You are on page 1of 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan semakin berkembangnya sains dan tekhnologi, perkembangan di dunia
farmasi pun tak ketinggalan.Semakin hari semakin banyak jenis dan ragam penyakit yang
muncul.Perkembangan pengobatan pun terus di kembangkan.Berbagai macam bentuk
sediaan obat, baik itu liquid, solid dan semisolid telah dikembangkan oleh ahli farmasi
dan industri.
Ahli farmasi mengembangkan obat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, yang
bertujuan untuk memberikan efek terapi obat, dosis yang sesuai untuk di konsumsi oleh
masyarakat.Selain itu, sediaan semisolid digunakan untuk pemakaian luar seperti krim,
salep, gel, pasta dan suppositoria yang digunakan melalui rektum.Kelebihan dari sediaan
semisolid ini yaitu, mudah dibawa, mudah pada pengabsorbsiannya.Juga untuk
memberikan perlindungan pengobatan terhadap kulit tubuh.
Berbagai macam bentuk sediaan semisolid memiliki kekurangan, salah satu
diantaranya yaitu mudah di tumbuhi mikroba.Untuk meminimalisir kekurangan tersebut,
para ahli farmasis harus bisa memformulasikan dan memproduksi sediaan secara
tepat.Dengan demikian, farmasis harus mengetahui langkah-langkah yang tepat untuk
meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Dengan cara melakukan, menentukan
formulasi dengan benar dan memperhatikan konsentrasi serta karakteristik bahan yang
digunakan dan dikombinasikan dengan baik dan benar.

1.2 Tujuan
a. Mengetahui bentuk sediaan suppositoria
b. Mengetahui bahan dasar pembuatan suppositoria
c. Mengetahui cara pembuatan suppositoria
d. Mengetahui cara evaluasi suppositoria

1
1.3 Manfaat
a. Dapat mengetahui bentuk sediaan suppositoria
b. Dapat mengetahui bahan dasar pembuatan suppositoria
c. Dapat mengetahui cara pembuatan suppositoria
d. Dapat mengetahui cara evaluasi suppositoria

2
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Suppositoria


Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, berbentuk torpedo,
dapat melunak, melarut atau meleleh pada suhu tubuh.(Moh.Anief. 1997)
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan
melalui rectal, vagina atau uretra. (Farmakope Indonesia Edisi IV)
Suppositoria adalah sediaan padat yang digunakan melalui dubur, umumnya berbentuk
torpedo, dapat melarut, melunak atau meleleh pada suhu tubuh.
Suppositoria adalah sediaan padat, melunak, melumer dan larut pada suhu tubuh,
digunakan dengan cara menyisipkan ke dalam rectum, berbentuk sesuai dengan maksud
penggunaannya, umumnya berbentuk torpedo. (Formularium Nasional)
Jadi, suppositoria dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan padat yang berbentuk torpedo
yang biasanya digunakan melalui rectum dan dapat juga melalui lubang di area tubuh,
sediaan ini ditujukan pada pasien yang mudah muntah, tidak sadar atau butuh penanganan
cepat.

2.2 Macam-macam Suppositoria


a. Suppositoria untuk rectum (rectal)
Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya
suppositoria rektum panjangnya ± 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk silinder dan kedua
ujungnya tajam. Bentuk suppositoria rektum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-
jari kecil, tergantung kepada bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya
menurut USP sebesar 2 g untuk yang menggunakan basis oleum cacao (Ansel, 2005).
b. Suppositoria untuk vagina (vaginal)
Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk bola lonjong
atau seperti kerucut, sesuai kompendik resmi beratnya 5 g, apabila basisnya oleum cacao.
c. Suppositoria untuk saluran urin (uretra)
Suppositoria untuk untuk saluran urin juuga disebut bougie, bentuknya rampiung
seperti pensil, gunanya untuk dimasukkan kesaluran urin pria atau wanita. Suppositoria
saluran urin pria bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang ± 140 mm, walaupun ukuran ini

3
masihbervariasi satu dengan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao beratnya ± 4
g.Suppositoria untuk saluran urin wanita panjang dan beratnya ½ dari ukuran untuk pria,
panjang± 70 mm dan beratnya 2 g, inipun bila oleum cacao sebagai basisnya.
d. Suppositoia untuk hidung dan telinga
Suppositoia untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut telinga, keduanya
berbentuk sama dengan suppositoria saluran urin hanya ukuran panjangnya lebih kecil,
biasanya 32 mm. Suppositoria telinga umumnya diolah dengan suatu basis gelatin yang
mengandung gliserin. Seperti dinyatakan sebelumnya, suppositoria untuk obat hidung dan
telinga sekarang jarang digunakan.

2.3 Tujuan Penggunaan Suppositoria


1) Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit infeksi
lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan sistemik karena dapat
diserap oleh membrane mukosa dalam rectum. Hal ini dilakukan terutama bila
penggunaan obat per oral tidak memungkinkan seperti pada pasien yang mudah
muntah atau pingsan.
2) Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat karena
obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam sirkulasi pembuluh
darah.
3) Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan
perubahan obat secara biokimia di dalam hati (Syamsuni, 2005).

2.4 Keuntungan dan Kerugian Suppositoria

2.4.1 Keuntungan Supositoria:


a. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
b. Dapat menghindari keruskan obat oleh enzim pencernaan dan asam lambung.
c. Obat dapat masuk langsung kedalam saluran darah sehingga obat dapat berefek
lebih.
d. cepat daripada penggunaan obat peroral.
e. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.

4
2.4.2 Kerugian Supositoria:
a. Pemakaiannya tidak menyenangkan.
b. Tidak dapat disimpan pada suhu ruang.

2.5 Persyaratan Suppositoria


Sediaan supositoria memiliki persyaratan sebagai berikut:
1) Supositoria sebaiknya melebur dalam beberapa menit pada suhu tubuh atau melarut
(persyaratan kerja obat).
2) Pembebasan dan responsi obat yang baik.
3) Daya tahan dan daya penyimpanan yang baik (tanpa ketengikan, pewarnaan,
penegerasan, kemantapan bentuk, daya patah yang baik, dan stabilitas yang
memadai dari bahan obat).
4) Daya serap terhadap cairan lipofil dan hidrofil.

2.6 Basis Suppositoria


Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan melebur, melarut dan
terdispersi. Dalam hal ini, basis supositoria memainkan peranan penting. Maka dari itu basis
supositoria harus memenuhi syarat utama, yaitu basis harus selalu padat dalam suhu ruangan
dan akan melebur maupun melunak dengan mudah pada suhu tubuh sehingga zat aktif atau
obat yang dikandungnya dapat melarut dan didispersikan merata kemudian menghasilkan
efek terapi lokal maupun sistemik. Basis supositoria yang ideal juga harus mempunyai
beberapa sifat seperti berikut:
1) Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
2) Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.
3) Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan bau serta
pemisahan obat.
4) Kadar air mencukupi.
5) Untuk basis lemak, maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan penyabunan
harus diketahui jelas.

5
2.6.1 Persayaratan Basis Suppositoria
1) Secara fisiologi netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus, hal ini dapat
disebabkan oleh massa yang tidak fisiologis ataupun tengik, terlalu keras, juga
oleh kasarnya bahan obat yang diracik).
2) Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat).
3) Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil).
4) Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan dapat
berlangsung cepat dalam cetakan, kontraksibilitas baik, mencegah pendinginan
mendaak dalam cetakan).
5) Interval yang rendah antara titik lebur mengalir denagn titik lebur jernih (ini
dikarenakan untuk kemantapan bentuk dan daya penyimpanan, khususnya pada
suhu tinggi sehingga tetap stabil).

2.6.2 Macam-macam Basis Suppositoria


a. Basis berlemak, contohnya: oleum cacao.
b. Basis lain, pembentuk emulsi dalam minyak: campuran tween dengan gliserin
laurat.
c. Basis yang bercampur atau larut dalam air, contohnya: gliserin-gelatin, PEG
(polietien glikol).

2.6.3 Bahan Dasar Suppositoria


1. Bahan dasar berlemak: oleum cacao
Lemak coklat merupakan trigliserida berwarna kekuninagan, memiliki bau
yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai banyak bentuk krital). Jika
dipanaskan pada suhu sektiras 30°C akan mulai mencair dan biasanya meleleh
sekitar 34°-35°C, sedangkan dibawah 30°C berupa massa semipadat. Jika suhu
pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan
akan kehilangan semua inti kristal menstabil.
a. Keuntungan oleum cacao:
- Dapat melebur pada suhu tubuh.
- Dapat memadat pada suhu kamar.

6
b. Kerugian oleum cacao:
- Tidak dapat bercampur dengan cairan sekresi (cairan pengeluaran).
- Titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun apabila
ditambahkan dengan bahan tertentu.
- Meleleh pada udara yang panas.
2. PEG (Polietilenglikol)
PEG merupakan etilenglikol terpolimerisasi dengan bobot molekul antara 300-
6000. Dipasaran terdapat PEG 400 (carbowax 400).PEG 1000 (carbowax 1000),
PEG 1500 (carbowax 1500), PEG 4000 (carbowax 4000), dan PEG 6000 (carbowax
6000). PEG di bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat
lunak seperti malam. Formula PEG yang dipakai sebagai berikut:
- Bahan dasar tidak berair: PEG 4000 4% (25%) dan PEG 1000 96%
(75%).
- Bahan dasar berair: PEG 1540 30%, PEG 6000 50% dan aqua+obat 20%.
- Titik lebur PEG antara 35°-63°C, tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi
larut dalam cairan sekresi tubuh.
a. Keuntungan menggunakan PEG sebagai basis supositoria, antara lain:
1) Tidak mengiritasi atau merangsang.
2) Tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibandingkan dengan
oleum cacao.
3) Tetap kontak dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu
tubuh.
b. Kerugian jika digunakan sebagai basis supositoria, antara lain:
1) Menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga timbul
rasa yang menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan
supositoria ke dalam air dahulu sebelum digunakan. Dapat
memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan obat.
2) Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan
dasar, lalu dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan supositoria
dengan bahan dasar lemak coklat.

7
2.7 Faktor-faktor yang mempengaruhi Absobsi Obat per Rektal

Rektum mengandung sedikit cairan dengan PH 7,2 dan kapasitas dapar rendah.
Epitel rektum sifatnya berlipoid (berlemak) maka diutamakan permeabel terhadap obat yang
tidak terionisasi (obat yang mudah larut lemak).

2.8 Uji Bahan Aktif

1. Titik lebur
Titik lebur adalah suhu di mana zat yang kita uji pertama kali melebur atau
meleleh seluruhnya yang ditunjukan pada saat fase padat cepat hilang.Dalam analisa
farmasi titik lebur untuk menetapkan karakteristik senyawa dan identifikasi adanya
pengotor.Untuk uji titik lebur di butuhkan alat pengukuran titik lebur yaitu, Melting Point
Apparatus (MPA) alat ini digunakan untuk melihat atau mengukur besarnya titik lebur
suatu zat.

2. Bobot jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot jenis udara pada suhu 25 terhadap bobot
air dengan volume dan suhu yang sama. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh
dengan membagi bobot jenis dengan bobot air dalam piknometer. Lalu dinyatakan lain
dalam monografi keduanya ditetapkan pada suhu 25 . Bobot jenis dapat digunakan
untuk:
a. Mengetahui kepekaan suatu zat
b. Mengetahui kemurniaan suatu zat
c. Mengetahui jenis zat
Piknometer untuk menentukan bobot jenis zat padat dan zat cair. Zat padat
berbeda dengan zat cair, zat padat memiliki pori dan rongga sehingga berat jenis tidak
dapat terdefinisi dengan jelas. Berat jenis sejati merupakan berat jenis yang dihitung
tanpa pori atau rongga ruang.

2.9 Metode Pembuatan


Pembuatan supositoria secara umum yaitu bahan dasar supositoria yang digunakan
dipilih agar meleleh pada suhu tubuh atau dapat larut dalam bahan dasar, jika perlu

8
dipanaskan.Jika obat sukar larut dalam bahan dasar, harus dibuat serbuk halus.setelah
campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, tuangkan ke dalam cetakan
supositoria kemudian didinginkan. Tujuan dibuat serbuk halus untuk membantu
homogenitas zat aktif dengan bahan dasar.
Cetakan suppositoria terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau logam lainnya, namun
ada juga yang terbuat dari plastik.Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk
mengeluarkan supositoria. Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada
cetakan, supositoria harus dibuat berlebih (±10%), dan sebelum digunakan cetakan harus
dibasahi lebih dahulu dengan parafin cair atau minyak lemak, atau spiritus sapotanus (Soft
Soap Liniment) agar sediaan tidak melekat pada cetakan. Namun, spiritus sapotanus tidak
boleh digunakan untuk supositoria yang mengandung garam logam karena akan bereaksi
dengan sabunnya dan sebagai pengganti digunakan oleum recini dalam etanol. Khusus
supositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween bahan pelicin cetakan tidak diperlukan,
karena bahan dasar tersebut dapat mengerut sehingga mudah dilepas dari cetakan pada
proses pendinginan.
Metode pembuatan supositoria dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Dengan tangan
Yaitu dengan cara menggulung basis suppositoria yang telah dicampur
homogen dan mengandung zat aktif, menjadi bentuk yang dikehendaki. Mula-mula
basis diiris, kemudian diaduk dengan bahan-bahan aktif dengan menggunakan
mortir dan stamper, sampai diperoleh massa akhir yang homogen dan mudah
dibentuk. Kemudian massa digulung menjadi suatu batang silinder dengan garis
tengah dan panjang yang dikehendaki. Amilum atau talk dapat mencegah pelekatan
pada tangan. Batang silinder dipotong dan salah satu ujungnya diruncingkan.
b. Dengan mencetak kompresi
Hal ini dilakukan dengan mengempa parutan massa dingin menjadi suatu
bentuk yang dikehendaki. Suatu roda tangan berputar menekan suatu piston pada
massa suppositoria yang diisikan dalam silinder, sehingga massa terdorong kedalam
cetakan.
c. Dengan mencetak tuang

9
Pertama-tama bahan basis dilelehkan, sebaiknya diatas penangas air atau
penangas uap untuk menghindari pemanasan setempat yang berlebihan, kemudian
bahan-bahan aktif diemulsikan atau disuspensikan kedalamnya. Akhirnya massa
dituang kedalam cetakan logam yang telah didinginkan, yang umumnya dilapisi
krom atau nikel.

2.10 Pengemasan Supositoria


a. Supositoria gliserin dan supositoria gelatin gliserin umumnya dikemas dalam wadah
gelas ditutup rapat supaya mencegah perubahan kelembapan dalam isi supositoria.
b. Supositoria yang diolah dengan basis oleum cacao biasanya dibungkus terpisah-
pisah atau dipisahkan satu sama lain pada celah-celah dalam kotak untuk mencegah
perekatan.
c. Supositoria dengan kandungan obat yang sedikit lebih pekat biasnya dibungkus satu
per satu dalam bahan tidak tembus cahaya seperti lembaran metal (alumunium foil).

2.11 Evaluasi Sediaan


` Pengujian sediaan supositoria yang dilakukan sebagai berikut:
1) Uji homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat
tercampur rata dengan bahan dasar suppos atau tidak, jika tidak dapat tercampur
maka akan mempengaruhi proses absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan
memberikan terapi yang berbeda. Cara menguji homogenitas yaitu dengan cara
mengambil 3 titik bagian suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-tengah-kiri) masing-
masing bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikroskop,
cara selanjutnya dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.
2) Bentuk
Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak
seperti sediaan suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan
mengira bahwa sediaan tersebut bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat
mendukung karena akan memberikan keyakinan pada pasien bahwa sediaa tersebut
adalah suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sediaan padat yang
mempunyai bentuk torpedo.

10
3) Uji waktu hancur
Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan
tersebut dapat hancur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam
air yang di set sama dengan suhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang
berbahan dasar PEG 1000 waktu hancurnya ±15 menit, sedangkan untuk oleum
cacao dingin 3 menit. Jika melebihi syarat diatas maka sediaan tersebut belum
memenuhi syarat untuk digunakan dalam tubuh. Mengapa menggunakan media air?
Dikarenakan sebagian besar tubuh manusia mengandung cairan.
4) Keseragaman bobot
Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan
sudah sama atau belum, jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan
mempengaruhi terhadap kemurnian suatu sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang
ikut tercampur. Caranya dengan ditimbang saksama 10 suppositoria, satu persatu
kemudian dihitung berat rata-ratanya. Dari hasil penetapan kadar, yang diperoleh
dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dari masing-masing 10
suppositoria dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan
yang beratnya melebihi rata-rata maka suppositoria tersebut tidak memenuhi syarat
dalam keseragaman bobot. Karena keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui
kandungan yang terdapat dalam masing-masing suppositoria tersebut sama dan dapat
memberikan efek terapi yang sama pula.
5) Uji titik lebur
Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan
sediaan supositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara
menyiapkan air dengan suhu ±37°C. Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air
dan diamati waktu leburnya.Untuk basis oleum cacao dingin persyaratan leburnya
adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15 menit.
6) Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang
menjadikannya sukar meleleh.Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji
elastisitas.Supositoria dipotong horizontal. Kemudian ditandai kedua titik
pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak kurang dari 50% dari

11
lebar bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2kg)
dengan cara menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.
7) Volume Distribusi
Volume distribusi (Vd) merupakan parameter untuk untuk menunjukkan
volume penyebaran obat dalam tubuh dengan kadar plasma atau serum. Volume
distribusi ini hanyalah perhitungan volume sementara yang menggambarkan luasnya
distribusi obat dalam tubuh.Tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang terduru
dari plasma atau serum, dan Vd adalah jumlah obat dalam tubuh dibagi dengan
kadarnya dalam plasma atau serum.
Keterangan :
X = jumlah obat dalam tubuh
C = kadar obat dalam plasma atau serum
DIV = dosis obat dalam pemberian IV
Doral = dosis obat dalam pemberian oral
F = fraksi dosis oral yang mencapai peredaran darah sistemik dalam bentuk aktif.
= bioavailabilitas absolute obat oral
Co = kadar plasma atau serum pada waktu
T = 0 (ekstrapolasi garis eliminasi ke t = 0 )
Besarnya Vd ditentukan oleh ukuran dan komposisi tubuh, kemampuan molekul
obat memasuki berbagai kompartemen tubuh, dan derajat ikatan obat dengan protein
plasma dan dengan berbagai jaringan. Obat yang tertimbun dalam jaringan mempunyai
kadar dalam plasma yang rendah sekali sedangkan Vd nya besar (misalnya, digoksin).
Untuk obat yang terikat dengan kuat pada protein plasma mempunyai kadar plasma yang
cukup tinggi dan mempunyai Vd yang kecil (misalnya, warfarin, tolbutamid dan salisilat).

2.12 Monografi
Monografi bahan dalam pembuatan sediaan supositorian adalah sebagai berikut:
1) Teofilin (FI IV, hal. 783 & Martindale 2005 hal 805)
Rumus Molekul : C7H8N4O2.H2O
Struktur Molekul :

12
BM : 198,18
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa pahit, stabil di udara.
Kelarutan : Sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam air panas;
Agak sukar larut dalam etanol.
Khasiat : spasmolitikum bronkial, bronkodilator kronik
Dosis : 300-1000 mg 3 kali sehari (dewasa)
300-600 mg 3 kali sehari (anak-anak)
pH : 3,8 – 6,1
OTT : dengan senyawa tanin
Stabilitas : Jika bentuk anhidrat terpapar udara dengan cepat menyerap air
kurang lebih 4%, melebur pada suhu kurang lebih 248°C disertai
peruraian.
Penyimpanan : Wadah tertutup baik
2) Oleum Cacao (FI-III hal 453)
Lemak coklat adalah coklat padat yang diperoleh dengan pemerasan panas
biji Theo Broma Cacao L. yang telah dikupas/ dipanggang.
Pemerian : lemak padat, putih kekuningan, bau khas aromatic, rasa khas lemak agak
rapuh.
Kelarutan : sukar larut dalam etanol (95 %)P, mudah larut dalam kloroform P,
dalam eter P dan dalam eter minyak tanah P.
Suhu lebur: 310 – 340 C.
Khasiat : basis
3) Cera Alba (FI IV. Hal 186)
Pemerian : padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam keadaan lapis
tipis, bau khas lemah dan eter juga minyak lemak

13
Kelarutan : Tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol dingin. Larut
sempurna dalam kloroform dan eter juga minyak lemak.
OTT : Inkompatibel dengan zat pengoksidasi.
Stabilitas : Stabil jika disimpan pada wadah tertutup dan terlindung dari cahaya.

2.13 Alasan Pemilihan Bahan


1) Oleum Cacao
Oleum Cacao berdaya guna dalam melepaskan zat aktif daripada yang lain,
karena mempunyai titik lebur pada suhu 31°C-34°C. Dibuat dalam bentuk suppositoria
ditujukan untuk melebur pada suhu tubuh, karena oleum cacao digunakan sebagai bahan
dasar suppos yang ketambahan zat aktif, jadi titik leburnya akan menjadi 35°C-37°C.
Obat yang larut dalam air yang dicampur dengan oleum cacao, pada umumnya memberi
hasil pelepasan yang baik. (Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi: 581). Pada bahan
tambahan oleum cacao ini dilebihkan 10% pada basisnya, sebab basis saat dileburkan
selain melebur juga menguap, sehingga berkurang. Selain itu saat di dinginkan basis akan
menyusut dan berkurang oleh karena itu harus dilebihkan 10% pada basisnya.

2) Cera alba
Untuk menaikkan titik lebur lemak coklat digunakan tambahan cera atau cetasium
(spermaseti). Penambahan cera alba tidak boleh lebih dari 6% sebab akan menghasilkan
campuran yang mempunyai titik lebur diatas 37°C dan tidak boleh kurang dari 4% karena
akan diperoleh titik lebur < 33°C. Jika bahan obat merupakan larutan dalam air, perlu
diperhatikan bahwa lemak coklatnya hanya sedikit menyerap air. Oleh karena itu
penambahan cera alba dapat juga menaikkan daya serap lemak coklat terhadap air.

3) Teofilin
Teofilin adalah bronkodilator yang digunakan untuk pasien asma dan penyakit
paru obstruktif yang kronik, namun tidak efektif untuk reaksi akut pada penyakit paru
obstruktif kronik. Teofilin dapat meningkatkan resiko efek samping jika digunakan
bersamaan dengan agonis reseptor beta, seperti munculnya hipokalemia.

14
2.14 Anatomi Fisiologi Rektum
Merupakan bagian terminal usus besar dengan panjang 15-20 cm, cairan rektal
tidak memiliki buffer capacity (absorbsi obat akan meningkat bila pH mukosa rektum
diatur sehingga proporsi bentuk obat tdk terion meningkat) dengan volume cairan 1.2 – 3
ml dan pH 6.8. Rektum merupakan organ dengan permukaan datar tanpa villi, bagian
terminal 2/3cm dari rektum disebut anal canal, bagian pembukaan anal canal disebut
anus. Anus dikontrol oleh internal spinkter yang terdiri dari otot halus, dan bagian
eksternal spinkter yang terdiri dari otot skeletal. Terdapat 3 pembuluh vena dalam rectum
- Superior hemorrhoidal vein
- Middle hemorhoidal vein
- Inferior hemorrhoidal vein

Gambar 2.1 Rectal Blood Circulation

15
Gambar 2.2 Suppositories

Superior hemorrhoidal vein akan menuju Hepatic Portal kemudian ke Liver sehingga
engalami first pass hepatic. Penggunaan suppositoria jangan terlalu dalam sehingga obat
tidak diabsorbsi melalui vena superior. Inferior dan Middle vein obat langsung ke
sirkulasi sistemik dan obat menghindari GIT dan enzimatik degradation serta terhindar
dari first pass metabolism, pemakaian jangan terlalu masuk.

2.15 Absorbsi Obat Melalui Rektum


Obat diabsorbsi dari bagian bawah rektum dan dihantarkan langsung ke dalam
sirkulasi sistemik, sehingga menghindari first pass effect. Pemasukan suppos yang terlalu
dalam memungkinkan absorbsi melalui vena superior sehingga disarankan
penggunaannya di bagian bawah. Tergantung dari karakter basis, suppositoria akan larut
dalam cairan rektal atau meleleh dalam lapisan mucus, mekanisme absorbsi obat difusi
pasif.

2.16 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Absorbsi Obat Melalui Rektum


1. Faktor Fisiologis
a) Volume cairan rektal
 Volume sangat kecil pada kondisi normal (3 ml)
 Pada kondisi diare volume cairan meningkat

16
 Absorbsi obat dengan kelarutan kecil (fenitoin) sangat terbatas
 Sifat cairan rektal
 Komposisi, viskositas, pH, dan tegangan muka cairan rektal memiliki
efek besar pada availabilitas obat
b) Isi rectum
 Faecal content
 Kondisi rektum sebaiknya bersih jika perlu digunakan enema untuk
mengevakuasi isi rectum
c) Motilitas rektum
 Dinding rektal menekan suppositoria melalui 2 mekanisme:
- Organ abdominal menekan bagian rektum ketika tubuh dalam
posisi tegak. Hal ini akan menstimuli penyebaran dan
mempromosi absorbs
- Motilitas otot rektal berkaitan dengan adanya makanan dalam
kolon.

2. Sifat Fisikakimia Obat


a) Koefisien partisi
Penting untuk pemilihan basis, dimana obat lipofil akan lebih sulit
dilepas dari basis lemak daripada garam-garam larut air. Untuk basis lrut ir
seperti PEG yang larut dalam cairan rektal dapat melepas obat larut air
maupun minyak.
b) Derajat ionisasi
barier yang memisahkan bagian lumen dengan darah adalah
permeabilitas terhadap obat-obat dalam bentuk tidak terion. Peningkatan
proporsi bentuk tidak terion akan meningkatkan absorbsi obat.
Solubility in Choice of base
Fat Water
Low High Fatty base
High Low Aqueous base

17
Low Low Indeterminate
Tabel 2.1 Derajat ionisasi

c) Konsentrasi obat dalam basis


- Semakin tinggi konsentrasi semakin tinggi jumlah obat yang available
untuk diabsorbsi
- Beberapa peneliti menyebutkan bahwa kecepatan obat berdifusi ke
permukaan suppo dipengaruhi oleh ukuran partikel dan adanya surface
active agent (surfaktan).

3. Karakteristik Fisika Kimia Basis & Ajuvan


a) Sifat basis
Basis suppo dapat meleleh, melunak, dan melarut untuk melepaskan
obat. Jika basis mengiritasi kolon akan mempromosi respon kolon sehingga
meningkatkan gerakan usus dan menurunkan absorbsi.
b) Adanya ajuvan dalam basis
Ajuvan dalam formula dapat mempengaruhi absorbsi obat, sifat reologi
basis saat meleleh dalam suhu tubuh, dan disolusi obat dari basis. Ajuvan
dalam formula dapat mempengaruhi absorbsi obat, sifat reologi basis saat
meleleh dalam suhu tubuh, dan disolusi obat dari basis

18
BAB III
METODOLOGI KERJA

3. 1 Alat & Bahan


a. Alat: b. Bahan:
1. Timbangan, anak timbangan, penara 1. Teofilin
2. Perkamen 2. Lemak coklat
3. Cawan porselen 3. Cera alba
4. Sendok tanduk
5. Sudip
6. Batang pengaduk
7. Mortir
8. Stamper
9. Serbet
10. Pencetak supositoria
11. Alumunium foil
12. Beaker glass

3. 2 Formulasi
R/ Theophylin 0,3 gr
Basis ad 100 %

3. 3 Perhitungan Bahan
Bobot Suppos setelah dtimbang

a. Basis + zat aktif = 4,55 g


b. Basis = 4,45 g
1) Basis + zat aktif
90
a. Bobot basis = 100 x 4,55 g = 4,095 g
10
b. Bobot zat aktif = 100x 4,55 g = 0,455 g

X = 0,455 g

19
2) Basis
Basis = Bobot total basis – bobot basis
Basis = 4,45 g – 4,095 g = 0,355 g

3) Basis : zat aktif


0,355 𝑔 0,455
:
𝑥 0,3

0,455x = 0,355 x 0,3


0,355𝑥0,3
X= 0,455
0,1065
x = 0,455

x = 0,234 g

4) Basis yang digunakan

= 4,45 – 0,234
= 4,216 g
 Lemak Coklat 80 % → 8 g
80
= 100 x 4,216 g = 3,37 g

Dibuat untuk 4 suppos = 3,37 g x 4 =13, 48 g


 Cera Alba 20 % → 2 g
20
= 100 x 4,216 g = 0,8432 g

Dibuat untuk 4 suppos = 0,8432 g x 4 = 3,3728 g


3. 4 Prosedur Kerja
1) Membuat bobot basis
NO GAMBAR KETERANGAN
1 Disiapkan alat dan bahan dan
setarakan timbangan.
2 Ditimbang 8 gram Lemak
coklat dan Cera alba 2 gram
sebagai basis

20
3 Dilebur semua basis dalam
penangas hingga berbentuk
seperti massa krim

4 Dioleskan gliserin dalam


cetakan supositoria.

5 Dituang basis yang sudah


melebur kedalam 2 cetakan

21
6 Dibiarkan dingin dahulu,
kemudian dimasukkan kulkas
agar memadat (membeku).

7 Disiapkan alumunium foil


sebagai kemasan.
8 Dilepas supositoria dari
cetakan

9 Lalu timbang

2) Membuat bobot basis dan zat aktif


NO GAMBAR KETERANGAN
1 Disiapkan alat dan bahan dan
setarakan timbangan.
2 Ditimbang Lemak coklat 13,48 g
dan Cera alba 3,3 g sebagai basis

22
3 Ditimbang Theophylin 1,2 g.

4 Dilebur semua basis dalam


penangas hingga berbentuk seperti
massa krim

23
5 Dimasukkan Theophylin ke dalam
hasil leburan, diaduk sampai
homogen.

6 Dioleskan gliserin dalam cetakan


supositoria.

7 Dituang basis yang sudah melebur


kedalam 3 cetakan

24
8 Dibiarkan dingin dahulu,
kemudian dimasukkan kulkas agar
memadat (membeku).

9 Disiapkan alumunium foil sebagai


kemasan.
10 Dilepas supositoria dari cetakan

11 Lalu timbang satu per satu

25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Pada praktikum ini dilakukuan 2 evaluasi, yaitu :

1. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat
tercampur rata dengan bahan dasar suppos atau tidak, jika tidak dapat tercampur
maka akan mempengaruhi proses absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan
memberikan terapi yang berbeda. Setelah dilakukan uji Homogenitas ternyata
suppositoria yang kelompok kami buat yaitu sudah memenuhi syarat yang
ditentukan.
2. Appearance (penampilan permukaan & bentuk)
Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat di dalam basis suppo.
Suppo dibelah secara longitudinal kemudian dibuat secara visual pada bagian
internal dan bagian eksternal dan harus nampak seragam. Penampakan permukaan
serta warna dapat digunakan untuk mengevaluasi ketidakadaan:
a. Celah
b. Lubang
c. Eksudasi
d. Pengembangan Lemak
e. Migrasi Senyawa Aktif
Tujuan Evaluasi ini adalah Untuk mengevaluasi adanya keretakan, migrasi bahan
aktif, bau, warna. Hasilnya adalah

26
4.2 Pembahasan
Pada percobaan ini dialakukan pembuatan sediaan suppositoria dengan
menggunakan bahan aktif yaitu Theophylin dan basis suppositoria yang digunakan adalah
Oleum cacao dan Cera alba. Pada percobaan ini, dibuat suppositoria sebanyak 3 suppositoria
untuk tiap kelompok. Penimbangan bahan yang dilakukan adalah dengan menimbang
Theophylin sebanyak 1,2 gram, oleum cacao sebanyak 13,48 gram dan cera alba sebanyak
3,3 gram. Oleum cacao ini berperan sebagai bahan dasar suppositoria karena sifatnya yang
dapat melarut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Penambahan cera alba berfungsi
untuk meninggikan titik lebur pada oleum cacao dan dapat menaikkan daya serap oleum
cacao terhadap air.
Pada proses pembuatan suppositoria, masukkan oleum cacao dan cera alba kedalam
cawan uap dan lebur di atas hot plate sambil diaduk dengan menggunakan batang pengaduk,
setelah itu masukkan theophylin. Peleburan dilakukan sampai semua bahan yang terdapat
dalam cawan penguap dapat tercampur secara homogen.
Peleburan basis tidak boleh terlalu tinggi karena akan mencair sempurna dan
kehilangan semua inti Kristal yang stabil yang berguna untuk memadat. Bila didinginkan di
bawah 15ºC kristal akan membentuk kristal metastabil. Maka pemanasan oleeum cacao
sebaiknya dilakukan sampai cukup meleleh yang dapat dituang dan tetap mengandung inti
kristal dari bentuk stabil.

27
Sebagai aturan umum, dianjurkan untuk menggunakan pemanasan yang minimal
dalam proses peleburan lemak. Pemanasan yang lebih lama harus dihindari. Ada beberapa
kelemahan tambahan khas yang sudah menjadi sifat minyak coklat sebagai basis
suppositoria. Kemampuan penyusutan rendah selama pemadatan menyebabkan suppositoria
melekat pada cetakan, sehingga memerlukan zat penglepas dari cetakan atau pelumas.
Pada pengisian masa suppositoria ke dalam cetakan, oleum cacao cepat membeku
oleh karena itu harus diadukl sesering mungkin, serta pada saat pengisian cetakan harus diisi
lebih karena pada saat pendinginan (cetakan dimasukkan kedalam kulkas) terjadi penyusutan
volume hingga terjadi lubang di atas masa. Apabila panjangnya berlebih maka barulah ujung
suppo bisa dipotong, bagian yang dipotong harus menggunakan pisau tajam dan jangan
memotong bagian suppositoria yang lancip akan tetapi potonglah bagian suppositoria yang
tumpul.
Setelah suppositoria memadat dan dikeluarkan dari lemari pendingin, suppositoria
dikeluarkan dari cetakan dan dibungkus dengan menggunakan aluminium foil dan kemudian
dikemas dengan menggunakan sak obat. Suppositoria pun siap digunakan.

28
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Bentuk sediaan suppositoria adalah bentuk peluru
2. Bahan dasar suppositoria yang digunakan adalah cera alba dan lemak coklat
3. Cara pembuatan suppositoria adalah dengan melarutkan bahan obat dengan bahan
dasar suppositoria yang telah dilelehkan lalu dituang ke cetakan, masukkan dalam
lemari pendingin, tunggu beberapa saat lalu keluarka dari cetakan, kemas dalam
alumunium foil.
4. Metode pencetakan dengan penuangan sering juga digunakan untuk pembuatan
skala industri. Teknik ini juga sering disebut sebagai teknik pelelehan. Cara ini
dapat dipakai untuk membuat suppositoria dengan hampir semua pembawa.
5. Syarat suppositoria yaitu dapat melebur pada suhu tubuh , tidak toksik, tidak
menimbulkan iritasi, dapat melepas obat dengan segera, stabil dalam
penyimpanan,.
6. Evaluasi suppositoria adalah Appearance

6.2 Saran
1. Perhatikan suhu air hangat yang digunakan pada saat peleburan bahan dasar
suppositoria.
2. Penggerusan bahan obat harus sampa homogen.

29

You might also like