Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol: 3, No. 2, November 2015; Korespondensi: Yati Nur Azizah, Dinas
Kesehatan Kab. Malang. Jl. Panji No.120 Kepanjen Malang. Email:yatinurazizah@gmail.com.
Telp: 082140155005
www.jik.ub.ac.id
129
PENDAHULUAN (Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, 2014).
Perawat dalam menangani bencana harus
Penilaian cepat kesehatan kejadian bencana
mempunyai pengetahuan, pengalaman dan
atau Rapid Health Assessment (RHA) sangat
ketrampilan dalam menghadapi kedaruratan
diperlukan dalam kondisi bencana, dimana
bencana (Cut,dkk.,2011). Bencana erupsi
bencana merupakan kejadian yang sering
Gunung Kelud yang terjadi pada tanggal 14
terjadi akibat pengaruh alam yang dapat
Februari 2014 dari hasil pengamatan peneliti,
menimpa kehidupan manusia dan mengancam
semua unsur pelayanan kesehatan terjun
lingkungan (Khankeh HR, dkk., 2007). Dampak
langsung ke tempat kejadian namun RHA baru
yang ditimbulkan mengakibatkan dampak fisik
dapat dilaksanakan 1 hari setelahnya karena
pada manusia seperti kesakitan dan kematian
kondisi dari bencana tersebut. Hasil studi
serta dampak lingkungan yaitu kerusakan
pendahuluan yang dilakukan dengan
infrastruktur, kerusakan area pertanian serta
wawancara pada salah satu perawat yang
menyebabkan gangguan kesehatan. Abu
melakukan RHA dan mengalami erupsi Gunung
vulkanik yang dikeluarkan oleh Gunung Kelud
Kelud menyebutkan bahwa RHA dilakukan oleh
mengakibatkan terkontaminasinya air bersih,
tim dari Puskesmas dan Dinas Kesehatan yang
tersumbatnya saluran air, serta rusaknya
terdiri dari dokter, perawat, petugas surveilans,
fasilitas air bersih. Dampak terhadap gangguan
petugas gizi dan sanitarian namun tidak
kesehatan secara umum abu vulkanik
terkoordinasi dengan baik dan format RHA tidak
menyebabkan masalah kesehatan khususnya
di isi keseluruhan karena belum sepenuhnya
menyebabkan iritasi pada paru-paru, kulit dan
menguasai dokumentasi RHA.
mata.(Suryani, 2014). RHA berisi data tentang
jenis bencana, lokasi bencana, dampak Keperawatan bencana bertujuan untuk
bencana, kondisi korban, kondisi sanitasi memastikan bahwa perawat mampu untuk
lingkungan penampungan, upaya yang telah mengidentifikasi, mengadvokasi dan merawat
dilakukan, kemungkinan KLB yang akan terjadi dampak dari semua fase bencana termasuk
serta kesiapan logistik dan bantuan yang didalamnya adalah berpartisipasi aktif dalam
mungkin segera diperlukan. RHA juga perencanaan dan kesiapsiagaan bencana.
mengidentifikasi angka morbiditas dan Perawat harus mempunyai ketrampilan teknis
mortalitas pada penduduk yang mengalami dan pengetahui tentang epidemiologi, fisiologi,
bencana terutama masyarakat khusus seperti farmakologi, struktur budaya dan social serta
anak-anak dibawah 5 tahun, orang tua, ibu masalah psikososial sehingga dapat membantu
hamil dan wanita menyusui (Depoortere & dalam kesiapsiagaan bencana dan selama
Brown, 2006, Kemenkes, 2013). bencana sampai dengan tahap pemulihan
Pengambilan data RHA pada saat terjadi (ICN,2009). Perawat bersama dengan dokter
bencana erupsi Gunung Kelud di Kabupaten merupakan ujung tombak kesehatan pada saat
Malang belum berjalan secara optimal, hal ini bencana terjadi selama dalam kondisi kritis dan
dibuktikan dengan masih ditemukannya lembar gawat darurat (Zarea, dkk.,2014). Perawat
RHA yang tidak terisi secara penuh karena dapat memberikan pelayanan kesehatan
adanya keterbatasan perawat dalam pengisian kepada masyarakat baik yang bersifat kegawat
RHA dan adanya informasi yang tidak jelas daruratan maupun berkelanjutan seperti
mengenai kondisi bencana serta kurangnya perawatan neonatal, pendidikan dan
koordinasi dengan anggota tim kesehatan lain penyuluhan kepada masyarakat,
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No. 2, November 2015
130
mengidentifikasi penyakit dan imunisasi serta membawa format ini…”(P4)
intervensi pada saat kesiapsiagaan dan tanggap “saya hanya melakukan wawancara dengan
darurat bencana (Savage & Kub, 2009). masyarakat yang kemudian saya catat di
catatan kecil saya hehehehe….” (P2)
METODE
“…..jadi yang kita punya adalah catatan-
Penelitian ini menggunakan desain penelitian
catatan kecil…”(P3)
kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
interpretif. Partisipan yang ikut serta dalam Perawat merasakan kurangnya kerjasama tim
penelitian ini sebanyak lima orang perawat
yang terdiri dari tiga orang perawat yang Kurangnya kerjasama tim disebabkan karena
bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Malang perawat banyak melakukan tupoksi orang lain
dan dua orang perawat yang bekerja di dan perawat sering bekerja sendirian tanpa
Puskesmas Ngantang dengan kualifikasi adanya tim lain dalam melakukan pengkajian
pendidikan keperawatan satu orang SPK, dua serta kurangnya koordinasi antar anggota tim.
orang berpendidikan Diploma Tiga Hal ini seperti yang diungkapkan oleh partisipan
Keperawatan, satu orang berpendidikan sebagai berikut :
Diploma Empat Kesehatan Jiwa dan satu orang “…mungkin seharusnya tidak dikerjakan oleh
berpendidikan Sarjana Keperawatan dengan perawat ya….namun harusnya tim…”(P1)
masa kerja berkisar antara enam sampai
“namun banyak masalah-masalah lain yang
dengan tiga puluh dua tahun. Tehnik
sebenarnya bukan tugas kita”(P2)
pengambilan data melalui wawancara yang
berkisar antara 30 – 50 menit dengan Perawat juga bekerja tanpa tim lain dalam
menggunakan alat perekam berbasis android. melakukan pengisian data. Perawat bekerja
Tempat wawancara dilakukan di rumah dan sendiri dalam melakukan pengkajian, seperti
kantor partisipan sesuai dengan kesepakatan yang diungkapkan oleh partisipan berikut ini :
yang telah dibuat. Hasil analisis dianalisis “selama ini juga yang melakukan RHA adalah
menggunakan tabel analisis yang berisi kata perawat itu sendiri dalam pengisian
kunci, analisis reflektif, kategori, sub-sub tema, datanya...”(P1)
sub tema dan tema.
“…tapi biasanya semua perawat sih yang
HASIL melakukan...”(P3)
Perawat tidak siap dalam pengisian RHA “malah perawat yang lebih banyak melakukan
pengkajian itu sendiri….(P2)
Persiapan yang harus disiapkan adalah format
dan pencatatannya, namun partisipan tidak siap “...pengkajian RHA itu banyak yang melakukan
akan format yang dibawanya, tidak ingat untuk perawat….”(P3)
membawa format maupun pencatatan yang “Mohon maaf ya mbak…selama ini menurut
apa adanya. Hal ini seperti yang diungkapkan pandangan saya…kita bekerja sendiri-
oleh partisipan sendiri…”(P2)
“...dan itu dan itupun tidak membawa
Perawat banyak melakukan pengkajian sendiri
format….karena ya itu….tidak sempat…”(P5)
sehingga dalam menilai pekerjaan perawatpun
“...terus terang kami sudah tidak ingat untuk tidak dilakukan oleh suatu tim, namun
www.jik.ub.ac.id
131
www.jik.ub.ac.id
127
dilakukan oleh perawat itu sendiri. Hal ini apa….heheheheee…”(P3)
seperti yang diungkapkan oleh partisipan “….terutama yang punya program
berikut : lain….karena saya kurang paham juga…”(P2)
“...jadi masing-masing program menilai dengan “….juga karena kita tidak memahami apa yang
cara kerjanya masing-masing”(P1) perlu ditulis”.(P1)
“Bagaimana ya…(diam, berfikir)…kayaknya “kemungkinan untuk bisa mengisi
lebih banyak yang mengerjakan RHA itu malah bisa….namun…untuk untuk melihat
justru perawatnya sih…”(P1) kebutuhan…kayaknya masih belum
Pengkajian yang dilakukan oleh perawat sendiri, mengerti….”(P3)
maka dalam koordinasi antar tim pun kurang, Partisipan lain mengungkapkan keraguannya
hal ini seperti yang diungkapkan oleh partisipan dalam pengisi data karena tidak adanya
berikut : informasi yang jelas dari masyarakat. Berikut
“malah perawat yang lebih banyak melakukan adalah ungkapan partisipan tentang
pengkajian itu sendiri….jadi istilahnya apa keraguannya :
ya….kurang koordinasi lah….dalam melakukan “..bahwasanya bahwa kurangnya informasi
pengkajian RHA itu..jadi untuk kerja timnya dari masyarakat sehingga juga merasa ragu
masih terasa kurang terkoordinasi” (P2) untuk mengisi data.”(P5).
“…saat gunung meletus saat kejadian ya Data yang tidak pasti ditemukan dengan adanya
bingung mesti ada…..karena selama ini kan data yang simpang siur, seperti yang
teori-teori saja yang kami terima .”(P5) dikemukakan oleh partisipan berikut :
Harapan perawat untuk optimalisasi RHA Pencatatan yang apa adanya merupakan
ketidaksiapan lain yang dialami oleh perawat
Perawat mempunyai harapan untuk pada saat akan melakukan pengkajian.
terwujudnya optimalisasi dalam pelaksanaan Menurut Jevon dan Ewens (2009), pencatatan
penilaian RHA, seperti yang diungkapkan oleh yang baik adalah sebagai sumber penyebaran
partisipan sebagai berikut : informasi dan sarana komunikasi sesama
“ kalau misal memungkinkan ya adanya anggota tim yang professional. Dokumentasi
pelatihan khusus tentang RHA pada saat bencana harus dilakukan pelaporan
sih….maksudnya biar semua perawat tahu apa oleh anggota tim yang melaksanakan
yang mesti dilakukan dengan RHA bila desanya pendokumentasian. Kurangnya pedoman
terjadi bencana” (P3) lapangan juga akan menjadi hambatan tehnis
dalam pelaksanaaan pengumpulan data
“…sesekali dilakukan penyegaran atau apalah
(Johnson, 2006).
dalam pengisian RHA”(P5)
“Yang perlu ditekankan juga adalah kerjasama Perawat merasakan kurangnya kerjasama tim
antar tim…jadi kira tidak bekerja dengan Kurangnya kerjasama tim disebabkan karena
sendirinya..namun kita bisa istilahnya perawat banyak melakukan tupoksi orang lain
berkolaborasi dengan anggota tim yang dan perawat sering bekerja sendirian tanpa
lain.”(P2) adanya tim lain. Hal ini senada dari hasil
penelitian Anam (2013), bahwa Kebijakan
PEMBAHASAN
dalam pelibatan tim penanggulangan bencana
Perawat tidak siap dalam pengisian RHA didapatkan hasil 61,4 persen perawat belum
Format RHA merupakan suatu metode pernah terlibat dalam tim penanggulangan
penilaian cepat diperlukan untuk bencana Gunung Kelud.
mengumpulkan informasi yang terpercaya, Secara konsep disebutkan bahwa dalam suatu
obyektif yang digunakan sebagai dasar dalam bencana, perawat harus dapat berkolaborasi
pengambilan keputusan. (Roorda, dkk,. 2004). dengan lingkungannya baik itu dengan
Format RHA digunakan sebagai alat kajian cepat epidemiologi, laboratorium, biostatistik, dokter
untuk melihat adanya keadaan yang darurat maupun petugas yang lain unutk meningkatkan
dengan mengumpulkan informasi penting kerjasama dalam kondisi bencana. (Magnaye,
status kesehatan sehingga memberikan 2011). Menurut Nicola, (2012), bahwa RHA
intervensi kesehatan yang diprioritaskan. harus diselesaikan sesegera mungkin berikut
Adanya suatu format penilaian cepat sangat darurat dan dilakukan oleh tim multidisiplin
penting untuk mengumpulkan informasi dalam personil yang berkualitas, dengan kisaran yang
waktu yang cepat. (Bradt & Drummond, 2002) tepat keahlian.
Menurut penelitian Korteweg dan Bokhoven Anggota tim sebaiknya memiliki pengalaman
(2010), bahwa versi digital dari format dan pengetahuan di bidangnya, memiliki
meningkatkan rapidness dari penilaian, namun integritas dan mampu bekerja dalam situasi
Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No. 2, November 2015
tidak
136 bisa menarik kesimpulan apakah format bencana. Apabila dampak bencana sangat luas,
dalam bentuk kertas atau versi digital dapat dibentuk beberapa tim. (Kemenkes,
2011). Hal senada diungkapkan Wibowo kebutuhan, memberikan alternatif dan
(2009), bahwa tim bencana termasuk memahami kebutuhan dalam keadaan bencana
didalamnya adalah perawat diseleksi (Alfaro, 2006). Berfikir kritis akan mendapatkan
berdasarkan keahlian dan kebutuhan yang obyektifitas dan tanggap terhadap apa yang
diperlukan. Menurut Daily (2009), mengatakan terjadi (Lipe & Beasley, 2004).
bahwa kompetensi suatu tim mudah
Menurut Notoatmodjo (2007), kemampuan
dipengaruhi oleh profesi kesehatan lain.
untuk menginterpretasikan dan memahami
Kurangnya koordinasi anggota tim dalam suatu objek materi harus mempunyai suatu
melakukan pengkajian sehingga dalam kemampuan dalam menjelaskan, memberikan
melakukan penilaian dilakukan sendiri oleh contoh dan menyimpulkan suatu objek
perawat tanpa adanya evaluasi dari tim. Firth & sehingga membutuhkan ketrampilan.
Cozen (2011), berpendapat bahwa suatu
organisasi dan tim merupakan suatu budaya Magnaye (2011), dalam penelitiannya pada
yang sangat penting untuk mendukung 250 perawat di Philipina bahwa pengetahuan
keberhasilan pembelajaran. Berbagai harus dipersiapkan sebelum kejadian bencana
penelitian menunjukkan bahwa kerjasama tim untuk meningkatkan kompetensi perawat saat
sering menimbulkan konflik dan ambiguitas bencana terjadi. Persiapan perawat meliputi
karena adanya otonomi professional. (Finn, training, workshop, seminar tentang
2008). Menurut penelitian Kerr (2009), keperawatan bencana. International Council
disebutkan bahwa tim yang berkomunikasi dan Nurse (2007), menyatakan bahwa faktor yang
berkoordinasi satu sama lain akan memantau mempengaruhi kesiapsiagaan perawat
kinerja masing-masing dan memberikan umpan diantaranya adalah kemampuan kognitif
balik dan memiliki solusi dalam keadaan salah. disamping sikap (affektif) dan psikomotor (skill)
Koordinasi tim juga akan meningkatkan dalam disaster manajemen.
pengetahuan, komunikasi dan dukungan bagi Penelitian yang dilakukan oleh Kija dan Paul
anggota tim yang kurang berpengalaman. (2008), mengatakan bahwa dalam managemen
bencana yang meliputi kesiapsiagaan bencana,
Perawat merasa kurang memahami dalam
tanggap bencana dan pemulihan setelah
pengisian format
bencana pengetahuan perawat masih kurang
Kurang pemahaman dalam pengisian format dan 80 % perawat yang menjadi tim bencana
RHA, menyebabkan kesulitan dan kebingungan tidak mempunyai pengalaman dalam tanggap
dalam pengisian format karena tidak sama darurat bencana serta sebagian kecil yaitu 23%
dengan teori-teori yang diterima merupakan perawat mendapatkan pelatihan dasar
perasaan yang diungkapkan oleh perawat kesiapsiagaan tanpa disertai dengan pelatihan
dalam pengisian format RHA. lanjutan. Hal ini juga senada dari hasil
Secara konsep bahwa berfikir kritis akan lebih penelitian Fung (2008), bahwa sebagian besar
meningkatkan kemampuan mereka terhadap perawat yaitu 97% tidak mempunyai persiapan
tanggap bencana dan respon bencana (Juli & dalam penanggulangan bencana.
Tim, 2011). Keterampilan dan berfikir kritis Perawat mengalami permasalahan dalam
sangat perlu untuk perawat dalam pengumpulan data www.jik.ub.ac.id