, diakses pada tanggal 22 Oktober 2017
4
Peter M.R Stirk. 2011. The Westphalian Model and Sovereign Equality. London: British International
Studies Association.
4

Pada era kontemporer ini, tatanan sistem internasional mengenai politik dan keamanan

internasional menjadi lebih kompleks dengan berbagai perubahan struktur yang mengikuti

perkembangan di setiap era.5

Kedaulatan menurut UNCLOS 1982

Berdasarkan ketentuan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, zona laut

dapat dibedakan berdasarkan kedaulatan dan hak berdaulat suatu negara di wilayah laut.

Prinsipnnya kedaulatan (sovereignty) dan hak berdaulat (sovereign rights) adalah dua hal yang

berbeda sesuai dengan konteks hukum internasional.6 Kedaulatan adalah kewenangan penuh

atas wilayah (territory) yang dalam hal ini meliputi semua wilayah daratan, perairan kepulauan

dan laut territorial dan yang berlaku pada wilayah tersebut adalah hukum nasional suatu negara.

Laut teritorial merupakan kawasan laut dengan lebar hingga 12 mil laut dari garis pangkal.

Di luar laut territorial, sebuah negara pantai tidak memiliki kedaulatan penuh

(sovereignty) tetapi memiliki hak berdaulat (sovereign rights) yakni hak untuk mengelola dan

memanfaatkan untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber

daya alam baik hayati dan non-hayati dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan

tanah dibawahnya dan berkenan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan

eksploitasi zona ekonomi tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin. Kawasan

tempat berlakunya hak berdaulat ini dikenal dengan yurisdiksi, bukan wilayah atau territory.

Sebagai contoh di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Indonesia tidak punya kedaulatan penuh

tetapi berhak untuk mengelola kekayaan alamnya dan negara lain tidak berhak memanfaatkan

kekayaan alam itu tanpa izin dari Indonesia.

5
Kofi Annan. 1999. Two Concepts of Sovereignty. The Economist.
6
Beda Kedaualtan dan Hak Berdaulat di Laut menurut UNCLOS 1982’ diakses dari
http://maritimnews.com/beda-kedaulatan-dan-hak-berdaulat-di-laut-menurut-unclos-1982/ 25 Agustus 2017
5

Interstate Territorial Dispute

Menurut Huth & Alle (2002), interstate territorial disputes didefinisikan sebagai kasus-

kasus perselisihan antar pemerintahan mengenai lokasi sebuah perbatasan baik itu berupa batas

darat maupun laut. Perselisihan territorial dapat terjadi apabila suatu pemerintahan menempati

territori nasional negara lain dan menolak untuk menyerahkan atau menarik kekuasaannya dari

wilayah tersebut; ketika suatu pemerintahan tidak mengakui kedaulatan negara lain atas

beberapa bagian wilayah yang berada dalam garis perbatasan pemerintahan negara lain

tersebut; atau bilamana sebuah pemerintahan tidak mengakui kemerdekaan dan kedaulatan

pemerintahan lain dan mencoba untuk mencaplok beberapa atau semua wilayah negara lain

tersebut.7

Konflik Laut Cina Selatan dalam klasifikasi Huth dan Alle masuk kedalam, sengketa

antar negara-negara yang berpusat pada klaim atas hak-hak territorial untuk wilayah air dan

tanah di pedalaman laut. Sengketa ini berkaitan dengan perpanjangan hak territorial atas air

sepanjang wilayah pantai dan pulau, wilayah dasar laut di bawah perairan territorial dan lokasi

cekungan kontinental yang berada di wilayah pantai negara-negara tersebut.

Sekuritisasi Keamanan

Buzan, memberikan metode terhadap keamanan baru, dimana keamanan tidak saja

dipahami sebagai bagian dari sektor militer, akan tetapi sebagai bagian dari politik yang dilihat

melalui reference to existential threats dan sektor lainnya dapat memberikan responnya

terhadap isu yang dihadapi. Agenda security saat ini menghadapi beberapa bidang kehidupan,

diantaranya : environmental, economic, social dan political as well as military antara satu

dengan lainya saling bersinggungan. Menurut Buzan, bahwa konsep keamanan terdapat di

dalamnya politik berperan penting dalam menjustifikasi penggunaan militer, maupun intensitas

7
Paul K. Huth dan Todd L. Allee, The Democratic Peace and Territorial Conflict in the 20th Century,
(Cambridge: Cambridge University Press, 2002), hlm. 30 - 34
6

peran pemerintahan. Buzan, dalam kajiannya juga memperhatikan permasalahan pada level

individu sebagai referent object.8

Menurut Buzan terdapat 3 unit dalam menganalisis proses Sekuritisasi sekarang ini:

1. Referent object: things that are seen to be existentially threatenend and that have a
legitimate claim to survival.
2. Securitizing actor: actors who securitize issue by declaring something.
3. Functional actors: actors who affects a dynamic of sector

C. Pembahasan

Gambaran Umum LCS

Dari topografinya, laut Cina Selatan memiliki luas area sampai 648.000 mil persegi

atau setara dengan 3.000.000 kilometer persegi di Samudera Pasifik, dengan panjang yang

membentang dari Selat Malaka sampai ke Selat Taiwan.9 Laut Cina Selatan dikelilingi oleh

negara-negara ASEAN, di utara berbatasan dengan Cina dan Taiwan, di barat berbatasan

dengan Vietnam, di Selatan berbatasan dengan Malaysia, Indonesia dan Singapura, serta di

timur berbatasan dengan Filipina.

Sejarah Konflik Laut Cina Selatan

Sengketa yang terjadi di laut China Selatan sangatlah kompleks karena adanya tumpang

tindih klaim antar negara pengklaim. Tumpang tindih ini terjadi karena wilayah perbatasan

teritorial satu negara pengklaim bertindihan dengan negara lain. Saat ini terdapat dua sengketa

di kawasan laut Cina Selatan, yaitu sengketa teritorial kawasan Kepulauan Paracel, Spratlys,

dan Kepulauan lainnya (selain dua kepulauan utama tersebut, terdapat juga kawasan kepulauan

Pratas yang dikenal sebagai Dongsha, dan Macclesfield Bank yang dikenal sebagai (Juan Dao

8
Barry Buzan, Rethinking Security After The Cold War. Corporation & Conflict, Sage Publication, , Vol.
32 (I), 1997
9
Dong Manh Ngunyen, “Settlement Of Disputes Under The 1982 United Nations Convention On The
Law Of The Sea: The Case Of The South China Sea Dispute”, University of Queensland Law Journal, Vol. 25
No. 1, (Queensland, 2006), hlm. 89
7

Tnmg Sa atau Zhongsha Qundao) dan sengketa perbatasan kawasan laut akibat tumpang

tindihnya klaim landas batas maritim antara negara-negara di kawasan tersebut

Hal ini terjadi karena pengukuran perbatasan laut lebih sulit dilakukan daripada

pengukuran perbatasan darat sebab perbatasan laut harus pula memperhitungkan kenaikan dan

penurunan permukaan air laut yang mempengaruhi pengukuran atas Zona Ekonomi Eksklusif

(ZEE) negara yang bersangkutan. Selain itu, Negara - negara pengklaim kawasan ini juga

memiliki dasar tersendiri untuk mengklaim kawasan yang mereka yakini masuk sebagai bagian

dari teritori mereka khususnya berdasarkan prinsip landas kontinental (continental shelf ) atau

ZEE sesuai dengan UNCLOS.10

Perairan Natuna dalam Konflik LCS

Perairan Natuna merupakan wilayah perairan yang merupakan bagian dari Kabupaten

Natuna yang secara administratif masuk ke dalam Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Artinya

perairan Natuna merupakan wilayah perairan dan yurisdiksi dari Indonesia. Secara tegas dan

jelas berdasarkan Undang-Undang nasional, wilayah Natuna merupakan bagian integral dari

Indonesia. Pulau Natuna merupakan pulau terdepan yang menjadi titik dasar untuk

menentukan batas-batas perairan kepulauan Indonesia. Selain itu Indonesia menarik Zona

Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen dari Pulau Natuna sebagai titik dasarnya. Di perairan

kepulauan Natuna ini Indonesia memiliki kedaulatan penuh karena itu termasuk dalam laut

teritorial. Sementara untuk Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen, di wilayah tersebut

Indonesia memiliki hak berdaulat.

Klaim Cina pada di Laut Cina Selatan berdampak kepada Indonesia. Kebijakan Nine

Dash Line yang di keluarkan oleh Cina untuk menjaga eksistensinya terhadap klaim yang

mereka lakukan di Laut Cina Selatan. Dapat kita lihat dampak dari klaim yang dilakukan oleh

10
Abd Rivai Ras, Konflik Laut Cina Selatan dan Ketahanan Regional Asia Pasifik Sudut Pandang
Indonesia, (Jakarta: Yayasan Abdi Persada Siporennu Indonesia, Spers Mabes TNI AL, 2001), hlm 53
8

Cina melalui Nine Dash Line nya mengganggu kedaulatan dari Indonesia, dimana garis putus-

putus tersebut (Nine Dash Line) masuk kedalam kedaulatan Indonesia (ZEE Indonesia).11

Dampak Nine Dash Line Cina terhadap Indonesia

Nine Dash Line Cina mulai menjadi persoalan serius bagi Indonesia pada tahun 2016,

ketika terjadi insiden antara Kapal Pengawas Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan

Perikanan RI dengan Kapal Kway Fey yang berbendera China. Saat Kapal Pengawas Hiu 11

hendak menangkap Kapal Kway Fey yang diduga mencuri ikan, muncul kapal pengawas

China yang mengintervensi dengan menabrak Kway Fey. Pemerintah Indonesia langsung

melayangkan nota protes ke Cina, menuduh Cina melanggar kedaulatan dan yurisdiksi

Indonesia, serta melanggar upaya penegakan hukum oleh aparat Indonesia di ZEE Indonesia.

Pada ZEE yang berjarak 200 mil laut dari garis pangkal suatu negara, negara itu berhak

melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam. ZEE

Indonesia itulah yang dimasuki Kway Fey. Insiden pertama Indonesia-China di Natuna itu

disambut China dengan penjelasan bahwa dalam zona nine-dashed line, nelayan-nelayannya

menangkap ikan di situ.12 Insiden kedua terjadi pada bulan Mei 2016, di mana Cina memprotes

keras tindakan Angkatan Laut Indonesia yang menyita kapal Cina di sebuah perairan di dekat

Kepulauan Natuna. Kapal Cina disita karena diduga menangkap ikan di wilayah Indonesia

secara ilegal. Selanjutnya, insiden ketiga terjadi pada bulan Juni lalu, Kapal perang Indonesia

mendekati 12 kapal asing yang diduga mencuri ikan di Natuna. Kapalkapal asing itu melarikan

diri, namun ada satu kapal berbendera Cina yang berhasil ditangkap.

Apabila merujuk kepada konsep kedualatan dari perjanjian Westphalia, maka

kedaulatan adalah mengenai batas teritorial negara, yang tidak dapat dilanggar oleh negara lain.

11
Joe Cochrane, “Indonesia, Long on Sidelines, Starts to Confront China’s Territorial Claims” dalam
https://www.nytimes.com/2017/09/10/world/asia/indonesia-south-china-sea-military-buildup.html di akses pada
7 Oktober 2017
12
'Nine-Dashed Line China ke Natuna Bak Muncul dari Langit' di akses dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160623113553-20-140352/nine-dashed-line-china-ke-natuna-bak-
muncul-dari-langit/ 30 Agustus 2017
9

Negara yang terbentuk, pada dasarnya memiliki hak untuk mengatur dan mengelola apapun

yang terdapat didalamnya, termasuk sumber daya alam dan manusia. Maka dari itu penulis

mengambil kesimpulan bahwa Cina telah menganggu kedaulatan Indonesia dengan kebijakan

Nine Dash Line dan juga atas aksi yang dilakukan Cina pada tahun 2016 silam. Dan Indonesia

memiliki kewajiban untuk menjaga kedaulatannya dari gangguan negara lain.

Konsep kedaulatan dan hak berdaulat merupakan dua konsep yang berbeda. Konsep

kedaulatan merujuk pada kewenangan penuh yang dimiliki suatu negara atas wilayah yang

meliputi wilayah daratan, perairan kepulauan dan laut teritorial dimana di wilayah tersebut

berlaku hukum nasional negara tersebut. Sedangkan hak berdaulat adalah hak yang diberikan

hukum internasional kepada suatu negara untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi

dan pemanfaatan sumber daya alam termasuk kegiatan lain berdasarkan ketentuan UNCLOS

1982. Meski begitu, Indonesia mengakui adanya batas-batas maritim dengan negara lain yaitu

dengan Vietnam dan Malaysia. Saat ini Indonesia masih berunding mengenai hal tersebut

meskipun sudah ada beberapa hal yang telah disepakati. Terutama dengan malaysia mengenai

adanya tradisional fishing rights. Hal tersebut berbeda dengan Cina yang menyebut adanya

overlapping claims yang dilakukan oleh Indonesia dalam enetapkan Zona Ekonomi Eksklusif

yang dianggap Cina bersinggungan dengan wilayah Laut Cina Selatan yang tengah diklaim

oleh negara tersebut sehingga mengakibatkan adanya saling tumpang tindih klaim. Sampai saat

ini Indonesia tidak mengakui adanya overlapping claims tersebut karena sejak awal Indonesia

tidak mengakui apa yang disebut Cina sebagai Nine Dash Line tersebut.

Nota Protes Terhadap Cina

Dari beberapa insiden yang terjadi antara Cina dan Indonesia di Laut Natuna Utara Indonesia

mengirimkan nota protes. Adapun nota protes berisikan:13

13
Layangkan Nota Protes ke China, Indonesia Sampaikan Tiga Hal dalam
http://nasional.kompas.com/read/2016/03/21/15584441/Layangkan.Nota.Protes.ke.China.Indonesia.Sampaikan.
Tiga.Hal di akses pada 30 September 2017
10

• Pertama, Indonesia memprotes pelanggaran yang dilakukan kapal keamanan laut


China terhadap hak berdaulat atau yurisdiksi Indonesia di kawasan Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) dan di landas kontinen.
• Kedua, Indonesia memprotes terkait pelanggaran terhadap upaya penegakan hukum
yang dilakukan aparat Indonesia di wilayah ZEE dan di landas kontinen.
• Ketiga, Indonesia memprotes pelanggaran terhadap kedaulatan laut teritorial
Indonesia oleh kapal keamanan laut China.
Tindakan Indonesia dengan melakukan pengiriman nota. Sebab ketika nelayan-nelayan

Cina masuk ke dalam wilayah Indonesia harus dilakukan tindakan tegas karena Indonesia

diberikan kewenangan untuk melakukan hal tersebut berdasarkan UNCLOS 1982. Dalam hal

ini yang menjadi dasar dilayangkannya nota protes oleh Indonesia adalah ketika tindakan

penegakan hukum yang dilakukan Indonesia, mendapat gangguan dari Cina yaitu dengan

menabrak kapal nelayannya sendiri dalam rangka menghilangkan barang bukti. Nota protes itu

memiliki fungsi persistant objection atau secara terus menerus Indonesia menolak mengakui

klaim Cina tersebut dalam rangka meniadakan klaim tersebut dan hal tersebut menunjukkan

sikap Indonesia kepada masyarakat internasional bahwa Indonesia tidak setuju terhadap adanya

klaim itu dan menentang keras hal tersebut. Apabila nota protes tersebut tidak dilakukan maka

Indonesia akan dianggap mengakui adanya klaim tersebut.14

Sekuritisasi Keamanan melalui Poros Maritim Dunia

Dalam hal keamanan maritim aktor yang melakukan sekuritisasi adalah Negara dalam

hal ini adalah Indonesia sebagai sebuah Negara yang berdaulat. Sehingga sudah menjadi

perannya untuk merespon movement yang dilakukan Cina dalam klaimnya di LCS yang

menyinggung kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara. Hal ini ditunjukkan oleh Indonesia

dari agenda Presiden Indonesia Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim

Dunia sehingga agenda pembangunan akan difokuskan pada 5 (lima) pilar utama, yaitu:

14
Ibid
11

1. Membangun kembali budaya maritim Indonesia.


2. Menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan pangan laut dengan
menempatkan nelayan pada pilar utama.
3. Memberi prioritas pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim
dengan membangun tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan
pariwisata maritim.
4. Menerapkan diplomasi maritim, melalui usulan peningkatan kerja sama di bidang
maritim dan upaya menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan, pelanggaran
kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut dengan
penekanan bahwa laut harus menyatukan berbagai bangsa dan negara dan bukan
memisahkan.
5. Membangun kekuatan maritim sebagai bentuk tanggung jawab menjaga
keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.
Apa yang diterpkan oleh Indonesia pada masa kepemimpinan Jokowi secara tidak

langsung adalah sebuah respon terhadap ancaman yang terjadi di perairan Indonesia yang

dilakukan oleh Cina melalui Nine Dash Line serta beberapa kejadian yang berpotensi

menimbulkan konflik lebih besar pada tahun 2016 di perairan Natuna. Melalui kebijakan ini

secara tidak langsung Indonesia menyatakan apa yang terjadi di Natuna adalah sebuah

ancaman, dan Indonesia sebagai negara yang berdaulat memliki kewajiban untuk melindungi

kedaulatanya melalui proses sekuritisasi keamanan di maritim dengan program menjadikan

Indonesia sebagai poros maritim dunia. Langkah konstruktivis ini diharapkan akan

memberikan rasa aman bagi rakyat Indonesia pada umumnya, khususnya masyarakat di

Kepulauan Natuna.
12

Adapun implementasi dalam sektor militer yang dilakukan Indonesia atas sekuritisasi

maritim khususnya di Natuna sejak tahun 2016 antara lain:15

1. Menambahkan satu batalion untuk memperkuat pangkalan angkatan laut di Natuna.


2. Menambah jumlah tentara Angkatan Darat Indonesia di Natuna hingga 2.000 di
tahun 2016.
3. Penambahan pesawat tempur di wilayah Natuna.
4. Angkatan Laut telah mengirim tujuh kapal perang ke perairan Natuna untuk
berkeliling dan menjaga
5. Angkatan Laut mengirim 14 kapal perang untuk mengawasi Laut Cina Selatan
6. Sektor pertahanan udara juga mengerahkan radar di beberapa bagian pulau untuk
melakukan operasi pengawasan selama 24 jam.
7. Sebagai tambahan, Indonesia menandatangani perjanjian dengan Jepang awal untuk
menerima teknologi dan peralatan militer, yang sebagian besarnya dikirim untuk
digunakan di Pulau Natuna.
Diharapkan dengan penguatan yang dilakukan oleh Indonesia pada sektor militer ini

dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat Indonesia umumnya, khususnya bagi

masyarakat di Kep. Natuna. Dan juga penguatan pada sektor militer ini meningkatkan

kepercayaan masyarakat ke pemerintah Indonesia, karena menunjukkan effort pemerintahan

Indonesia dalam menjaga kedaulatannnya dan menjaga masyarakatnya dari ancaman negara

lain. Penguatan pada sektor militer di Natuna juga diharapkan dapat menjaga perairan di

Natuna dari ancaman “pencurian ikan” dan ancaman militer Cina.

Selain penguatan pada sektor militer, tercatat pada Februari tahun 2017, Badan

Keamanan Laut RI ( Bakamla RI) memperbaharui perjanjian kerjsama peningkatan keamanan

di Perairan Natuna. Perjanjian kerjasama yang merupakan perpanjangan dari perjanjian yang

telah ditandatangani terdahulu saat Bakamla masih bernama Bakorkamla ini diadakan dengan

tujuan untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bagi pengguna laut khususnya di wilayah

15
Tulika Bhatnagar. 2016. Mengapa Indonesia menambah kekuatan militer di Natuna? Dalam
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/12/151230_dunia_indonesia_natuna di akses pada 28 September 2017
13

Kabupaten Natuna, yang merupakan wilayah pulau perbatasan terluar Indonesia dan menjadi

incaran negara-negara asing. Melalui perjanjian kerja sama ini diharapkan terbentuk

kesepahaman pola pikir dan pola tindak dalam peningkatan keamanan dan keselamatan di

perairan Natuna serta sebagai pedoman pelaksanaan kerja sama.16

Kerja sama yang dilakukan meliputi:

1. Pembentukan forum komunikasi keamanan dan keselamatan di laut


2. Penyediaan dan pemanfaatkan teknologi serta fasilitas infrastruktur berupa lahan
dan atau bangunan/kantor serta fasilitas lain untuk mendukung kelancaran kegiatan
peningkatan keamanan dan keselamatan di laut.
3. Pertukaran informasi, pemberdayaan masyarakat pesisir,
4. Dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia di bidang keamanan dan
keselamatan di laut.
Selain memperkuat pertahanan Indonesia di Natuna, Indonesia memutuskan memberi

nama baru untuk wilayah Laut Cina Selatan yang berada di sebelah Utara Kepulauan Natuna,

Provinsi Riau dengan nama Laut Natuna Utara. Hal ini menimbulkan protes dari Cina melalui

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang Cina menyebut, langkah Indonesia di

wilayah yang semula bernama Laut China Selatan (LCS) itu mengada-ada dan tidak masuk

akal. Geng Shuang bahkan mengingatkan bahwa Cina memiliki klaim dengan dasar kuat atas

wilayah Laut China Selatan, yaitu sembilan garis putus-putus atau nine-dash line yang dibuat

negaranya.17

Namun kembali apabila merujuk pada pembagian wilayah laut menurut UNCLOS

1982, penamaan yang dilakukan oleh Indonesia tidak menyalahi peraturan dan hukum

internasional. Karena kawasan itu termasuk kedalam Landasan Kontinen Indonesia. Dimana

landasan kontinen adalah wilayah yang meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari area di

16
Bakamla RI Perbarui Perjanjian Kerjasama Peningkatan Keamanan Perairan Natuna dalam
http://tni.mil.id/view-109767-bakamla-ri-perbarui-perjanjian-kerjasama-peningkatan-keamanan-perairan-
natuna.html diakses pada 2 November 2017
17
Tiara Sutari. 2017. China dan Arti Sebuah Nama Laut di Utara Natuna dalam
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170721095355-20-229358/china-dan-arti-sebuah-nama-laut-di-utara-
natuna/ di akses pada 29 September 2017
14

bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorial, sepanjang kelanjutan alamiah

wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari

garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak

mencapai jarak tersebut. Di wilayah ini negara hanya memiliki hak-hak berdaulat. Tindakan

ini juga mengindikasikan bahwa Indonesia tidak pernah menganggap Nine Dash Line Cina

yang masuk kedalam kedaulatan Indonesia di perairan Natuna Utara. Meskipun mendapatkan

protes dari Cina, pemerintah Indonesia tetap mendaftarkan perubahan nama laut Natuna Utara

ke Perserikatan Bangsa-Bangsa, khususnya Organisasi Hidrografik Internasional.18

Peran Indonesia dalam Meredam Konflik LCS

Selain mempertahankan kedaulatan dengan melakukan beberapa tindakan seperti,

mengirimkan nota protes terhadap Cina, sekuritisasi keamanan, Indonesia dapat berperan

dalam meredam konflik LCS. Dengan berperan dalam meredamkan konflik LCS, secara tidak

langsung Indonesia sudah menjaga kedaulatannya, karena konflik LCS itu sendiri berdampak

langsung kepada Indonesia seperti yang sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya.

Ada 3 indikator bahwa Indonesia mampu berperan dalam meredam konflik LCS bahkan dapat

menyelesaikan konflik tersebut.

1. Indonesia bukanlah negara klaim dalam konflik LCS


2. Indonesia merupakan negara terbesar di kawasan Asia Tenggara maupun dalam
ASEAN
3. Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas aktif mengindikasikan netral nya
Indonesia dalam politik internasional, tidak tergabung dalam polar manapun
Oleh karenanya Indonesia dapat menjadi fasilitator sebuah pertemuan yang melibatkan pihak-

pihak yang bersengketa dalam konflik LCS. Dalam konteks kerjasama ini harus ada prinsip-

18
Riva Dessthania Suastha. 2017. “Diprotes China, RI Daftarkan Nama Laut Natuna Utara ke PBB”
dalam https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170720172204-106-229239/diprotes-china-ri-daftarkan-
nama-laut-natuna-utara-ke-pbb/
15

prinsip yang harus ditaati oleh semua pihak yang bertikai agar kerjasama yang akan datang

bisa berjalan dengan baik. Prinsipi-prinsip itu meliputi:

1. Samudera harus digunakan untuk tujuan damai dengan berpijak pada UNCLOS,
UN Charter dan hukum internasional,
2. Kerjasama harus mulai dari yang tidak sensitif mislanya tentang marine
environmental protection,
3. Keuntungan harus dibagai secara sama ke pihak yang terlibat di LCS,
4. Eksploitasi dan eksplorasi living and non-living resources tidak dibebankan pada
satu negara, tetapi merupakan tanggung jawab bersama,
5. Penyelesasian pembuatan Code of Conduct diantara negara yang bersengketa.
Beberapa aspek kerjasama yang mungkin bisa dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Joint development for oil and gas


2. Joint management and conservation of fisheries
3. Cooperation in navigational safety and search and rescue at sea
4. Cooperation in combating transnational maritime crime
5. Cooperation in marine scientific research and
6. Marine environmental protection

D. Penutup

Kesimpulan

Laut Cina Selatan tidak dapat dipungkiri merupakan kawasan perairan yang memiliki

sumber daya alam yang melimpah dan juga memiliki nilai strategis yang baik. Oleh karena itu

bagi negara yang bisa menguasai kawasan perairan tersebut akan mendapatkan banyak

keuntungan. Hal inilah yang mendorong terjadinya aksi saling klaim antar negara yang

berdekatan dengan kawasan Laut Cina Selatan. Konflik di Laut Cina Selatan bertambah

kompleks ketika Cina pada tahun 1947 mengeluarkan peta yang merinci kedaulatan Cina atas

Laut Cina Selatan yang dikenal dengan Nine Dash Line. Indonesia sendiri baru mengetahui

peta atau Nine Dash Line ini pada tahun 1993, saat diselenggarakannya Workshop Managing

Potential Conflicts in South China Sea.


16

Indonesia sendiri bukanlah negara klaim pada disputes tersebut dan tidak akan masuk

terlalu dalam. Mengingat polugri Indonesia yaitu bebas aktif, dimana Indonesia tidak akan

memihak pada satu pihak. Tetapi sikap yang diambil oleh Indonesia ini tidak serta merta

menjauhkan Indonesia dari konflik tersebut. Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya,

peta yang dikeluarkan Cina atas klaim Cina pada Laut Cina Selatan mengusik kedaulatan

Indonesia. Nine Dash Line yang dibuat oleh Cina masuk kedalam wilayah kedaulatan Indonesia

di Natuna, lebih tepatnya di perairan Natuna Utara. Dampak dari Nine Dash Line ini adalah

terjadinya beberapa kejadian yang membuat hubungan Indonesia-Cina menghangat.

Penangkapan ikan oleh kapal dengan bendera Cina di kawasan ZEE Indonesia di perairan

Natuna hingga terjadinya ketegangan antara pihak Indonesia yaitu kapal Kapal Pengawas Hiu

11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia dan kapal pengawas Cina yang

melindungi kapal Cina yang tengah mengambil ikan di perairan Indonesia.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa Cina telah menganggu kedaulatan Indonesia di

Perairan Natuna Utara. Selain itu tindakan Cina atas menjaga klaimnya di Laut Cina Selatan

telah menimbulkan rasa tidak nyaman pada masyarakat Indonesia, khususnya di Kepulauan

Natuna. Sebagai negara yang berdaulat, Indonesia memiliki kewajiban dan hak untuk

mempertahankan kedaulatannya. Oleh karena itu Indonesia mengambil beberapa tindakan

strategis sebagai respon dari apa yang telah dilakukan oleh Cina di perairan Natuna Selatan,

antara lain, Indonesia mengirimkan Nota Protes kepada pemerintahan Cina terkait insiden yang

terjadi di perairan Natuna. Indonesia melakukan sekuritisiasi keamanan di perairan Natuna

dengan memperkuat keamanan di perairan Natuna sehingga memberikan rasa aman dan

percaya dari masyarakat terhadap pemerintah Indonesia. Hal ini pun diperkuat ketika Indonesia

dengan rezim yang baru fokus bidang kemaritiman ( Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia).

Selain menjaga kedaulatannya, Indonesia juga dapat berperan dalam mengatasi konflik

yang terjadi ini. Mengingat Indonesia adalah bukan negara klaim dalam konflik LCS dan
17

didukung dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif serta Indonesia sebagai negara

terbesar di kawasan (ASEAN). Oleh karenanya Indonesia dapat menjadi fasilitator sebuah

pertemuan yang melibatkan pihak-pihak yang bersengketa dalam konflik LCS. Dalam konteks

kerjasama ini harus ada prinsip-prinsip yang harus ditaati oleh semua pihak yang bertikai agar

kerjasama yang akan datang bisa berjalan dengan baik.

Saran

Kompleksnya sengketa di LCS berbanding lurus dengan ancaman yang di terima

negara-negara yang masuk kedalam konflik tersebut. Indonesia pun tidak terlepas dari ancaman

tersebut. Dengan adanya Nine Dash Line yang dikeluarkan oleh Cina adalah sebagai bukti

ancaman nyata bahwa kedaulatan Indonesia sedang di ganggu aktor lain. Oleh karenanya dalam

tulisan ini penulis ingin memberikan beberapa sumbangsih saran bagi Indonesia dalam

menjaga kedaulatannya dari ancaman Nine Dash Line Cina, antara lain :

1. Indonesia harus tetap menjaga statusnya sebagai negara non-claim dalam konflik

LCS. Karena dengan menjaga status Indonesia sebagai negara non-claim Indonesia

dapat berperan lebih dalam menyelesaikan konflik LCS tanpa terganggu

kepentingan lain. Indonesia dapat menjadi mediator bagi negara-negara klaim di

konflik LCS.

2. Indonesia harus mampu membangun komunikasi dengan negara-negara klaim di

konflik LCS, terutama Cina. Hal ini sebagai langkah awal untuk sebuah

perundingan negara-negara yang terlibat untuk mencapai kata mufakat untuk

penyelesaian konflik LCS. Politik luar negeri Indonesia yan bebas aktif dan status

sebagai negara non-claim membantu Indonesia dalam menjalankan hal ini.

3. Untuk memberikan rasa aman dan percaya masyarakt di Indonesia pada umumnya

dan khususnya di Natuna, Indonesia harus melakukan revolusi ALUTSISTA.

Uprgrading dalam sektor teknologi (Senjata, Tank, Satelit, Drone, dll) dan juga
18

upgrading dalam sektor SDM. Hal ini dapat menjadi kekuatan Indonesia dalam

menjaga kedaulatan. Dengan kuatnya militer Indonesia baik secara kuantitas dan

kualitas akan meredam konfrontasi yang akan dilakukan oleh pihak luar.

4. Menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia bukan hanya sebuah wacana.

Diharapkan meskipun berganti rezim, pemerintahan selanjutnya dapat melanjutkan

program ini. Tidak lupa bagi pemerintahan yang sekarang (Jokowi-JK) harus

membuat pondasi yang kokoh dalam menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim

Dunia. Memfokuskan pembangunan pada sektor maritim adalah langkah yang baik

untuk menjadi poros maritim dunia

5. Dalam kawasan, Indonesia harus berperan lebih dalam menyelesaikan konflik di

LCS ini. Selain sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia dapat memanfaatkan

statusnya sebagai bukan negara klaim dalam. Terutama dalam penyusunan COC

(Code of Conduct). Code of conduct sendiri adalah beberapa aturan yang dibuat,

dipahami dan disepakati hingga menjadi komitmen bersama, dalam konflik LCS

COC disini adalah mengatur perilaku aktor dengan membuat aturan yang dihasilkan

bersama dengan tujuan untuk meredam konflik bahkan menyelesaikan konflik.

Referensi

Buku, Jurnal & Majalah

Annan, Kofi. 1999. Two Concepts of Sovereignty. The Economist.

Buzan, Barry. 1997. Rethinking Security After The Cold War. Corporation & Conflict. Sage

Publication. Vol. 32 (I).

Dong Manh Ngunyen. 2006. “Settlement Of Disputes Under The 1982 United Nations

Convention dalam The Law Of The Sea: The Case Of The South China Sea Dispute”.

Queensland. University of Queensland Law Journal, Vol. 25 No 1.


19

Huth, Paul K. dan Todd L. Allee. 2002. The Democratic Peace and Territorial Conflict in the

20th Century. Cambridge: Cambridge University Press.

Ras, Abd Rivai. 2001. Konflik Laut Cina Selatan dan Ketahanan Regional Asia Pasifik Sudut

Pandang Indonesia. Jakarta: Yayasan Abdi Persada Siporennu Indonesia, Spers

Mabes TNI AL.

Stirk, Peter M.R. 2011. The Westphalian Model and Sovereign Equality. London: British

International Studies Association.

Suharna, Karmin. 2012. “Konflik dan Solusi Laut Cina Selatan dan Dampaknya bagi

Ketahanan Nasional”. Majalah Ketahanan Nasional, Edisi 94.

Daring

Bakamla RI Perbarui Perjanjian Kerjasama Peningkatan Keamanan Perairan Natuna dalam

http://tni.mil.id/view-109767-bakamla-ri-perbarui-perjanjian-kerjasama-

peningkatan-keamanan-perairan-natuna.html diakses pada 2 November 2017

Beda Kedaualtan dan Hak Berdaulat di Laut menurut UNCLOS 1982 diakses dari

http://maritimnews.com/beda-kedaulatan-dan-hak-berdaulat-di-laut-menurut-unclos-

1982/ 25 Agustus 2017

Bhatnagar, Tulika. 2016. Mengapa Indonesia menambah kekuatan militer di Natuna? Dalam

http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/12/151230_dunia_indonesia_natuna di

akses pada 28 September 2017

Joe Cochrane, “Indonesia, Long on Sidelines, Starts to Confront China’s Territorial Claims”

dalam https://www.nytimes.com/2017/09/10/world/asia/indonesia-south-china-sea-

military-buildup.html di akses pada 7 Oktober 2017

Kementerian Luar Negeri RI dalam 'Nine-Dashed Line China ke Natuna Bak Muncul dari

Langit' di akses dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160623113553-20-

140352/nine-dashed-line-china-ke-natuna-bak-muncul-dari-langit/ 30 Agustus 2017


20

Layangkan Nota Protes ke China, Indonesia Sampaikan Tiga Hal dalam

http://nasional.kompas.com/read/2016/03/21/15584441/Layangkan.Nota.Protes.ke.C

hina.Indonesia.Sampaikan.Tiga.Hal di akses pada 30 September 2017

Lumbanrau, Raja Eben .2016. “Indonesia dan China di Pusaran Laut China Selatan” dalam

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160624092606-75-140606/indonesia-dan-

china-dipusaran-laut-china-selatan/, diakses pada tanggal 22 Oktober 2017

'Nine-Dashed Line China ke Natuna Bak Muncul dari Langit' di akses dari

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160623113553-20-140352/nine-dashed-

line-china-ke-natuna-bak-muncul-dari-langit/ 30 Agustus 2017

Suastha, Riva Dessthania. 2017. “Diprotes China, RI Daftarkan Nama Laut Natuna Utara ke

PBB” dalam https://www.cnnindonesia.com/internasional/20170720172204-106-

229239/diprotes-china-ri-daftarkan-nama-laut-natuna-utara-ke-pbb/

Sutari, Tiara. 2017. China dan Arti Sebuah Nama Laut di Utara Natuna dalam

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170721095355-20-229358/china-dan-

arti-sebuah-nama-laut-di-utara-natuna/ di akses pada 29 September 2017

You might also like