Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
adalah bagian yang penting didalam masalah tersebut. Trauma vaskuler pada
serikat. Sebagian besar dari trauma ini diakibatkan oleh trauma tajam , baik
akibat pisau maupun oleh penyebab lainnya.dan trauma tumpul yang dapat
yaitu live saving dan diikuti oleh limb salvage dan pemulihan fungsi. Kembalinya
fungsi juga ditentukan oleh trauma penyerta lainnya seperti trauma pada saraf
saraf perifer dan tulang serta jaringan lunak lainnya. Pada kenyataannya
trauma vaskuler itu sendiri dan juga bisa akibat trauma penyerta lainnya. Pada
dan kesakitan” berhubungan erat dengan rentang waktu antara lamanya cedera
iskemik, bisa juga kedua hal ini berlangsung bersamaan. Jika timbul hipovolemia,
1
maka kondisi ini harus segera dikoreksi dengan penggantian cairan yang cukup
dan intervensi segera. Jika terlambat dilakukan intervensi bedah, waktu operasi
hypoxemia, asidosis dan hyperkalemia. Atas dasar alasan ini maka mengetahui
yang mungkin timbul adalah hal mutlak yang harus diketahui seorang dokter
bedah. Seorang ahli bedah vaskuler harus mampu menangani repair dari arteri
dan mencegah amputasi, yang pada akhirnya akan mengurangi angka kesakitan
dan kematian3.
2
1.2 Tujuan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Pada regio scapularis terdapat anastomosis dari cabang-cabang pembuluh
darah untuk daerah bahu yaitu :
1. Arteria tranversa colli ( A.tranversa cervicalis ) cabang dari A.subclavia
2. Arteria tranversa scapula (A.suprascapularis ) cabang dari A.subclavia.
3. Arteria circum flexa scapula cabang dari A.subscapularis (A. axillaris)
5
2. Pada regio fossa cubiti terdapat vena-superficialis ( vena mediana cubiti)
dipakai untuk pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
3. Untuk pemasangan infus cairan dan obat-obatan .
6
Cabang akhir A.brachialis adalah :
1. A.Radialis : berjalan pada sisi radial lengan bawah menuju pergelangan
tangan mempercabangkan : rami superficialis dan rami profunda radialis.
Disini kita dapat meraba denyut nadi dari A.radialis.
2. A.Ulnaris : berjalan pada sisi medial lengan bawah, pada bagian proximal
memberikan percabangan :
2.1 A.Interossea communis menuju ke anterior lengan bawah.
2.2 A.recurrent ulnaris superior menuju distal lengan atas.
2.3 A.recurrent ulnaris inferior menuju distal lengan atas.
Keduanya beranastomosis dengan A.collateralis ulnae superior dan inferior.
7
Gambar 2.3 Vaskularisasi Regio Manus
8
Gambar 2.4 Sistem Vena Ekstremitas Superior
2.2. Definisi
Trauma vaskuler didefinisikan sebagai suatu kecederaan yang timbul
terhadap pembuluh darag yang disebabkan oleh laserasi, kontusio, pungsi atau
hancur dan tipe cedera yang lainnya. Gejalanya sangat bervariasi dan antaranya
ialah perdarahan, memar, pembengkakan, nyeri dan kebas-kebas. Trauma
vaskuler tidak termasuk kecederaan sekunder terhadap fungsi patologis atau
penyakit seperti atherosklerosis. Trauma adalah penyebab utama kematian selama
tiga dekade pertama kehidupan. Trauma Vascular menyebabkan banyak kematian
ini dan sering mengakibatkan kecacatan. Cedera pembuluh darah utama yang
dihadapi dalam praktek sipil, luka tusuk dan luka tembak. 2
9
2.3. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sekurang-kurangnya 2.6 juta orang dirawat di rumah
sakit setiap tahunnya karena trauma akibat kecelakaan. Kebanyakan pasien
berumur 25-44 tahun, namun laki-laki muda adalah kelompok dengan risiko
tertinggi karena mereka sering melakukan aktivitas yang juga berisiko tinggi.
Secara keseluruhan, risiko kematian yang disebabkan trauma akibat kecelakaan
adalah tujuh kali lipat lebih tinggi pada populasi pria daripada wanita. Penyebab
kematian karena kecelakaan di antaranya adalah kecelakaan kendaraan bermotor,
terjatuh, terbakar, tertembak, dan terkena benda tajam.3
Trauma vaskular perifer mencakup 80% dari total kasus trauma vaskular.
Dan kebanyakan dari trauma vaskular perifer tersebut terjadi pada ekstremitas
bawah. Kasus- kasus trauma vaskular tersebut terutama disebabkan oleh luka
tembak kecepatan tinggi (70- 80%), luka tusuk (10-15%), dan luka tumpul (5-
10%).4
10
objek penyebab trauma. Setelah terjadi trauma tumpul akan terbentuk kavitas
jaringan sementara yang disebabkan oleh deselerasi atau akselerasi yang cepat.
Tegangan ekstrim terjadi pada titik fiksasi anatomis selama pembentukan kavitas
sementara tersebut. Tekanan dapat terjadi baik sepanjang sumbu longitudinal
(tegangan tensil atau kompresi) dan sumbu transversal (teganan shear). Tekanan
tersebut dapat menyebabkan deformitas, robekan, dan fraktur jaringan. Sementara
itu, trauma penetrasi menyebabkan kavitasi sementara yang diakibatkan oleh
penyaluran energi kinetik dari alat proyektil ke jaringan yang bersangkutan. Hal
ini dapat diikuti oleh pembentukan kavitas permanen yang disebabkan oleh
pemindahan jaringan.
Gejala klinis yang ditampilkan bergantung kepada tipe trauma arteri yang
dialami. Tipe trauma yang paling sering terjadi adalah laserasi parsial dan
transeksi komplit. Transeksi komplit dapat berakibat kepada retraksi dan
trombosis pada ujung proksimal dan distal pembuluh darah, yang dapat
menyebabkan iskemia. Sementara itu, laserasi parsial dapat menyebabkan
perdarahan persisten atau pembentukan pseudoaneurisma. Laserasi parsial,
seperti halnya kontusio, dapat dibarengi dengan flap intima, yang dapat berujung
kepada trombosis. Kontusio arteri kecil dengan intima flap yang terbatas dapat
tidak menyebabkan penurunan hemodinamik daerah distal, dan karena itu dapat
tidak terdiagnosis. Hal ini disebut sebagai trauma arteri occult atau minimal jika
dilihat dari angiografi. Trauma ini memiliki risiko trombosis yang kecil, dan
seringkali dapat sembuh secara spontan. Trauma arteri dan vena yang bersamaan
dapat menyebabkan terbentuknya fistula arteriovena.5
Tipe Trauma Gejala Klinis
Laserasi parsial Pulsasi menurun, hematoma, perdarahan
Transeksi Hilangnya pulsasi distal, iskemia
Kontusio Awal : pemeriksaan dapat normal
Dapat progresif menjadi thrombosis
Kompresi eksternal Pulsasi menurun, pulsasi dapat menjadi normal ketika
fraktur diluruskan
11
2.5. Diagnosis
Trauma vaskuler harus dicurigai pada setiap trauma yang terjadi pada
daerah yang secara anatomis dilalui pembuluh darah besar. Hal ini terjadi
terutama pada kejadian luka tusuk, luka tembak berkecepatan rendah, dan trauma
tumpul yang berhubungan dengan fraktur dan dislokasi. Keparahan trauma arteri
bergantung kepada derajat invasifnya trauma, mekanisme, tipe, dan lokasi
trauma, serta durasi iskemia.3,4
Gambaran klinis dari trauma arteri dapat berupa perdarahan luar, iskemia,
hematoma pulsatil, atau perdarahan dalam yang disertai tanda-tanda syok. Gejala
klinis paling sering pada trauma arteri ekstremitas adalah iskemia akut. Tanda-
tanda iskemia adalah nyeri terus- menerus, parestesia, paralisis, pucat, dan
poikilotermia. Pemeriksaan fisik yang lengkap, mencakup inspeksi, palpasi, dan
auskultasi biasanya cukup untuk mengidentifikasi adanya tanda-tanda akut
iskemia. Adanya trauma vaskular pada ekstremitas dapat diketahui
denganmelihat tanda dan gejala yang dialami pasien. Tanda dan gejala tersebut
berupa hard sign dan soft sign.4,5
12
Hard Sign Soft Sign
Hilangnya pulsasi distal Berkurangnya pulsasi distal
Perdarahan pulsatil yang aktif Riwayat perdarahan sedang
Tanda-tanda iskemia Trauma pada daerah dekat PD utama
Thrill arteri dengan palpalsi manual Defisit neurologis
Bruit pada daerah cedera dan Hematoma sekitar lesi yang tidak
sekitarnya meluas
Hematoma yang meluas
13
sehingga akan menyebabkan iskemia pada ekstremitas lebih lama lagi.
Arteriografi dilakukan bila
terdapat keraguan diagnosis pada reeksplorasi atau pasca operasi. Arteriografi
juga dianjurkan pada trauma luas untuk mengetahui lesi vaskular yang multiple
dan kondisi kolateral yang ada.
Angiografi berguna untuk mengevaluasi luasnya trauma, sirkulasi distal,
dan perencanaan operasi. Akurasi angiografi cukup tinggi, yakni 92-98%. Alat ini
terutama berguna untuk mendiagnosis trauma arteri minimal yang dapat luput
dari pengamatan karena minimalnya gejala klinis yang ditampilkan. Indikasi
untuk melakukan angiografi di antaranya trauma tumpul yang signifikan pada
ekstremitas yang berhubungan dengan dislokasi dan fraktur, tanda-tanda iskemia
atau ABI < 1, trauma penetrasi multipel pada ekstremitas, dan adanya tanda
defisit neurologis. Berdasarkan laporan yang telah dipublikasikan, pasien dengan
luka tembus maupun tumpul yang pulsasi ektremitasnya tidak terganggu, dengan
nilai ankle-brachial indeks (ABI) yang ≥1, tidak memerlukan pemeriksaan
angiografi namun tetap perlu dilakukan pengawasan selama 12 – 24 jam.
Pemeriksaan ultrasonografi Doppler dapat merekam pantulan gelombang
suara yang ditimbulkan oleh sel darah merah sehingga dapat menilai aliran darah.
Selain untuk diagnosis awal, pemeriksaan ini dapat menilai hasil sesudah
14
2.6. Penatalaksanaan
Pada dasarnya, semakin cepat tindakan semakin baik hasilnya. Bila ada
perdarahan yang banyak dan atau memancar yang akan membahayakan jiwa,
tentunya pertolongan pertama adalah menghentikan perdarahan sedangkan
tindakan definitif dilakukan setelah perdarahan berhenti. Perdarahan diatasi
dengan penekanan di atas daerah perdarahan. Pemasangan turniket tidak boleh
dilakukan karena dapat merusak sistem kolateral yang ikut terbendung.9,10
Golden period pada lesi vaskuler adalah 6-12 jam. Tanda-tanda iskemia
yang jelas terlihat umumnya pada kulit, tetapi sebenarnya otot dan saraf lebih
tidak tahan terhadap adanya iskemia.11
15
disrupsi dinding arteri yang minimal (< 5mm) pada kelainan intima dan
pseudoaneurisma, tidak ada perdarahan aktif, dan sirkulasi distal masih utuh.
Pendekatan ini dapat dilakukan pada arteri yang memiliki kolateral dan terutama
pada orang muda. Bila pendekatan non operatif yang digunakan, disarankan
untuk melakukan pencitraan vaskular untuk memantau penyembuhan atau
stabilisasi.12,13
16
pada kasus trauma memang berbahaya, namun pemberian heparin dosis kecil
yang diberikan langsung terutama ke bagian distal dapat mencegah terbentuknya
trombus.12
Cara rekonstruksi arteri tergantung dari luas dan mekanisme trauma.
Reparasi cedera pembuluh darah dapat dilakukan dengan lateral suture patch
angioplasty, end-to-end anastomosis, interposition graft, dan bypass graft. Extra-
anatomic bypass graft berguna pada pasien dengan cedera jaringan lunak
ekstensif atau sepsis.
Graft diperlukan untuk mencegah terjadinya penyempitan atau tegangan
pada anastomosis pembuluh darah apabila kehilangan arteri lebih dari 1.5 cm..
Pada umumnya graft vena autogen lebih disenangi untuk mengatasi persoalan
vaskuler. Autograft vena pertama kali dilakukan untuk memperbaiki cedera arteri
pada masa perang Korea. Perkembangan bahan prostetik (ePTFE)
memungkinkan penggunaan rutin bahan prostetik sebagai pengganti autograft.
Pengalaman membuktikan bahwa ePTFE lebih tahan terhadap infeksi daripada
bahan prostetik lainnya dan memiliki tingkat patency yang lebih tinggi ketika
digunakan pada posisi di atas lutut.
Pada trauma vaskular yang disertai dengan kerusakan vena, dapat
dilakukan rekonstruksi tersendiri atau bersamaan dengan kerusakan sistem arteri.
Sebaiknya dilakukan penyambungan vena lebih dahulu setelah mengeluarkan
thrombus yang terjadi terutama pada vena utama, sedangkan vena yang kecil
dapat diikat saja. Hal ini dapat menolong untuk mengurangi edema pasca bedah
dan menekan angka amputasi pada penderita trauma vaskular dengan kerusakan
jaringan lunak dan tulang yang hebat serta membantu memperbaiki aliran arteri.13
Bila terjadi edema yang mengganggu di daerah ekstremitas, maka
sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan fasiotomi. Dengan fasiotomi ini
diharapkan terjadinya perbaikan sirkulasi pada kapiler dan otot yang rusak kerena
iskemia akibat oklusi total (ruptur arteri dan trombus). Apabila tidak dilakukan
fasiotomi, iskemia dapat menimbulkan gangren. Pada oklusi parsial (robekan
intima), bila sirkulasi kolateral tidak adekuat maka perfusi yang tidak sempurna
dan iskemia otot menyebabkan meningginya tekanan kompartemen.
17
Pada trauma vaskular yang disertai adanya fraktur tulang, dianjurkan
batasan waktu 12 jam setelah trauma. Bila lebih dari 12 jam dilakukan perbaikan
arteri terlebih dahulu. Untuk menangani fraktur ini terlebih dahulu dilakukan
fiksasi eksterna, terutama pada fraktur ekstremitas bawah karena pada ekstremitas
bawah biasanya disertai kerusakan jaringan lunak.
Faktor terpenting yang menentukan prognosis dari terapi pada trauma
ekstremitas pada waktu dirawat adalah adanya trauma rusak remuk, perbaikan
vaskular yang terhambat dan fraktur tibia yang segmental. Pada trauma rusak
remuk biasanya terjadi kerusakan jaringan yang berat yang dengan cepat
mengalami nekrosis dan penderita akan kehilangan tungkai walaupun pembuluh
darahnya berfungsi dengan baik. Sedangkan fraktur tibia sebelah proksimal dan
perbaikan pembuluh darah dapat dengan cepat ditangani, maka hasilnya akan
jauh lebih memuaskan.
Trauma tumpul memiliki hubungan yang dengan tingginya kegagalan
graft (35%), dan kegagalan graft menyebabkan harus dilakukannya amputasi.
Faktor resiko independen yang menyebabkan harus dilakukannya amputasi
setelah perbaikan arteri adalah oklusi bypass graft, cedera kombinasi di atas dan
di bawah lutut, dan transeksi arteri.1,2,3
Tujuan akhir dari rekonstruksi pada trauma vaskular adalah untuk
menurunkan angka amputasi. Untuk mencegah hal ini yang dapat kita lakukan
adalah:
a. Secepat mungkin mengenal dan memberikan perawatan
b. Arterigrafi preoperatif dan intraoperatif dipertimbangkan sebaik mungkin
c. Mengerjakan trombektomi ke bagian proksimal dan distal
d. Pemakaian heparin yang sepantasnya
e. Mengutamakan vena autogen sebagai graft.
2.7. Komplikasi
Komplikasi trauma vaskular dapat terjadi segera setelah dilakukan
perbaikan lesi pembuluh darah, atau lama setelah trauma berlalu tanpa tindakan
yang adekuat. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain thrombosis, infeksi,
18
stenosis, fistula arteri-vena, dan aneurisma palsu. Trombosis, infeksi, dan stenosis
merupakan komplikasi yang dapat terjadi segera pasca operasi, sedangkan fistula
arteri-vena dan aneurisma palsu merupakan komplikasi lama.2,3,4
Rekomstruksi pembuluh darah harus ditangani secara sungguh-sungguh
dan teliti sekali karena bila terjadi kesalahan teknis operasi karena ceroboh atau
penatalaksanaan pasca bedah yang kurang terarah, akan berakibat fatal bagi
kelangsungan hidup ekstremitas berupa amputasi, atau terjadi emboli paru.
a. Trombosis
Trombosis akut langsung pasca-rekonstruksi vascular adalah komplikasi
yang paling sering terjadi, tetapi bila dilakukan koreksi segera dapat memberikan
hasil yang memuaskan. Bila debridemen arteri kurang adekuat dan aproksimasi
intima kurang akurat pada waktu rekonstruksi dikerjakan, maka sangat mungkin
akan terjadi trombosis segera setelah anastomosis dilakukan. Untuk memperbaiki
kesinambungan pembuluh arteri, pemakaian graft vena autogen jauh lebih unggul
dari koreksi dengan jahitan lateral ataupun anastomosis ujung ke ujung, terutama
pada trauma yang luas. Beberapa kesalahan teknis yang dapat menyebabkan
terjadinya trombosis:
19
dan membersihkan sisa-sisa bekuan darah yang masih lengket dan dapat
pula dipakai untuk membilas ke arah distal agar arus balik mengalir
dengan lebih lancar. Untuk meyakinkan tidak ada thrombus yang
tertinggal dapat dilakukan dengan memasukkan kateter balon Fogarthy
sejauh mungkin ke distal dan secara hati-hati mendorong trombus keluar.
Bila persediaan ada, maka dianjurkan memakai larutan trobolitik untuk
menghancurkan thrombus yang masih tersisa.
4. Trombosis juga terjadi pada anastomosis yang disebabkan oleh tarikan
yang berlebihan pada anastomosis. Stenosis berat akan terjadi pada jahitan
bila dinding pembuluh arteri tidak cukup untuk suatu jahitan lateral. Hal
ini juga dapat terjadi bila pembuluh arteri yang hilang cukup banyak
dimana anastomosis ujung ke ujung tetap dipaksakan. Kehilangan arteri
lebih dari 2 cm sudah cukup untuk melakukan graft dengan interposisi
vena autogen. Sebaliknya juga jangan sampai terlampau panjang memakai
vena sebagai graft karena akan terjadi tekukan (kinking) yang dapat
mengganggu aliran darah laminar.
5. Pada graft yang terpelintir dengan mudah dapat terjadi trombosis. Graft
sintesis biasanya sudah mempunyai garis hitam memanjang yang dapat
dipakai sebagai pegangan agar jangan terpelintir. Pada graft vena autogen
yang panjang garis ini dapat dibuat dengan benang hitam halus yang
dijelujur sepanjang graft itu dilapiskan adventisia.
Salah satu cara untuk menentukan apakan rekonstruksi arteri itu berhasil
atau tidak adalah dengan cara meraba pulsasi di sebelah distal. Namun kita harus
waspada, karena pulsasi sebelah distal ini belum menjamin suatu sukses dalam
jangka waktu panjang. Apabila pulsasi tidak teraba, sebagian besar dapat
dikoreksi dengan segera melakukan operasi kedua untuki melihat kemungkinan
thrombosis, terutama bila timbul tanda-tanda iskemia tungkai sebelah distal. Bila
tanda-tanda distal dapat bertahan biarpun ada trombosis, maka sebaiknya
dipertimbangkan untuk menunda operasi kedua sampai keadaan umum
mengizinkan karenatindakan operatif yang berulang kali akan lebih sering
20
menderita komplikasi infeksi. Selain itu, bila cukup waktu, maka akan terbentuk
system kolateral baru.pemeriksaan Doppler (Ultrasonic Sounding Device) dapat
menolong menentukan ada tidaknya aliran kolateral yang mengisi pembuluh
arteri distal dari sumbatan.5,6
Harus hati-hati menegakkan diagnosis spasme arteri pada kemungkinan
adanya trombosis, bahkan pemberian obat sympathetic blocks serig menambah
keragu-raguan dalam menangani kasus trauma vaskular. Hematoma di bawah
lapisan intima atau robekan pada intima sendiri akan terlihat sebagai spasme pada
inspeksi. Tetapi memang spasme arteri dapat terjadi bersama dengan trauma
vaskular, yang biasanya dapat diatasi dengan pemberian Papaverin hydroclorida
atau procain hydrochloride 1%.
Pada trombosis dengan sumbatan total arteri selama lebih dari 6 jam akan
menyebabkan kematian otot dan saraf yang akan diganti oleh jaringan ikat,
sehingga terjadi kontraktur, misalnya Volkmann ischemic contracture.
b. Infeksi
Peradangan yang menyebabkan pecahnya anastomosis pada rekonstruksi
trauma vaskular dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan sukar untuk
diatasi. Untuk membantu pencegahan terhadap infeksi, diagnosis trauma vaskular
harus cepat ditegakkan, pemberian antibiotik yang sesuai, debridement luka yang
adekuat, kesinambungan pembuluh vaskular harus secepat mungkin diusahakan
dan pemberian nutrisi yang baik secara sistemik penting untuk dilakukan.
Diperlukan observasi yang ketat selama fase pasca operasi. Pada kecelakaan
dengan luka terkontaminasi, maka semua benda asing sedapat mungkin
dikeluarkan dan kalau perlu luka dibilas dengan larutan antibiotik.
Operasi ulang tidak boleh dilakukan di daerah yang terkena infeksi. Tidak
saja karena tindakan koreksi ulang ini akan memberikan kegagalan langsung,
tetapi juga berbahaya untuk kelangsungan hidup pasien karena septikemi dan atau
eksanguinasi. Yang harus dipertimbangkan adalah ligasi dari arteri proksimal dan
distal dari daerah infeksi. Beberapa hal yang masih dapat dikerjakan pada daerah
infeksi ini adalah debridenen, transisi flap otot, membasahi daerah infeksi dengan
21
larutan antibiotic secara teratur dan terus-menerus serta pemberian antibiotic
yang terbaik. Infeksi adalah penyebab kedua dari kegagalan rekonstruksi arteri
pada trauma vaskular.
c. Stenosis
Penyebab terjadinya stenosis (penyempitan):
22
rupa sehingga terbentuk seperti varises. Hal ini bila berlangsung lama dapat
menyebabkan payah jantung karena curahnya yang bertambah.
Diagnosis fistula arteri vena tidak begitu sukar ditegakkan. Riwayat
trauma tajam, adanya pulsasi yang jelas disertai getaran pada perabaan dan pada
auskultasi terdengar bissng seperti bunyi mesin, semuanya ini menunjukkan
adanya fistula antara pembuluh arteri dengan pembuluh vena. Tanda lain yang
mungkin timbul sebelah distal dari fistula adalah klaudikasio intermitten, edema
dan pelebaran vena yang berkelok-kelok dan disertai warna kulit yang agak
kebiruan.
Angiografi tidak diperlukan untuk diagnostik tetapi berguna untuk
penentuan lokasi pintasan yang akan dikoreksi. Waktu yang tepat untuk
melakukan tindakan operasi adalah segera setelah diagnostik ditegakkan. Prinsip
dasar pada bedah vaskular juga berlaku di sini, yaitu mencari dan melakukan jerat
sementara pada proksimal dan distal dari arteri dan vena yang terlibat, sebelum
fistulnya dieksisi. Bila mungkin pembuluh arterinya direkonstruksidengan jahitan
langsung atau graft dengan vena autogen, sedangkan lesi pembuluh darah vena
biasanya dapat dijahit lateral langsung. Kelainan struktur dan hemodinamika
yang terjadi pada fistula arteri dan vena traumatic biasanya pasca operasi menjadi
normal kembali.
e. Aneurisma Palsu
Penyebab aneurisma palsu adalah luka tembus yang merusak ketiga
lapisan dinding pembuluh arteri secara menyamping (tangensial). Kadang-kadang
disebabkan oleh kesalahan pada prosedur diagnostik atau terapi, yaitu kerusakan
dinding arteri yang disebabkan oleh jarum atau kateter atau kecelakaan pada
waktu operasi hernia nukleus pulposus dan fraktur ganda tulang pada kecelakaan
lalu lintas. Biarpun jarang trauma tumpul juga dapat menyebabkan terjadinya
aneurisma palsu.
Aneurisma traumatik dapat terbentuk di daerah yang secara anatomik
mengandung banyak jaringan ikat kuat dan bersekat, yang dapat mengadakan
tamponade terhadap hematoma. Kemudian dengan tumbuhnya lapisan endotel
baru yang berasal dari pinggir luka lesi vaskular, maka terbentuklah rongga
23
aneurisma palsu.
Benjolan yang berdenyut adalah tanda yang paling nyata dari aneurisma
palsu. Biasanya ada riwayat luka tembus. Berbatas tidak begitu tegas karena
benjolan ini terletak di bawah jaringa fasia yang kuat. Biasanya akan teraba
getaran sistolik pada seluruh benjolan ini, kadang disangka abses atau suatu
neoplasma. Dapat pula terjadi bersamaan dengan fistula arteri-vena. Pemeriksaan
angiografi diperlukan bila ragu atau bila letak lesinya sukar dicapai pada
pemeriksaan di klinik. Pemeriksaan sonografi dapat pula menolong untuk
menentukan besar serta letak aneurisma palsu ini.
Dengan mencari dan mengikat sementara arteri proksimal dan distal dari
lesi ini, maka rekonstruksi arteri dapat dilakukan dengan leluasa. Kadang hanya
diperlukan beberapa jahitan lateral untuk menutup lesi arteri ini. Kemungkinan
penyembuhan secara spontan sangat kecil.
f. Sindrom Kompartemen
Sindroma kompartemen disebabkan oleh kenaikan tekanan internal pada
kompartemen fascia. Tekanan ini dapat menekan pembuluh darah dan syaraf tepi.
Perfusi menjadi kurang, serat syaraf rusak dan akhirnya terjadi iskemia atau
bahkan nekrosis otot. Sindrom kompartemen ditandai oleh 5 P yaitu pain,
pulseless, paresthesia, pallor, dan paralysis. Akibat dari sindroma kompartemen
antara lain:7,8,9
24
2. Kerusakan akibat reperfusi
Jika hipoksemia lokal (tekanan IM tinggi, tekanan darah rendah)
berlangsung lebih dari 2 jam, reperfusi dapat menyebabkan kerusakan
pembuluh darah yang ekstensif. Pada kasus-kasus ekstremitas dengan syok
berkepanjangan, kerusakan akibat reperfusi sering lebih buruk dibanding
cedera primernya. Karena itu dekompresi harus dikerjakan lebih awal, terutama
kompartemen di lengan atas.
25
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Kasus trauma vaskuler pada ekstremitas atas adalah kasus trauma yang
sebetulnya cukup sering terjadi baik akibat trauma tumpul maupun trauma tajam.
Penanganan kasus ini harus lebih hati hati, karena biasanya jarang yang hanya
melibatkan satu sistem. Biasanya cedera yang terjadi kombinasi dari beberapa
sistem, baik sitem vaskularisasi, sistem muskuloskletal maupun sistem
persyarafan.
Pada pasien ini ouput yang dihasilkan tidak sebaik yang diharapkan
karena iskemik time yang terjadi cukup lama yaitu 32 jam sebelum masuk rumah
sakit ditambah dengan prosedur orthopedi yang dilakukan terlebih dahulu dan
ditambah dengan pemakaian shunting yang tidak dianjurkan untuk digunakan
pada ekstremitas atas, dan juga shunting yang digunakan tidak sesuai dengan
standar.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
11. Starnes BW, Arthurs ZM: Endovascular Management of Vascular Trauma.
Perspect Vasc Surg Endovasc Ther 2006; 18:114 – 124.
12. Tiwari A, Haq AI, Myint F, Hamilton G: Acute Compartement Syndromes.
Br J Surg 2002;89397 – 412.
13. Manthey DE, Nicks BA: Penetrating Trauma to The Extremity.J Emerg
Med;2008:34: 187- 193.\
14. Marrero Ian C, Chaudhry Nadeem, Salhab KF: Hand,Upper Extremity
Vascular Injury: diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1287360-
overview.
15. Riz Erkan,Kolbakir F, Sarac A, et al: Retrospective assesment of Vascular
Injuries: 23 Years of Experience. Ann Thorac Cardiovasc Surg2004;10: 373 –
378.
28