Professional Documents
Culture Documents
Infanticide
Infanticide
Oleh:
Ni Wayan Suanita Kusumawardani
H1A006031
Pembimbing
dr. Ida Bagus Putu Alit Sp.F, DFM
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat-Nya paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Paper ini
disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka Kepaniteraan
Klinik Madya di Lab/SMF Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran
Udayana/RSUP Sanglah. Paper ini berjudul Pembunuhan Anak Sendiri
(Infanticide).
Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat :
1. dr.I.B.Putu Alit, Sp. F, DFM, selaku kepala Bagian/SMF Ilmu Kedokteran
Forensik, Fakultas Kedokteran Udayana/RSUP Sanglah Denpasar sekaligus
selaku pembimbing penulis dalam menyelesaikan paper ini
2. dr.Dudut Rustyadi, Sp.F, selaku Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RSUP
Sanglah
3. dr.Kunthi Yulianti, Sp.KF, selaku Koordinator Pendidikan Bagian/SMF Ilmu
Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar
4. Pegawai Laboratorium/Staf Ilmu Kedokteran Forensik FK UNUD/RS Sanglah
Denpasar
4. Rekan-rekan Dokter Muda serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu semua saran dan kritik demi kesempurnaan tulisan ini sangat penulis
harapkan. Semoga Paper ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang
ilmu kedokteran forensik dan memberi manfaat pada pembacanya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...............................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN………………………………………………………1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………...2
DEFINISI…………………………………………………………………2
DASAR HUKUM………………………………………………………..2
PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK………………………..3
1. Lahir Hidup atau mati………………………………………..4
2. Tanda Perawatan……………………………………………..10
3. Luka-luka……………………………………………………..10
4. Cukup Bulan dalam Kandungan……………………………..12
5. Viabilitas ……………………………………………………..12
PEMERIKSAAN KASUS INFANTICIDE……………………………..12
BAB 3. KESIMPULAN…………………………………………………………16
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………17
iii
BAB 1
Pendahuluan
Anak adalah buah hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga, sebagai pewaris dan
penerus kedua orang tuanya. Sedangkan seorang ibu adalah sosok yang penuh kasih sayang,
apapun dikorbankan demi anak buah hatinya. Oleh karena itu seorang anak harus
mendapatkan perlindungan baik masih dalam kandungan maupun setelah dilahirkan. Tetapi
sekarang ini berita-berita tentang ditemukannya bayi yang baru lahir dalam keadaan
meninggal karena dibunuh oleh ibunya, seringkali dijumpai di media massa (Hadijah, 2008).
Kasus pembunuhan terhadap bayi yang baru lahir telah dikenal sejak dahulu dan
terjadi dimana saja. Fir’aun di zamannya telah memerintahkan membunuh setiap bayi laki-
laki yang lahir, karena takut munculnya seorang raja baru. Pada zaman dahulu juga terjadi di
tanah arab dimana lazimnya terjadi setiap bayi perempuan yang dianggap membawa sial bagi
keluarganya juga dibunuh. Masih banyak lagi alasan lain yang mendorong seseorang sampai
hati merampas nyawa seorang bayi yang baru dilahirkan (Hoediyanto, 2008).
Pembunuhan anak adalah suatu bentuk kejahatan terhadap nyawa dimana kejahatan
ini bersifat unik. Keunikan tersebut dikarenakan pelaku pembunuhan haruslah ibu
kandungnya sendiri dan alasan atau motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalah
karena ibu kandungnya takut ketahuan bahwa dia telah melahirkan anak, salah satunya
karena anak tersebut adalah hasil hubungan gelap. Selain itu, keunikan lainnya yaitu saat
dilakukan tindakan menghilangkan nyawa anaknya yaitu saat anak dilahirkan atau tidak lama
kemudian. Patokannya yaitu dapat dilihat apakah sudah ada atau belum tanda-tanda
perawatan, dibersihkan, dipotong tali pusat atau diberikan pakaian (Idries, 1997).
Cara yang paling sering digunakan dalam kasus pembunuhan anak sendiri adalah
membuat keadaan asfiksia mekanik yaitu pembekapan, pencekikan, penjeratan dan
penyumbatan. Di Jakarta dilaporkan bahwa 90-95% dari sekitar 30-40 kasus PAS per tahun
dilakukan dengan cara asfiksia mekanik. Bentuk kekerasan lainnya adalah kekerasan tumpul
di kepala (5-10%) dan kekerasan tajam pada leher atau dada (1 kasus dalam 6-7 tahun)
(Affandi et al,2008).
Saat dilakukannya kejahatan tersebut, dikaitkan dengan keadaan mental emosional
dari ibu seperti rasa malu, takut, benci serta rasa nyeri bercampur aduk menjadi satu,
sehingga perbuatannya dianggap dilakukan tidak dalam keadaan mental yang tenang, sadar
serta dengan perhitungan yang matang (Idries, 1997).
4
BAB 2
Pembunuhan Anak Sendiri (Infanticide)
Untuk itu dengan adanya batasan yang tegas tersebut maka suatu pembunuhan yang
tidak memenuhi salah satu kriteria di atas tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak
(infanticide), malainkan suatu pembunuhan biasa (Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007).
Berdasarkan undang-undang tersebut kita dapat melihat adanya tiga faktor penting
yaitu:
Ibu yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan
anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah atau tidak, sedangkan bagi
orang lain yang melakukan atau turut membunuh anak tersebut dihukum karena
pembunuhan atau pembunuhan berencana, dengan hukuman yang lebih berat yaitu 15
5
tahun penjara (pasal 338 pembunuhan tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur
hidup/hukuman mati ( pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan rencana).
Waktu yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat,
tetapi hanya dinyatakan “ pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian “. Sehingga
boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih sayang seorang ibu terhadap
anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul maka ibu tersebut akan merawat dan
bukan membunuh anaknya.
Psikis yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan
diketahui orang lain telah melahirkan anak itu, biasanya anak yang dilahirkan tersebut
didapatkan dari hubungan tidak sah.
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya tempat sampah,
got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah korban pembunuhan anak
sendiri (pasal 341, 342) pembunuhan (pasal 338, 339, 340, 343), lahir mati kemudian dibuang
(pasal 181) atau bayi yang ditelantarkan sampai mati (pasal 308) (Budiyanto et al.,1997).
Oleh karena Visum et Repertum itu juga mengandung makna sebagai pengganti
barang bukti, maka segala apa yang terdapat dalam barang bukti dalam hal ini yaitu tubuh
anak, harus dicatat dan dilaporkan. Dengan demikian selain ketiga kejelasan tersebut di atas,
masih ada dua hal lagi yang harus diutarakan dalam VR yaitu:
Sehingga lebih jelas bahwa permasalahan tentang maturitas seperti cukup bulan atau
prematur merupakan hal yang penting, sama halnya dengan kemampuan anak untuk hidup
dengan wajar (viabilitas) tanpa kelainan bawaan yang diderita oleh anak (Idries, 1997).
Sebelum melangkah lebih jauh, perlu ditinjau lebih dahulu pengertian lahir hidup dan
lahir mati. Perlu diketahui bahwa seorang dokter tidak dibenarkan membuat kesimpulan lahir
6
hidup atau lahir mati dari hasil pemeriksaan terhadap korban kasus yang diduga akibat
pembunuhan anak (Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007).
Pernapasan
o Paru mengembang
o Udara dalam lambung atau usus
Menangis
Pergerakan otot
Sirkulasi darah dan denyut jantung serta perubahan hemoglobin
Isi usus
Keadaan tali pusat
(Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007)
1. Pernapasan
Pernapasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya gangguan sirkulasi
plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang permanen pada paru.
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh (no touch technique), paru-paru
tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada sediaan
histopatologik jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.
Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung lidah dijepit dengan
pinset atau klem, kemudian ditarik ke arah ventrokaudal sehingga tampak palatum mole.
Dengan scalpel yang tajam, palatum mole disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum
durum. Faring, laring, esophagus bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang.
Esofagus bersama dengan trakea diikat di bawah kartilago krikoid dengan benang.
Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya cairan ketuban, mekonium atau
7
benda asing lain tidak mengalir ke luar melalui trakea; bukan untuk mencegah masuknya
udara ke dalam paru.
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep atau pinset bedah
dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan. Kemudian esophagus diikat di atas
diafragma dan dipotong di atas ikatan. Pengikatan ini dimaksudkan agar udara tidak masuk
ke dalam lambung dan uji apung lambung-usus (uji Breslau) tidak memberikan hasil
meragukan.
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu dimasukkan ke dalam
air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Kemudian paru-paru kiri dan kanan
dilepaskan dan dimasukkan kembali ke dalam air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
Setelah itu tiap lobus dipisahkan dan dimasukkan ke dalam air, dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil dari bagian perifer tiap lobus dimasukkan ke
dalam air, diperhatikan apakah mengapung atau tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh karena
kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung, letakkan di antara
dua karton dan ditekan dengan arah penekanan tegak lurus jangan digeser untuk
mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan
kembali ke dalam air dan diamati apakah masih mengapung atau tenggelam. Bila masih
mengapung berarti paru terisi udara residu yang tidak akan keluar. Namun, terkadang dengan
penekanan, dinding alveoli pada mayat bayi yang telah membusuk lanjut akan pecah dan
udara residu keluar dan memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil paru mengingat
kemungkinan adanya pernapasan sebagian (parsial respiration) yang dapat bersifat buatan
atau alamiah (vagitus uternus atau vagitus vaginalis) yaitu bayi sudah bernapas walaupun
kepala masih dalam uterus atau dalam vagina).
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya kemungkinan bayi
dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernapas meskipun jantung masih berdenyut,
sehingga udara dalam alveoli diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan
histopatologik paru harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup.
Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat dipercaya,
sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.
b. Mikroskopik paru-paru
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh, dilakukan fiksasi dengan
larutan formalin 10 %. Sesudah 12 jam, dibuat irisan melintang untuk memungkinkan cairan
8
fiksatif meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian
dibuat sediaan histopatologik. Biasanya digunakan perwarnaan HE dan bila paru telah
membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang belum bernapas, tetapi
merupakan ciri paru janin yang belum mencapai usia gestasi 26 minggu. Tanda khas untuk
paru janin belum bernapas adalah adanya tonjolan (projection) yang berbentuk seperti bantal
(cushion-like) yang kemudian akan bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga akan
tampak seperti gada (club like). Pada permukaan ujung bebas projection tampak kapiler yang
berisi banyak darah. Pada paru bayi belum bernapas yang sudah membusuk dengan
perwarnaan Gomori atau Ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding
alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection berjalan di
bawah kapiler sejajar dengan permukaan projection dan membentuk gelung-gelung terbuka
(open loops).
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi cairan amnion
yang luas karena asfiksia intrauterin, misalnya akibat tertekannya tali pusat atau solusio
plasenta sehingga terjadi pernapasan janin prematur (intrauterine submersion). Tampak sel-
sel verniks akibat deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti
piknotik berbentuk huruf “S”, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti bawang. Juga
tampak sel-sel amnion bersifat asidofilik dengan batas tidak jelas dan inti terletak eksentrik
dengan batas yang juga tidak jelas.
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua mungkin terlihat
dalam bronkioli dan alveoli. kadang-kadang ditemukan deskuamasi sel-sel epitel bronkus
yang merupakan tanda maserasi dini, atau fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli.
Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan terjadinya
kehidupaan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan otak yang hebat, dengan atau
tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia intrauterin, kelainan kongenitasl yang fatal
seperti anensefalus (Budiyanto et al.,1997).
Adapun ringkasan perbedaan dari pemeriksaan paru yaitu (Apuranto, H. dan
Hoediyanto, 2007):
9
3 Warna homogen, merah Warna merah muda
3. kebiruan/ungu
5 Kalau diperas di bawah permukaan Gelembung gas yang keluar halus dan rata
4. air tidak keluar gelembung gas atau ukurannya.
bila sudah ada pembusukan
gelembungnya besar dan tidak rata.
6 Tidak tampak alveoli yang Tampak alveoli, kadang-kadang terpisah
5. berkembang pada permukaan sendiri
6 Kalau diperas hanya keluar darah Bila diperas keluar banyak darah berbuih
6. sedikit dan tidak berbuih (kecuali walaupun belum ada pembusukan (volume
bila sudah ada pembusukan) darah dua kali volume sebelum napas.
8 Berat paru kurang lebih 1/70 BB Berat paru kurang lebih 1/35 BB
7.
8 Seluruh bagian paru tenggelam Bagian-bagian paru yang mengembang
8. dalam air terapung dalam air.
2. Menangis
Bernapas dapat terjadi tanpa menangis, tetapi menangis tidak dapat terjadi tanpa
bernapas. Suara tangis yang terdengar belum berarti bayi tersebut lahir hidup karena suara
tangisan dapat terjadi dalam uterus atau dalam vagina. Yang merangsang bayi menangis
dalam uterus adalah masuknya udara dalam uterus dan kadar oksigen dalam darah
menurun dan atau kadar CO2 dalam darah meningkat.
3. Pergerakan Otot
Keadaan ini harus disaksikan oleh saksi mata, karena post mortem tidak dapat
dibuktikan. Kaku mayat dapat terjadi pada bayi yang lahir hidup kemudian mati maupun
yang lahir mati.
10
Duktus arteriosus perlahan-lahan menjadi jaringan ikat (paling cepat dalam 24 jam)
Duktus venosus menutup dalam 2-3 hari sampai beberapa minggu.
7. Keadaan Kulit
Tidak satupun keadaan kulit yang dapat membuktikan adanya kehidupan setelah
bayi lahir, sebaliknya ada satu keadaan yang dapat memastikan bahwa bayi tersebut tidak
lahir hidup yaitu maceration, yang dapat terjadi bila bayi sudah mati in utero beberapa
hari (8-10 hari). Hal ini harus dibedakan dengan proses pembusukan yaitu pada maserasi
tidak terbentuk gas karena terjadi secara steril. Kematian pada bayi dapat terjadi waktu
dilahirkan, sebelum dilahirkan atau setelah terpisah sama sekali dari ibu.
Bukti kematian dalam kandungan:
Ante partum rigor mortis yang sering menimbulkan kesulitan waktu
melahirkan
Meceration, yaitu perlunakan janin dalam air ketuban dengan ciri-ciri:
o Warna merah kecoklatan (pada pembusukan warnanya hijau)
o Kutikula putih, sering membentuk bula berisi cairan kemerahan
o Tulang-tulang lentur dan lepas dari jaringan lunak
o Tidak ada gas, baunya khas
o Maserasi ini terjadi bila bayi sudah mati 8-10 hari dalam
kandungan
11
B. Tanda Perawatan
Penentuan ada tidaknya tanda perawatan sangat penting artinya dalam kasus
pembunuhan anak, oleh karena dapat diduga apakah kasus yang dihadapi memang benar
kasus pembunuhan anak seperti dimaksud dalam undang-undang, atau menjadi kasus lain
yang ancaman hukumannya berbeda.
Adapun anak yang baru dilahirkan dan belum mengalami perawatan dapat diketahui
dari tanda-tanda sebagai berikut:
tubuh masih berlumuran darah
ari-ari (plasenta) masih melekat dengan tali pusat dan masih berhubungan dengan
pusat (umbilicus)
bila ari-ari tidak ada, maka ujung talli pusat tampak tidak beraturan, hal ini dapat
diketahui dengan meletakkan ujung tali pusat tersebut ke permukaan air
adanya lemak bayi (vernix caseosa), pada daerah dahi serta di daerah yang
mengandung lipatan-lipatan kulit, seperti daerah lipat ketiak, lipat paha dan bagian
belakang bokong.
Gambar 1. Tali Pusat Belum Terpotong dan Masih Terhubung dengan Ari-Ari.
C. Luka-luka yang dapat Dikaitkan dengan Penyebab Kematian
Cara atau metoda yang banyak dijumpai untuk melakukan tindakan pembunuhan anak
adalah cara atau metoda yang menimbulkan keadaan mati lemas (asfiksia) seperti penjeratan,
pencekikan dan pembekapan serta membenamkan ke dalam air. Adapun cara yang lain seperti
menusuk atau memotong serta kekerasan dengan benda tumpul relatif jarang ditemukan.
Dalam kasus ini yang harus diperhatikan yaitu:
Adanya tanda-tanda mati lemas seperti sianosis pada bibir dan ujung-ujung jari,
bintik-bintik perdarahan pada selaput biji mata dan selaput kelopak mata serta
jaringan longgar lainnya, lebam mayat yang lebih gelap dan luas, busa halus
12
berwarna putih atau putih kemerahan yang keluar dari lubang hidung dan atau
mulut serta tanda-tanda bendungan pada alat dalam.
keadaan mulut dan sekitarnya yaitu adanya luka lecet tekan di bibir dan
sekitarnya, biasanya berbentuk bulan sabit, memar pada bibir bagian dalam yang
berhadapan dengan gusi serta adanya gumpalan benda asing seperti koran atau
kain yang mengisi rongga mulut.
keadaan di daerah leher dan sekitarnya yaitu adanya luka lecet tekan yang
melingkari sebagian atau seluruh bagian leher yang merupakan jejas jerat sebagai
akibat tekanan yang ditimbulkan oleh alat penjerat yang digunakan, adanya luka-
luka lecet kecil berbentuk bulan sabit yang diakibatkan dari ujung kuku dan
adanya luka-lua lecet dan memar yang tidak beraturan akibat tekanan ujung jari.
adanya luka tusuk atau luka sayat pada daerah leher, mulut atau bagian tubuh
lainnya. adanya istilah “tusukan bidadari” yaitu menusukkan benda tajam pada
langit-langit rongga mulut sampai menembus rongga tengkorak.
adanya tanda terendam seperti tubuh yang basah dan berlumpur, telapak tangan
dan telapak kaki yang pucat dan keriput (washer woman hand), kulit yang
berbintil-bintil (cutis anserina sepert kulit angsa, serta adanya benda asing di
saluran pernapasan terutama trakea).
Gambar 2. Tampak adanya Luka terbuka pada Kepala dan Luka lecet Berbentuk
Bulan Sabit pada Leher.
13
pusat-pusat penulangan khususnya pada tulang paha (os femur) mempunyai arti
yang cukup penting. Bagian distal os femur serta proksimal os tibia akan
menunjukkan pusat penulangan pada umur kehamilan 36 minggu, demikian juga
pada os cuboideum dan os cuneiform, sedangkan os talus dan calcaneus pusat
penulangan akan tampak pada umur kehamilan 28 minggu.
E. Viabilitas
Dapat dilihat apakah terdapat kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup bayi seperti jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus atau mikrosefalus)
dan saluran pencernaan (stenosis esophagus) (Idries, 1997).
14
B. Pemeriksaan terhadap Korban
1. Viabilitas
Syaratnya yaitu:
Umur ≥ 28 minggu dalam kandungan
Panjang badan ≥ 35 cm
Berat badan ≥ 2500 gram
Tidak ada cacat bawaan yang berat
Lingkaran frontoocipital ≥ 32 cm
5. Sebab kematian
a. Kelalaian
Pada peristiwa kelahiran sering dijumpai kelalaian, baik itu disengaja atau tidak
disengaja.
Inhalasi cairan ketuban/darah atau terbenam di dalam WC mati akibat asfiksia
Terjerat tali pusat, mati akibat asfiksia. Jeratan tali pusat yang dilakukan
setelah bayi mati dapat dibedakan dengan jeratan tali pusat intrauterine yaitu
bayi yang mati intrauterine menunjukkan paru yang belum pernah bernapas.
Perdarahan dari tali pusat, karena setelah bayi lahir, tali pusat tidak diikat
dengan baik.
Suffocation, misalnya terjadi kelahiran dibawah selimut
Lalai membuat hangat (tidak dapat dibuktikan post mortem) atau tidak
memberi ASI. Sehingga kematian bayi secara pasif (kedinginan dan starvasi)
15
b. Kekerasan
Kekerasan dalam uterus
o Dinding perut tertumbuk sesuatu (jatuh/ditendang)
o Pemasukkan alat ke vagina
Kekerasan selama proses kelahiran
o Kemungkinan terjadi trauma kelahiran yang wajar harus dipikirkan
sebelum menduga adanya tindak kekerasan
o Retak tulang tengkorak karena trauma kelahiran (biasanya pada os
temporal) pada umumnya hanya sedikit dan tidak disertai luka lecet
o kekerasan pada kepala yang disengaja menimbulkan retak yang besar,
ada luka lecet, mungkin ditemukan kontusio/laserasi cerebri
Kekerasan yang terjadi setelah kelahiran lengkap
o Kekerasan benda tumpul
o Suffocation dan gagging
o Jeratan atau cekikan
o Luka iris atau luka tusuk
o Tenggelam
6. Periksa golongan darah
7. Tanda-tanda perawatan
(Apuranto, H. dan Hoediyanto, 2007).
16
BAB 3
Kesimpulan
17
DAFTAR PUSTAKA
Affandi et al. 2008. Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) Dengan Kekerasan Multipel. Majalah
Kedokteran Indonesia, September 2008, Vol 58 Nomor 9.
Apuranto, H. dan Hoediyanto. 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga.
Budiyanto et al. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hadijah, Siti. 2008. Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Pembunuhan Bayi
Di Wilayah DIY. Available from: http://eprints.undip.ac.id (accessed: 2010, Desember 24)
Hoediyanto. (Last Update: 2008, September 17). Pembunuhan Anak (Infanticide). Available
from: http://www.fk.uwks.ac.id (accesed: 2010, Desember 24)
Idries, A.M. 1997. Pedoman Ilmu kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara.
18